NIM :4101419029
TEORI BEHAVIORISTIK
1. Teori Thorndike
Edward L. Thorndike (1874-1949) adalah seorang psikolog terkemuka di Amerika
Serikat yang teori pembelajarannya-koneksionisme-dominan di negeri tersebut.
Pengaruhnya terhadap pendidikan ditandai dengan adanya Thorndike Award
(Penghargaan Thorndike), penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Devisi Psikologi
Pendidikan Asosiasi Psikologi Amerika kepada kontribusi-kontribusi besar terhadap
psikologi pendidikan. Teori belajar koneksionisme dikembangkan oleh Thorndike tahun
1913. Terjadi hubungan (koneksionisme) antara stimulus-respon pada panca indera
dengan kecenderungan untuk bertindak. Teori ini juga dinamai teori stimulus respon.
Dalam sebuah situasi eksperimen tipikal, seekor kucing ditempatkan dalam sebuah
kandang. Kucing dapat membuka sebuah lubang keluar dengan mendorong sebuah
tongkat atau menarik sebuah rantai. Setelah melakukan serangkaian respon acak, kucing
pada akhirnya dapat keluar dengan membuat respon yang dapat membuka lubang keluar
tersebut. Setelah itu, kucing ditaruh lagi di dalam kandang. Dari hasil mencoba-coba,
kucing tersebut mencapai tujuannya (keluar kandang) dengan lebih cepat dan membuat
lebih sedikit kesalahan sebelum akhirnya merespon dengan benar. Dari eksperimen
tersebut dapat disimpulkan bahwa 1) belajar dapat terjadi dengan dibentuknya hubungan,
atau ikatan, atau asosiasi, ataupun koneksi neural yang kuat antara stimulus dan respons.
2) untuk dicapainya hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan
untuk memilih respon yang tepat, serta melalui usaha – usaha atau percobaan (trials) dan
kegagalan (error) terlebih dahulu. Dengan ini Thorndike mengutarakan bila bentuk paling
dasar dari belajar adalah trial dan error learning atau selecting dan connecting learning
(dengan ini teori belajar Thorndike disebut teori koneksionisme).
Thorndike (Siswanto, 2008: 138-139) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara
stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon
sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat.
Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara
stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin
meningkat.
Thorndike menambahkan hukum lainnya yakni hukum kesiapan, maksud dari hukum
kesiapan disini terdapat empat rumus yang digunakan sebagai berikut :
Bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut memberi kepuasan baginya sehingga tidak akan melakukan
tingkah laku lain.
Bila seseorang sudah siap melakukan sesuatu tingkah laku, tetapi tidak
dilaksanakan tingkah laku tersebut, maka akan menimbulkan kekecewaan
baginya, sehingga menyebabkan dilakukanya tingkah laku lain untuk mengurangi
kekecewaanya.
Bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku tetapi dia harus
melakukanya, maka akan menimbulkan ketidakpuasan, sehingga dilakukan
tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah laku tersebut.
Bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tidak dilakukanya
tingkah laku tersebut, maka akan menimbulkan kepuasan.
Eksperimen – eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike banyak mengalami
perkembangan sehingga timbulah revisi – revisi pada teorinya, antara lain :
Hukum latihan ditinggalkan, karena ditemukan bila pengulangan saja tidak cukup
untuk memperkuat hubungan stimulus dengan respons, demikian pula tanpa
ulangan belum tentu melemahkan hubungan stimulus – respons.
Hukum akibat direvisi, karena dalam penelitianya lebih lanjut ditemukan bahwa
hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Dengan ini maka untuk hukum
akibat dijelaskan, bila hadiah akan meningkatkan hubungan stimulus – respons,
tetapi hukuman(punisment) tidak mengakibatkan efek apa – apa. Dengan revisi ini
berarti Thorndike tidak menghendaki adannya hukuman dalam belajar.
2. Teori Skinner
Burhuss Frederick Skinner lahir 20 Maret 1904, di kota kecil Pennsylvania Susquehanna.
B.F Skinner (Bruss Frederic Skinner, 1904- 1990)adalah seorang Psikolog Amerika pada
abad 20-an dan termasuk psikolog yang berpengaruh di dunia. Pada tahun 1938, Skinner
menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan
psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning.
Seluruh sistem B. F. Skinner didasarkan pada operant conditioning. Berikut merupakan
pokok pemikiran B. F. Skinner mengenai teorinya.
B.F. Skinner meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant
conditioning.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner
bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.
Tiga asumsi yang dimiliki Skinner dalam membangun teorinya: Behavior is
lawful (perilaku memiliki hukum tertentu), Behavior can be predicted (perilaku
dapat diramalkan), Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol).
Functional analysis of behavior: analisis perilaku dalam hal hubungan sebab
akibat, dimana penyebabnya itu sendiri (seperti stimuli, deprivation, dsb)
merupakan sesuatu yang dapat dikontrol.
Dua klasifikasi dasar dari perilaku menurut B.F Skinner: operants dan
respondents.
Skinner (1954) menerima bahwa hukum akibat sangat krusial untuk mengontrol perilaku
dan melihat pekerjaannnya adalah untuki memastikan bahwa suatu efek benar-benar
terjadi dan efek tersebut terjadi dibawah suatu kondisi optimal untuk belajar. Ia juga
setuju dengan Thorndike bahwa efek dari penghargaan lebih dapat diprediksi dari pada
efek dari hukuman dalam membentuk suatu perilaku. Seperti Thorndike dan Watson,
Skinner bersikeras bahwa perilaku manusia harus di pelajari secara ilmiah. Aliran
behaviorisme ilmiahnya berpendapat bahwa perilaku dapat dipelajari dengan baik tanpa
referensi mengenai kebutuhan, insting, dan motif. Mengatribusikan motivasi pada
perilaku manusia sama saja dengan mengatribusikan kemauan bebas kepada fenomena
alam. Namun kebanyakan psikolog kepribadian berasumsi bahwa manusia termotivasi
oleh dorongan internal dan pemahaman dari dorongan tersebut menjadi penting.
Skinner ( 1953 ) mengenali dua bentuk pengondisian, klasik dan operan. Melalui
pengondisian klasik (yang disebut Skinner sebagai pengondisian responden ), suatu
respons diperoleh dari sebuah organism dengan suatu stimulus yang spesifik dan dapat
diidentifikasi. Dengan pengondisian operan ( yang disebut juga sebagai pengondisian
Skinnerian), sebuah perilaku dibuat lebih mungkin untuk terjadi saat diberikan penguatan
secara langsung. Salah satu perbedaan antara pengondisian klasik dan operan adalah
bahwa pada pengondisian klasik, perilaku diperoleh dari organism, sementara dalam
pengondisian operan, perilaku terpancar. Dalam pengondisian klasik, suatu stimulus
netral (conditioned) dipasangkan beberapa kali dengan suatu stimulus yang tidak
dikondisikan (unconditioned) sampai mampu membawa sebuah respons yang sebelumnya
tidak dikondisikan menjadi respons yang terkondisi. Kunci penting dari eksperimen
pengondisian klasik adalah dalam membuat pasangan dari stimulus yang dikondisikan
dengan stimulus yang tidak dikondisikan, sampai kehadiran dari stimulus yang
dikondisikan cukup untuk memperoleh stimulus yang tidak dikondisikan. Penelitian
operant conditioning dilakukan Skinner dengan objek tikus. Seekor tikus dimasukan ke
dalam kotak Skinner (Skinner box); kotak kecil yang kedap, memisahkan tikus dari
lingkungan normal dan memungkinkan peneliti mengontrol seluruh variasi lingkungan,
mengontrol dan mencatat kejadian stimulus dan respon terjadi. Kunci dari pengondisian
operan adalah penguatan yang langsung dari sebuah respons. Kemudian, penguatan akan
meningkatkan kemungkinan dari perilaku yang sama untuk terjadi lagi. Pengondisian ini
di sebut dengan pengondisian operan karena organism beroperasi dalam suatu lingkungan
untuk menghasilkan suatu efek yang spesifik. Pengondisian operan dapat mengubah
frekuensi dari respons atau kemungkinan suatu respons akan terjadi. Penguatan tidak
menyebabkan suatu perilaku, namun meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut
akan diulang lagi.
a) Pembentukan (shaping) adalah suatu prosedur ketika peneliti atau lingkungan
memberikan suatu penghargaan atas perkiraan kasar dari perilaku tersebut, lalu
perkiraan yang lebih dekat, dan terakhir, perilaku yang diinginkan tersebut. Melalui
proses penguatan perkiraan berkala, peneliti atau lingkungan secara bertahap
membentuk suatu kumpulan yang kompleks dan final dari perilaku (Skinner, 1953).
Suatu respons terhadap lingkungan yang mirip tanpa adanya penguatan sebelumnya
disebut generalisasi stimulus.
b) Menurut Skinner, penguatan (reinforcement) memiliki dua efek: memperkuat
perilaku dan memberikan penghargaan pada orang tersebut. Oleh karena itu,
penguatan dan penghargaan tidak sama. Setiap perilaku diberi penguatan tidak
selalu bersifat memberikan penghargaan ata menyenangkan bagi orang tersebut.
Penguatan dapat dibagi menjadi dua yaitu (1) penguat positif (positive
reinforcement) adalah setiap stimulus yang saat dimasukkan dalam suatu situasi,
meningkatkan kemungkinan bahwa suatu perilaku akan terjadi. (2) Menghilangkan
suatu stimulus yang tidak disukai dari suatu situasi dari situasi dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa perilaku sebelumnya akan terjadi. Menghilangkan hal tersebut
dapat berakibat pada penguatan negatif (negative reinforcement).
c) Hukuman (punishment) adalah pemberian stimulus yang tidak menyenangkan,
seperti setrumen, atau menghilangkan stimulus yang menyenangkan, seperti
memutuskan telepon seorang remaja. Efek dari hukuman bukanlah kebalikan dari
efek penguatan. Saat factor-faktor dalam penguatan dapat dikontrol dengan ketat,
perilaku dapat dengan akurat dibentuk dan diprediksikan. Akan tetapi, dengan
hukuman, akurasi seperti itu mungkin tidak terjadi
d) Hukuman mempunyai beberapa karakteristik yang sama dengan penguatan. Seperti
adanya dua macam penguatan ( positif dan negative ), terdapat dua macam
hukuman. Hukuman pertama membutuhkan pemberian stimulus yang tidak di
sukai, sedangkan hukuman yang kedua melibatkan penghilangan suatu penguatan
positif. Karakteristik yang terakhir, hukuman dan penguatan sama-sama merupakan
cara untuk mengontrol perilaku, baik control yang sudah dirancang ataupun yang
terjadi kebetulan.
Perilaku dan kepribadian manusia dibentuk oleh 5 kekuatan, yaitu (1) Seleksi alam,
kepribadian manusia adalah hasil dari sejarah evolusi yang panjang. Sebagai individu,
perilaku kita ditentukan oleh komposisi genetis dan terutama oleh sejarah pribadi kita atas
penguatan yang diterima. Akan tetapi sebagai spesies kita dibentuk oleh faktor-faktor dari
kemampuan bertahan hidup, Seleksi alam mempunyai peranan penting dalam kepribadian
manusia. Perilaku yang bersifat menguatkan cenderung akan diulangi yaitu yang tidak
cenderung mengutkan akan dibuang. (2) Evolusi budaya, seleksi bertanggung jawab atas
praktik budaya yang telah bertahan sebagaimana seleksi memiliki peranan kunci dalam
sejarah evolusi manusia dan juga faktor-faktor dari penguat. Sisa-sia budaya, seperti juga
dari seleksi alam tidak semuannya bersifat adaptif. (3) Kondisi internal, Skinner tidak
menyangkal adanya kondisi internal seperti perasaan cinta, kecemasan atau ketakutan.
Kondisi internal dapt dipelajari sama perilaku lainnya namun tentu saja observasi mereka
terbatas. Kondisi internal meliputi kesadaran diri, dorongan, dan emosi. (4) Perilaku
kompleks, perilaku manusia dapat menjadi sangat kompleks, tetapi skinner yakin bahwa
bahkan perilaku yang paling abstrak dan kompleks terbentuk dari seleksi alam, evolusim
budaya dan sejarah seseorang atas penguatan yang diterimanya. Usaha-usaha kompleks
manusia, seperti kreativitas, perilaku yang tidak disadari, mimpi dan perilaku social. (5)
Kontrol dari perilaku manusia, perilaku seseorang dikontrol oleh faktor-faktor
lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat ditegakkan oleh masyarakat, orang lain, atau diri
sendiri; namun lingkungan, dan bukan kemauan bebas, yang bertanggung jawab atas
semua perilaku.
5. Teori Bandura
8. Teori Ausubel