Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH PENERAPAN SISTEM ADMINISTRASI

PERPAJAKAN MODERN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB


PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
MAKASSAR BARAT

PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI

Oleh:

Ainun Nur Aisyah


2017 30 173

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR BONGAYA


STIEM BONGAYA
MAKASSAR
2021

i
PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI :

PENGARUH PENERAPAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN


MODERN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK MAKASSAR BARAT

Disusun dan diajukan oleh :

AINUN NUR AISYAH

2017 30 173

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

KONSENTRASI GENERAL

Telah diperiksa dan disetujui untuk di seminarkan

Makassar, 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hisnol. Jamali, S.E.,M.Si Dahniar Daud, S.E., M.Ak


NIDN. : 0017056001 NIDN. : 0903047404

LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI) PROPOSAL

ii
NOMOR SK. SEMINAR :
TANGGAL SEMINAR :
NAMA MAHASISWA : AINUN NUR AISYAH
NO. STAMBUK : 201730173
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI S1
KONSENTRASI : GENERAL
JUDUL : PENGARUH PENERAPAN SISTEM ADMINISTRASI
PERPAJAKAN MODERN TERHADAP KEPATUHAN
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK MAKASSAR BARAT

PROPOSAL INI TELAH DIREVISI, DISETUJUI OLEH TIM PENGUJI DAN


DIKETAHUI TIM PEMBIMBING UNTUK DILANJUTKAN PADA TAHAP
PENELITIAN.

No NAMA PENGUJI TANDA TANGAN


1

Makassar, 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hisnol. Jamali, S.E.,M.Si Dahniar Daud, S.E., M.Ak


NIDN. : 0017056001 NIDN. : 0903047404

 
Mengetahui,
Ketua Program Studi Akuntansi

Rahman Pura, S.E., M.Si., Ak.,CA


NIDN. : 0013017602

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. -

iii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI) PROPOSAL........................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian..................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 10
A. Tinjauan Teoritis......................................................................................... 10
1. ............................................................................................................. 10
2. ............................................................................................................. 17
3. ............................................................................................................. 25
B. Penelitian Terdahulu.................................................................................. 32
III. KERANGKA KONSEPTUAL............................................................................ 38
A. Kerangka Konseptual................................................................................. 34
B. Hipotesis.................................................................................................... 37
IV. METODE PENELITIAN.................................................................................... 38
A. Pendekatan Penelitian............................................................................... 42
B. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................... 42
C. Populasi dan Sampel................................................................................. 42
D. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 41
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.......................................... 42
F. Uji Asumsi Klasik........................................................................................ 43
G. Metode Analisis.......................................................................................... 44
H. Uji Hipotesis............................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 48
LAMPIRAN................................................................................................................

iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sumber penerimaan yang berpotensi menambah

penerimaan negara adalah penerimaan pajak. Pajak merupakan iuran wajib

kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat balas

jasa kembali secara langsung. Adanya pajak menyebabkan dua situasi:

pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya

untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya

kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik

yang merupakan kebutuhan masyarakat (Sutedi, 2011:1). Penerimaan pajak

dapat ditingkatkan dengan perluasan basis pajak dan data yang akurat

mengenai potensi pajak yang dapat digali secara mendalam. Semakin

bertambahnya waktu, keberadaan pajak dirasa semakin penting karena

digunakan sebagai pembiayaan pembangunan negara, sehingga 2 setiap

tahun pemerintah menetapkan target penerimaan maupun target kepatuhan

wajib pajak semakin ditingkatkan. Hal ini merupakan tekad bulat pemerintah

yang ingin mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang

sadar dalam membayar pajak.

Pasal 28 Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur tentang laporan keuangan

dalam bentuk pembukuan atau pencatatan haruslah benar, lengkap dan jelas.

Di dalam dunia nyata terdapat perbedaan pandangan tentang tujuan

pemerintah dan tujuan dunia usaha. Pemerintah memiliki tujuan potensi pajak

sebagai penerimaan negara, tetapi dunia usaha tidak ingin pajak menjadi

1
beban yang terlalu besar untuk usahanya karena dapat menyebabkan

kerugian.

Usaha meningkatkan penerimaan pajak terus dilakukan oleh

pemerintah yang dalam hal ini merupakan tugas Direktorat Jenderal Pajak .

Berbagai upaya dilakukan agar penerimaan pajak maksimal. Hal tersebut

dilakukan dengan cara perluasan subjek dan objek pajak dengan mencari

wajib pajak baru . Upaya lain dari penerimaan pajak yaitu reformasi sistem

perpajakan secara menyeluruh. Sejak saat ini, negara Indonesia sudah mulai

menganut self assessment system dimana para wajib pajak berhak untuk

menghitung sendiri berapa jumlah iuran pajak yang harus dibayarkan sesuai

dengan ketentuan Undang – Undang Perpajakan yang berlaku.

Reformasi kebijakan perpajakan sebenarnya telah dimulai sejak tahun

1983 dengan diterbitkannya seperangkat peraturan perundang-undangan di

bidang perpajakan yang menggantikan perundang-undangan yang di buat oleh

pemerintah Belanda seperti ordonansi pajak pendapatan 1944 dan ordonansi

pajak perseroan 1925. Produk hasil reformasi ini bersifat lebih sederhana

(simplicitiy), netral (neutral), adil (equity), dan memberikan kepastian legal

(legal certaity). Reformasi yang dilakukan ialah penerapan sistem self

assessment menggantikan sistem official assesment. Sistem self assesment

memberikan kepercayaan kepada wajb pajak untuk menghitung sendiri,

melaporkan, dan melunasi kewajibannya. Sistem ini diterapkan melalui

reformasi seperangkat undang-undang perpajakan seperti Undang-undang No

6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-

undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-undang No

8 Tahun 1983 tentang PPN.

2
Selanjutnya reformasi perpajakan dilakukan kembali dengan melakukan

perubahan undang-undang pajak penghasilan tahun 1994 yang dilanjutkan

dengan reformasi ketiga pada tahun 2000 dan keempat pada tahun 2007.

Pada dasarnya untuk mengerti reformasi yang terjadi pada administrasi

perpajakan membutuhkan suatu pemahaman terhadap masalah itu sendiri.

Banyak masalah yang timbul yang menjadikan suatu sistem perpajakan di

suatu Negara begitu rumit, sehingga membuat wajib pajak sebenarnya tidak

mungkin untuk patuh. Kadang-kadang, sistem politik juga tidak mencari jalan

keluar untuk mengurangi keluhan dari wajib pajak. Seringkali, masalah yang

sebenarnya di dalam administrasi perpajakan adalah ada pada fiskus (pegawai

pajak) sendiri.

Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh

dunia, baik bagi Negara maju maupun Negara berkembang karena jika pajak

tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan

penghindaran, pengelakan, penyeludupan dan pelalainan pajak, kepatuhan

wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi system

perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. (Siti Kurnia Rahayu

2010:140). Menurut Rahayu (2013:111) Kepatuhan wajib pajak adalah rasa

bersalah dan rasa malu, penilaian wajib pajak atas kewajaran dan keadilan

beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap

pelayanan pemerintah. Faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan

wajib pajak antara lain ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan

publik, pembangunan infrastruktur yang tidak merata, dan banyaknya kasus

korupsi yang dilakukan pejabat tinggi.

3
Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial

dan ekonomi negara serta masyarakatnya. Tuntutan akan peningkatan

penerimaan, perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek

perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan dari waktu ke

waktu yang berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem

administrasi perpajakan, agar basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga

potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan

menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada

Wajib Pajak (Sinta. 2010).

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak

antara lain ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Dalam

upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat wajib pajak, diperlukan

adanya perbaikan administrasi perpajakan. Dan pemerintah setiap tahun

berusaha berupaya memperbaiki sistem administrasi perpajakan. Upaya

pemerintah tersebut diwujudkan dengan diterapkannya modernisasi

perpajakan sejak dua dekade yang lalu. Modernisasi perpajakan di awali pada

dengan melakukan perubahan dan pembaharuan terhadap kebijakan

perpajakan.

Perubahan dalam sistem administrasi perpajakan juga dibutuhkan

untuk meningkatkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak dalam mengawasi

pelaksanaan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan sistem administrasi

perpajakan modern, didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

profesional dan berkualitas serta mempunyai kode etik kerja diharapkan akan

tercipta prinsip Good Corporate Governance yang dilandasi transparansi,

akuntabel, responsif, independen dan adil. Hal ini juga akan mendukung misi

4
Direktorat Jenderal Pajak yaitu pelayanan berbasis teknologi modern untuk

kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan. Sistem administrasi

perpajakan modern juga mengikuti kemajuan teknologi dengan pelayanan

yang berbasis e-System seperti e-SPT, e-Filing, e-Payment, dan e-Registration

yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif.

Menurut Jantscer (1992 dalam Gumadi,2004) bahwa administrasi

perpajakan di negara-negara berkembang umumnya masih mempunyai

kelemahan yang ditandai dengan prosedur yang usang, pegawai dibayar

rendah, pegawai kurang terlatih, sitem perpajakan terlalu kompleks sehingga

sulit untuk mencapai efisiensi dengan sumber daya yang tersedia yang sangat

minim bagi kantor pusat pajak, keengganan pemerintahan untuk menegakkan

sistem yang ada, dan cendrung hanya menunggu terjadinya krisis atau

desakan dengan donor.

Sistem perpajakan yang berlaku disuatu negara terdiri dari tiga unsur

yakni kebijakan perpajakan (Tax Policy), Hukum Pajak (Tax Law), dan Sistem

Administrasi perpajakan (Tax Administration). Ketiga unsur perpajakan

tersebut saling menunjang satu sama lain, dan tidak dapat dipisahkan. Dan

ketiga unsur tersebut harus dimiliki suatu negara harus sama kuat dan sama

stabil, sehinga dapat menopang sistem perpajakan. Jika salah satu unsur

lemah maka sistem perpajakan tidak stabil dan akan dapat mengarah pada

kepatuhan pencapian tujuan suatu negara yaitu mengumpulkan dana dari

warga negara untuk memenuhi dan membiayai fungsi pemerintah secara

optimal. Ketiga unsur tersebut juga saling bergantung satu sama lain, tidak

dapat berdiri sendiri untuk mencapai suatu sistem perpajkan yang stabil. (Siti

Kurnia Rahayu 2017:85) Pajak bersifat dinamika dan mengikuti perkembangan

5
hidup sosial dan ekonomi Negara serta masyarakatnya. Tuntutan akan

peningkatan penerimaan,perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala

aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan dari

waktu kewaktu, yang berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan

dans sistem administrasi perpajakan, agar besar pajak dapat semakin

diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut

secara optimal dengan menjunjung asass keadilan sosisal dan memberikan

pelayanan prima kepada wajib pajak. Kebijakan fiscal yang direncanakan

pemerintah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun

2004-2009 diantaranya melakukan reformasi di tiga bidang utama yakni pajak,

bea dan cukai, serta anggaran.

Masalah SDM yang kurang memiliki integritas, ketidak profesioanalan

(korupsi), dan tidak memiliki strategi yang brilian untuk memperbaiki

administrasi perpajakan atas keluhan wajib pajak. Oleh karena itulah reformasi

administrasi perpajakan harus dilakasanakan untuk memperbaiki efektivitas

dan efisiensi dari administrasi perpajakan. Untuk itu, reformasi harus

memperbaiki pelayanan, penegakan hukum (law enforcement), dan perbaikan

pelaksanaan kode etik fiskus itu sendiri.

Penerimaan pajak merupakan sumber utama pembiayaan pemerintah

dan pembangunan. Tercatat bahwa realisasi penerimaan perpajakan menurut

Rahmany (2012) pada tahun 2011 adalah Rp 872,6 triliun atau mencapai

99,3% dari target sebesar Rp 878,7 triliun. Dibandingkan dengan realisasi

tahun 2010, maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2011 naik sebesar

Rp 149,3 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 20,6%. Realisasi rasio

penerimaan perpajakan terhadap PDB (Tax Ratio) Tahun 2011 mencapai

6
12,3%, naik sebesar 1,0% dari PDB jika dibandingkan dengan tax ratio tahun

sebelumnya, sebesar 11,3%. Berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan

Belanja Negara tahun 2012. Penerimaan perpajakan yang direncanakan

sebesar kurang lebih Rp1.019.332,400.000.000,- (satu kuadriliun sembilan

belas triliun tiga ratus tiga puluh dua miliar empat ratus juta rupiah).

Pendapatan negara dan hibah dari mulai tahun 2006 hingga 2011 terus

meningkat, dapat dipastikan bahwa sebagian besar APBN memang berasal

dari realisali pajak yaitu sekitar 70%. Fenomena lain yaitu berdasarkan hasil

dari upaya ekstensifikasi yang dijelaskan oleh Siti (2012) bahwa SPT tahunan

tahun 2012 ini target penyampaian SPT adalah 62,5 persen dari jumlah sekitar

20 juta Wajib Pajak perseorangan dan 2 juta WP badan hukum target

kepatuhan naik 2,5 persen dari target tahun 2011 sebesar 60 persen. DJP

dituntut untuk melayani pelaporan SPT tahunan secara baik dalam rangka

pencapaian target kepatuhan pelaporan SPT. Dalam pemberlakuan sistem

modernisasi administrasi perpajakan diharapkan kepatuhan wajib pajak

meningkat, yang ditandai dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan

meningkat.

Menurut sejarah reformasi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak telah

melakukan reformasi besar-besaran pertama kali pada tahun 1983 dengan

merubah sistem pemungutan pajak dari semula official assessment system

menjadi self assesment system yang pada waktu itu kantor pajak masih

dinamakan Kantor Inspeksi Pajak, peraturan tersebut berupaya agar

kepatuhan Wajib Pajak lebih bersifat suka rela (voluntary). Sofyan (2005)

menyatakan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan modern

pertama kali ditandai dengan dibentuknya Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat

7
Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak

Besar Satu dan KPP Wajib Pajak Besar Dua yang mulai beroperasi sejak 9

september 2002.

Menurut Rahayu dan Lingga (2009), program reformasi administrasi

perpajakan diwujudkan dalam penerapan sistem administrasi perpajakan

modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi yang

dirancang berdasarkan fungsi tidak lagi menurut seksi- seksi berdasarkan jenis

pajak, perbaikan pelayanan bagi setiap Wajib Pajak melalui pembentukan

account representative dan compliant center untuk menampung keberatan

Wajib Pajak.

Sistem administrasi perpajakan modern juga mengikuti kemajuan

teknologi dengan pelayanan yang berbasis e-system seperti e-SPT, e-Filing, e-

Payment, dan e-Registration yang diharapkan meningkatkan mekanisme

kontrol yang lebih efektif yang ditunjang dengan penerapan kode etik pegawai

Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam

melaksanakan tugas dan pelaksanaan good governance. Manfaat yang dapat

diperoleh dari penerapan sistem modernisasi administrasi perpajakan bagi

Wajib Pajak adalah simplicity, dimana alur pekerjaan lebih sederhana dengan

bantuan Account Representative; certainity yaitu terdapat kepastian dalam

melaksanakan peraturan perpajakan didukung bidang pelayanan dan

penyuluhan di Kanwil serta seksi pelayanan di KPP.

Modernisasi sistem administrasi perpajakan juga dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak dalam mengawasi

pelaksanaan kebijakan perpajakan agar yang sesuai dengan prinsip-prinsip

Good Governance. Dengan penerapan sistem administrasi perpajakan

8
modern, didukung dengan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, diharapkan

terciptanya prinsip-prinsip Good Governance yang berlandaskan transparansi,

akuntabel, responsif, independen dan adil.

Penelitian Rika Indah Sasmita (2019) bahwa system administrasi

perpajakan modern tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak. Sedangkan penelitian Nelly, dkk (2019) Disimpulkan bahwa sistem

administrasi perpajakan modern berrpengaruh positif terhadap kepatuhan

Wajib Pajak. Selanjutnya, penelitian Saifuddindan Jumiati (2020) Penerapan

modernisasi sistem administrasi perpajakan berpengaruh signifikan dalam

menigkatkan kepatuhan wajib pajak dan Modernisasi sistem administrasi

perpajakan memiliki pengaruh yang positif terhadap kapatuhan wajib pajak

orang pribadi dan wajb pajak badan

Hasil penelitian Hadi Masyhur (2013) tentang Pengaruh Sistem

Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sistem

administrasi perpajakan modern meliputi: (1) modernisasi struktur organisasi,

(2) modernisasi prosedur organisasi, (3) modernisasi strategi organisasi, dan

(4) modernisasi budaya organisasi berpengaruh secara simultan dan parsial

terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak.

Secara parsial modernisasi strategi organisasi memberikan kontribusi

pengaruh yang terbesar (28,52%), diikuti modernisasi prosedur organisasi

(19,41%), modernisasi struktur organisasi (17,81%), dan modernisasi budaya

organisasi memberikan pengaruh lemah, yaitu hanya 16,88%.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Rahayu (2008) tentang

Pengaruh Penerapan Administrai Perpajakan Modernisasi terhadap Kepatuhan

9
Wajib Pajak menunjukkan bahwa sistem administrasi perpajakan modern tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang

dilakukan Ida Mentayani dan Rusmanto (2012) didapatkan hasil penelitian ini

menunjukkan variabel restrukturisasi organisasi, dan penyempurnaan proses

bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan variabel penyempurnaan sumber

daya manusia tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penulis

mengambil judul penelitian “Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi

Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada

Kantor Pelayanan Pajak Makassar Barat”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat

diajukan dalam penelitian ini adalah:

Apakah Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern berpengaruh

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Makassar

Barat ?

C. Batasan Masalah

Mengingat berbagai keterbatasan peneliti baik dalam hal waktu, biaya,

dan pengetahuan, maka penelitian ini dibatasi hanya untuk menganalisis

pengaruh modernisasi administrasi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan

wajib pajak dan penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Adapun

modernisasi administrasi perpajakan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi

rekstrukturisasi organisasi; penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan

10
teknologi komunikasi; dan penyempurnaan manajemen sumber daya manusia

yang telah dilakukan di KPP Makassar Barat.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas,

maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

Untuk mengetahui pengaruh penerapan Sistem Administrasi Perpajakan

Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor

Pelayanan Pajak Makassar Barat.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1) Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa

perbaikan dan penyempurnaan atas kekurangan yang ada dan untuk

mencapai hasil yang lebih baik bagi perusahaan.

2) Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pendidikan dan

menjadi masukan yang berguna bagi dunia pendidikan khususnya

mengenai penggelapan pajak (tax evasion).

11
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pajak

Pajak Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-

menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat baik materil sripitual. Untuk dapat merealisasikan

tujuan tersebut perlu banyak memerhatikan masalah pembiayaan

pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu

bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu mengali

sumber dana yang berasal dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan

untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan

bersama.

Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli

memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Andriani yang telah diterjemahkan

oleh R. Susanto Brotodiharjo, S.H. dalam Buku Pengantar Ilmu Hukum

Pajak (1991:2). Pajak adalah Iuran kepada negara (yang dapat dipaksa)

yang terutang oleh yang wajib membayar menurut peraturan-peraturan,

dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,

dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran

umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan

pemerintah.

Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007,

yaitu pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

12
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam definisi tersebut ditekankan bahwa pajak adalah “kontribusi”

rakyat kepada negara, bukan lagi sekedar “iuran wajib”, bisa dipaksakan

dalam pungutanya, dan ditunjukan untuk keperluan negara.

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam

Siti Resmi (2008:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) taklangsung dapat

ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Sementara pemahaman pajak dalam perseptif hukum menurut

Soemitro merupakan suatu pemikiran yang timbul karna adanya undang-

undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk

menyetor sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara

mempunyai kekuatan untuk memaksa, dan uang pajak tersebut harus

digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:12) Pajak adalah kewajiban

rakyat sebagai warga negara yang baik, tetapi sedikit yang menyetujui

bahwa pajak merupakan beban yang harus dipikul rakyat suatu negara.

Karena merupakan beban yang dan pengorbanan yang dapat

dipaksakan, yang tentunya tidak memperoleh balas saja secara

langsung maka keberadaan pajak menimbulkan pro dan kontra. Ahli

yang mendukung terhadap ketetapan pajak sebagai sesuatu yang benar

dan dapat dipaksakan adalah Oliver Wendell Colmes, (Amerika Serikat)

berpendapat bahwa taxes are the price we pay for we pay for civilization,

13
bahwa pajak merupakan harga yang dibayar untuk suatu peradapan.

Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Oliver membenarkan adanya

pungutan pajak sebagai suatu yang harus dilakukan untuk memajukan

suatu negara.

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksa) yang

terutang oleh yang wajib membayar menurut peraturan-peraturan,

dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum terhubung dengan tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan (Drs.H.Hamdan Aini:1985:1).

2. Kepatuhan Wajib Pajak

a. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib

pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan

kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam

pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan

kebenarannya. Menurut Rahayu (2013:139) mengungkapkan bahwa:

Kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam

pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaan

perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.

Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat tidak

sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam

jumlah besar,tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah

14
nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara, karena

pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria

sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar

pada negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan

penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak patuh.

Sedangkan menurut Widodo (2010:9) bahwa kepatuhan pajak

dipelajari dengan melihat bagaimana seorang individu membuat

keputusan antara pilihan melakukan kewajibannya dalam

melaksanakan pajak atau justru melakukan penghindaran pajak. Hal

ini mencerminkan suatu hubungan antara individu sebagai wajibpajak

dengan negaranya. Hubungan ini akan mendorong wacana tentang

pentingnya norma dasar dan moral.

Dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya

dari tahun ketahun masih menunjukkan presentase yang tidak

mengalami peningkatan. Hal ini didasarkan jika kita melihat

perbandingan jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat patuh di

Indonesia sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah total wajib

pajak yang terdaftar.

Kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang No 28

Tahun 2007 terdiri atas :

1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak

dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.

15
2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktoral Jenderal Pajak yang

wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan

Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan

menjadi Pengusaha Kena Pajak.

3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,

dalam bahasa Indonesia dengan menggunaan huruf Latin, angka

Arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan

menyampaikannya ke kantor Direktoral Jenderal Pajak tempat Wajib

Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetepkan oleh

Direktur Jenderal Pajak.

4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia

dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang

diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan.

5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan

Surat Setoran Pajak ke aks negara melalui tempat pembayaran yang

diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya

surat ketetapan pajak.

7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak

16
badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi

yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Selanjutnya Suryarini dan Tarmudji (2012:22-23) menjelaskan hak-

hak wajib pajak terdiri atas :

a. Mengajukan Surat Keberatan dan Surat Pembanding.

b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.

d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT.

e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran

pembayaran pajak.

f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam

surat ketetapan pajak.

g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi

serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban

pajaknya.

j. Apabila wajib pajak dipotong oleh pemberi kerja, wajib pajak berhak

meminta bukti pemotongan PPh pasal 21, kepada pemotong pajak,

mengajukan surat keberatan dan permohonan pajak.

17
b. Jenis-Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Adapun jenis-jenis kepatuhan wajib pajak menurut Widodo dkk (2010:68)

adalah :

1. Kepatuhan Formal Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya

sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Indikator

kepatuhan formal berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP :

1) Pendaftaran dan pengukuhan

2) Kewajiban penyampaian SPT 20

3) Batas waktu penyampaian SPT

4) Pembayaran dan penyetoran pajak.

2. Kepatuhan Material Suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif

(hakekat) memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai

isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Yang dapat diidentifikasi dari

kepatuhan material :

1) Kesesuaian jumlah wajib pajak yang harus dibayar dengan

perhitungan sebenarnya.

2) Penghargaan terhadap independensi akuntan publik/konsultan

pajak.

3) Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak

18
c. Faktor-Faktor Kepatuhan Pajak

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi wajib pajak dalam mematuhi

kewajiban perpajakannya. Rahayu (2013:112) menjelaskan bahwa

kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara Administrasi

perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki, dengan perbaikan

diharapkan wajib pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya.

b. Pelayanan pada wajib pajak Pelayanan yang baik, cepat, dan

menyenangkan akan tercipta apabila instansi pajak, sumber daya

aparat pajak, dan prosedur perpajakannya baik. Kondisi yang

demikian akan berdampak pada kerelaan wajib pajak untuk

membayar pajak.

c. Penegakan hukum perpajakan Pada dasarnya tidak ada

seorangpun yang akan rela apabila harta kekayaan yang dimilikinya

berkurang tanpa mendapatkan suatu imbalan secara langsung. Hal

tersebut membuat wajib pajak cenderung meloloskan diri dari

kewajiban perpajakannya. Sehingga perlu adanya penegakan

peraturan perpajakan. Tekanan yang diberikan melalui hukum akan

membuat wajib pajak berpikir bahwa tindakan ilegal dan

pelanggaran perpajakan yang mereka lakukan pasti ada sanksinya.

d. Pemeriksaan pajak Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan

melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

19
kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain. Pemeriksaan bertujuan

untuk mendeteksi setiap bentuk penghindaran (tax avoidance) dan

kecurangan (tax evasion) yang dilakukan oleh wajib pajak

e. Tarif Pajak Penurunan tarif juga akan mempengaruhi motivasi wajib

pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan tarif

pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayar pun tidak banyak.

Hal tersebut akan memberikan motivasi kepada wajib pajak agar

lebih patuh karena beban pajak yang ringan

d. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Rahayu (2013:139) indikator kepatuhan wajib pajak

kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari:

1. Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan.

3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak

terutang.

4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

3. Sistem Administrasi Perpajakan Modern

a. Pengertian Sistem Administrasi Perpajakan Modern

Perubahan sistem administrasi pajak dalam hal pengelolaan

sangat penting dan konstruktif untuk memenuhi tuntutan berbagai

pihak sebagai penanggungjawab kepentingan terhadap pajak.

20
Rahayu (2013:109) modernisasi sistem perpajakan dilingkungan DJP

bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima

kepada masyarakat.

Hal-hal yang mengindikasikan efektivitas sistem perpajakan

online yang dapat dirasakan oleh wajib pajak antara lain yaitu e-

Registration, e-Billing, e-Filling, dan e- Faktur. Berbagai macam

fasilitas yang dibuat Dirjen pajak tersebut sangat memudahkan wajib

pajak dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai

warga negara. Melalui fasilitas e-Billing dan e-Filling wajib pajak dapat

lebih mudah dalam melaporkan SPT dan membayar pajak

menggunakan kode billing.

Hal lain yang mengindikasikan efektivitas sistem perpajakan

yang dapat dirasakan yaitu peraturan perpajakan dapat diakses

secara lebih cepat melalui internet. Tanpa harus menunggu adanya

pemberitahuan dari KPP tempat wajib pajak terdatar, wajib pajak

dapat memperoleh informasi mengenai peraturan perpajakan melalui

internet. Pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan secara online

melalui e-Registration dari website pajak. Hal ini akan memudahkan

wajib pajak untuk memperoleh NPWP secara lebih cepat. Sedangkan

e-Faktur digunakan untuk melayani Pengusaha Kena Pajak (PKP)

dalam membuat faktur pajak dengan cara yang lebih mudah. Dengan

adanya kemudahan sistem perpajakan tersebut akan menimbulkan

persepsi yang baik dari masyarakat khususnya wajib pajak. Dan

21
diharapkan persepsi yang baik ini dapat meningkatkan kepatuhan

wajib pajak.

b. Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern

Menurut Rahayu (2013:117) program – program reformasi

administrasi perpajakan jangka menengah Direktorat Jenderal Pajak

adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan Kepatuhan Perpajakan

a. Meningkatkan kepatuhan sukarela

1) Program kampanye sadar dan peduli pajak.

2) Program pengembangan pelayanan perpajakan.

b. Memelihara (maintaining) tingkat kepatuhan wajib pajak patuh

1) Program pengembangan pelayanan prima.

2) Program penyederhanaan pemenuhan kewajiban

perpajakan.

c.Menangkal ketidakpatuhan perpajakan (combatting noncompliance)

1) Program merevisi pengenaan sanksi.

2) Program menyikapi berbagai kelompok wajib pajak tidak

patuh.

3) Program modernisasi aturan dan metode pemeriksaan dan

penagihan.

22
4) Program penyempurnaan ekstensifikasi.

5) Program pemanfaatan teknologi terkin dan pengembangan

IT masterplan.

6) Program pengembangan dan pemanfaatan bank data.

2. Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Administrasi

Perpajakan

a. Meningkatkan citra Direktorat Jenderal Pajak

1) Program merevisi UU KUP. 29

2) Program penerapan good corporate governance.

3) Program perbaikan mekanisme keberatan dan banding.

4) Program penyempurnaan prosedur pemeriksaan.

b. Melanjutkan pengembangan administrasi Large Tax Office (LTO)

atau Kanwil Direktorat Jenderal Pajak wajib pajak besar

1) Program peningkatan pelayanan, pemeriksaan dan penagihan

pada LTO.

2) Program peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar pada LTO

selain BUMN/BUMD.

3) Program penerapan sistem administrasi LTO pada Kanwil

Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus.

23
4) Program penerapan sistem administrasi LTO pada Kanwil

lainnya.

3. Meningkatkan Produktivitas Aparat Perpajakan

a. Program reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan

fugsi dan kelompok wajib pajak.

b. Program peningkatan kemampuan pengawasan dan

pembinaan oleh Kantor Pusat/Kanwil Direktorat Jenderal

Pajak.

c. Program penyusunan kebijakan baru untuk manajemen

Sumber Daya Manusia.

d. Program peningkatan mutu sarana dan prasarana kerja. 5)

Program penyusunan rencana kerja operasional.

c. Indikator Sistem Administrasi Perpajakan Modern

Indikator sistem administrasi perpajakan modern menurut Rahayu

(2013:110) yaitu:

1. Restrukrisasi organisasi.

2. Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi

komunikasi dan informasi.

3. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia.

4. Pelaksanaan good governance.

24
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Mapping Penelitian Terdahulu

No Peneliti/Tahun/Judul Variabel Sampel Alat Analisis Hasil Temuan


.
1. Rika Indah Sasmita, PT Balii Jaya Analisis Regresi  Secara deskriptif menunjukan bahwa
(2019),Pengaruh  Sistem Trasindo Surabaya linear Berganda system administrasi perpajakan
Penerapan Sistem Administrasi modern dan kesadaran wajib pajak
Sebanyak 32 Orang
Administrasi Perpajakan Perpajakan
Wajb Pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang
Moderen Dan Kesadaran Moderen (X₁)
Wajb Pajak Terrhadap
pribadi di kantor PT Bali Jaya
 Kesadaran Transindo Surabaya terrmasuk dalam
Kepatuhan Wajib Pajak Wajib Pajak (X₂)
Orang Pribadi kategori baik.
 Terhadap
Kepatuhan
 Secara parsial membuktikan bahwa
Wajib Pajak system administrasi perpajakan
Orang Pribadi modern tidak berpengaruh signifikat
(Y) terhadap kepatuhan wajib pajak
dengan nilai koefisien determinasi
sebesar 82,4% sedangan sisanya
sebesar 17,6 dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain yang tidak di teliti
2. Saifuddin, Jumiati  Sistem WP Di KPP pratama Analisis Regresi  Penerapan modernisasi sistem
Novitasari,(2020), Administrasi semarang barat Linear Berganda administrasi perpajakan berpengaruh
Pengaruh Sistem Perpajakan Sebanyak 100 signifikat dalam menigkatkan kepatuhan
Administrasi Perpajakan Moderen(X₁) responden wajb pajak wajib pajak
Moderen Dan Kesadaran  Wajb Pajak orang pribadi  Modernisasi sistem administrasi
Wajb Pajak Terhadap Terhadap perpajakan memiliki pengaruh yang positif
Kepatuhan wajib Pajak Kepatuhan terhadap kapatuhan wajib pajak orang
(Studi Pada Wajb Pajak Wajb Pajak(X₂) pribadi dan wajb pajak badan
Orang Pribadi Di KPP  Wajb Pajak
Pratama Semarang Barat Orang Pribadi
Dan KPP pratama

25
semarang Gayamsari) (Y)
3. Boma Iswara,Endang Dwi  Sistem Wajib pajak yang Analisis Regresi  Penerapan Sistem Administasi e-
Retnani,(2018), Pengarug Administrasi terdapat di Kantor Linear berganda registrasion berpengaruh positif
Penerapan Sistem Perpajakan Pelayanan Pajak(KPP) signifikat terhadap terhadap tingkat
Administrasi Perpajakan Moderen (X) Pratama gubeng tahun kepatuhan wajib pajak hal ini
Moderen Terhadap  Kepatuhan 2016-2017
menunjukan semakin baik dan fleksibel
Kepatuhan Wajib Pajak Wajib Pajak (Y) maja kepatuhan wajb pajak untuk
mendaftarkan diri dan memebayar
pajaknya semakin meningkat
4. Muhammad Zulmi  E-SPT WP Orang Pribadi Di Analisis Regresi  Variabel Struktur Organisasi.proses
yuniandika Administrasi Satu Populassi linear Berganda bisnis dan teknologi informasi serta
kurniawan,kurnia, Perpajakan sedangkan saat ini komunikasi good governance dan
(2020).Pengaruh Modern (X) meneliti sampel WP kesadaran wajib pajak berpengaruh
Penerapan E-SPT  Sanksi Orang pribadi dari terhadap kepatuhan wajb pajak
Administrasi Perpajakan perpajakan
Modern Dan Sanksi dua populasi( 80 sedangkan variable manajemen
terhadap
Perpajakan Terhadp kepatuhan wajib
sampel ) sumberr daya manusia tidak
kepatuhan wajib pajak pajak (Y) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak
5. Nellyprimaputri,ariestanno  Administrasi WPOP Yang Analisis Software  Disimpulkan bahwa sistem administrasi
,iwan,rahmat,(2019), Perpajakan melakukan kegiatan smart PLS Versi perpajakan modern berrpengaruh positif
Pengaruh Sistem Modern(X₁) usaha dan 3.0. terhadap kepatuhan WP akuntabilitas
Administrasi Perpajakan  Akuntabilitas pekerjaan bebas( 88 berpengaruh positif terhadap kepatuhan
Modern,Akuntabilitas Dan (X₂) WP dan sanksi perpajakan berpengaruh
responden)
Sanksi perpajakan  Sanksi positif terhadap kepatuhan WP
Terhadap Kepatuhan Perpajakan (X3)
Wajib Pajak  Kepatuhan
Wajb Pajak (Y)

26
III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual

Program reformasi administrasi perpajakan telah mendapat peran

cukup penting dalam menentukan masa depan Direktorat Jenderal Pajak.

Tepatnya sejak program tersebut digulirkan pertama kali pada 2002. Untuk

itu dalam praktiknya, Ditjen Pajak melakukan berbagai pembenahan. Di

antaranya pembenahan organisasi yang kini lebih menyesuaikan pada

kebutuhan wajib pajak. Ditjen Pajak juga melakukan pembaharuan di bidang

informasi teknologi, business redesign process serta sumber daya manusia

(SDM). Perubahan sistem administrasi pajak dalam hal pengelolaan sangat

penting dan konstruktif untuk memenuhi tuntutan berbagai pihak sebagai

penanggungjawab kepentingan terhadap pajak. Rahayu (2013:109)

modernisasi sistem perpajakan dilingkungan DJP bertujuan untuk

menerapkan Good Governance dan pelayanan prima kepada masyarakat.

Dengan adanya kemudahan sistem perpajakan akan menimbulkan persepsi

yang baik dari masyarakat khususnya wajib pajak. Dan diharapkan persepsi

yang baik ini dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Sistem administrasi perpajakan modern berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak karena dengan adanya sistem administrasi

perpajakan modern tersebut akan menimbulkan persepsi yang baik dari

masyarakat khusus nya wajib pajak, dan diharapkan persepsi yang baik ini

dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pengetahuan korupsi memiliki

pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak karena dampak korupsi uang

27
pajak sangat besar bagi perekonomian Indonesia antara lain, pertumbuhan

ekonomi terhambat, ini menjadikan tidak tercipta harmonisasi antara

keuntungan swasta dan kepentingan publik. Maka dari itu masyarakat perlu

mengetahui persoalan kasus korupsi yang ada di Indonesia. Selaras dengan

penelitian Imam (2014) menyimpulkan bahwa sistem administrasi perpajakan

modern berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 1%.

Adapun produk-produk E-System. Antara lain yaitu E-Registration

(pendaftaran NPWP secara on line), MP3 (Monitoring Pelaporan

Pembayaran Pajak), dan E-Filling (Pelaporan Surat Pemberitahuan). Dengan

cakupan program modernisasi tersebut, respons positif datang dari para

wajib pajak yang merasakannya. Dari segi antrian sampai dengan SDM-nya,

di samping itu juga ruangannya lebih nyaman dibandingkan dengan KPP

(Kantor Pelayanan Pajak).

Berdasarkan dukungan landasan teoritik yang diperoleh dari teori

variabel penelitian, maka dapat disusun kerangka konseptual sebagai

berikut:

28
Gambar 2.1.

Kerangka Konseptual

Sistem Administrasi
Kepatuhan Wajib Pajak
Perpajakan Modern
(Y)
(X)

Indikator : Indikator :

Restrukrisasi organisasi. Kewajiban Wajib Pajak dalam


Penyempurnaan proses bisnis melalui mendaftarkan diri.
pemanfaatan teknologi komunikasi dan Kepatuhan untuk menyetorkan kembali
informasi. surat pemberitahuan.
Penyempurnaan manajemen sumber Kepatuhan dalam perhitungan dan
daya manusia. pembayaran pajak terutang.
Pelaksanaan good governance Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Sumber : Rahayu, 2013 Sumber : Rahayu, 2013

B. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori sebagaimana telah dibahas diatas dan sesuai

dengan kerangka pemikiran maka peneliti menyusun hipotesis sebagai

berikut:

H1 : Penerapan sistem administrasi perpajakan modern berpengaruh

terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan

Pajak Makassar Barat.

29
IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode atau pendekatan penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif verifikatif. Deskriptif digunakan

untuk menggambarkan dan menganalisis hasil penelitian tetapi tidak

digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas, sedangkan

verifikatif digunakan untuk membuktikan hipotesis melalui perhitungan

dan analisis terhadap hasil penelitian dan hasilnya dapat digunakan

untuk membuat kesimpulan (Ridwan, 2003).

B. Tempat Dan Waktu

Tempat dalam penelitian ini adalah pada Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) Makassar Barat, Sulawesi Selatan dimana dipilih responden yaitu

wajib pajak yang bersedia mengisi kuisioner yang diberikan oleh peneliti.

Adapun waktu yang digunakan dalam penelitian selama 3 bulan yaitu

Juli-September 2021. Lama waktu yang dibutuhkan berdasarkan

kesukaran data yang di dapatkan dilapangan.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2013), Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak badan yang terdaftar di

Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Makassar Barat.

30
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan

Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu. (Sugiyono, 2013). Sampel dalam penelitian ini

adalah wajib pajak badan yang mempunyai karakteristik yang sesuai

dengan yang dibutuhkan dalam penelitian dan dapat dijadikan

responden.

D. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

sebagai berikut:

a. Pengamatan

Melakukan peninjauan langsung dan melakukan pengamatan pada

obyek penelitian untuk mendefinisikan masalah-masalah yang terjadi

di lapangan.

b. Wawancara

Mengumpulkan informasi dengan melakukan wawancara pada

sumber untuk mendapatkan data tentang servant leadership, motivasi

kerja, maupun kinerja karyawan perusahaan PT. Angkasa Pura

Cabang Makassar.

c. Kuesioner

Menyebarkan kuesioner kepada responden untuk mendapatkan data-

data yang memberikan informasi tentang kondisi sesuai kenyataan

yang terdapat di lapangan.

31
d. Dokumentasi

Yang berkaitan dengan laporan,website dan bukti bukti lain yang

berkaitan dengan penelitian ini.

E. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

Menjelaskan variabel yang di identifikasi, maka perlu definisi oprasional dari

masing-masing variabel. Definisi variabel yang teliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Definisi Operasional dan pengukuran Variabel

No Nama Variabel Definisi Konsep Indikator Skala


1. (Variabel X)
Sistem Administrasi 1. Restrukrisasi Likert
Sistem Perpajakan Modern organisasi.
Administrasi yaitu suatu penerapan 2. Penyempurnaan
Perpajakan sistem administrasi proses bisnis
melalui
Modern perpajakan modern
pemanfaatan
yang mengalami teknologi
penyempurnaan atau komunikasi dan
perbaikan kinerja informasi.
administrasi, baik 3. Penyempurnaan
secara individu, manajemen
kelompok, maupun sumber daya
kelembagaan agar manusia.
lebih efisien, ekonomis 4. Pelaksanaan
dan cepat. good governance
2 (Variabel Y) Rahayu (2013) 1. Kewajiban Wajib Likert
KEPATUHAN Kepatuhan perpajakan Pajak dalam
WAJIB PAJAK adalah tindakan wajib mendaftarkan
pajak dalam diri.
2. Kepatuhan untuk
pemenuhan kewajiban
menyetorkan
perpajakannya sesuai kembali surat
dengan ketentuan pemberitahuan.
peraturan perundang - 3. Kepatuhan dalam
undangan dan perhitungan dan
peraturan pelaksanaan pembayaran
perpajakan yang pajak terutang.
berlaku dalam suatu 4. Kepatuhan dalam
negara. pembayaran
tunggakan.

32
Untuk meneliti bagaimana Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi

Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada

Kantor Pelayanan Pajak Makassar Barat, maka penulis menentukan

operasionalisasi variabel sebagai berikut :

1) Variable Independent atau variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi

variabel lainnya dan merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan

atau timbulnya variable dependent (terikat). Data yang menjadi variabel

bebas adalah sistem administrasi perpajakan modern (X) Sistem

Administrasi Perpajakan Modern adalah mendefinisikan Sistem Administrasi

Perpajakan Modern yaitu suatu penerapan sistem administrasi perpajakan

modern yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerja

administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar

lebih efisien, ekonomis dan cepat. .

2) Variable Dependent atau variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Data yang menjadi

variabel terikat adalah peningkatan kepatuhan wajib pajak (Y). Kepatuhan

perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban

perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan

dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.

F. UJI INSTRUMEN

1. Skala Pengukuran Untuk keperluan analisis ini, penulis mengumpulkan dan

mengolah data yang diperoleh dari kuisioner dengan cara memberikan

bobot penilaian dari setiap pernyataan.

Berdasarkan skala likert adapun skor jawabannya adalah sebagai berikut :

33
Tabel 3.2

Instrumen Skala Likert

No Alternatif Jawaban Skor

1 Sangat Setuju (SS) Nilai 5

2 Setuju (S) Nilai 4

3 Netral (N) Nilai 3

4 Tidak Setuju (TS) Nilai 2

5 Sangat Tidak Setuju (STS) Nilai 1

Sumber : Sugiyono, (2010; 87)

Skala tersebut di atas, penulis lakukan untuk pertanyaan

dalam pertanyaan kuisioner yang bersifat positif sehingga tidak ada

pertanyaan yang bersifat negatif (jebakan).

2. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah

disusun benar-benar mampu mengukur apa yang harus diukur. Uji

validitas digunakan untuk menguji seberapa cermat suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurannya. Pengujian validitas tiap butir digunakan

analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang

merupakan jumlah tiap skor butir (corrected item total correlation) yang

penyelesaiannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 18.0.

Uji validitas dilakukan dengan membandingkan antara r hitung

dengan r tabel melalui tahapan analisis sebagai berikut :

Keterangan:

X = Skor masing-masing variabel yang ada pada kuesioner

Y = Skor total semua variabel kuesioner

34
n = Jumlah responden r

xy = Korelasi antara variabel X dan Y.

Kriteria pengujian adalah: r hitung〉r table →valid r hitung〈r table

→tidak valid Butir-butir instrumen dianggap valid apabila koefisien

korelasi (r hitung) > r kritis(0,30) (Sugiyono dan Wibowo : 2004).

Dengan penilaian : 1. Nilai r = +1 atau mendekati 1, maka

korelasi antara X dan Y dikatakan positif dan sangat kuat sekali. 2.

Nilai r = -1 atau mendekati -1, maka korelasi antara X dan Y

dikatakan kuat dan negatif. 3. Nilai r = 0 atau mendekati 0, maka

hubungan antara kedua variabel sangat lemah atau tidak ada

hubungan sama sekali.

Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan masing-masing

pernyataan dengan jumlah skor masing-masing variabel. Secara

statistik angka korelasi yang diperololeh harus dibandingkan dengan

angka kritikal tabel korelasi nilai r.

Teknik korelasi yang digunakan adalah Product Moment

Pearson. Melalui bantuan program komputer SPSS, hasil korelasi

tersebut signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu yaitu apabila

nilai r ≥ 0,3 (Sugiyono, 2002).

3. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah alat

pengumpul data pada dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan,

keakuratan kestabilan atau konsistensi alat tersebut dalam

mengungkapkan gejala-gejala tertentu dari sekelompok individu,

35
walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda. Uji reliabilitas dilakukan

terhadap pertanyaan yang telah valid. Rumus yang dipakai adalah

untuk menguji reliabilitas dalam penelitian adalah Cronbach’ Alpha

yang penyelesaianya dilakukan dengan membandingkan antara ralpha

dan rtabel.

Secara umum keandalan dalam kisaran 0,00 s/d 0,20 kurang

baik, > 0,20 s/d0,40 agak baik, > 0,40 s/d 0,60 cukup baik, > 0,60 s/d

0,80 baik, serta dalam kisaran>0,80 s/d 1.00 dianggap sangat baik.

(Santoso, 2001:227).

Rumus Cronbach’s Alpha adalah sebagai berikut: r11 =

Dimana : r 11 = reabilitas instrumen k = banyak butir pertanyaan σ t 2 =

varians total Σ σ b 2 = jumlah varians butir Suatu instrumen dikatakan

reliabel (Malhotra dalam Solimun, 2002), manakala memenuhi standar

koefisien Alpha Cronbach lebih besar dari 0,6 (α ≥ 0,6). Dengan

demikian jika angka koefisien reliabilitas yang diperoleh di bawah 0,6 (α

≥ 0,6) maka dapat dikatakan kuesioner tidak reliabel atau l dianggap

tidak cukup handal dalam mengukur persepsi responden terhadap

variabel yang diteliti.

G. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal.

Ada dua untuk mendekteksi apakah residual berdistribusi normal atau

tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.Uji normalitas

dilakukan agar uji statistik dapat menjadi valid.

36
Dalam penelitian ini pengujian normalitas data dilakukan dengan

uji statistik.Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik non-

parametrik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Jika nilai signifikansi < 0,05,

maka data tidak terdistribusi secara normal. Data akan terdistribusi

normal jika signifikansi > 0,05 (Ghozali, 2016).

2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.Suatu model

regresi yang terjadi korelasi antar variabel independennya maka

variabel-variabel tersebut tidak ortogonal. Dengan kata lain variabel-

variabel yang mempunyai nilai korelasi tidak sama dengan nol

(Ghozali, 2016).

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi

(karena VIF = 1/Tolerance). Dasar pengambilan keputusan adalah

apabila nilai tolerance >0,1 atau sama dengan nilai VIF < 10 berarti

tidak ada multikolinearitas antar variabel dalam model regresi

(Ghozali, 2016)

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

37
Model regresi yang baik adalah terjadinya homoskedastisitas

(Ghozali, 2016).

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Uji Glejser. Uji Glejser

dilakukan dengan cara meregresikan nilai absolute dari

unstandardized residual sebagai variabel dependen dengan variabel

bebas. Syarat model dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas

adalah jika signifikansi seluruh variabel bebas > 0,05.

H. METODE ANALISIS

Teknik analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini

dilakukan secara kuantitatif dengan penekanan data yang bersumber

dari data primer, yang mana data tersebut akan diolah kemudian

dianalisis. Di samping itu, analisis data akan dilakukan secara

kuantitatif dengan menerapkan landasan teori yang kuat melalui studi

pustaka sehingga diharapkan akan memperoleh kesimpulan yang

berbobot ilmiah. Setelah data-data yang dibutuhkan diperoleh,

selanjutnya dilakukan analisis sehingga data tersebut lebih berarti.

Teknik perhitungan dan analisis data menggunakan Analisis regresi

berganda yang merupakan suatu alat yang digunakan untuk

memprediksi barubahnya nilai variabel tertentu bila variabel lain

berubah (Sugiyono 2006: 210).

Persamaan umum Uji Regresi Linear Sederhana adalah :

( Y=a+bx )

Keterangan :

Y= Variabel terikat (Dependent)

38
X= Variabel bebas (Independen)

a= Nilai intercept (konstan) atau harga Y bila X= 0

b= Koefisien regresi, yaitu angka peningkatan atau penurunan

variabel dependen yang didasarkan pada variabel independent.

Bila b (+) maka naik, bila b (-) maka terjadi penurunan

1. Uji Parsial (Uji t)

Pengujian koefisien secara parsial adalah untuk mengetahui

pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial (sendiri)

terhadap variabel dependennya. Proses pengujian menggunakan uji t

(t-test) dengan rumus sebagai berikut:

βi
t= Se ( βi)

dimana:

t = nilai hitung

ᵦi = Estimator

Se = Standar error of estimator

Selanjutnya untuk mengetahui apakah variabel independen

(secara parsial) mempunyai pengaruh negatif secara nyata (signifikan)

terhadap variasi variabel dependen dilakukan dengan membandingkan

nilai thitung dengan nilai ttabel pada tingkat signifikan (α) dan derajat

kebebasan (df) tertentu (df = n-k-1). Kriteria pengujian:

Jika – t tabel ≤ thitung maka Ho diterima dan Ha ditolak (Uji pihak kiri)

Jika t tabel ≥ thitung maka Ho diterima dan Ha ditolak (Uji pihak

kanan)

39
Jika – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak (Uji

dua pihak)

1) Jika p-value α < 0,05 , maka Ho ditolak, dan Ha diterima, ini berarti

secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh

terhadap variabel dependen.

2) Jika p-value α > 0,05 , maka Ho diterima, dan Ha ditolak, ini berarti

bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai

pengaruh terhadap pengaruh dependen.

2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi, maka dapat

dihitung koefisien determinasi yaitu untuk melihat presentase

pengaruh sistem administrasi perpajakan modern terhadap

peningkatan kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Adapun koefisien

determinasi yang di gunakan adalah :

kd = R2 x 100%

Dimana:

Kd = Koefisien determinasi

R2 = Kuadrat dari koefisien korelasi

40
DAFTAR PUSTAKA

Anggota IKAPI, 2010, Undang – Undang Ketentuan Umun dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) susunan dalam satu naskah, edisi revisi, Fokusmedia.
Bandung.
Brotodihardjo, 2010, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, edisi revisi, penerbit Eresco,
Jakarta
Chaizi Nasucha. Reformasi Administrasi Publik.Jakarta:Grasindo,2004,Hal.24.
Effendi, 2006, Kebijakan Perpajakan di Indonesia dari Era Kolonial Sampai Era
Orde Baru, Alinea Pustaka, Jogjakarta.
Gumandi.2004. Reformasi Administrasi Perpajakan dalam rangka Kontribusi
Menu. Salemba empat, Jakarta
Hadi Masyhur , 2013.Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Ilmu Manajemen & Bisnis - Vol.
04, No. 01
Hamdani Aini, Perpajakan,Jakarta:PT.Bina Aksara.1985.hal.1
Kayanto,2000. Perpajakan (Bandung : Rekayasa Sain ), hal 42
Khaerani , 2010, Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
Mardiasmo, 2009, Perpajakan, edisis revisi, ANDI, Yogyakarta.
Rahayu. (2013). Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Riduwan, 2009, Belajar mudah penelitian, penerbit Alfabeta, Jakarta.
Rio Septiani Ademarta,2008. Pengaruh Modernisasai Sistem Administrasi
Perpaajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama dan Solok
Sinta Setiana, 2010. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan
Modern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Terhadap Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Bojonagara)
Siti Kurnia Rahayu, 2017. Perpajakan (Konsep dan Aspek Formal). Rekayasa
Sains:Bandung.
Siti Resmi, 2014. Hukum Perpajakan Di Indonesia. Jakarta : Genesis. Hal 143.
Sri Rahayu,2008. Pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern
Suprianto, 2010, Perpajakan Indonesia, Graha ilmu, Yogyakarta.
Waluyo, 2010.Perpajakan Indonesia,Jakarta: Selembang Empat.
Wijayanti, 2010, Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan Dari Segi
Modernisasi Prosedur Organisasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Memenuhi Kewajiban Perpajakan (studi kasus pada wajib pajak di wilayah
surakarta)
www.pajak.go.id

41

Anda mungkin juga menyukai