Anda di halaman 1dari 121

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan adalah salah satu prinsipsdasar penyelenggaraan transportasi. Di


Indonesia, prinsip iniiseringkali tidak sejalan dengan apa yangsterjadi di lapangan.
Hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya jumlah dan fatalitas korban
kecelakaan. Berdasarkan laporandoleh KepolisiansRepublik Indonesia, pada tahun
2010 jumlahskematian akibatskecelakaan yang telah mencapai 31.234 orang,
berarti pada setiap 1 jam terdapatsantara 3 – 4 korban meninggallakibat kecelakaan
pada lalunlintassjalan. (KepolisiansRepublik Indonesia, 2011)
Secarasnasional, jumlahhkerugian akibatskecelakaan laluulintas jalan
diperkirakannmencapai 2,9 hingga 3,1 % dari total Pendapatan Domestik Bruto
Indonesia. Memperhatikanhhals tersebut, keselamatansjalannsudah sewajarnya
menjadi prioritass nasional yang dinilai tepat untuknsegerandiperbaiki.
Permasalahanskeselamatan jalanntidaknhanya dihadapisdalam skala nasional saja,
tetapinjuganmenjadi masalah global. Menurut kenyataan yang ada setiap tahun
terdapat sejumlah 1,3 jutaajiwa meninggal karena kecelakaannlalu lintas yang
terjadi, atau lebih dari 3.000 jiwa meninggal per harinya. Jika hal ini tetap
dibiarkan dan tidak ada langkah-langkahspenanganan yang tepat dan efektif,
diperkirakan akan tumbuhskorban kecelakaan yang meningkats yaitu dua
kalinlipatnsetiapstahunnya (Kusdarwati dan Hartono, 2016)
WorldnHealthnOrganization (WHO) telah melakukan publikasi
tentangskematian akibat kecelakaansdi jalansdiperlakukan sebagai salahssatu
penyakit tidaksmenular dengansjumlah kematianstertinggi. Diperkirakan pada
tahuns2030, kecelakaannlalunlintas di jalan raya diperkirakansakan menjadi
penyebabnkematiannnomor 5 (lima) dinduniansetelah penyakitt jantung, nstroke,
2

paru-parus, dan ninfeksi saluranspernapasan. Menindaklanjutishalntersebut,


padanbulannMaret tahun 2010 MajelisnUmumnPBB mendeklarasikannDecadesof
Action (DoA) fornRoadnSafety 2011 – 2020 yangnbertujuannmengendalikans dan
mengurangintingkatnfatalitas korban kecelakaan lalunlintasnjalan secara global
dengan meningkatkannkegiatannyangsdijalankan pada skala nasional, sregional
dannglobal.
PendeklarasiannDecadenof Actionn for RoadnSafety 2011-2020 ini sejalan
dengannamanat Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahunn2009 tentang LalunLintas
dan AngkutannJalannkhususnya pada Pasall 203nuntuk menyusunnRencana
UmumnNasionalnKeselamatan (RUNK). Dalam upaya memanfaatkan momentum
ini, Pemerintah Republik Indonesia menyusunn RUNK Jalannyangnbersifat jangka
panjang (25 tahun) dan mendeklarasikan DoA yang akannmenjadi bagian dari
materinRUNKnJalan.
Terdapatt 5 Pilar RUNK yangntelahndi tetapkan yaitu :

Gambar 1.1 Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK)

Sumber: Bappenas, 2011 Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK)


3

Pilar 1: Manajemenn Keselamatan Jalann (saferr Management) 


Target pilar 1 Manajemen keselamatann Jalan adalah Mendorongnterciptanya
kemitraannmulti-sektoralnuntuk, menerapkan, dan mengembangkan serta
menetapkannstrategi keselamatan jalan nasional, rencana dan targetsyang
didukung olehspengumpulan data serta buktispenelitian untuk menilai desain
penanggulangan dan memantau implementasi dan efektifitas.
Rencana aksi Pilarr 1 Manajemen Keselamatann Jalan yaitu: (1) Penyelarasann
dan Koordinasi Keselamatann Jalan (BAPPENAS); (2) Protokoll kelalulintasan
Kendaraan Darurat (Kemenhub); (3) Riset Keselamatann Jalan (Kemenristek); (4)
Surveilance Injuryy dan SistemnInformasinTerpadu (Polri); (5) Dana Keselamatan
Jalan (Bappenas); (6) Kemitraan Keselamatan Jalan (Bappenas); (7) Sistem
Manajemen Keselamatan Angkutan Umum Kemenhub); (8) Penyempurnaan
Regulasi Keselamatan Jalan (Kemenhub). 
Pilarn2: Jalannyanggberkeselamatan (safernroad) 
Target pilar 2 jalan berkeselamatan adalah Meningkatkan keselamatan
kualitas perlindungan atas kualitas jaringan jalan bagi kepentingan semua
pengguna jalan, terutama yang paling rentan (misalnya pejalan kaki, sepeda dan
sepeda motor). Hal tersebut akan dicapai melalui penerapan penilaian infrastruktur
jalan serta peningkatan perencanaan, desain, konstruksi dan pengoperasian jalan
yang berkeselamatan.
Rencana aksi pilar 2 jalan yang berkeselamatan yaitu: (1) Badan Jalan yang
Berkeselamatan (PU); (2) Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan jalan (termasuk
perlengkapan jalan) yang berkeselamatan (PU); (3) Menyelenggarakan
peningkatan standar kelaikan jalan yang berkeselamatan (PU); (4)
Lingkungan jalan yang berkeselamatan (PU);
Pilarn3 : Kendaraan yanggberkeselamatan (safer vehicle) 
Target pilar 3 kendaraan yang berkeselamatan adalah Perkembangan global
peningkatkan teknologi keselamatan kendaraan, baik untuk keselamatan pasif
4

maupun aktif melalui kombinasi, harmonisasi standar global yang relevan,


informasi konsumen dan skema insentif untuk mempermudah percepatan dalam
penyerapan teknologi baru.
Rencana aksi pilarr3 kendaraan yangnberkeselamatannyaitu: (1) Kepatuhan
pengoperasian kendaraann (Polri); (2) Penyelenggaraan dan Perbaikan Prosedur
Uji Berkala dan (3) Uji Tipe termasuk bagi Kendaraan Bermotor yang diimpor
dalam Keadaan Bukan Baru dan Modifikasi (Kemenhub) antara lain; 
(a) Pembatasan kecepatan kendaraan (Kemenhub); (b) Penghapusan Kendaraan
(scrapping) (kemenhub); (c) Penanganan Overloading (Kemenhub); (d) Standar
keselamatan kendaraannangkutan umum (Kemenhub).
Pilar 4 Pengguna Jalan YanggBerkeselamatan (safer people) 
Target pilar 4 pengguna jalan berkeselamatan adalah Penegakan hukum lalu
lintas jalan yang berkelanjutan dan standar – standar peraturan yang
dikombinasikan dengan kesadaran masyarakat atau kegiatan pendidikan (Di sektor
publik maupun sektor swasta) yang akan meningkatkan kepatuhan terhadap
peraturan yang mengurangi dampak dari faktor – faktor risiko.
Rencana aksi dari pilar 4 pengguna jalan yang berkeselamatan yaitu: (1)
Pemeriksaan Kondisi Pengemudi (polri); (2) Peningkatan Sarana dan Prasarana
Sistem Uji SIM (Polri); (3) Penyempurnaan Prosedur Uji SIM (Polri); (4)
Pembinaan Teknis Sekolah Mengemudi (Polri); (5) Kampanye 5 faktor resiko
utama plus (helm, sabuk keselamatan, speeding, mabuk, penggunaan telepon
seluler, penguna jalan rentan) (Kemenhub) antara lain: (a) Penggunaan Elektronik
Penegakan Hukum (Polri); (b) Pendidikan Formal dan Informal Keselamatan Jalan
(Diknas); (c) Penanganan Terhadap 5 Faktor Risiko Utama Plus (Polri).
Pilar 5 : Perawatan paskaakecelakaan (Post Crash) 
Target pilar 5 perawatan paska kecelakaan merupakan bentuk Peningkatan
kepedulian/daya tanggap untuk keadaan darurat dan meningkatkan kemampuan
sistem kesehatan untuk memberikan perawatan darurat yang sesuai dan rehabilitasi
jangka panjang.
5

Rencana aksi dari pilar 5 perawatan paska kecelakaan yaitu: (1) Sistem


layanan gawat darurat terpadu (Kemenkes); (2) Sistem Komunikasi gawat darurat
one access code (nomor darurat) (Kominfo); (3) Penjaminan korban kecelakaan
yang dirawat di rumah sakit rujukan (Kemenkeu); (4) Asuransi pihak ketiga
(Kemenkeu); (5) Pengalokasian sebagian premi asuransi untuk dana keselamatan
jalan (Bappenas); (6) Program rehabilitasi paska kecelakaan (Kemenkes); (7)
Riset penanganan kecelakaan (Kemenkes); (8) Pendukungan rencanakaksi
keselamatan jalan Indonesia 
120,000,000
105,150,082
98,881,267
100,000,000 92,976,240

80,000,000
Mobil Penumpang
60,000,000 Mobil Bis
Mobil Barang
Sepeda motor
40,000,000

20,000,000 12,599,038 13,480,973 14,580,666


6,235,136 6,611,028 7,063,433
2,398,846 2,420,917 2,486,898
0
2014 2015 2016

Gambar 1.2: Histogram Data Kendaraan Bermotor di Indonesia Tahun 2014-2016


Sumber : BPS tahun 2017
Tabel 1.1: Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Tahun 2014-2016

JeniskKendaraan
2014 2015 2016
Bermotor
MobilkPenumpang 12.599.038 13.480.973 14.580.666
MobilkBis 2.398.846 2.420.917 2.486.898
MobilkBarang 6.235.136 6.611.028 7.063.433
Sepedakmotor 92.976.240 98.881.267 105.150.082
Jumlahk 114.209.260 121.394.18 129.281.079
6

5
31.30433 33.29251 35.40316
Prosentasek
1.988174 2.110658
Peningkatan k
Sumber: BPS tahun 2017

Tabel 1.2: Data Kecelakaan Lalu Lintas dan Korban Tahun 2016
2014 2015 2016
Data kecelakaank 95.906 98.97 105.374
Korban MDk 25.859
Korban LBk 22.939
Korban LRk 120.913
Sumber: BPS tahun 2017

140
120.91
120
105.37
98.97
95.91
100

80
2014
2015
60
2016
40
25.86 22.94
20

0
Data kecelakaan Korban MD Korban LB Korban LR
S

umber : BPSktahun 2017

Gambar 1.3: Histogram Data Kecelakaan Lalu Lintas dan Korban Tahun 2016

Berdasarkankdata pada tabel di atas diketahui bahwa peningkatan jumlah


kendaraan dan kecelakaan lalulintaskcenderung mengalami peningkatan sebesar
1,9-2,1% pertahun. Sekolah Tinggi Transportasi Darat di Indonesia adalah wujud
nyata upaya pemerintah (Kementerian Perhubungan) dalam menekan dan
7

mengurangi terjadinya kecelakaan melalui jalur pendidikan tinggi (Politeknik),


Program pendidikan yang saat ini diselenggarakan adalah Program Diploma IV
ManajemenkKeselamatan Transportasi Jalan, Program Diploma IV Teknik
Keselamatan Otomotif, dan Program Diploma III Pengujian Kendaraan Bermotor.
Untuk mencapai hasil pendidikan yang diinginkan akan selalu dicari suatu
bentukkproses pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman agar pendidikan
yang dilaksanakan memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan oleh
Pemerintah.
Keterpaduan darikkomponen manajemen pendidikan yang saling berkaitan
meliputi; pendidik, peserta didik, kurikulum, dan sarana prasarana sangat
diperlukan dalam rangka mewujudkan terselenggaranyakpendidikan yang
berkualitas.
Ho (2017) describe strategic planning as an involved, intricate and complex
process that takes an organizaiton into uncharted territory. Whilenservicenquality
andnstudentnsatisfaction studiesnarenquite commonninnthe UK, asnuniversities
are expectedntonproviding itsnstudentsnwith excellent learningnenvironments,
well-supportednlecturers, nand appropriatensupport services (Gruber, et al. 2010).
Studentskare generallysconsidered thesprimary customers of a universities, even
in countriesswhere they do notspay tuition for fees

Deskripsi mengenai manajemen strategis sebagai yang terlibat, rumit dan


kompleks mengenai proses organisasi pada wilayah yang belum dipetakan.
Lembaga pendidikan tinggi menyadari bahwa pendidikan tinggi bisa dianggap
sebagai bisnis seperti industri jasa. Sementaraktuntutan kualitas terhadap
pelayanan mahasiswa merupakan hal yang umum, sebagai institusi pendidikan
tinggi diharapkan mampu menyediakan iklim kegiatan belajar mengajar dengan
baik diantaranya: lingkungan belajar, dosen pengajar, dan serta dukungan layanan
yang tepat. Mahasiswa umumnya dianggap sebagai pelanggan utama dari sebuah
universitas, di manakmereka sebagian besar membayar biaya kuliah. Terdapat
banyak kekuatan penting yang mempengaruhi kegiatan di lingkunhgan tempat
kerja akademisi termasuk budaya akademik, ekonomi, dan teknologi.
8

Belajar merupakan proseskperubahan perilaku sebagai hasil dari interaksi


dengan lingkungan belajarnya. Peserta didik dikatakan berhasil dengan baik
apabila hasil usahanya sesuai standar yang ditetapkan. Untuk mewujudkan
tercapainya keberhasilan pendidikan, banyak faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Nasir, dkk. (2012) faktor darisdalamsdiri pesertakdidik antara lain
kecerdasan,sbakat,sminat, motivasi, disiplinsdiri, kepribadian, kemandiriansdan
kepercayaansdirissedangkan dari luarsdirispesertasdidik antara lain lingkungan staf
pengajaran Tinggi, keluarga, fasilitassbelajar, laboratorium, perpustakaan,
lingkungansmasyarakat danslain sebagainya. Menurut Djaali, (2006) yang
dimaksud motivasisberprestasisadalah suatu dorongansyangsterdapatkdalam diri
mahasiswa yangsselalusberusaha atau berjuang untuksmeningkatkansatau
memeliharaskemampuannya setinggi mungkinsdalam semua aktivitas dengan
menggunakan standar keunggulan. Motivasisberprestasi memberikan pengaruh
yang besar terhadap pencapian yang diperoleh seseorang dalam proses belajarnya.
Seseorang dengan motivasisberprestasiftinggi ditandaitakantselalu bersemangat
dantberambisittinggi, melakukanttugashyang diberikan padanyavdenganvsebaik
mungkin, belajar denganblebih cepat, dan memperoleh prestasi pada bidang
keahlian yang dimilikinya (Haryani, dkk. 2014).
Motivasi berprestasikyang dimiliki oleh seseorang umumnya berpotensi akan
mengalamispenurunan dansdiswaktu lain akan mengalamibpeningkatan. Sejalan
berjalannya waktu motivasigberprestasigyang dimilikikseseorang idealnyasselalu
mengalamidprogress atau kemajuanssehinggasakan dapatsmempercepat sesuatu
yangsdi impikannya. Kesadaran tersebut nampaknya belumsdimilikisoleh generasi
mudasuntuk selalusmeningkatsmotivasi berprestasinyassejak dini (Sugiyanto,
2013).
Penn, (2002) kmengungkapkan; a very strong relationshipkbetween students
attitudesstowardssschool and towardstthemselvestas learners ondthedhand, and
theirdachievementdmotivation anddacademicdsuccess ondthedother chance.
Pandangan tersebut mengartikan bahwadterdapat keterkaitanksikapdbelajar
mahasiswa juga tergantung pada dukungan staf pengajarandTinggi mempengaruhi
9

dampak belajar yang dipengaruhi oleh motivasi terutama motivasi berprestasi.


Zenzen, (2002) berpendapat mengenai motivasi dalam belajar adalah salah satu
faktor yang menentukan keberhasilanddalamdbelajar, ‘motivationsassit relates to
students, sissvery important. Studentsswhoshave highsmotivationsto achieve
generallysdoswellsacademically. Studentsswithslow motivationsdosnot doswell on
academically. Butsmotivationsdoes not guaranteesachievement. Similarly,
achievementsdoessnotsreflect on motivation’.

Motivasis berprestasi merupakankhal penting dalam proses belajar, dimana


mahasiswa yang mempunyaismotivasi berprestasi tinggi, pada umumnya memiliki
nilai akademik yangslebih baiksdibandingsdengan mahasiswa yangkkurang
mempunyai motivasi dalam belajarnya. Memiliki motivasi saja bukanlah sebuah
jaminan keberhasilan. Dalamkpengertian lain, terdapat faktorsyangsmempengaruhi
untuksmemperolehskeberhasilan atau kesuksesan, salahssatu diantaranya adalah
peran cita-cita diri.
Mahasiswayharuskmemiliki motivasi berprestasi dalam belajar guna
mencapai syarat minimal peraturan akademik. Hasil penelitiansMcCormick dan
Carrols(2003) terhadap motivasisberprestasi mahasiswa SaintsLouis terungkap
(dalam LilisGarliah & Nasution, 2005) selainsmenemukan rata-rata 30%
mahasiswastingkat pertamasgagal ke tingkatsberikutnya, juga menemukan bahwa
50% darissejumlah mahasiswasgagal menyelesaikan masasstudinya disjenjang
pendidikanstinggi, dan salah satu penyebabnyasadalah rendahnyasmotif
berprestasismahasiswa tersebut. Keadaanstersebut menggambarkansbahwa
pembangunansmotivasi berprestasi padassetiap individusyang merupakan sumber
daya manusiasdalam salah satu aspekskehidupan diperlukansdan kemungkinan
menentukansserta merupakan alternatifssebuah kekuatan dalamsmencapai
keberhasilansdan penentu kemajuansbangsa.
MenurutsNaim (2009) mengajarsbersifat kompleks, melibatkansberbagai
aspek diantaranyasaspek pedagogis,spsikologis, dansdidaktis secarasbersamaan.
Aspekspedagogis menunjukkanspada kenyataan bahwa mengajarsberlangsung
dalam suatu lingkunganspendidikan. Aspekkpsikologissmenunjukkan pada
10

kenyataansbahwa para peserta didik yangsbelajar pada umumnyasmemilikistaraf


perkembangansyang berbeda satusdengan yang lainnya, sehinggasmenuntut
materi, metode,sdan pendekatansyang berbeda. Dengan demikian proses belajar
hendaknya menggunakan pendekatan yang bervariasi. Permendiknassnomor 41
tahun 2007 tentangsStandar Proses mengamanatkanspembelajaran yangsbersifat
interaktif,sinspiratif,smenyenangkan,smenantang, dansmemotivasi pesertasdidik
(I2M3). Pembelajaransini berusahasmengakomodasi model-modelspembelajaran
yang selamasini telah berkembangsdi dunia pendidikanskhususnya disIndonesia.
Teknologispembelajarankmerupakansbagian dari teknologispendidikan
memilikiskomponen antara lainsperancangan; pengembangan;spemanfaatan;
pengelolaan;spenilaian danspenelitian proses; sertassumber dan sistemsbelajar
(Wilujeng, 2011). Pembelajaransyangkberlangsung seyogyanya senantiasa
menerapkansprinsip-prinsip teoriskognitif-konstruktivistiksuntuk membangun
tingkahslaku agarskemandirian mahasiswa sebagaisagent of change
dapatsdiwujudkan sebagaimana mestinya.
Djaali (2006) mengungkapkankperbedaan intensitas berprestasi
ditunjukkansdalam berbagaistingkatan prestasisyang dicapai olehsberbagai
individu. Keberhasilansbelajar seorangsmahasiswa jugasdipengaruhi oleh
fasilitassbelajar yangsada, baik disstaf pengajaran Tinggismaupun disrumah.
Fasilitassbelajar yangsmemadai akansmendukung mahasiswasdalam mencapai
prestasisbelajar yangsmaksimal. Fasilitas belajarsmenurutsNashir, dkk. (2012)
adalahsfasilitas dalamsdunia pendidikansberarti segalassesuatu yangsbersifat
fisiksmaupun material, yangsdapat memudahkansterselenggaranya prosessbelajar
mengajar, danssegala sesuatu yangsmenunjang terlaksananyasprosessbelajar
mengajar.
Pemenuhanskelengkapankfasilitas di jenjangsPendidikan Tinggismutlak
diperlukan, jikaskelengkapan fasilitas serta penunjang kegiatansbelajar
mahasiswasdapat terpenuhisdengan baik, akansmempermudah dalamsmelakukan
kegiatansbelajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Nasutions(2005) bahwa
11

untuksmemperbaiki mutuspengajarankharussdi dukungsoleh berbagaisfasilitas,


sumbersbelajar dan tenagaspembantu antaraslain diperlukanssumber-sumber dan
alat-alatsyang cukup untuksmemungkinkan mahasiswasbelajar secara individual.
Di sampingsstafkpengajar yangsberperan penting dalamsdunia pendidikan,
tentunyasjuga diharapkansadanya keinginan darismahasiswa itussendiri untuk
membekaliskemampuan diri dengansberbagai macamsketrampilan yangsdapat
dipakaissebagai awalssuatu kompetensi disdunia kerja dimasassekarang dan
bekalsmasa yang akansdatang. Ekspektasiskarirkmerupakan pengetahuan
mengenaissuatu pekerjaansapa yang ada atausdapat diciptakansmelalui modal
pengetahuansserta keterampilansyang diperoleh olehsmahasiswa darisjenjang
PendidikansTinggi (Krisnawan, 2013).
Harapanskarirkakansmemberi dorongansyang cukup kuatsbagismahaiswa
agarslebihsgiatsdalamsbelajar, melaluispengetahuan karirsyang dimilikisakan
timbulskeinginan untuksmemperoleh karirsdimaksud. Keinginanstersebut akan
menjadismotor penggeraksgiat dalamsbelajar harapanskarir dapatsdiperoleh dari
stafspengajar dalamsmemberikan bimbinganskarir kepadasmahasiswa, staf
pengajarskompetensi keahliansatau melihatstemannya yangstelah berhasil.
Pengetahuansmengenai harapanstentangkkarirsberpengaruh terhadap pola
motivasisbelajarsmahasiswa, hal tersebutssekaligus dapatsberpengaruhsterhadap
kualitasspembelajaran yangsberimplikasi padascapaian hasilspembelajaran.
Capaian pembelajarankmerupakan kemampuan yangsdiperoleh melalui
internalisasi pengetahuan,ssikap,sketerampilan,skompetensi, dansakumulasi
pengalamanskerja (Ristekdikti, 2015). CapaiankPembelajaran mahasiswa
program disiplin merupakansrumusan kompetensi yang diharapkan dicapaisoleh
mahasiswa program studi yang menjadi Standar Kompetensi Mahasiswa (Pasal 5
SN Dikti, Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015). Capaian pembelajaran capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang terintegrasi untuk
memenuhi capaian pembelajaran lulusan secara keseluruhan dalam satu kesatuan
program melalui pendekatan antardisiplin dan multidisiplin. Capaian
12

pembelajaransharus disertaisdengan kriteriaspenilaian yangstepat yangsdapat


digunakanssebagai alat menilai bahwa hasil proses pembelajaran yang
diharapkan telahsdicapai. Jadi, Capaiansdari prosesspembelajaran (learning
outcome) adalahssuatu ungkapansdari salah satustujuan pendidikan, yaitu
merupakanspernyataan tentangsapa yang menjadisharapkan untuk
diketahui,sdipahami, dansjuga dapat fahamisoleh pesertasdidik setelah
menyelesaikanspembelajaranssuatu periodesbelajar.
Beberapaspenelitiankrelevan; menurutsWiguni (2011) mengungkapkan
bahwaskualitas pengelolaanspembelajaran dansmotivasi belajar mempunyai
pengaruhspaling besar terhadapshasil belajar.sKrisnawan, dkk. (2013)
menyimpulkansdalam penelitiannyasbahwa adaskontribusi antarasharapan
tentangskarir, motivasi dalamsbelajar mahasiswasdan kualitassmenengah
laboratoriumsdikualitas pelaksanaanspembelajaran tentangspraktikum. Wardani
(2014) dalamspenelitiannya menyimpulkan, Faktor-faktorsinternal yang
menghambatsmotivasi penyelesaiansstudi mahasiswasantara lainsperilaku malas
atausjenuh saatsmenjalani perkuliahansyang tidakssegerasdiatasi, keinginansyang
kuatsuntuk memperolehsilmu pengetahuansdan prestasisbaik dalamskegiatan di
luarsperkuliahan yaitusdalam organisasiskampus maupunsdi UKM sertascara
pandangsyang meyakinisbahwa pengalamansberorganisasi justrusmerupakan
modalsyang lebihstepat untuksmemperoleh penghargaansberupa namasbaik dan
statusssosial di masasdepan. Faktor-faktorseksternal yang menghambatsmotivasi
penyelesaiansstudi mahasiswa antaraslain ketidakmampuansmahasiswa
beradaptasisdengankkaraktersatau metodesperkuliahan yang diterapkan
dosen/pengajar, keterbatasansfasilitas jaringansinternet gratis.
Dalam penelitian ini diharapkan mendukung Standar Nasional Pendidikan
UU Nomor 12 tahun 2012 Dikti Pasal 54 meliputi (1) Ruang Lingkup Standar
Nasional Pendidikan (2) Standar Kompetensi Mahasiswa (3) Standar Isi
Pembelajaran (4) Standar Proses Pembelajaran (5) Standar Penilaian
Pembelajaran (6) Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan (7) Standar Sarana
13

dan Prasarana Pembelajaran (8) Standar Pengelolaan Pembelajaran (9) Standar


Pembiayaan Pembelajaran.
Motivasi Berprestasi pada mahasiswa Sekolah Tinggi Transportasi Darat
diketahui masih perlu ditingkatkan karena terdapat beberapa mahasiswa tidak
dapat mencapai hasil belajar yang baik atau masih diharuskan mengulang dalam
menempuh beberapa mata kuliah. Inspirasi Dari Model Pembelajaran, Kepuasan
Layanan masih perlu di tingkatkan karena para pengajar umumnya hanya
memiliki latar belakang teknis dan tidak memiliki latar belakang pendidikan
pengajaran. Ekspektasi Karir pada mahasiswa masih perlu diperbaiki karena pola
fikir mahasiswa hanya terpaku pada lulusan alumni yang telah terlebih dahulu
mendapatkan pekerjaan pada suatu instansi dan belum terdapat pola fikir
mengenai cara berwiraswasta. Kepercayaan Diri Mahasiswa Program Politeknik
Keselamatan Transportasi Jalan masih perlu ditingkatkan dengan pemahaman
dan kesadaran akan pentingnya kemandirian dalam belajar dan menentukan jenis
instansi mana yang akan dipilihnya untuk menempuh karir.
Mahasiswa merupakan komponen penunjang kemajuan negeri, diharapkan
mampu memberikan sumbangan melalui kapasitas intelektualitasnya, sehingga
masa kuliah seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Namun, cepat
lambatnya penyelesaian studi seorang mahasiswa maupun berhasil tidaknya
seorang mahasiswa menyelesaikan studinya sangat tergantung atas prestasi
studinya pada setiap semester. Prestasi studi setiap mahasiswa tidak terlepas dari
motivasi diri yang dimiliki oleh mahasiswa yang bersangkutan. Merujuk pada
latar belakang masalah di atas, penulis tergerak untuk melaksanakan penelitian
dengan judul “Studi Tentang Variasi Kinerja Pusdiklat Perhubungan Darat
Jawa Barat Diukur Dari Manajemen Sekolah Tinggi”.

B. Batasan Penelitan
14

Dalam pembatasan masalah sangatlah penting agar masalah utama dan


objek yang diteliti bisa dicapai tanpa dikaburkan dengan masalah lain yang
muncul. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan dilingkup Sekolah Tinggi Transportasi Darat pada tahun
2010.
2. Penelitian ini terkait dengan variasi kinerja Sekolah Tinggi Transportasi Darat
Jawa Barat.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, selanjutnya disajikan rumusan
masalah yaitu “Bagaimana manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat Jawa
Barat”?

D. Tujuan Penelitian

Penyajianslatar belakangsmasalah disatas kemudiansdisajikan tujuan


penelitian sebagai berikut: untuk menganalisis manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat Jawa Barat

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan fungsi baik secara teoritis


maupun praktis.
1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran
ilmiah bagi pengembangan ilmu pendidikan. Terutama yang berhubungan
dengan motivasi berprestasi, inspirasi dari model pembelajaran, fasilitas
belajar, dan ekspektasi karir, serta penyelesaian studi dan capaian
pembelajaran.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya peserta didik, pengajar maupun dosen. Selain itu,
15

diharapkan agar hasil pengembangan penelitian tentang pengaruh motivasi


berprestasi, inspirasi dari model pembelajaran, fasilitas belajar, dan
ekspektasi karir terhadap penyelesaian studi dan capaian pembelajaran bagi
peneliti selanjutnya, dapat menghasilkan hasil empiris yang lebih banyak
dan dapat dimanfaatkan secara luas bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang pendidikan.
16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kinerja Sekolah
1. Definisi Kinerja Sekolah
Menurut Usman (2013:13) manajemen pendidikan dapat diartikan
sebagai seni dan illmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efesien. Salah satu beberhasilan kinerja sekolah
ditentukan oleh berdasarkan kemampuan setiap individu dalam memberikan
dukungan kepada lembaga (sekolah) yang merupakan tempatnya bekerja.
Dukungan yang diberikan kepada sekolah sebagai berikut: all human beings
have five basic needs that influence the choices they make to behave in certain
ways: Survival, Power, Freedom, Belonging, and Fun. Glasser asserted that
the five basic needs are so powerful in influencing behavior choices that all
individuals choose behaviors that best attempt to meet their basic needs. The
institute offers personalized, long-term professional development to teams of
educators. Individual teams, consisting of two teachers, an administrator, and
a technology coordinator, form a local professional learning community that
attends three days of face-to-face meetings and also works online with an
experienced e-mentor between meetings. Through the course of the institute,
members of the learning communities. Knowledgeable and experienced
instructors and effective interactive instruction Collaboration in small groups
with classmates and cohort model Networking opportunities Practical direct
application Practical applications Professional with recent experiences
taught the classes (practical knowledge, expertise). Useful content Flexibility
(class schedules, course offering, and time) Course offering flexibility
Networking opportunities (Brown, 2007; Brooks 2007; Edmonds, 2007)
17

Berdasarkan pandangan di atas diterjemahkan bebas sebagai berikut:


kinerja sekolah didukung oleh kemampuan individu dalam 5 cara antara lain
adalah daya tahan, kekuatan, kebebasan, rasa memiliki dan kegembiraan
dalam bekerja di sekolah. Lembaga sekolah menawarkan kinerja menurut
selera, pengembangan profesi jangka panjang untuk guru sebagai pendidik.
Bagi individu, terdiri dari dua para guru, pengurus, dan suatu koordinator
teknologi, membentuk profesional lokal yang belajar masyarakat yang
menghadirkan pertemuan-pertemuan dan juga bekerja secara online dengan
mentor berpengalaman melalui pertemuan-pertemuan menyangkut kondisi
disekolah yang berisi tentang pelajaran masyarakat.
Kinerja sekolah merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang karyawan dalam suatu sekolah menurut kriteria yang berlaku untuk
pekerjaannya dan sesuai dengan tujuan dari sekolah tersebut. Kinerja sekolah
dapat terdukung dengan kegiatan pengembangan profesi jangka panjang untuk
guru sebagai pendidik dengan mentor secara online. Hal tersebut dilakukan
untuk meningkatkan kinerja sekolah secara keseluruhan. Ilmu pengetahuan
yang mencukupi dan kerja sama efektif di dalam kelompok kecil dengan
teman sederajad dengan model networking sebagai peluang aplikasi secara
langsung yang praktis serta profesional dengan pengalaman mengajar kelas
terbaru (pengetahuan praktis, keahlian). Isi bermanfaat Fleksibilitas (jadwal
kelas, kursus yang diberikan, dan waktu) Kursus yang menawarkan peluang
fleksibilitas networking.

2. Aspek-Aspek Penilaian Kinerja


Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai kriteria penilaian
kinerja sekolah yaitu:
Teaching, place, made a difference, society invest in good schools for
all, education be fixed. Walk-and-Talk Interactive Whiteboards,
Activclassroom, Smart Technologies Culturally Responsive Teachers,
Culturally Responsive Teaching, Culturally Responsive Classrooms,
18

Culturally Responsive Schools, (Anonimous, 2007; Doe, 2007; Brown,


2007)

Berdasarkan pandangan di atas maka criteria penilaian kinerja sekolah


ditentukan oleh pola pembelajaran, budaya tanggungjawab guru, budaya
tanggungjawab pembelajaran, serta budaya tanggungjawab sekolah dalam
rangka menciptakan kinerja sekolah yang memenuhi harapan setiap stake
holders sekolah.
Peningkatan sumber daya manusia perlu untuk ditinjau lebih serius
karena manusia merupakan hal yang pokok dalam peningkatan produksi
sekolah. Masing-masing individu yang bekerja pada suatu Sekolah pasti
menginginkan keberhasilan dalam tugas yang dikerjakannya dan hasil dari
pekerjaannya tersebut dapat memuaskan baik bagi sekolah maupun bagi diri
karyawan itu sendiri.
As’ad (1998) menyatakan bahwa aspek kinerja sekolah merupakan
hasil yang dicapai individu menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan
yang bersangkutan. Pernyataan senada dengan Gibson (dalam Suranta, 2002)
yang menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang terkait
dengan tujuan organisasi, seperti kualitas, efisiensi dan kriteria keefektifan
lainnya.
Prawirosentono (1999), mengatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing,
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal,
tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Soeprihanto (2001) berpendapat bahwa aspek kinerja karyawan pada


dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar, target atau
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama.
19

Aspek kinerja juga disampaikan oleh Flippo (dalam Indrastiwi, 2004)


yang memberi batasan pada kinerja sebagai hasil pola tindakan yang
dihasilkan untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar prestasi, baik
kualitatif maupun kuantitatif yang telah ditetapkan oleh individu secara
pribadi maupun sekolah tempat individu bekerja. Pola tindakan yang
dimaksud bias merupakan hasil atau tindakan yang tampak (misalnya hasil
penjualan, hasil produksi dan usaha jasa atau pelayanan) dan tindakan yang
tidak tampak (misalnya pemecahan masalah, pengambilan keputusan, estimasi
serta perencanaan target, dan aktivitas penalaran).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
sekolah merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang karyawan
dalam suatu sekolah menurut kriteria yang berlaku untuk pekerjaannya dan
sesuai dengan tujuan dari sekolah tersebut.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Sekolah
Dalam suatu organisasi atau sekolah sering sekali memperhatikan
adanya kinerja dalam diri kepala sekolah. Untuk itu perlu ditinjau, faktor apa
sajakah yang dapat mempengaruhi kinerja pada diri individu kepala sekolah.
Hampir semua kepala sekolah ingin maju, tetapi banyak kepala sekolah tidak
tahu bagaimana caranya. Setiap individu mengharapkan keberhasilan dalam
tugas yang diembannya. Meskipun demikian, dari semua tugas dan aktivitas
yang dilakukannya tersebut belum tentu mencapai keberhasilan yang sesuai
dengan apa yang diinginkannya.
As’ad (1998) menjelaskan secara terperinci faktor yang mempengaruhi
kinerja sekolah, faktor-faktor tersebut meliputi:
a. Faktor dari diri sendiri, yaitu faktor yang berasal dari sekolah yang
bersangkutan, meliputi:
1). Segi fisik sekolah
a). Bentuk bangunan dan komposisinya. Bentuk bangunan yang dimiliki
sekolah dapat mempengaruhi prestasi kerja elemen sekolah sebagai
20

sumber daya dalam bekerja, karena jika bentuk bangunan kokoh


sempurna (tidak rusak) maka karyawan tidak merasa rendah diri dalam
berprestasi.
b). Fasilitas yang dimiliki. Fasilitas atau sarana prasarana yang dimiliki
sekolah merupakan hal yang dapat mendukung kinerja sekolah.
2). Segi fisik individu
a). Bentuk tubuh dan komposisinya. Bentuk tubuh yang dimiliki pegawai
sekolah dapat mempengaruhi prestasi kerja sekolah dalam bekerja,
karena jika bentuk tubuh karyawan sempurna (tidak cacat) maka
karyawan tidak merasa rendah diri dalam berprestasi.
b). Taraf kesehatan fisik. Kesehatan fisik kepala sekolah merupakan hal
penting agar karyawan dapat mencapai prestasi seoptimal mungkin.
c). Kemampuan panca indera. Panca indera yang dimiliki sekolah
mendukung untuk mencapai prestasi.
3). Segi psikis individu
a). Intelegensi. Kemampuan berfikir individu dalam melaksanakan dan
menyelesaikan tugas-tugas dapat mempengaruhi prestasi kerja
sekolah.
b). Bakat. Terdapatnya bakat yang dimiliki pegawai sekolah mendukung
pencapaian prestasi individu yang bersangkutan.
c). Minat. Minat pegawai sekolah untuk mencapai prestasi sebaik
mungkin sangat mempengaruhi kepala sekolah dalam berprestasi.
d). Kepribadian. Keadaan kepribadian pegawai di sekolah yang
bertanggung jawab dan disiplin kerja yang tinggi mendukung untuk
mencapai prestasi dengan sebaik-baiknya.
e). Usia. Usia sangat mempengaruhi kemampuan kepala sekolah elmen
dalam meningkatkan kinerja.
21

b. Faktor dari luar individu dalam sekolah, faktor ini meliputi:


1). Lingkungan kerja. Lingkungan pekerjaan merupakan kondisi yang
berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan dan memelihara
perilaku karyawan sehingga karyawan dapat bekerja dengan baik dan
berprestasi.
2). Fasilitas. Pengadaan fasilitas bagi karyawan yang memadai dalam suatu
sekolah dapat mendorong karyawan untuk berprestasi dengan baik.
Fasilitas diantaranya jaminan kesehatan dan keamanan karyawan, dalam
hal ini sekolah memberikan kondisi kerja yang lebih aman dan sehat serta
menjadi lebih bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan dalam sekolah.
3). Pendidikan. Terdapat latar belakang pendidikan yang berbeda-beda pada
karyawan dalam mempengaruhi sikap kerja. Tindakan penampilan dan
cara berpikir karyawan dalam melakukan pekerjaan sehingga hal tersebut
mempengaruhi prestasi kerjanya.
Menurut Rasimin (dalam Hidayati, 2004) ada 2 faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan yaitu:

1). Faktor yang bersumber dari diri individu. Faktor ini meliputi inisiatif,
minat, persepsi karyawan terhadap pekerjaan, moralitas kerja karyawan
yang menyangkut semangat kerja dan keinginan untuk berpartisipasi
secara aktif serta keadaan fisik karyawan yaitu ketajaman penglihatan,
kekuatan fisik, motivasi karyawan, tingkat kecerdasan karyawan dan
sistem kerja karyawan.
2). Faktor yang bersumber dari luar individu. Faktor ini berhubungan dengan
lingkungan fisik tempat kerja, misalnya penerangan, radiasi ruangan,
tempat kerja, kebijaksanaan organisasi dan hubungan unit dalam sekolah.
4. Manfaat Penilaian Kinerja Sekolah
Pada umumnya, orang-orang yang berkecimpung dalam dunia
manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian kinerja para
22

karyawan merupakan bagian penting dalam seluruh proses kekaryaan pegawai


yang bersangkutan.
Handoko (1989), mengemukakan tentang manfaat atau kegunaan
penilaian kinerja karyawan yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Perbaikan Kinerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer
dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka
untuk memperbaiki kinerja.
b. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam
menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi
lainnya.
c. Keputusan-keputusan penempatan
Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada kinerja masa
lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan
terhadap kinerja masa lalu.
d. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan
Kinerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan latihan.
Demikian juga, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang
harus dikembangkan.
e. Perencanaan dan pengembangan karir
Umpan balik kinerja mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu
tentang jalur karir terentu yang harus diteliti.
f. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing
Kinerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan
prosedur staffing departemen personalia.
g. Ketidak-akuratan informasi
Kinerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan-kesalahan dalam
informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau
23

komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia.


Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan
keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat.
h. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan
Kinerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam
desain pekerjaan. Penilaian kinerja membantu diagnosa kesalahan-
kesalahan tersebut.
i. Kesempatan kerja yang adil
Penilaian kinerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
j. Tantangan-tantangan eksternal
Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar
lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau
masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian kinerja departemen
personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.
4. Dimensi Kualitas Pelayanan Sekolah
Menurut Parasuraman dalam Zulian Yamit (2002:10), dalam upaya
memberikan pelayanan pada sekolah yang perlu diperhatikan antara lain
adalah:

a. Tangibel ( bukti yang langsung)


b. Reliability (kehandalan)
c. Responsiveness(daya tanggap)
d. Assurance(Assurance)
e. Emphaty(perhatian)
Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan seperti dibawah ini:

a. Tangibel, bukti yang langsung diberikan kepada pelanggan. Berbagai


fasilitas yang dapat dilihat dan digunakan sekolah dalam upaya mencari
kepuasan pelanggan di sekolah.
24

Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

Hal tersebut menyangkut fasilitas yang diberikan oleh sekolah di sekolah


untuk memberikan pelayanan maksimal kepada para pelanggan atau
murid disekolah..

Indikator tangibel adalah: (Zulian Yamit, 2002:106)

1). Fasilitas fisik yang ditampilkan


2). Pakaian personal yang pantas
3). Nota atau catatan yang mudah dipahami.
b. Reliability, kehandalan dalam kualitas yang terkait dengan semua aspek
pelayanan yang diberikan. Kehendak sekolah melalui karyawan atau
petugas dalam melayani pelanggan sesuai dengan janji yang diberikan.
Hal tersebut pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tidak berbelit-
belit, peningkatan produktivitas kerja karyawan, taat azas, adanya
keserasian antar bagian dalam memberikan pelayanan.
Indikator reliability: (Zulian Yamit, 2002:106)

1). Konsistensi sikap / janji personel


2). Akurasi nota
3). Kehandalan hasil kerja sejak kesempatan pertama
c. Responsiveness, daya tanggap sekolah terhadap keluhan pelanggan yang
tinggi sehingga menuntut sekolah untuk senantiasa meningkatkan
pelayanan secara berkesinambungan. Sikap tanggap, mau mendengar dan
merespon pelanggan dalam upaya memuaskan pelanggan di sekolah. Hal
tersebut menyangkut tentang cepatnya petugas dalam memecahkan dan
menyelesaikan masalah, lancarnya lalu lintas angkutan, ketepatan dalam
jam datang dan berangkat.
Indikator Responsiveness (Zulian Yamit, 2002:106)
25

1. Sikap sekolah (bersedia memecahkan permasalahan konsumennya


dengan segera
2. Sikap personel dalam menjawab pertanyaan konsumennya
d. Assurance, jaminan mutu yang diberikan sekolah dapat dirasakan atau
diterima pelanggan di sekolah yang selalu terjaga. Hal tersebut
menyangkut kualitas lulusan dijamin oleh sekolah sebagai bentu
pelayanan maksimal di sekolah.
Indikator Assurance adalah: (Zulian Yamit, 2002:106)

1. Reputasi
2. Kepribadian personal
3. Jaminan hasil kerja
4. Sikap personel yang tenang dan efektif
5. Sikap personel yang informatif
e. Emphaty, kemampuan sekolah melalui karyawan dalam memberikan
perhatian yang sifatnya pribadi. Kepedulian yang tinggi terhadap
pelanggan yang mengalami kesulitan atau tidak dapat menggunakan
fasilitas yang diberikan atau mengalami permasalahan-permasalahan
dalam proses pembelajaran.
Indikator Emphaty: (Zulian Yamit, 2002:106)

1. Sikap profesional personel


2. Sikap personel dalam menyapa pelanggan
3. Fleksibilitas sikap organisasi (mau mengakomodasi jadwal karyawan)
26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini, yaitu “Studi Tentang Variasi Kinerja Pusdiklat Perhubungan
Darat Jawa Barat Diukur Dari Manajemen Sekolah Tinggi”, maka penelitian
yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu peneliti memahami
dan menghayati keefektifan, keberhasilan dan perkembangan sistem
pendidikan sekolah tinggi ini yang terfokus pada manajemen/pengelolaan
sekolah dalam meningkatkan kinerjanya. Penelitian kualitatif pada hakikatnya
ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan
mereka, serta memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia dan
sekitarnya, dan karena itu peneliti harus turun di lapangan (S Nasution, 1988)

Jika dilihat dari sumber datanya, penelitian ini termasuk penelitian


lapangan (field research), yaitu peneliti terjun di lapangan, mempelajari suatu
proses atau penemuan yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis,
menafsirkan, dan melaporkan serta menarik kesimpulan dari proses-proses
tersebut, menurut Ary, (1982:45) dan berusaha meneliti atau melakukan studi
terhadap realitas kehidupan social masyarakat secara langsung.

Sedangkan apabila ditinjau dari sifat-sifat datanya, maka penelitian ini


termasuk kedalam penelitian kualitatif (kualitatif research) atau naturalistik.
Disebut kualitatif, karena sifat data yang dikumpulkannya bercorak kualitatif,
bukan kuantatif yang menggunakan alat-alat pengukur. Menurut Bogdan dan
Tylor sebagaimana dikutip Moleong (2002:58) bahwa penelitian kualitatif
adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
27

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Hal
senada diungkapkan oleh Furchan bahwa pendekatan kualitatif merupakan
“prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan
dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri”.
Furchan, 1994:45)

Melalui pendekatan kualitatif inilah, diharapkan terangkat gambaran


mengenai aktualitas, realitas sosial dan persepsi sasaran penelitian tanpa
tercemar oleh pengukuran formal. Teknik peneitian melalui pengungkapan
banyak cerita yang bersifat indisinkretis namun penting, yang diceritakan oleh
orang-orang yang ada di lapangan, tentang peristiwa-peristiwa nyata dengan
cara-cara yang alamiah. Karena itu akan diusahakan keterlibatan peneliti,
tanpa intervensi terhadap variable-variable proses yang sedang berlangsung.

Diantara ciri-ciri penelitian kualitatif menurut Arifin adalah:

a. Penelitian kualitatif menggunakan latar alami atau lingkungan


alamiah sebagai sumber data langsung
b. Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik, seperti: hasil
pengamatan, hasil pemotretan, cuplikan tertulis, dokumen dan
catatan lapangan
c. Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses, bukan pada hasil
d. Penelitian kualitatif bersifat induktif, dimulai dari lapangan, yakni
fakta empiris atau induktif
e. Penelitian kualitatif mengutamakan makna atau interpretasi,
mengutamakan kepada bagaimana orang mengartikan hidup
(Arifin, 1994:45).
Secara aplikatif, dalam penelitian ini peneliti akan berusaha memahami
terlebih dahulu mengenai arti peristiwa dan kaitannya dan budaya
keberagaman dengan berusaha masuk kedalam dunia konseptual para subyek
yang sedang diteliti sedemikian rupa, sehingga mudah dimengerti apa dan
28

bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar


peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya dalam penelitian ini, ungkapan-ungkapan meliputi kata-kata,


artefak-artefak, dan symbol-symbol yang ekspresi dari subyek penelitian.
Melalui ekspresi tersebut, peneliti mampu menangkap pikiran-pikiran dan
nilai-nilai yang ada dalam budaya yang terdapat di lembaga pendidikan
tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena memenuhi ciri-


ciri penelitian kualitatif, yaitu: (1) kondisi objek penelitian alamiah, (2)
penelitian sebagai instrument utama, (3) bersifat deskritif, karena data yang
dikumpulkan berbentuk kata-kata bukan angka-angka, (4) lebih mementingkan
proses

Penelitian mengunakan metode kualitatif karena ada beberapa


pertimbangan antara lain, (1) metode kualitatif karena menitik beratkan pada
proses menjelaskan sehingga metode ini lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyatan-kenyataan ganda, (2) metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dan responden, (3) metode ini lebih peka
dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh
bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi.

Di dalam penelitian ini teori yang dikumpulkan adalah data tentang peran
kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat Jawa Barat. Kemudian dilakukan beberapa kali pengumpulan
data lagi. Hasilnya dianalisis dan dibandingkan dengan teori sementara hasil
pengumpulan data pertama, sehingga tersusun teori sementara lagi. Kemudian
dilakukan beberapa kali pengumpulan data lagi. Hasilnya dianalisis dan
dibandingkan dengan teori-teori sementara hasil pengumpulan data
sebelumnya sehingga tersusun teori sementara lagi. Begitulah seterusnya
29

sampai penelitian menghasilkan teori dengan generalisasi yang lebih luas.


(Bafadal 1995:77)

2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga kehadiran
peneliti di lapangan sangat esensial dan diperlukan secara optimal. Dalam
penelitian ini, peneliti sebagai instrument sekaligus sebagai pengumpul data
yang disebut key instrument.

Berdasarkan obyek penelitian, baik tempat maupun sumber data, maka


penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) yang termasuk
penelitian kualitatif deskritif , karena sifat data yang dikumpulkan bercorak
kualitatif, bukan menggunakan kuantitatif yang menggunakan alat-alat
pengukuran dan data yang dihasilkan juga berupa data deskritif, yaitu berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari sejumlah guru dan tindakan yang dapat
diamati. Bogdan dan Biklen (1994:2)

Penelitian deskritif merupakan penelitian yang berusaha


mendiskripsikan dan menginterpretasikan data yang ada, disamping itu
penelitian deskritif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau
dalam keadaan ataupun peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat
sekedar mengungkapkan fakta (fact finding) (Nawawi, 2011:70).

Dalam hal ini, peneliti berusaha menjelaskan peran kepala sekolah dalam
peningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Tinggi Transportasi Darat Jawa
Barat.

B. Kehadiran Peneliti
Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Menggunakan
peneliti sebagai instrumen mempunyai keuntungan dan kekurangan. Adapun
keuntungan peneliti sebagai instrumen adalah subyek lebih tanggap dengan
30

maksud kedatangannya, peneliti dapat menyesuaikan diri terhadap setting


penelitian. Sehingga peneliti dapat menjelajah keseluruhan bagian setting peneliti
untuk mengumpulkan data, keputusan dapat secara cepat, terarah, gaya dan topik
pembicaraan dapat berubah-ubah dan jika perlu pengumpulan data dapat ditunda.
Keuntungan lain yang didapat dengan menggunakan peneliti sebagai instrumen
adalah informasi dapat diperoleh melalui sikap dan cara responden memberikan
informasi.

Sedangkan kelemahan peneliti sebagai instrument adalah


menginterpretasikan data dan fakta, peneliti dipengaruhi oleh persepsi atau kesan
yang telah dimilikinya sebelum data dan fakta itu ditemukan. Demikian pula
dalam memberikan informasi, responden sangat dipengaruhi oleh persepsi dan
kesan terhadap penelitian. Kelemahan ini dapat ditutupi dengan kesadaran yang
tinggi terhadap munculnya kemungkinan subyektifitas baik dari peneliti maupun
responden.

Peneliti harus berusaha dapat menghindari pengaruh subyektifitas dan


menjaga lingkungan secara alamiah agar proses yang terjadi berjalan
sebagaimana biasanya. Di sinilah pentingnya peneliti kualitatif menahan dirinya
untuk tidak terlalu jauh intervensinya terhadap lingkungan yang menjadi obyek
penelitiannya. Peneliti merupakan pengumpul data utama (key instrument) karena
jika menggunakan alat non manusia maka sangat tidak mungkin untuk
mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan yang ada di lapangan.

Dalam penelitian ini penulis tidak menentukan waktu lamanya maupun


harinya, akan tetapi penulis secara terus-menerus menggali data dalam waktu
yang tepat dan sesuai dengan kesempatan dengan para informan. Sisi lain, yang
penulis tekankan adalah keterlibatan langsung peneliti di lapangan dengan
informan dan sumber data. Disamping itu karena penelitian kualitatif yang
menjadi kepeduliannya adalah fenomena sosial dan budaya, menyangkut manusia
dan tingkah lakunya sebagai makhluk psikis, sosial dan budaya, maka dalam hal
31

ini peneliti tidak saja studying people, tetapi learning from people. Disamping
meneliti manusia juga belajar dari manusia.

C. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi lokasi penelitian adalah dua tempat
yaitu: lokasi Sekolah Tinggi Transportasi Darat Jawa Barat. Pemilihan sekolah
ini didasarkan atas: 1) peneliti sudah mengetahui situasi dan kondisi sekolah, 2)
sekolah tersebut dari tahun ke tahun ada peningkatan prestasi dalam hal
meluluskan anak didiknya, prestasi akademik dan non akademik tingkat nasional
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan 3) Peneliti ingi mengetahui Peran Kepala
Sekolah sebagai Administrator Dalam Meningkatan Mutu Pendidikan 4) Peneliti
ingin mengetahui Peran Kepala Sekolah sebagai Supervisor dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan. Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti sekurang-kurangnya
pengadakan penelitian selama 3 bulan dengan langkah-langkah yang telah
direncanakan sebelumnya.

D. Sumber Data
Menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud sumber data dalam
penelitian adalah subjek dimana data diperoleh. (Arikunto, 2016:102) Sedangkan
menurut Lofland yang dikutip oleh Moleong, sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain.(Moleong 2002:112) Berkaitan dengan
hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,
sumber data tertulis, foto dan statistik.

Adapun jenis sumber data terdiri dari dua macam, yaitu: pertama, sumber
data primer. Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah, dan
disajikan oleh peneliti dari sumber utama, yang dapat berupa kata- kata atau
32

tindakan. Dalam hal ini yang akan menjadi sumber data primer/utama adalah
hasil wawancara dengan kepala balai, staf pengajar, kepala tata usaha dan
beberapa karyawan lainnya.

Jenis Sumber data yang kedua adalah sumber data sekunder. Sumber data
sekunder merupakan sumber data pelengkap yang berfungsi melengkapi data-data
yang diperlukan oleh data primer/data utama. Yaitu dapat berupa letak
demografis suatu daerah, buku-buku, makalah, arsip, dokumen pribadi serta
dokumen resmi (Suryabrata, 1998:84).

Dalam penelitian ini, sebagai sumber datanya adalah:

1) Narasumber (informan)
Dalam penelitian kualitatif, sumber data disebut narasumber, partisipan,
informan, teman, guru atau konsultan dalam penelitian. (Satori dan Komariah,
2009:48). Posisi narasumber sangat penting bukan sekedar ember respon,
melainkan juga sebagai pemilik informasi. Dalam penelitian ini, sebagai
sumber informasinya adalah 1) Pimpinan, 2) pengajar/dosen, dan 3)
Staf/karyawan.

2) Peristiwa atau Aktifitas


Data atau informasi yang juga dapat diperoleh melalui pengamatan
terhadap peristiwa atau aktifitas yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian. Dalam hal ini, peristiwa atau aktifitas yang diamati adalah proses
peran kepala balai pendidikan dalam meningkatkan mutu lulusan di Sekolah
Tinggi Transportasi Darat Jawa Barat

3) Dokumen atau Arsip


Dokumen adalah catatan kejadian yang sudah lampai yang dinyatakan
dalam bentuk lisan, tulisan dan karya bentuk.
33

E. Teknik Pengumpulan Data


Istilah teknik atau metode sebaiknya tidak usah dipermasalahkan karena
artinya sama. Penelitian ini menggunakan teknik-teknik kualitatif dalam
pengumpulan data. Pada umumnya dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat
memilih teknik pengumpulan data antara lain observasi partisipan, wawancara
mendalam, life history, analisis dokumen, catatan harian peneliti (rekaman
pengalaman dan kesan peneliti pada saat pengumpulan data), dan analisis isi
media (Bungin, 2012:143). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data sebagaimana yang dikemukakan oleh Bogdan
dan Biklen (1998:143) yaitu sebagai berikut:

1. Observasi partisipan
Observasi dilakukan untuk menggali data dari sumber data yang berupa
peristiwa, tempat, benda, serta rekaman dan gambar. 25 Cara ini dilakukan
dengan cara peneliti meibatkan diri secara langsung pada kegiatan yang
dilakukan oleh subjek penelitian dalam lingkungannya, selain itu juga
mengumpulkan data secara sistematik dalam bentuk catatan lapangan.

2. Wawancara mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan
dua pihak.26 Metode ini digunakan dengan tujuan unuk mengetahui secara
detail dan mendalam dari informan terhadap fokus yang diteliti. Melalui
metode wawancara peneliti akan mendaapatkan berbagai data yang akurat dan
sangat diperlukan dalam penelitian ini.

3. Dokumentasi
Data penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber manusia
melalui observasi dan wawancara, namun data dari sumber non manusia
34

seperti dokumen, foto, dan bahan statistik juga perlu untuk disajikan guna
memperkuat hasil temuan penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti juga akan memanfaatkan teknik


dokumentasi untuk merekam dokumen-dokumen penting maupun foto yang
terkait secara langsung dengan fokus penelitian. Data-data yang peneliti
kumpulkan adalah sesuai dengan jenis data seperti yang dipaparkan oleh Bogdan
dan Biklen Bogdan dan Biklen (1998:102) yakni meliputi dokumen pribadi dan
dokumen resmi.

F. Teknik Analisis Data


Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang persoalan yang diteliti dan menyajikannya sebagai
temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut,
analisa perlu dilanjutkan dengan upaya mencari makna.

Analis data dalam penelitian kualitatif dilakukan saat pengumpulan data


berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada
saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban hasil
wawancara. Bila jawaban setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka
peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai diperoleh data yang kredibel.
Data kualitatif terdiri atas kata- kata, bukan angka-angka, dimana diskripsinya
memerlukan interpretasi, sehingga diketahui makna dari data. Miles dan
Haberman (1988:29) menganjurkan untuk menggunakan tiga tahapan dalam
melakukan analisa data, yaitu: (1) data reduction; (2) data display; dan (3)
conclution drawing/ verification.30
35

Data collection period

!..................................................!

DATA REDUCTION

!....................!.............................................................!

Anticipatory Post

DATA REDUCTION

!.................................................................!

During Post

CONCLUTION DRAWING/VERIFICATION

!.................................................................!

Gambar 3.1

Komponen Analisis Data Model Alur

1) Analisis kasus tunggal


Analisis data kasus tunggal dilakukan pada masing-masing objek yaitu
Sekolah Tinggi Transportasi Darat Jawa Barat. . Analisis dilakukan bersamaan
dengan pengumpulan data serta saat data sudah terkumpul. Dalam melakukan
analisis data di masing-masing lembaga, peneliti menggunakan teori analisis
data dari Miles dan Huberman (1988:341) Skema analisis data tunggal dapat
digambarkan seperti berikut :
36

Langkah-langkah dalam analisis kasus tunggal sebagai berikut:


a) Reduksi Data
Dalam mereduksi data, semua data lapangan sekaligus dianalisa,
direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang jelas.

b) Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif berbentuk teks/kalimat
yang bersifat naratif. Selain itu bisa juga berupa grafik, matrik, network dan
chart. Dengan penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, lalu merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah dipahami tersebut.

c) Verifikasi Data/Penarikan Kesimpulan


Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti- bukti yang kuat, yang dapat mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang telah
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data maka,
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
37

Gambar: 3.2 Teknik Analisis Data (Sugiyono, 2008:339)

Penyediaan Data Display Data

Reduksi Data

Kesimpulan

2) Analisis Lintas Kasus


Analisis data lintas kasus dimaksudkan sebagai proses membandingkan
temuan-temuan yang diperoleh dari masing- masing kasus, sekaligus sebagai
proses memadukan antar kasus. Pada awalnya, temuan yang diperoleh dari
Sekolah Tinggi Transportasi Darat Jawa Barat disusun kategori dan tema,
kemudian disusun secara induktif konseptual dan disusun penjelasan naratif
yang tersusun menjadi proposisi untuk selanjutnya dikembangkan menjadi
Teori Substantif I.

Preposisi-preposisi dan teori substantif I selanjutnya dianalisis dengan


cara membandingkan dengan Preposisi- preposisi dan teori substantif.
Perbandingan tersebut digunakan untuk menemukan perbedaan karakteristik
dari masing-masing kasus sebagai konsepsi teoritik berdasarkan perbedaan-
perbedaan.

Kedua kasus ini dijadikan temuan sementara untuk kemudian pada tahap
akhir dilakukan analisis secara simultan untuk membentuk dan menyusun
konsepsi tentang persamaan kasus I dan kasus II secara sistematis. Pada proses
inilah dilakukan analisis lintas kasus antara kasus I dan kasus II dengan tehnik
38

yang sama. Analisis akhir ini dimaksudkan untuk menyusun konsepsi


sistematis berdasarkan hasil analisis data dan intepretasi teoritik yang bersifat
naratif berupa proposisi- proposisi lintas kasus yang selanjutnya dijadikan
bahan untuk mengembangkan temuan teori substantif. Untuk lebih jelasnya
mengenai data analisis linta kasus dapat dilihat pada gambar bagan dibawah
ini :

Manajemen sekolah Tinggi dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Peran Pimpinan Peran Staf Pengajar dan Manajemen

Analisis Lintas Kasus

Pengumpulan
Temuan SementaraKasus I Pengumpulan Kasus II

Temuan
Menyusun Sementara
Analisis Data Kasus I Temuan Sementara Kasus II

Temuan Akhir
39

G. Teknik Pengecekan Keabsahan Data


Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas
dasar kriteria-kriteria tertentu, untuk menjamin kepercayaan data yang
diperoleh melalui penelitian. Menurut Moleong, kriteria tersebut ada
empat macam: (1) kredibilitas; (2) transferabilitas; (3) dependabilitas; (4)
konfirmabilitas. Akan tetapi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari tiga kriteria, yaitu: (1) kredibilitas; (2) dependabilitas; (3)
konfirmabilitas.

1. Kredibilitas
Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang
berhasil dikumpulkan sesuai dengan dunia nyata serta terjadi
sebenarnya Untuk mencapai nilai kredibilitas ada beberapa teknik yang
disampaikan oleh Lincoln dan Guba sebagaimana dikutip Sri Rahmi,
yaitu teknik triangulasi sumber, pengecekan data, kehadiran peneliti di
lapangan, diskusi teman sejawat, pengamatan secara terus- menerus,
pengecekan kecukupan referensi. Kriteria ini dipergunakan untuk
membuktikan, bahwa data seputar manajemen kepala sekolah dalam
meningkatkan kinerja guru yang diperoleh dari beberapa data di
lapangan benar-benar mengandung nilai kebenaran (truth value)
selanjutnya merujuk pada pendapat Lincoln dan Guba, (1995:301).
Pengecekan kredibilitas derajat kepercayaan data perlu dilakukan
untuk membuktikan apakah yang diamati oleh peneliti benar-benar
telah sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar di
lapangan.

Derajat kepercayaan data (kesahihan data) dalam penelitian


kualitatif digunakan untuk memenuhi criteria (nilai) kebenaran.
Sedangkan menurut Lincoln dan Guba bahwa untuk memperoleh data
yang valid dapat ditempuh teknik pengecekan data melalui: 1)
40

observasi yang dilakukan secara terus-menerus (persistent


observation); 2) triangulasi (triangulation) sumber data, metode dan
peneliti lain; 3) pengecekan anggota (member check), diskusi teman
sejawat (peer reviewing); dan pengecekan mengenai kecukupan
referensi (referencial eduquacy check) transferibilitas atau keterlibatan
dalam penelitian kualitatif dapat dicapai dengan cara “uraian rinci”.
Lincoln dan Guba, (1995:331) Pengujian terhadap credibilitas data
dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi sumber data dan
pemanfaatan metode, serta member check. Dengan demikian dalam
pengecekan keabsahan data mutlak diperlukan dalam penelitian
kualitatif agar supaya data yang diperoleh dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya dengan melakukan verifikasi terhadap data.
Verifikasi terhadap data peran kepala sekolah dalam meningkatkan
mutu pendidikan di Sekolah Tinggi Transportasi Darat Jawa Barat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengoreksi metode yang digunakan untuk memperoleh data. Dalam


hal ini peneliti telah melakukan cek ulang terhadap metode yang
digunakan untuk menjaring data metode yang dimaksud adalah
participant observation, independent interview dan dokumentasi.
b. Mengecek kembali hasil laporan penelitian yang berupa uraian data
dan hasil interpretasi peneliti. Peneliti telah mengulang-ulang hasil
laporan yang merupakan produk dari analisis data diteruskan dengan
cross check terhadap subyek penelitian.
c. Triangulasi untuk menjamin obyektifitas dalam memahami dan
menerima informasi, sehingga hasil penelitian akan lebih obyektif
dengan di dukung cross check dengan demikian hasil dari penelitian
ini benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. Yang dimaksud
dengan triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
41

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan


pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut
Denzin yang dikutip oleh Moleong dalam bukunya “Metode
Penelitian Kualitatif” membedakan 4 macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi dengan sumber dan triangulasi metode.
Pertama, penulis menerapkan triangulasi dengan sumber, penulis
membandingkan dan mengecek balik informasi yang diperoleh melalui
teknik pengumpulan data yang berbeda. Hal ini dapat dicapai dengan
jalan: 1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara; 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang di
depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; 3)
Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; 4)
Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang; 5) Membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini penulis
membandingkan data hasil wawancara antara informan yang satu
dengan informan yang lain, atau dengan membandingkan data hasil
pengamatan (observasi) dengan data hasil wawancara.

Kedua, peneliti menggunakan triangulasi metode, yaitu untuk


mencari data yang sama digunakan beberapa metode yang berupa
wawancara, observasi, dokumentasi, dan sebagainya. Dalam hal
peneliti hasil wawancara dengan masing-masing kepala sekolah
dikroscekkan dengan para guru, data dengan teknik wawancara
dikroscekkan dengan observasi/dokumentasi. Teknik pengecekan data
selanjutnya yaitu pembahasan sejawat (peer reviewing). Pemeriksaan
42

sejawat menurut Moleong adalah teknik yang dilakukan dengan cara


mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam
bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Teknik
pengecekan data selanjutnya yang terakhir memperpanjang
keikutsertaan. Seperti yang telah dikemukakan bahwa dalam penelitian
kualitatif, peneliti merupakan instrument kunci, maka keikutsertaan
peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Agar data yang
diperoleh sesuai dengan kebutuhan pengamatan dan wawancara
tentunya tidak dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan
perpanjangan keikutsertaan dalam penelitian.

Diskusi teman sejawat dilakukan melalui diskusi dengan teman-


teman program studi Manajemen Pendidikan Islam, baik angkatan
sebelumnya maupun angkatan sekarang. Diskusi teman sejawat ini
dilakukan dengan cara membahas data dan temuan- temuan penelitian
selama peneliti berada di lapangan, peneliti akan mendiskusikan hasil
kembalian data dengan guru-guru dan kepala sekolah. Melalui diskusi
teman sejawat diharapkan banyak memberikan kritikan tajam demi
menyempurnakan pembahasan dan menjadikan bahan informasi bagi
peneliti untuk keperluan audit nanti.

2. Dependabilitas
Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan
terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan data sehinga
data dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Kesalahan banyak
disebabkan faktor manusia itu sendiri terutama peneliti sebagai
instrumen kunci yang dapat menimbulkan ketidak-percayaan kepada
peneliti. Mungkin karena keletihan atau karena keterbatasan mengingat
sehingga membuat kesalahan.
43

3. Konfirmabilitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang
dilakukan dengan cara mengecek data serta informasi dan interpretasi
hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan
audit (audit trail).

Dalam pelacakan audit ini peneliti menyiapkan bahan-bahan


yang diperlukan seperti data lapangan berupa: (1) catatan lapangan dari
hasil pengamatan peneliti tentang aktifitas pimpinan Sekolah Tinggi
Transportasi Darat Jawa Barat; (2) kepemimpinan yang dilakukan
kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme staf pengajar; (3)
interaksi antara kepala sekolah dan guru; (4) wawancara dan transkrip
wawancara dengan staf pengajar; (5) analisis data; (6) hasil sintesa; dan
(7) catatan proses pelaksanaan penelitian yang mencakup metodologi,
strategi, serta usaha keabsahan. Dengan demikian pendekatan
konfirmabilitas lebih menekankan pada karakteristik data yang
menyangkut kegiatan para pengelolanya dalam mewujudkan konsep
tersebut.

Upaya ini bertujuan untuk mendapatkan kepastian bahwa data


yang diperoleh itu benar-benar obyektif, bermakna, dapat dipercaya,
faktual dan dapat dipastikan. Berkaitan dengan pengumpulan data ini,
keterangan mendetail dari pimpinan Sekolah Tinggi Transportasi Darat
Jawa Barat; serta civitas akademikanya perlu diuji kredibilitasnya, hal
inilah menjadi tumpuan penglihatan, pengamatan obyektifitas,
subyektifitas untuk menuju satu kepastian.
44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Perencanaan Peningkatan Mutu pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat

Perencanaan merupakan langkah awal dalam kegiatan manajerial pada


setiap organisasi. Perencanaan Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah pada Sekolah
Tinggi Transportasi Darat dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan, kepala
institusi memaparkan sebagai berikut:

Sebelum mengarahkan dan mengawasi, haruslah ada rencana yang


memberikan tujuan dan arah suatu program. Perencanaan adalah
pemilihan dan penetapan kegiatan, selanjutnya apa yang harus dilakukan,
kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan adalah suatu proses yang
tidak berakhir bila rencana tersebut telah ditetapkan, maka rencana
haruslah diimplementasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan
pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan perbaikan agar tetap
berguna. "Perencanaan kembali" kadang-kadang dapat menjadi faktor
kunci agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi baru
secepat mungkin (Wawancara dengan KepalaSekolah Tinggi
Transportasi Darat, Maret 2010).
Perencanaan menjadi tugas manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat.
Dalam hal ini Kepala institusi menambahkan:

Proses perumusan perencanaan mutu di institusi ini, kami mulai dengan


mengidentifikasi seluruh sistem yang ada, peluang dan tantangan dan
hal-hal yang berhubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan
dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya institusi. (Wawancara dengan
Kepala Sekolah Tinggi Transportasi Darat, Maret 2010)

Salah satu aspek yang juga penting dalam perencanaan adalah pembuatan
keputusan, proses pengembangan dan penyeleksian sekumpulan kegiatan untuk
45

memecahkan suatu masalah tertentu dalam organisasi. Dalam perencanaan


Peningkatan Mutu pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat banyak unsur yang
dilibatkan, sesuai dengan pemaparan kepala institusi berikut ini:

Dalam perumusan rencana Peningkatan Mutu pada Sekolah Tinggi


Transportasi Darat kami melibatkan seluruh unsur di madrsah ini, yaitu:
Komite sekolah( mewakili unsur orang tua siswa ), kepala institusi, para
pembantu kepala institusi, dan unsur dewan dosen, sehingga seluruh
aspek dalam penyusunan rencana Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
mengena terhadap seluruh unsur di institusi ini. (Wawancara dengan
Kepala Sekolah Tinggi Transportasi Darat, Maret 2010)

Mendukung pemaparan kepala institusi, pembantu kepala institusi


menambahkan Perencanaan manajemen di Sekolah Tinggi Transportasi Darat
dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:

a. Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.


b. Merumuskan keadaan saat ini.
c. Melibatkan seluruh unsur di institusi.
d. Mengindentifikasikan segala peluang dan hambatan.
e. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan dalam
pencapaian tujuan.

Perencanaan diperlukan untuk mencapai tujuan:

a. Pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan


keputusan.
b.Peningkatan pencapaian tujuan organisasi. Adapun manfaat
perencanaan yang dilakukan yaitu:
1) Membantu manajemen dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan.
2) Perencanaan terkadang cenderung menunda kegiatan.
3) Perencanaan mungkin terlalu membatasi manajemen untuk
berinisiatif dan berinovasi. Kadang-kadang hasil yang paling baik
didapatkan oleh penyelesaian situasi individu dan penanganan
setiap masalah pada saat masalah tersebut terjadi (Wawncara
dengan wakil kepala STTD Februari 2010).
46

Kepala institusi menambahkan bahwa langkah-langkah dan tahapan yang


dilakukan oleh Sekolah Tinggi Transportasi Darat, Dalam menentukan langkah-
langkah dalam perencanaan manajemen di Sekolah Tinggi Transportasi Darat
meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai.


b. Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilakukan.
c. Mengumpulkan data dan informasi-informasi yang diperlukan.
d. Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan.
e. Merumuskan bagaimana masalah-masalah itu akan dipecahkan dan
bagaimana pekerjaan-pekerjaan itu akan diselesaikan.

Lebih lanjut Perencanaan manajemen di Sekolah Tinggi Transportasi Darat


melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Perencanaan harus mampu mengindentifikasi dan mendokumentasikan


kebutuhan.
b. Perencanaan harus mampu menentukan berbagai kebutuhan dalam
pendidikan.
c. Perencanaan harus mampu menspesifikasikan rincian tiap-tiap
kebutuhan.
d. Perencanaan harus mampu menentukan pilihan-pilihan yang
diharapkan.
e. Perencanaan harus mampu memenuhi segala kebutuhan yang bisa
dirasakan oleh semua.
4) Perencanaan harus mampu sebagai identifikasi strategik alternatif dan
prediksi keuntungan dan kerugian tiap-tiap strategik. (Wawncara
dengan wakil kepala STTD Februari 2010).

Perencaan mempunyai unsur-unsur yang jelas dan saling berkaitan satu sama
lain. Dalam hal ini kepala institusi juga memaparkan Identifikasi unsur-unsur
perencanaan yang dilakukan adalah:

a. Pengambilan keputusan, meliputi aspek-aspek:

1) Tujuan, asumsi dan harapan.


2)Tindakan, yaitu unsur untuk melaksananakan keputusan.
47

3) Struktur keputusan.

Aspek pengetahuan yang baru. Setiap perencanaan mempunyai aspek

pengetahuan yang baru yang mengacu kepada:

1) Dimensi waktu.Berdasarkan dimensi waktu, ada perencanaan jangka


pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
2) Dimensi struktural. Pada struktural atau bagian mana akan memperoleh
resiko yang paling kecil.
3) Dimensi cara pengukuran. Perencanaan harus dapat diukur salah satu
pengukuran dalam perencanaan. Penyuluh adalah membandingkan
motivasi dengan moral atau pertimbangan antara motivasi dengan moral.
4) Kerja yang bersifat rasional. Perencanaan adalah usaha untuk melakukan
perubahan.

b. Memiliki strategi dan taktik. Strategi meliputi peraturan kebijakan


kelembagaan dan nilai-nilai, sedangkan taktik adalah bagaimana
mengimplementasikan perencanaan seperti anggaran keuangan dan lain-lain.
c. Perencanaan sebagai suatu teknologi
Perencanaan sebagai suatu teknologi, maka dalam perencanaan ada proses
menata informasi dan memproses data.
d. Perencanaan sebagai suatu struktur. Dalam hubungan dengan struktur, maka
setiap tugas-tugas perlu diidentifikasi secara jelas.

Menurut salah satu dosen mata kuliah Metodologi Penelitian (Bapak Saroso)
memaparkan tentang sifat perencanaan manajemen yang dilakukan terkait beberapa
sifat perencanaan manajemen di Sekolah Tinggi Transportasi Darat laksanakan,
yaitu:

a. Bersifat menyeluruh.
b. Bersifat integrasi yang fragmentasi (merangkum berbagai unsur, seperti dana
dan tenaga).
c. Bersifat fleksibel.
d. Menggunakan sarana yang bersifat analitis, sehingga dapat diperoleh
pengukuran efisien.Ada tatanan struktur, ada proses komposisi dan
mempunyai sifat yang menetap (baku).
48

Aktivitas perencanaan yang dilakukan meliputi hal berikut:


1) Memperkirakan proyeksi yang akan datang.
2) Menetapkan sasaran serta mengkoordinasikannya.
3) Menyusun program dengan ukuran kegiatan.
4) Menyusun kronologis jadwal kegiatan.
5) Menyusun anggaran dan alokasi sumber daya.
6) Mengembangkan prosedur dalam strandar.
7) Menetapkan dan mengintervensi kebijakan. (Wawncara dosen Mata Kuliah
Metodologi Penelitian STTD Februari 2010).

Berangkat dari visi, dan misi tujuan peningkatan mutu tersebut, institusi
bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka
panjang atau jangka pendek (tahunan) termasuk anggarannya. Program tersebut
memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok
dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan
program institusi ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan
dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan. Program
institusi yang disusun bersama-sama antara institusi, orang tua dan masyarakat ini
sifatnya berbeda satu institusi dengan institusi lainnya sesuai dengan pelayanan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam
pengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang
disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan
kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah-langkah untuk penyampaiannya
di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.

Adapun bentuk perencaan Manajemen di Sekolah Tinggi Transportasi Darat


sesuai dengan pemaparan kepala institusi yaitu terdiri dari:

a. Perencanaan dalam Pengaturan Sumber Daya


Institusi harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber
daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk:
49

1) Memperkuat institusi dalam menentukan dan mengalokasikan dana sesuai


dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan
mutu.
2) Pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya;
a) Pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
b) Pertanggung jawaban; institusi dituntut untuk memiliki akuntabilitas
baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan
perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan
harapan/tuntutan orang tua/masyarakat.

b. Perencanaan dalam Pengaturan Sumber Dana.


c. Perencanaan dalam Pengembangan Kurikulum. Ada tiga hal yang
diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu; 1) Pengembangan kurikulum
tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa. 2) Bagaimana
mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan
kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan
efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada. 3)
Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur
perubahan sebagai fenomena alamiah di institusi.
d. Perencaan dalam Pembinaan Personil Institusi. (Hasil Wawancara
dengan kepala institusi di ruangan kepala institusi pada pukul 12.00
WIB, tanggal 26Pebruari 2010)

Dalam rangka merencanakan konsep manajemen peningkatan mutu di


Sekolah Tinggi Transportasi Darat, maka melalui partisipasi dari orang tua, siswa,
dosen dan staf lainnya termasuk instansi yang memiliki kepedulian terhadap
pendidikan, menurut pembantu kepala institusi memaparkan bahwa institusi
melakukan tahapan sebagai berikut:

1) Penyusunan basis data dan profil institusi yang lebih presentatif,


akurat, valid, dan secara sistematis menyangkut berbagai aspek
akademis, administratif (siswa, dosen, staf) dan keuangan.
2) Melakukan evaluasi diri (self assesment) untuk menganalisa kekuatan
dan kelemahan mengenai sumber daya institusi, personil institusi,
kinerja dalam mengembangkandan mencapai target kurikulum dan
hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
3) Berdasarkan analisis tersebut institusi harus mengidentifikasikan
kebutuhan institusi dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam
rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai
50

dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai.


(Hasil Wawancara dengan kepala institusi di ruangan kepala institusi
pada pukul 12.00 WIB, tanggal 26 Pebruari 2010)

Langkah-langkah perencanaan dalam Peningkatan Mutu pada Sekolah Tingg


Tinggi Transportasi Darat dapat digambarkan sebagai berikut di bawah ini:

Langkah-Langkah Identifikasi Masalah

Merumuskan Tujuan

Perencanaan
Mengkaji Manfaat

Menetapkan Target/ Tujuan

Bentuk Perencanaan

Tujuan/Target/Sasaran Perencanaan

Pengaturan Sumber Daya


Gambar 2: Langkah-langkah dalamDana
Pengaturan Sumber perencanaan manajemen pada
Sekolah Tinggi Transportasi Darat. Berdasarkan paparan data
sebagaimana dikemukakan dari wawancara dan dokumen,
Pengembangan Kurikulum

Pembinaan Personal institusi


51

Berdasarkan hasil wawancara dan dokumen yang diperoleh, selanjutnya


dapat disimpulkan bahwa Perencanaan Peningkatan Mutu di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat terlebih dahulu melakukan identifikasi untuk melihat potensi
dan kesiapan institusi dalam implementasi analisis SWOT. Sehingga efektivitas
Perencanaan Peningkatan Mutu di Sekolah Tinggi Transportasi Darat yang
dilakukan dapat diperhitungkan segala konsekuensi dan solusinya, karena
perencanaan yang baik merupakan salah satu unsur utama penentu keberhasilan
tujuan suatu organisasi. Proses ini juga melibatkan seluruh unsur dilingkungan
institusi, dari komite institusi, kepala institusi, pembantu kepala institusi dan
unsur dewan dosen. Hal ini diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan
upaya yang akan dilaksanakan secara efektif dan efesien dalam nemcapai tujuan
organisasi Sekolah Tinggi Transportasi Darat.

B. Pengorganisasian Sumberdaya dalamPeningkatan Mutu pada Sekolah


Tinggi Transportasi Darat
Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang
sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimiliki danlingkungan yang
melingkupi. Dua aspek utama proses susunan struktur organisasi yaitu
departementalisasi dan pembagian kerja. Departementalisasi adalah
pengelompokkan kegiatan-kegiatan kerja organisasi agar kegiatan sejenis saling
berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur
formal suatu organisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu organisasi.

Adapun bagan organisasi Sekolah Tinggi Transportasi Darat sebagaimana


Pembagian kerja adalah perincian tugas pekerjaan agar setiap individu pada
organisasi bertanggung jawab dalam melaksanakan sekumpulan kegiatan. Kedua
aspek ini merupakan dasar proses pengorganisasian suatu organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif.
52

Menurut kepala institusi proses pengorganisasian manajemen di Sekolah


Tinggi Transportasi Darat terdiri dari tiga tahap, yaitu:

a. Perincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan setiap personil


institusi dalam mencapai tujuan organisasi.
b. Pembagian beban pekerjaan menjadi kegiatan-kegiatan yang secara
logika dapat dilaksanakan oleh setiap individu.
4) Pengadaan dan pengembangan mekanisme kerja sehingga ada
koordinasi pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatuan yang
terpadu dan harmonis. Mekanisme pengkoordinasian ini akan
membuat para anggota organisasi memahami tujuan organisasi dan
mengurangi konflik. (Hasil Wawancara dengan kepala institusi di
ruangan kepala institusi pada pukul 12.00 WIB, tanggal 26 Pebruari
2010)

Lebih lanjut Wakil kepala institusi menambahkan dalam wawancara


terpisah bahwa:

Pengorganisasian manajemen di Sekolah Tinggi Transportasi Darat ini


dimaksudkan untuk menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas sesuai
dengan prinsip pengorganisasian, dengan membagi tanggung jawab setiap
personel institusi dengan jelas sesuai bidang, wewenang, mata pelajaran, dan
tanggung jawabnya. (Hasil Wawancara dengan Wakil kepala bidang
akademik institusi di ruangan kepala institusi pada pukul 12.00 WIB, tanggal
26 Pebruari 2010)

Pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang


mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya
secara efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Para
pegawai dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda. Ada beberapa
prinsip yang dilakukan oleh pimpinan Sekolah Tinggi Transportasi Darat dalam
melakukan pengarahan yaitu:

a) Prinsip mengarah kepada tujuan.


b) Prinsip keharmonisan dengan tujuan.
53

c) Prinsip kesatuan komando.

Pimpinan menginginkan pengarahan kepada bawahan dengan maksud agar


pegawai bersedia untuk bekerja sebaik mungkin dan diharapkan tidakmenyimpang
dari prinsip-prinsip di atas. Kepala institusi menambahkan bawah, Cara-cara
pengarahan pengorganisasian Manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat yaitu:

a) Orientasi. Merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang


perlu supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.
b) Perintah. Merupakan permintaan dari kepala institusi kepada orang yang
berada di bawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan
tertentu pada keadaan tertentu.
c) Delegasi wewenang. Dalam pendelegasian wewenang ini kepala institusi
melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada
bawahannya. (Hasil Wawancara dengan Wakil kepala bidang akademik
institusi di ruangan kepala institusi pada pukul 12.00 WIB, tanggal 26
Pebruari 2010)

Pengorganisasian manajemen Manajemen Peningkatan Mutu


Berbasis Sekolah (manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat) pada
Sekolah Tinggi Transportasi Darat dapat divisualisasikan melalui skema berikut:

Kesatuan Dalam Keterpaduan Yang harmonis


sasian

Gambar 3; Pengorganisasian Manajemen Sekolah


Tinggi Transportasi Darat

Deskripsi data di atas menjelaskan bahwa pengorganisasian ini memberi


makna adanya unsur-unsur yang mempersatukan dan memisahkan dengan tujuan,
54

keselarahan, dan keseimbangan.Unsur-unsur yang mempersatukan di antaranya


tujuan bersama yang menjadi iktikad bersama untuk mewujudkannya, sedangkan
unsur-unsur yang memisahkan di antaranya kewenangan membagi-bagikan
kekuasaan yang dimiliki, menyerahkan tanggung jawab kepada pihak tertentu,
dan memberi pengarahan kepada anggota atau unit di bawah tanggung jawabnya.

Berdasarkan paparan data sebagaimana dikemukakan dari wawancara dan


dokumen, dapat disimpulkan bahwa Pengorganisasian pengorganisasian
Sumberdaya dalam Peningkatan Mutu Sekolah Tinggi Transportasi Darat)
memakai prinsip berkeadilan, dengan maksud pembagian tugas dilakukan
berdasarkan kapasitas atau Job Discription, pengembangan beban kerja dan
pengembangan mekanisme kerja, yaitu dengan pengkelompokan komponen
MBS, pembentukan struktur wewenang, merumuskan dan menetapkan metode
prosedur dan penyedia fasilitas MBS berdasarkan perencanaan yang sudah
disepakati. Hal ini mendukung proses implementasi MBS menuju kepada
peningkatan mutu pendidikan. Sehinggaproses pengorganisasianSekolah Tinggi
Transportasi Daratakan terlaksana dalam konteks kebersamaan yang harmonis.

C. Proses Pelaksanaan Manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat Jawa


Barat
Tahap pelaksanaan adalah melaksanakan rencana program-program
manajemen berbasis sekolah yang telah direncanakan pada tahap pertama yakni
tahap planning.Dalam melaksanakan rencana program-program MBS tersebut
maka fungsi-fungsi terkait hendaknya memanfaatkan sumber daya secara
maksimal, efektif dan efesien.

Kebijakan Manajemen Sekolah Tinggi di Sekolah Tinggi Transportasi Darat,


belum sepenuhnya bersifat dari bawah ke atas, sesuai dengan pemaparan kepala
institusi sebagai berikut:
55

Pelaksanaan di lapangan belum sepenuhnya mengikuti tahapan pelaksanaan


sebagaimana yang tertera dalam pedoman umum pelaksanaan.Hal ini
disebabkan karena konsep dan tujuan kebijakan Manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat belum dipahami secara utuh oleh pelaku kebijakan
sebagai akibat dari pelaksanaan sosialisasi kebijakan yang masih temporer
atau sesaat serta kurangnya komunikasi dan koordinasi di antara pelaku
kebijakan. Selain itu disebabkan juga karena kurang diberdayakannya kepala
institusi, dosen, anggota komite institusi dan tokoh masyarakat serta tidak
diberinya kewenangan dan kebebasan yang penuh untuk menerapkan
kebijakan kepada kepala institusi selaku aktor utama kebijakan dan juga
kepada dosen dalam melaksanakan Pakem, serta masih kurangnya
keberanian dan kreativitas baik dari kepala institusi maupun dosen. (Hasil
Wawancara dengan kepala institusi di ruangan kepala institusi pada pukul
12.00 WIB, tanggal 26 Pebruari 2010)

Kebijakan Manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat dilaksanakan juga


dengan menerapkan Pakem dan transparansi manajemen serta melibatkan komite
institusi, tokoh masyarakat dan masyarakat umum. Pakem telah dijadikan strategi
pembelajaran oleh sebagian kecil dosen, dan dapat memotivasi dosen dan siswa
untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan lebih baik. Masih ada
praktek Pakem yang salah oleh sebagian dosen, hal ini perlu diluruskan agar tidak
menimbulkan dampak negatif bagi peserta didik.

Transparansi atau keterbukaan manajemen institusi, terutama manajemen


keuangan telah disadari arti pentingnya oleh kepala institusi dan telah
dilaksanakan, bahkan dijadikan salah satu cara dan merupakan faktor kunci
dalam meningkatkan peran serta orang tua murid dan masyarakat, selain itu
transparansi dapat mengurangi friksi antara kepala institusi dan dosen yang sering
terjadi pada pola lama, dimana urusan keuangan lebih banyak ditangani kepala
institusi sendiri. Adanya “pembatasan” penggunaan dana block grant merupakan
permasalahan yang cukup penting dan perlu dipertimbangkan lagi.

Jika beberapa indikator hasil penelitian seperti adanya pembelajaran yang


lebih mengedepankan joyful learning, peningkatan partisipasi masyarakat, dan
56

dilaksanakannya manajemen yang transparan, sebagai indikator untuk menilai


keberhasilan dari program ini, maka pelaksanaan kebijakan manajemen Sekolah
Tinggi Transportasi Darat dapat dikatakan cukup efektif dan dapat dijanjikan
bahwa program ini lebih baik daripada model manajemen dan pembelajaran
dimasa lalu yang cenderung konvensional. Walaupun demikian keberhasilan
program dalam mecapai tujuan meningkatkan mutu pendidikan masih
memerlukan usaha keras dan sangat tergantung dari keberanian dan kemauan
serta goodwill semua pihak yang telibat.

Joyful Learning merupakan metode pembelajaran yang melibatkan


rasasenang, bahagia, dan nyaman dari pihak-pihak yang sedang berada dalam
proses belajar mengajar. Di sini terdapat keterikatan cinta dan kasih sayang
antara fasilitator dan peserta diklat maupun antar peserta diklat. Tak ubahnya
seperti ikatan cinta antara sepasang kekasih, keterikatan hati di dalam proses
belajar mengajar akan membuat masing-masing pihak berusaha memberikan
yang terbaik untuk menyenangkan pihak lain. Fasilitator dengan semangat
menggebu-gebu akan berusaha optimal memimpin kelas dengan cara yang paling
menarik, sedangkan peserta dengan antusias dan berlomba-lomba ikut aktif ambil
bagian dalam setiap kegiatan. Dengan demikian, Joyful Learning menjadi sarana
yang membuat fasilitator maupun peserta diklat menjadi betah menjalani sesi
demi sesi pelajaran sehingga hasilnya akan maksimal.

Keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan


khususnya dalam implementasi kebijakan Manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat masih didominasi pada aspek fisik/gedung dan peralatan
lainnya yang diwujudkan dalam bentuk sumbangan Kementerian Perhubungan
dan bantuan lain berupa material. Kesadaran dan partisipasi untuk membantu
anak belajar dan keterlibatannya dalam menyusun rencana institusi,
penyelenggaraan pendidikan dan proses belajar anak, sejauh pengamatan peneliti,
57

baru disebagian kecil dari unsur institusi yang mengalami peningkatan, hal ini
dapat dikatakan masih belum optimal.

Hal terebut sesuai penuturan kepala institusi sebagai berikut:


Belum optimalnya partisipasi masyarakat disebabkan karena tidak
dipahaminya konsep dan tujuan kebijakan Manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat, kurangnya informasi mengenai kebijakan Manajemen
Sekolah Tinggi Transportasi Darat, tidak adanya waktu dari masyarakat
selaku partisipan dan masih rendahnya pendidikan masyarakat itu sendiri.
Selain itu jaringan kerjasama yang dilakukan pihak institusi masih
terbatas hanya dengan instansi pemerintah dalam hal ini adalah
Departemen Agama dan dengan orang tua murid sebagai anggota komite
institusi. Kerjasama dengan pihak swasta/pengusaha baik untuk
meningkatkan dana maupun untuk pelaksanaan proses pembelajaran
belum dilaksanakan oleh institusi. (Hasil Wawancara dengan kepala
institusi di kantor kepala institusi pada pukul 11.00 WIB, tanggal 26
Pebruari 2010.)
Dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ini,pembantu kepala
institusi menambahkan bahwa:

Institusi bekerja dalam koridor-koridor tertentu antara lain sebagai berikut:


a. Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur
semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain
pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus
ditujukan untuk: Memperkuat institusi dalam menentukan dan
mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah
ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, pemisahan antara biaya
yang bersifat akademis dari proses pengadaannya.
b. Pertanggungjawaban, institusi dituntut untuk memiliki akuntabilitas
baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan
perpaduan atas komitmen terhadap standar keberhasilan dan
harapan /tuntutan orang tua/ masyarakat. Pertanggungjawaban
bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan
sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk
menyajikan informasi mengenai apa yang telah dikerjakan. Untuk itu
institusi harus memberikan laporan pertanggungjawaban dan
mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah
58

dan melaksanakan kaji ulang secara menyeluruh terhadap pelaksanaan


program prioritas institusi dalam proses peningkatan mutu.
c. Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan
secara nasional, institusi bertanggung jawab untuk mengembangkan
kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses
penyampaiannya.
d. Personil institusi; institusi bertanggung jawab dan terlibat dalam
proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis dosen yang diperlukan)
dan pembinaan struktural staf institusi (kepala institusi, wakil kepala
institusi, dosen dan staf lainnya). Sementera itu pembinaan
profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala
institusi dan pembinaan keterampilan dosen dalam
pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya
dilakukan secara terus menerus atas inisiatif institusi.
e. Konsekuensinyainstitusi harus diperkenankan untuk mengembangkan
perencanaan pendidikan dan prioritasnya di dalam kerangka acuan
yang dibuat oleh pemerintah.Memonitor dan mengevaluasi setiap
kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah
sesuai dengan kebutuhan untuk peningkatan mutu.Menyajikan laporan
terhadap hasil dan performanya kepada masyarakat dan pemerintah
sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban
kepada stake-holders)

Tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah


bergeser dari birokrasi ke pusat unit pengelola yang lebih dasar yaitu institusi.
Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya institusi yang
dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan
mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu
pendidikan.

Institusi pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi
dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem
pendidikan secara keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar
dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau
standar minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otoritas pendidikan
lainnya memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan
59

kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama institusi dan


masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan
pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan
sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap
komunitas masyarakat.

Dalam perspektif proses perencanaan di mana tujuan ditentukan,


kebutuhan diidentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan,
serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada sistem
manajemen berbasis institusi ini lebih kepada bentuk pengelolaan yang
mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan
di mana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar terpenuhi. Untuk itu dengan
memperhatikan kondisi geografik dan sosio ekonomik masyarakat, maka
sumber daya dialokasikan dan didistribusikan kepada institusi dan
pemanfaatannnya dipercayakan kepada institusi sesusai dengan perencanaan
dan prioritas yang telah ditentukan oleh institusi dan dengan dukungan
masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada hanya
bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang
boleh/tidak boleh dilakukan.

Mengembangkan model program pemberdayaan institusi. Bukan hanya


sekedar melakukan pelatihan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat,
yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada institusi.
Model pemberdayaan institusi berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih
memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa
penataran manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat.

Pemberian Kewenangan. manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat


memberikan kewenangan kepada institusi untuk mengkontrol sumber daya
manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya
60

pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas atau muatan lokal.
Demikian pula mengirim dosen untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.

Menurut kepala institusi bahwa: Dampak dari kewenangan manajemen


Sekolah Tinggi Transportasi Darat, institusi melakukan hal-hal:

a. Mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya di dalam


kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
b. Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan
menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk
peningkatan mutu.
c. Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada
masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan
pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).

Tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah


bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu institusi.
Dengan kata lain, di dalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana
berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang
bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu
cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara
tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.
Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah pada Sekolah
Tinggi Transportasi Darat, dapat digambarkan sebagai berikut:
61

Gambar 4; Pelaksanaan Rencana Manajemen Sekolah Tinggi


Transportasi Darat pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat.

Untuk melihat bagaimana pihak Sekolah Tinggi Transportasi Darat


melaksanakan MBS berdasarkan perencanaan MBS, ada tiga aspek utama yang
menjadi fokus penelitian ini, yakni personel institusi yang terdiri dari kepala
Sekolah Tinggi, dosen-dosen dan siswa-siswi Sekolah Tinggi Transportasi Darat.
Aspek kedua adalah kurikulum berbasis sekolah.Aspek ketiga adalah menyangkut
sarana dan prasarana.

Kepala institusi memainkan peran penting dalam pelaksanaan implementasi


manajemen berbasis sekolah di Sekolah Tinggi Transportasi Darat.Perannya sebagai
pemimpin berfungsi untuk mengarahkan, memonitor dan mengevaluasi program-
program MBS yang diterapkan di Sekolah Tinggi Transportasi Darat. Karena itu,
peran pimpinan kepala institusi tidak bisa diabaikan dalam proses implementasi
manajemen berbasis sekolah.

Gaya kepemimpinan yang tidak mendukung, akan mengakibatkan gagalnya


pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Kepala institusi harus senantiasa
memahami institusi sebagai suatu sistem organik.Untuk itu kepala institusi harus
lebih berperan sebagai pemimpin dibandingkan sebagaimanager.
62

Dalam pernyataannya Kepala Institusi, didalam memimpin lebih banyak


bersikap:

Sebagai pemimpin di Sekolah Tinggi ini, saya selalu bersikap sebagai


sahabat bagi para personel institusi, dengan tujuan agar para dosen lebih
terbuka. Karena keterbukaan menurut saya merupakan kunci dari kerjasama
terutama di institusi, sehingga terjalinlah rasa keterikatan yang kuat, saling
kerja sama demi kemajuan Sekolah Tinggi ini, dan saya selalu menekankan
untuk lebih bersikap profesional di dalam pekerjaan.

Berdasarkan deskripsi data di atas dapat dijelaskan bahwa proses


kepemimpinan Kepala Sekolah Tinggi Transportasi Darat sebagai pemimpin yang
visioner, terbuka yaitu memahami mandat sebagai amanah, menggugah warga
institusi tentang posisi (situasi, kondisi, dan sumberdaya institusi), membentuk tim
kerja, membagi tugas demi kemajuan mutu pendidikan di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat. Temuan ini memunculkan makna bahwa Kepala Sekolah Tinggi
Transportasi Darat dalam melakukan tugasnya lebih banyak mengarahkan daripada
mendorong atau memaksa.

Dari pola kepemimpinan kepala institusi, pembantu kepala institusi


berpendapat bahwa:

Sebagai kepala sepertinya beliau lebih bersandar pada kerja sama dalam
menjalankan tugas di bandingkan bersandar pada kekuasaan dan
Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri dosen dan staf
administrasi, bukannya menciptakan rasa takut.

Deskripsi data di atas menjelaskan bahwa manajemen kepemimpinan Kepala


Sekolah Tinggi Transportasi Darat bersifat terbuka dan amanah. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap proses pendidikan di institusi, karena seorang pemimpin
merupakan motor penggerak di manajemen institusi.
63

Hal senada di sampaikan tentang pola kepemimpinan kepala institusi,


yaitu:

Secara umum, Bapak Kepala Institusi telah memenuhi karakteristik


kepala institusi tangguh seperti memiliki wawasan jauh kedepan (visi)
dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar
tentang cara yang akan di tempuh (strategi), memiliki kemampuan
mengkoordmasi dan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada, untuk
mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan institusi (yang umumnya
terbatas), memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil
(cepat, tepat dan akurat), memiliki kemampuan memobilisasi sumber
daya yang ada untuk mencapai tujuan dan memiliki toleransi terhadap
perbedaan pada seseorang, hal ini yang membuat kami selalu merasa
nyaman untuk menjalankan tugas di Sekolah Tinggi Transportasi Darat.32

Berdasarkan pemaparan data di atas, beberapa sikap dan karakteristik Kepala


Sekolah Tinggi Transportasi Darat dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Memiliki input manajemen yang lengkap dan jelas, yang di tunjukkan


oleh kelengkapan dan kejelasan dalam tugas (apa yang harus
dikerjakan, yang disertai fungsi, kewenangan, tanggung jawab,
kewajiban dan hak), rencana (deskripsi produk yang akan dihasilkan),
program (alokasi sumber daya untuk merealisasikan rencana),
ketentuan- ketentuan (peraturan perundang-undangan, kualifikasi,
spesifikasi, metoda kerja, prosedur kerja dsb.) pengendalian (tindakan
turun tangan), dan memberikan kesan yang baik kepada para dosen.

2. Beliau memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya sebagai


manajer (mengkoordinasi dan menyerasikan sumber daya untuk
mencapai tujuan), pemimpin (memobilisasi dan memberdayakan sumber
daya manusia), pendidik (mengajak untuk berubah), wirausahawan
(membuat sesuatu bisa terjadi), penyelia (mengarahkan, membimbing
dan memberi contoh), pendosens/ administrator (mengadministrasi),
64

regulator (membuat aturan-aturan institusi), dan pembangkit motivasi


(menyemangatkan).

3. Beliau mampu mengupayakan team work yang kompak dan cerdas, serta
membuat saling terkait dan terikat antar fungsi dan antar warganya,
menumbuhkan solidaritas/kerj asam a/kolaborasi dan bukan kompetisi
sehingga terbentuk iklim kolektifitas yang dapat menjamin kepastian
hasil/output institusi.
Beliau mampu dan sanggup memberdayakan institusinya, terutama sumber
daya manusianya melalui pemberian kewenangan, keluesan dan sumber dayanya.

1) Dosen
Dalam pelaksanakan implementasi manajemen berbasis sekolah, dosen
memegang peranan yang sangat vital didalam proses belajar mengajar, dosen
merupakan motor penggerak didalam kelas dan salah satu penentu bagi keberhasilan
peningkatan mutu berbasis sekolah. Secara umum para dosen yang ada di Sekolah
Tinggi Transportasi Darat sangat mendukung program MBS di Institusi ini.Hal ini
terlihat dari antusiasme mereka didalam memberikan pelajaran di kelas.

Hal di atas diungkapkan oleh salah seorang dosen kelas memamparkan


bahwa:

Kami secara pribadi sangat mendukung program MBS yang telah


dilaksanakan di institusi ini.Karena semenjak dilaksanakannya MBS di
institusi ini, institusi ini banyak mengalami kemajuan yang signifikan baik
melalui prestasi akademik dan kualitas maupun kuantitas para lulusan.Hal
ini bisa dilihat dari berbagai prestasi yang di raih oleh institusi ini.

Deskripsi data di atas menjelaskan bahwa para dosen yang ada di Sekolah
Tinggi Transportasi Darat mempunyai antusiasme yang tinggi terhadap penerapan
65

implementasi MBS. Hal ini di dukung oleh penjelasan kepala institusi sebagai
berikut:

Respon dosen terhadap kegiatan MBS bagus, artinya saya lihat dari
semangat mereka untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dan workshop
tentang pengajaran berbasis sekolah, dan hal-hal yang bersifat menambah
wawasan di institusi ini.

Fakta ini menjelaskan bahwa implementasi manajemen berbasis sekolah di


Sekolah Tinggi Transportasi Darat juga menyentuh para dosen dalam meningkatkan
profesionalisasinya.Bagaimanapun, keberadaan potensi sumber daya institusi dalam
hal tenaga kependidikan menjadi komponen penting yang mencirikan manajemen
berbasis sekolah.

Keseluruhan jumlah dosen yang mengajar di Sekolah Tinggi Transportasi


Darat adalah sebanyak 57 orang tidak termasuk Kepala Institusi Sekolah Tinggi
Transportasi Darat. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatan kualitas
tenaga pengajar untuk mendukung program MBS di Sekolah Tinggi Transportasi
Darat adalah dengan meningkatkan kualitas input dosen-dosen yang mengajar di
Sekolah Tinggi Transportasi Darat.

Sedangkan dalam upaya pengembangan tenaga pendidik di Sekolah Tinggi


Transportasi Darat terdapat tiga aspek penting yang menjadi perhatian yaitu: (a)
Peningkatan profesionalisme, (b) Pembinaan karier, dan (c)Pembinaan
kesejahteraan, peningkatan profesionalisme. Hal ini dilakukan melalui
pengikutsertaan tenaga (dosen dan staf) dalam pelatihan/penataran yang sesuai serta
mendorong mereka untuk mengikuti kuliah lanjutan, disamping itu juga Sekolah
Tinggi Transportasi Darat juga menyedikan buku-buku referensi tentang MBS yang
berguna dalam meningkatkan wawasan para dosen dan staf.

Hal ini senada dengan pemaparan kepala institusi, sebagai berikut:


66

Sekolah Tinggi Transportasi Darat berupaya terus menerus untuk


meningkatkan kualitas para pendidiknya.Hal ini bisa dilihat dari hampir
sebagian besar dosen Sekolah Tinggi Transportasi Darat sudah ikut
sertifikasi yang menggambarkan bahwa profesionalitas menjadi kekuatan
di Sekolah Tinggi ini.Terkadang juga kami mengadakan pelatihan-
pelatihan dengan mengundang dosen baik dari UNIMED maupun IAIN.

Dari pemaparan deskripsi data di atas di temukan bahwa usaha untuk


meningkatkan mutu pendidikan berbasis sekolah di Sekolah Tinggi Transportasi
Darat adalah dengan cara meningkatan mutu tenaga pengajarnya dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan, MGMP (musyawarah dosen mata pelajaran),
mengikuti seminar-seminar pendidikan baik didalam maupun di luar daerah dan
mengundang para pakar pendidikan untuk memberikan pelatihan-pelatihan baik dari
IAIN Sumatera Utara maupun dari UNIMED.

Hal di atas sejalan dengan penuturan Wakil Kepala Bidang


Kemahasiswaan

Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik di Sekolah


Tinggi Transportasi Darat, selaku pimpinan Bapak kepala selalu
memberikan dorongan moril kepada para dosen untuk terus
meningkatkan kualitas dengan mengikuti senunar-seminar pendidikan,
mengundang para tutor baik dari Dikti dan UNIMED. Dan beliau
menekankan bagi setiap dosen untuk meningkatkan kualitas
pengajarannya di barengi dengan teknologi seperti untuk membeli laptop,
karena untuk saat ini Sekolah Tinggi Transportasi Darat sedang dalam
perencanaan membangun sarana audio visual dan life projektor untuk
kemajuan pembelajaran berbasis teknologi (ICT).

Deskripsi data di atas mengungkapkan bahwa dalam rangka


mengimplementasikan MBS secara efektif dan efesien di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat dan untuk mempertegas, para dosen dituntut harus mampu
berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Dosen adalah teladan dan
67

panutan langsung para peserta didik di kelas. Oleh karena itu, para dosen yang
mengajar di Sekolah Tinggi Transportasi Darat telah mempersiapkan diri dengan
segala kewajiban, baik di dalam mengelola manajemen kelas maupun persiapan
isi materi pengajaran.

1) Mahasiswa
Formulasi peningkatan kualitas institusi yang dilaksanakan oleh manajemen
Sekolah Tinggi Transportasi Darat dapat dilihat dari output siswa-siswinya.
Peningkatan mutu, sejatinya merupakan interpretasi dari perencanaan implementasi
manajemen berbasis sekolah yang berorientasi bagi peningkatan kualitas pendidikan
yang berdasarkan visi dan misi serta, tujuan yang diputuskan Kepala Institusi secara
kolaboratif dan partisifasif dalam kebijakan peningkatan mutu pendidikan.Para
siswa-siswi yang belajar di Sekolah Tinggi Transportasi Darat berjumlah 577 siswa.

Penerimaan siswa diperketat melalui tahapan-tahapan ujian sesuai dengan


ketentuan yang berlaku di Sekolah Tinggi Transportasi Darat ini, dengan harapan
hal tersebut dapat memberikan peluang bagi institusi untuk menyaring bibit-bibit
unggul yang diharapkan bagi peningkatan kualitas dan mutu lulusan. Hal ini
dibuktikan dengan meningkatnya prestasi siswa Sekolah Tinggi Transportasi Darat
dari tahun ke tahun.

Dalam mendukung program tersebut kepala institusi memaparkan sebagai


berikut:
Dalam bidang ini terdapat tiga tugas penting yang kami lakukan beserta
unsur managemen organisasi Sekolah Tinggi Transportasi Daratyaitu :
(a) Penerimaan siswa baru, (b) Pembinaan siswa di sekolah, dan (c)
Pemantapan program kesiswaan. Dalam hal ini penerimaan siswa ada
beberapa kegiatan pokok yang harus kami sesuaikan yakni: perencanan
daya tampung dan seleksi calon siswa baru berdasarkan kriteria yang
kami tentukan, sedang dalam pembinaan siswa kami melakukan upaya-
upaya agar siswa dapat berperan aktif dalam interaksi edukatif, serta
diberdayakan agar dapat mencapai tingkat kemandirian dalam
melaksanakan segala kegiatannya di institusi.37
68

Deskripsi data di atas menjelaskan bahwa didalam melasanakan rekrutmen


siswa baru manajemen kesiswaan Sekolah Tinggi Transportasi Darat melakukan
seleksi dengan beberapa kriteria yang di sepakati institusi yang bertujuan untuk
menyaring bibit-bibit generasi yang sesuai dengan kebijakan peningkatan kualitas
Institusi di Sekolah Tinggi Transportasi Darat.

Hal ini di perkuat sesuai dengan pemaparan Wakil Kepala Bidang


Kemahasiswaan yang membawahi bidang kesiswaan, beliau menyatakan bahwa:

Bidang manajemen kemahasiswaan Sekolah Tinggi Transportasi Darat


memegang peranan sangat menentukan dan bertanggung jawab dalam
upaya pembinaan siswa di institusi, baik itu menyangkut kegiatan
kurikuler ataupun ekstrakurikuler pada dasarnya akan saling
memperkuat, untuk itu pengelolaannya perlu pemahaman yang
komprehensif agar pembinaan kemahasiswaan dapat memperkuat
pencapaian tujuan dalam bidang-bidang lainnya. Oleh karena itu kami
berusaha memaksimalkan kemampuan kami untuk meningkatkan mutu
dan kualitas institusi ini dengan memberdayakan potensi-potensi yang
ada di institusi guna mendukung manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah.
Berdasarkan deskripsi dan pemaparan data di atas, menjelaskan bahwa
proses peningkatan kualitas siswa dan siswi Sekolah Tinggi Transportasi Darat juga
didasarkan pada peningkatan kualitas inner dan eksteren siswa. Peningkatan kualitas
inner yang dimaksud adalah meningkatkan motivasi siswa untuk lebih giat belajar
dan beraktivitas melalui kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.Peningkatan kualitas
eksteren yang dimaksud adalah peningkatan keterampilan siswa melalui kegiatan-
kegiatan ekstrakulikuler seperti pramuka, Dokter Cilik, group nasyid, tari dan lain
sebagainya.

b) Kurikulum Berbasis Sekolah.


69

Kurikulum yang digunakan di Sekolah Tinggi Transportasi Darat


menerapkan kurikulum Pendidikan Nasional. Namun pada tahap
pengimplementasiannya tidak hanya semata mengandalkan pada ketetapan
pemerintah, akan tetapi para dosen diberi kebebasan untuk lebih memberdayakan
seluruh kemampuannya dan memanfaatkan semua fasilitas institusi dalam
mengekplorisasi semua mata pelajaran yang diajarkan selama tidak menyalahi
tujuan Umum Pendidikan Nasional.

Mengacu pada buku Panduan Manajemen Sekolah, manajemen Kurikulum


merupakan upaya untuk mengelola agar kurikulum di sekolah berjalan baik, dalam
hubungan ini pengelolaannya harus diarahkan agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik, tolak ukurnya adalah bagaimana pencapaian tujuan oleh siswa
sebagai akibat proses pembelajaran.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa elemen tugas-tugas yang tercakup dalam
bidang kurikulum sebagaimana observasi penulis terhadap dokumen renstra Sekolah
Tinggi Transportasi Darat tahun 2011 – 2015 bahwa manajemen kurikulum Sekolah
Tinggi Transportasi Darat berfungsi:

a) Menyelenggarakan perumusan tentang tujuan-tujuan kurikulum


b) Menyelenggarakan isi ( Content ), susunan ( Scope ) dan organisasi
kurikulum

c) Menghubungkan kurikulum dengan waktu, fasilitas-fasilitas fisik dan


peronil yang tersedia
d) Menyelenggarakan bahan-bahan, sumber-sumber dan perlengkapan
buat program pengajaran
e) Meyelenggarakan supervisi pengejaran.

Hal di atas sesuai dengan pemaparan PKM II sebagai berikut:


70

Bahwa saat ini yang menjadi fokus perhatian utama dalam implementasi
MBS di Sekolah Tinggi Kabanjehe mengacu kepada 1. Kurikulum 2.
Proses belajar mengajar 3. Lingkungan institusi.

Dari analisa diskripsi data di atas menunjukkan bahwa manajemen


kurikulum di Sekolah Tinggi Kabanjehe menitik beratkan kepada upaya untuk
mengelola proses pembelajaran siswa agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan,
lebih jauh secara terperinci ditemukan dalam pelaksanaan MBS di Sekolah Tinggi
Kabanjehe berdasarkan observasi dokumen renstra Sekolah Tinggi Kabanjehe tahun
2011/ 2015. Bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam manajemen kurikulum
institusi yaitu: 1) Menjabarkan analisis mata kuliah 2) menyusun program tahunan
3) menyusun program semester 4) menyususn program satuan pelajaran 5) membuat
rencanan pengajaran ( RPP ). 6) melakukan penbagian tugas mengajar7) menyusun
jadwal pelajaran8) menyusun jadwal kegiatan pengayaan9) menyusun jadwal
ekstrakurikuler10)menyusun jadwal penyegaran Dosen.

Hal-hal yang menjadi perhatian dalam penyusunan kurikulum di Sekolah


Tinggi Transportasi Darat, yaitu berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan
sesuatu, menjelaskan pengalaman belajar, merupakan hasil belajar dan dapat
didefenisikan secara jelas dan distandarisasi. Dengan diberlakukannya kebijakan
tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu perangkat perencanaan dan
pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian,
kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam
pengembangan kurikulum sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil
belajar siswa Sekolah Tinggi Transportasi Darat Pengembangan Kurikulum di
Sekolah Tinggi Transportasi Darat yang beragam mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Hal ini sesuai
dengan hasil observasi dan wawancara penulis dengan Kepala Institusi mengatakan
bahwa:
71

Standar yang menjadi acuan Sekolah Tinggi Transportasi Darat adalah


standar nasional pendidikan yaitu isi, proses, standar kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,
dan penilaian pendidikan.Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan
tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan
kurikulum di Sekolah Tinggi Transportasi Darat.40

Dari deskripsi data di atas menjelaskan bahwa yang menjadi target utama
Sekolah Tinggi Transportasi Darat mengembangkan kurikulum berbasis sekolah
mengacu kepada standar kurikulum nasional yang lebih menekankan kepada standar
isi dan standar kompetensi lulusan. Sejalan dengan hal itu sesuai dengan UU Nomor
20 Tahun 2003 dan berdasarkan observasi dokumen renstra tahun 2010/2011 pada
tanggal 09 Maret 2011, bahwa pengembangan kurikulum Sekolah Tinggi
Transportasi Darat disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk: 1) Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa; 2) Belajar untuk memahami dan menghayati; 3) Belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif; 4) Belajar untuk hidup bersama dan
berguna untuk orang lain; dan 5) Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri
melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Dalam wawancara pada kesempatan yang sama Kepala Institusi


menambahkan:
Sekolah Tinggi Transportasi Darat juga terus berbenah diri demi
Peningkatan relevansi pendidikan yang mengarah kepada Manajemen
pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan
masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level
operasional melalui komite (dewan) institusi. Komite ini terdiri dari kepala
institusi, dosen senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan
siswa Dimana peran dari pada komite ini sangat memberikan andil yang
baik meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi
program kerja institusi selama ini.41
72

Berdasarkan deskripsi dan paparan data di atas menggambarkan bahwa


Pemerataan Pelayanan pendidikan di Sekolah Tinggi Transportasi Darat mengarah
pada pendidikan yang berkeadilan.Hal ini berkenaan dengan penerapan upaya
pemerataan mutu pendidikan dengan adanya Standard kopetensi minimal, serta
pemerataan pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat.

c) Sarana dan Prasarana

Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung


dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar
mengajar, seperti gedung, ruang kelas dan lain sebagainya. Manajemen berbasis
sekolah di Sekolah Tinggi Transportasi Darat juga menyentuh aspek sarana dan
prasarana secara khusus.Secara umum, sarana dan prasarana merupakan faktor
pendukung terlaksananya manajemen berbasis sekolah. Beberapa sarana dan
prasarana yang disentuh oleh manajemen berbasis sekolah di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat adalah sebagai berikut:

1) Laboratorium komputer.
Sarana laboratorium komputer yang ada di Sekolah Tinggi Transportasi
Darat di gunakan untuk meningkatkan sMU (kemampuan) siswa dihidang teknologi
informatika yang perangkatnya terdiri dari Monitor, CPU komputer yang ada,
jumlah keseluruhannya sebanyak 15 unit.42 Dan hal ini perlu mendapatkan apresiasi
yang tinggi dikarenakan Sekolah Tinggi Transportasi Darat saat ini adalah satu-
satunya Sekolah Tinggi di Kabupaten Karo yang memiliki laboratorium komputer
sebagai basis peningkatan mutu pendidikan. Karena biasanya pengelolaan
Laboratorium ini umumnya hanya berlaku pada sekolah menengah umum,
sementara untuk Sekolah Tinggi, laboratorium belum menjadi kebutuhan utama,
sehingga dalam kenyataannya banyak Sekolah Tinggi yang belum memiliki
laboratorium, namun secara umum pengelolaan laboratorium sebagai tempat praktek
73

siswa perlu ditata dengan menarik serta aman, sehingga siswa terdorong untuk
menggunakannya sebagai tempat kegiatan pembelajaran.

2) Perpustakaan.
Perpustakaan merupakan tempat yang penting bagi proses pembelajaran,
karen dapat mendorong pengembangan dan peningkatan minat, kemampuan dan
kebiasaan membaca, untuk itu disarnping penataan tempatnya yang harus menarik
dan nyaman juga ketersediaan buku-buku yang lengkap menjadi sangat penting,
sehingga siswa dalam memperoleh sumber informasi yang diperlukan berkaitan
dengan kegiatan belajarnya. Untuk mendukung proses peningkatan mutu berbasis
sekolah, pihak Sekolah Tinggi Transportasi Darat menyediakan dan terus
meningkatkan sarana pendukung yaitu perpustakaan. Perpustakaan ini didirikan
dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu dan menambah wawasan bagi para
siswa- siswi dengan cara menelaah buku-buku yang telah ada. Hingga saat ini
perpustakaan Sekolah Tinggi Transportasi Darat memiliki banyak buku bacaan,
yang terdiri dari 900 judul buku bersifat umum dan agama.

3) Majalah Kampus.
Majalah kampus merupakan salah satu cara siswa dalam menunjukkan
kreativitasnya sehingga banyak tampilan-tampilan di dinding yang terpampang
adalah hasil karya siswa yang menyajikan berita-berita yang bersifat umum yang
didapati dari berbagai tulisan majalah dan koran. Dengan cara demikian diharapkan
akan menumbuhkan pemikir kreatif dan produktif.

Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan


institusi yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan
baik bagi para dosen maupun murid untuk berada di institusi. Di samping itu juga
diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara
kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk kepentingan proses pendidikan di Sekolah Tinggi Transportasi Darat,
baik oleh dosen sebagai pengajar maupun murid-murid sebagai pelajar.
74

Hal senada disampaikan oleh salah seorang dosen di Sekolah Tinggi


Transportasi Darat mamaparkan bahwa:

Kami di Sekolah Tinggi ini dalam memberikan pelajaran kepada siswa


telah di susun dalam suatu perencanaan berdasarkan manajemen
berbasis sekolah sesuai dengan waktu dan tujuan yang telah ditentukan.
Tersedianya sarana dan prasarana yang ada saat ini sangat mendukung
dan membantu dalam proses belajar mengajar di sini, seperti adanya
perpustakaan, dan laboratorium komputer, majalah dinding, hal ini
memberikan dampak yang positif bagi kemajuan institusi didalam
menghadapi era pendidikan yang makin berkembang.

Berdasarkan pemaparan data di atas dan observasi ditemukan bahwa


penggerakan yang dilakukan oleh kepala institusi sebagai pemimpin instruksional
dan dosen sebagai pemimpin pembelajaran di Sekolah Tinggi meliputi: (1)
menyusun kerangka waktu dan biaya yang di perlukan baik institusi maupun
pembelajaran; (2) memprakarsai dan menampilkan kepemimpinan dalam
melaksanakan rencana dan pengambilan keputusan; (3) mengeluarkan instruksi-
instruksi yang spesifik ke arah pencapaian tujuan; dan (4) membimbing,
memotivasi, dan memberi tuntunan atau arahan yang jelas bagi dosen terhadap
pelayanan belajar terhadap para peserta didik.

Berdasarkan paparan data di atasdapat disimpulkan bahwa Proses Pelaksanaan


Rencana Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat) pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat kepala institusi
melakukan supervisi dengan tujuan untuk membantu dosen merencanakan dan
mengatasi kesulitan yang di hadapi. Dengan cara itu, dosen akan merasa didampingi
sehingga dapat meningkatkan semangat kerjanya demi peningkatan mutu
pendidikan.

D. Pengawasan dan Evaluasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah


75

(Sekolah Tinggi Transportasi Darat) Pada Sekolah Tinggi Transportasi


Darat)
Pengawasan merupakan suatu proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan
organisasi dan manajemen tercapai. Pengawasan manajemen adalah usaha
sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan,
membandingkan kegiatan nyata dengan tujuan, perencanaan. Membandingkan
kegiatan nyata dengan standar yang ditetapkan sebelumnya, menentukan dan
mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang
diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya institusi dipergunakan untuk
menjamin bahwa semua sumber daya institusi dipergunakan dengan cara paling
efektif dan efisiensi dalam pencapaian tujuan-tujuan institusi.

Kepala institusi mengungkapkan bahwa Ada tiga pengawasan yang


dilakukan pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat, yaitu:

a. Pengawasan pendahuluan.
Dirancang untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dari standar atau
tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan
tertentu diselesaikan.
b. Pengawasan yang dilakukan bersama dengan pelaksanaan kegiatan.
Merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus
disetujui dulu atau syarat tertentu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
kegiatan-kegiatan dapat dilanjutkan, untuk menjadi semacam peralatan
"double check" yang telah menjamin ketepatan pelaksanaan kegiatan.
c. Pengawasan umpan balik.
Mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan.

Wakil Kepala Institusi menambahkan bahwa ada beberapa tahap proses


pengawasan yang dilakukan pada institusi ini antara lain:

a. Penetapan standar kegiatan.


b. Penentuan pengukuran kegiatan.
c. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata.
76

d. Membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan


penganalisaan penyimpangan-penyimpangan.

e. Mengambil tindakan pengoreksian bila dianggap perlu.

Pengawasan dan evaluasi merupakan bagian integral dari pengelolaan


pendidikan, baik ditingkat mikro (institusi), meso (dinas pendidikan kabupaten/
kota/ propinsi), maupun makro (departemen). Hal ini di dasari oleh pemikiran
bahwa monitoring (pengawasan) dan evaluasi dapat mengukur tingkat kemajuan
pendidikan pada tingkat institusi, dinas pendidikan dan departemen. Pengawasan
adalah suatu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan
MBS, sedang kan fokus evaluasi adalah pada hasil MBS. MBS dikatakan efektif jika
hasil sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya jika hasil tidak sesuai
dengan sasaran yang telah ditetapkan, MBS dianggap tidak efektif (gagal).

Untuk mengungkapkan fakta yang lebih mendalam mengenai interpretasi


kebijakan pengawasan dan evaluasi MBS di Sekolah Tinggi Transportasi Darat
sesuai dengan hasil wawancara dengan kepala institusi menyatakan bahwa:

Yang di maksud pelaksanaan pengawasan MBS di Sekolah Tinggi


Transportasi Darat adalah kegiatan monitoring yang dilakukan oleh
kepala institusi terhadap seluruh aktivitas MBS di institusi, fokus
pengawasan dan evaluasi di mulai dari personil institusi, kurikulum
berbasis sekolah, dan sarana prasarana di dalam proses pengelolaan
program pengajaran berbasis sekolah terutama di kelas apakah terjadi
kegiatan belajar mengajar.

Deskripsi data di atas menjelaskan bahwa proses pendidikan merupakan satu


elemen penting yang menjadi fokus utama bagi penerapan MBS di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat, dimulai dari proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, proses
evaluasi institusi dan proses akuntabilitas. Kepala institusi
77

mengawasi pihak-pihak yang terkait dengan pembelajaran apakah dengan sunguh-


sungguh memberikan pelayanan kebutuhan pembelajaran atau belum memadai
sebagaimana yang diharapkan.

Berikut adalah visualisasi yang digambarkan Kepala institusi dalam


pengawasan dan evaluasi sebelum dan sesudah melaksanakan MBS di Sekolah
Tinggi Transportasi Darat.
78

Pengawasan
pendahuluan

Pengawasan Kegiatan
Pelaksanaan Tujuan/target

Pengawasa Umpan
Balik

Gambar 5; Pengawasan Manajemen Sekolah Tinggi


Transportasi Darat

Hal yang menjadi perhatian Kepala Institusi dalam tahap pengawasan dan
evaluasi di Sekolah Tinggi Transportasi Darat adalah perubahan konteks pada
personil institusi, kurikulum dan sarana dan prasarana pada waktu sebelum dan
sesudah melaksanakan MBS. Besar kecilnya perubahan komponen-komponen
tersebut (dari dan sesudah melaksanakan MBS) merupakan ukuran tingkat
keberhasilan MBS.Dalam bahasa nonstatistik, makin besar perubahan (peningkatan/
pengembangan) komponen-komponen tersebut dari sebelum dan sesudah
melaksanakan MBS, makin besar pula keberhasilan MBS.

Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan peneliti selama observasi, yang
melihat langsung keterlibatan kepala institusi dalam hal monitoring dan evaluasi
dengan cara terjun langsung ke lapangan memperhatikan dan mengawasi aktivitas
sekolah dengan cara datang lebih awal setiap hari pada pukul 6.45 AM. WIB untuk
melihat langsung kegiatan institusi dan pulang pukul

17.00 WIB. Demikian juga beliau ikut langsung memonitoring proses belajar
mengajar di kelas dengan cara inspeksi ke lokal-lokal ketika jam belajar.

Hal ini sesuai dengan pemaparan bapak kepala institusi sebagai berikut:
79

Sebagai Kepala saya langsung melakukan pengawasan keseluruh aspek


institusi, dengan cara saya selalu datang pada pukul 06.30 pagi dan
biasanya saya pulang pada akhir jam sekolah. Hal ini dilakukan untuk
lebih bisa melihat sejauh mana implementasi MBS itu berjalan dan
sekaligus memberikan teladan yang baik bagi setiap dosen-dosen dalam
hal kedisiplinan.
Beliau juga menambahkan, bahwa:
Saya melibatkan dosen dan personil institusi yang ada untuk melakukan
pengawasan khususnya di kelas. Hal ini saya lakukan agar para dosen
ikut berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap proses belajar
mengajar di Sekolah Tinggi ini.

Deskripsi data sebagaimana diungkapkan di atas menjelaskan bahwa


manajemen pengawasan dan evaluasi di Sekolah Tinggi Transportasi Darat bersifat
langsung melibatkan kepala institusi, sedangkan dosen melakukan pengawasan
terhadap program yang telah ditentukan, yaitu pengawasan tentang pelaksanaan
proses pembelajaran sehingga sesuai dengan alokasi waktu, penggunaan metode
yang tepat dan mengawasi siswa agar belajar dengan sungguh-sungguh untuk
mencapai tujuan pendidikan atau pembelajaran secara maksimal. Jika ada kekeliruan
atau ada program yang tidak dapat diselesaikan, segera dilakukan perbaikan dalam
perencanaannya, sehingga tujuan yang sebelumnya ditentukan tetap berjalan secara
maksimal dan dapat dipenuhi.

Hal ini senada dengan pemaparan salah satu dosen kelas di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat, beliau mengungkapkan sebagai berikut:

Disini para dosen diberikan tanggung jawab untuk melakukan


pengawasan di kelas. Seperti dalam membuat RPP dan silabus, dan
biasanya akan di evaluasi setiap akhir bulan didalam rapat internal
institusi.
80

Pemaparan data di atas memberikan penjelasan tentang proses pengawasan


yang dilakukan para dosen di kelas sebagai bentuk kebijakan manajemen
pengawasan dan evaluasi di Sekolah Tinggi Transportasi Darat, kaitannya dengan
peserta didik, dosen perlu memastikan apakah para peserta didik itu melaksanakan
kegiatan belajar sesuai dengan yang di rencanakan. Untuk keperluan pengawasan
ini, dosen mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi kegiatan
belajar serta memanfaatkannya untuk mengendalikan pembelajaran sehingga
tercapai tujuan belajar.

Lebih jauh temuan tentang pelaksanaan manajemen pengawasan dan


evaluasi institusi ditemukan bahwa terdapat dua jenis pengawasan dan evaluasi yang
dipakai oleh Sekolah Tinggi Transportasi Darat yaitu internal dan
eksternal.Pengawasan dan evaluasi internal adalah pengawasan dan evaluasi yang
dilakukan oleh institusi sendiri yakni kepala institusi, dosen, dan warga institusi
lainnya.

Hal ini dijelaskan oleh bapak kepala institusi sebagai berikut:


Tujuan utama pengawasan dan evaluasi internal institusi adalah untuk
mengetahui tingkat kemajuan diri institusi itu sendiri sehubungan dengan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dan pengawasan dan evaluasi
eksternal lebih bersifat umum yang melibatkan unsur-unsur
pemerintahan baik dari dinas pendidikan maupun Kementrian Agama,
hal ini biasanya di lakukan sebagai upaya untuk melihat lebih jauh
perkembangan institusi itu sendiri.52

Deskripsi dan pemaparan data di atas menjelaskan bahwa pengawasan dan


evaluasi yang dilakukan oleh pihak eksternal adalah pengawasan dan evaluasi yang
dilakukan oleh pihak luar institusi, misalnya dinas pendidikan, pengawas/
supervisor dan perdosenan tinggi, atau pun gabungan ketiganya.

Hasil pengawasan dan evaluasi eksternal dapat digunakan untuk rewards


system terhadap individu sekolah, meningkatkan iklim kompetisi antar institusi,
81

memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan, dan membantu institusi dalam
mengembangkan diri.

Evaluasi pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di Sekolah Tinggi


Transportasi Darat secara khusus dilakukan melalui rapat untuk mendengarkan
laporan-laporan dari para dosen maupun staf administrasi tentang kekurangan-
kekurangan dalam penerapan MBS.Dalam pengertian yang lebih umum, evaluasi ini
juga dilakukan pada rapat akhir tahun ajaran yang dihadiri oleh seluruh dewan dosen
dan komite Sekolah Tinggi Transportasi Darat.Selain itu, evaluasi juga terjadi pada
rapat awal tahun ajaran.

Hal ini sesuai dengan pemaparan PKM I sebagai berikut:


Evaluasi MBS di Sekolah Tinggi Transportasi Darat biasanya dilakukan
di setiap akhir dan tahun ajaran baru dan tetap diatur setiap awal bulan
guna melihat seberapa jauh keefektifan dan keberhasilannya, dan
biasanya akan di adakan rapat sebulan sekali dengan kepala institusi,
dosen-dosen beserta komite institusi untuk mengevaluasi kendala-
kendala yang di hadapi sekaligus mencari solusi bagi kemajuan
implementasi MBS dalam meningkatkan mutu pendidikan di institusi ini.

Lebih jauh temuan tentang pelaksanaan manajemen pengawasan yang


dilakukan di Sekolah Tinggi Transportasi Darat meliputi perbaikan yang dapat
dilakukan baik ketika sedang berlangsungnya proses pembelajaran, maupun pada
program pembelajaran berikutnya, sebagai implikasi dari pengawasan pembelajaran
yang dilakukan oleh dosen maupun kepala institusi, hal ini sesuai dengan hasil
wawancara penulis dengan Kepala Institusi sebagai berikut:

Ketika kami menemukan masalah pada saat tertentu, yang bersifat


mendesak bagi kelangsungan program-program institusi, maka kami bisa
mengevaluasinya pada saat itu juga. Dengan harapan perbaikan yang
dilakukan secara cepat dan tepat tidak akan mengganggu pelaksanaan
program-program institusi yang lain.
82

Berdasarkan deskripsi data di atas menjelaskan bahwa pengawasan dan


evaluasi dalam pelaksanaan MBS yang dilakukan Sekolah Tinggi Transportasi Darat
meliputi:

1) Pertama, mengevaluasi pelaksanaan kegiatan MBS, apakah sudah


sesuai dengan perencanaan;

2) Kedua, melaporkan penyimpangan untuk tindakan koreksi dan


merumuskan tindakan koreksi, menyusun standar-standar MBS
dan sasaran-sasaran;

3) Ketiga,menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi


terhadap penyimpangan- penyimpangan institusional satuan
pendidikan maupun proses pembelajaran.

Dengan alasan rasional dan orientasi masa depan dalam kerangka


kebijakan pengawasan dan evaluasi MBS di Sekolah Tinggi Transportasi Darat
sebagaimana di ungkapkan di atas bahwa ada dua sasaran yang akan di capai
yaitu: (1) jenis evaluasi yang dikaitkan dengan tujuan, dan (2) pemanfaatan
hasil evaluasi.

Hal ini sesuai dengan wawancara dengan Kepala institusi sebagai berikut:
Sebagai Kepala institusi saya selalu mengingatkan dosen bahwa evaluasi
memiliki tujuan ganda, yaitu untuk mengetahui ketercapaian tujuan
pengajaran dan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam belajar,
dan ini saya lakukan berulang-ulang agar tertanam didalam jiwa para
dosen.
Berdasarkan deskripsi data di atas menjelaskan bahwa evaluasi
peningkatan mutu pendidikan dilakukan melalui rapat-rapat akhir
pembelajaranbenar-benar dimanfaatkan dosen untuk perbaikan pengajaran dan
penentuan prestasi siswa. Untuk itu kepala institusi selalu mengingatkan dosen,
jika peserta didik belum menguasai bahan ajar yang esensial, maka perlu
dilakukan perbaikan. Bagi peserta didik yang mengalami kesulitan, maka perlu
83

dibentuk kelompok belajar dan pembelajaran yang kooperatif, sehingga peserta


didik yang belum pandai akan di bantu oleh peserta didik yang lebih pandai.

Pengawasan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah


(manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat) pada Sekolah Tinggi
Transportasi Daratberfungsi sebagai tolak ukur menentukan kebijakan Sekolah
Tinggi Transportasi Darat di masa yang akan datang. Dari hasil evaluasi
tersebut maka akan dapat diperoleh tingkat keberhasilan dan kegagalannya,
sehingga dapat memperbaiki kinerja program yang akan datang. Di samping itu
evaluasi juga sangat berguna sebagai bahan masukan bagi institusi untuk
merumuskan sasaran (tujuan) peningkatan manajemen berbasis sekolah untuk
tahun yang akan datang.

E. PEMBAHASAN
Temuan pertama bahwa Perencanaan Implementasi Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat
terlebih dahulu melakukan identifikasi untuk melihat potensi dan kesiapan
institusi dalam implementasi MBS berdasarkan analisis SWOT. Sehingga
efektivitas MBS yang dilakukan dapat diperhitungkan segala konsekuensi dan
solusinya, karena perencanaan yang baik adalah salah satu unsur utama penentu
keberhasilan tujuan suatu organisasi.

Temuan kedua bahwaPengorganisasian Sumberdaya dalam Peningkatan


Mutu Berbasis Sekolah pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat memakai
prinsip berkeadilan, dengan maksud pembagian tugas dilakukan berdasarkan
kapasitas dan profesionalitas personil. Proses pengorganisasian Sekolah Tinggi
Transportasi Darat meliputi pengkelompokan komponen MBS, pembentukan
struktur wewenang, merumuskan dan menetapkan metode prosedur dan
84

penyedia fasilitas MBS berdasarkan perencanaan yang sudah disepakati. Hal


ini mendukung proses implementasi MBS menuju kepada peningkatan mutu
pendidikan.

Temuan ketiga bahwa Proses Pelaksanaan Rencana Peningkatan Mutu


Berbasis Sekolah pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat kepala institusi
melakukan supervisi dengan tujuan untuk membantu dosen merencanakan dan
mengatasi kesulitan yang di hadapi. Dengan cara itu, dosen akan merasa di
dampingi sehingga dapat meningkatkan semangat kerjanya demi peningkatan
mutu pendidikan.

Temuan keempat bahwa Pengawasan Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah


pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat berfungsi sebagai tolak ukur
menentukan kebijakan Sekolah Tinggi Transportasi Darat di masa yang akan
datang. Dari hasil evaluasi tersebut maka akan dapat diperoleh tingkat
keberhasilan dan kegagalannya, sehingga dapat memperbaiki kinerja program
yang akan datang. Di samping itu evaluasi juga sangat berguna sebagai bahan
masukan bagi institusi untuk merumuskan sasaran (tujuan) peningkatan
manajemen berbasis sekolah untuk tahun yang akan datang.

Mencermati temuan pertama yang dilakuka oleh Sekolah Tinggi


Transportasi Darat dalam Perencanaan dalam Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
diawalai dengan melakukan identifikasi untuk melihat potensi dan kesiapan institusi
dalam implementasi MBS berdasarkan analisis SWOT yang mereka lakukan.
Sehingga efektivitas MBS yang dilakukan dapat diperhitungkan segala konsekuensi
dan solusinya, karena perencanaan yang baik adalah salah satu unsur utama penentu
keberhasilan tujuan suatu organisasi.

Hal di atas sejalan dengan yang di kemukakan Amiruddin, strategi atau


kondisi bagi keberasilan implementasi kebijakan yaitu:
85

a. Adanya otonomi yang dimiliki sekolah


b. Adanya peran serta masyarakat secara aktif
c. Adanya kepemimpinan kepala sekolah
d. Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis
e. Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya
f. Adanya petunjuk dari departemen terkait
g. Adanya transparansi dan akuntabilitas
h. Manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat harus diarahkan untuk
meningkatkan kinerja sekolah
i. Sosialisasi.

Peningkatan kualitas pendidikan adalah pilihan sekaligus orientasi


pengembangan peradaban bangsa sebagai investasi masa depan pembangunan
bangsa berjangka panjang. Orientasi ini mutlak dilakukan oleh karena pendidikan
diyakini sebagai sarana utama pengembangan kualitas sumber daya manusia.Dalam
konteks itulah revitalisasi kebijakan pendidikan terus menjadi perhatian pemerintah.
Salah satu bentuk revitalisasi itu ialah kebijakan pengelolaan sistem pendidikan dari
kebijakan yang semula sentralistik berubah menjadi desentralistik.

Kemampuan dari kepala institusi dan dosen selaku aktor utama kebijakan
yang dipercaya untuk mengemban pelaksanaan kebijakan manajemen Sekolah
Tinggi Transportasi Darat dalam mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki,
termasuk mempertahankan dan memanfaatkan beberapa faktor pendukung di atas
akan sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan tersebut.
Sebagaimana pendapat Wahab, yang menyatakan bahwa besar kecilnya perbedaan
antara apa yang diharapkan (direncanakan) dengan apa yang senyatanya dicapai
dalam implementasi kebijakan, sedikit banyaknya akan tergantung pada apa yang
disebut Implementation capacity dari organisasi atau kelompok organisasi atau aktor
yang dipercaya untuk mengemban tugas mengimplementasikan kebijakan.
Implementation capacity tidak lain adalah kemampuan suatu organisasi/aktor untuk
86

melaksanakan keputusan kebijakan (policy dicision) sedemikian rupa sehingga ada


jaminan bahwa tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen formal
kebijakan dapat dicapai. Suatu proses kebijakan akan mengalami siklus yang
meliputi formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan.

Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan


diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan tersebut. Proses perencanaan MBS yang dilakukan di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat berdasarkan hasil rapat institusi yang melibatkan seluruh unsur-
unsur institusi seperti Kepala Institusi, Pembantu Kepala Institusi, dewan dosen dan
Komite institusi dan ditemukan yang menjadi fokus utama perencanaan MBS di
Sekolah Tinggi Transportasi Darat saat ini meliputi: a) Personil Institusi, b)
Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah, c) Pengelolaan Sarana dan Prasarana
yang mendukung kebijakan MBS.

Penyusunan program perencanaan MBS disertai langkah-langkah pemecahan


persoalan yang mungkin terjadi.Fungsi yang terlibat beserta unsur-unsurnya
membuat rencana program untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang
serta bersama-sama merealisasikan rencana program tersebut.

Secara operasional, manajemen berbasis sekolah di Sekolah Tinggi


Transportasi Darat menangani aktivitas manajerial bidang pengajaran, tenaga
kependidikan.pembinaan kesiswaan, keuangan, dan hubungan dengan masyarakat.
Penetapan rumusan perencanaan implementasi MBS pada Sekolah Tinggi
Transportasi Darat telah melalui pelaksanaan rumusan perencanaan yang mencirikan
perpaduan konsultatif pribadi dan kelompok, serta partisipatif dan telah merujuk
kepada undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, tentang
pendid$M$ berbasis masyarakat pasal 55 ayat 1: "Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non
formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
87

kepentingan masyarakat". Dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan dan


martabat manusia dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pada tataran implementasi, suatu kebijakan ada yang bersifat self-excuting,


yakni kebijakan tersebut akan dengan sendirinya terimplementasikan, dan ada juga
yang bersifat non self-excuting, yaitu suatu kebijakan negara yang
pengimplementasiannya perlu diusahakan oleh stakeholders.57 Menurut Islamy,
hanya sedikit kebijakan negara yang bersifat self-excuting, justru yang lebih banyak
adalah yang bersifat non self-excuting. Kebijakan manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat, adalah merupakan kebijakan yang bersifat non self-excuting,
dalam pengertian bahwa kebijakan tersebut tidak dapat secara otomatis diberlakukan
setelah kebijakan itu dibuat, akan tetapi masih memerlukan waktu untuk adaptasi,
bahkan penyesuaian-penyesuaian ketika diimplementasikan.58 Selain itu,
implementasi adalah merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang
telah dipilih dan ditetapkan menjadi kenyataan, atau dengan kata lain penerapan
perencanaan kedalam praktek. Namun dalam hal ini tidak semua program yang
diimplementasikan dapat berlangsung dengan mulus dan efektif. Gejala ini menurut
Wahab, dinamakan sebagai implementation gap, yaitu suatu keadaan dimana dalam
proses implementasi kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya
perbedaan dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai hasil atau prestasi dari
pelaksanaan kebijakan).59

Dari data yang diperoleh dalam penelitian ini, kebijakan manajemen Sekolah
Tinggi Transportasi Darat yang tengah dirintis di Sekolah Tinggi Transportasi Darat
ternyata tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang terjadi dilapangan. Faktor-
faktor penghambat yang telah teridentifikasi perlu diperhatikan, sehingga kegagalan
implementasi kebijakan dapat dieleminir. Sesuai dengan pernyataan dari Wahab,
bahwa proses implementasi kebijakan perlu mendapat perhatian yang seksama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa salah jika ada yang berasumsi bahwa
proses implementasi kebijakan dengan sendirinya akan berlangsung tanpa hambatan.
88

Pelaksanaan suatu kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh
lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan
berupa impian atau rencana yang bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan.

Setyodarmodjo, menjelaskan bahwa dalam suatu proses kebijakan, proses


implementasi merupakan proses yang tidak hanya kompleks (complicated), namun
juga hal yang sangat menentukan. Tidak sedikit kebijakan pemerintah yang sudah
dirumuskan dengan sangat sempurna, namun gagal dalam implementasinya
mencapai tujuan, hal ini salah satunya adalah terjadi karena dilakukan melalui cara-
cara lain, tidak sesuai dengan pedoman dan juga disebabkan karena faktor-faktor
subyektif para pelaksananya (policy actors) maupun dari masyarakat yang secara
langsung atau tidak langsung terkena dampak dari kebijakan yang dimaksud. Hal
tersebut terjadi juga dalam implementasi kebijakan manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat.

Pengambilan keputusan memformulasikan rumusan perencanaan implementasi


MBS yang dikembangkan kepala institusi dimulai dari menyusun kerangka berfikir
berdasarkan analisis SWOT untuk melihat peluang dan tantangan yang akan
ditemui.

Proses perencanaan di dalam implementasi MBS adalah proses penetapan dan


pemanfaatan sumber daya secara terpadu untuk menentukan masa depan institusi
yang tepat dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dengan kata lain,
perencanaan adalah awal dari semua proses yang rasional, dan mengandung sifat
optimisme yang didasarkan atas kepercayaan bahwa akan dapat mengatasi berbagai
macam persoalan.

Telah disebutkan bahwa salah satu faktor penghambat implementasi kebijakan


manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat adalah adanya perbedaan persepsi
dan pemahaman terhadap konsep dan tujuan kebijakan, sehingga kebijakan
89

dilaksanakan dengan cara-cara lain sesuai dengan persepsi masing-masing aktor


kebijakan. Guna menghindari perbedaan persepsi dan pemahaman terhadap konsep
dan tujuan antar aktor kebijakan atau antar implementers (unit birokrasi maupun non
birokrasi), maka proses administrasi harus selalu berpijak pada standar prosedur
operasional (SOP) sebagai acuan implementasinya. (Setyodarmodjo, 2000: 189).
Selain itu perlunya kepatuhan terhadap hukum dari pelaku kebijakan seperti apa
yang dinyatakan Anderson, dapat meminimalkan hambatan dalam implementasi
kebijakan.

Menurut Anderson, (1979: 92), kepatuhan terhadap hukum dan peraturan


yang berlaku menjadikan pelaksana kebijakan melaksanakan fungsi dan tugasnya
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, dan pelaksanaan kebijakan dapat memberi
dampak positif terhadap target group. Faktor penghambat yang timbul dalam
pelaksanaan kebijakan Manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat tersebut di
atas mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan peran di antara pelaku kebijakan,
sehingga implementasi dari kebijakan Manajemen Sekolah Tinggi Transportasi
Darat inipun tidak seperti apa yang diharapkan pada awal dirumuskan dan dapat
mengakibatkan kegagalan implementasi. Dengan demikian kegagalan implementasi
kebijakan bisa disebabkan faktor-faktor penghambat tersebut, tetapi Parsons,
mengatakan bahwa kegagalan implementasi suatu kebijakan cenderung karena
faktor manusia. Pengambilan keputusan yang gagal memperhitungkan kenyataan
adanya persoalan manusia yang sangat kompleks dan bervariasi. Yang dimaksud
manusia yang sangat kompleks disini adalah baik pemerintah sebagai pembuat
kebijakan maupun sekolah beserta warganya sebagai pelaku kebijakan dan target
group (Parsons, 1997:480).

Berdasarkan pembahasan di atas, terkait dengan kurang berhasilnya


implementasi, dapat diidentifikasi beberapa faktor penyebab kegagalan pelaksanaan
kebijakan, antara lain: Teori yang menjadi dasar kebijakan itu kurang tepat,
karenanya harus dilakukan reformulasi terhadap kebijakan tersebut, sarana yang
90

dipilih untuk pelaksanaannya tidak efektif, sarana mungkin tidak atau kurang
dipergunakan sebagaimana mestinya, isi dari kebijakan itu bersifat samar-samar,
ketidak pastian faktor intern dan atau faktor ekstern, kebijakan yang ditetapkan itu
mengandung banyak kelemahan, dalam pelaksanaan kurang memperhatikan
masalah teknis, adanya kekurangan akan tersedianya sumber-sumber pembantu
(uang, waktu dan sumberdaya manusia).

Selanjutnya temuan kedua mengenai pengorganisasian sumberdaya dalam


peningkatan mutu berbasis sekolah (manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat)
pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat memakai prinsip berkeadilan, dengan
maksud pembagian tugas dilakukan berdasarkan kapasitas dan profesionalitas
personil. Proses pengorganisasian Sekolah Tinggi Transportasi Darat meliputi
pengkelompokan komponen MBS, pembentukan struktur wewenang, merumuskan
dan menetapkan metode prosedur dan penyedia fasilitas MBS berdasarkan
perencanaan yang sudah disepakati. Hal ini mendukung proses implementasi MBS
menuju kepada peningkatan mutu pendidikan.

Secara kualitas, dilihat dari profesionalisme yang harus dimiliki baik oleh
kepala institusi maupun oleh dosen dapat dikatakan belum siap, hal ini disebabkan
karena belum dimilikinya sikap kepemimpinan transformasional oleh kepala
institusi dan belum dimilikinya ciri dan kemampuan dosen efektif dan profesional,
serta adanya sikap dan budaya kerja yang telah terkondisi, yaitu bersikap pasif dan
tidak kreatif.

Sedangkan ketidaksiapan dari masyarakat dan orang tua wali murid lebih
besar disebabkan karena masih rendahnya tingkat pendidikan, tidak adanya waktu
dari masyarakat dan kurangnya informasi mengenai kebijakan Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (manajemen Sekolah Tinggi Transportasi
Darat).
91

Sebelum suatu kebijakan diimplementasikan dan guna menghindari


kegagalan dalam mencapai tujuan, maka ada beberapa permasalahan dan
persyaratan penting lainnya yang perlu diperhatikan. Antara lain adalah kesiapan
dari sumber daya manusia, sarana prasarana dan pembiayaan. Begitu juga halnya
dengan kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat, sebelum
diimplementasikan memerlukan kesiapan sumberdaya manusia, sarana prasarana
dan pembiayaan. Kesiapan yang paling diperlukan dalam kebijakan manajemen
Sekolah Tinggi Transportasi Darat adalah kesiapan dari kepala institusi dan dosen
(staf pengajar) selaku pelaku utama kebijakan. Di era desentralisasi pendidikan,
manajemen institusi memiliki kecenderungan kearah manajemen berbasis sekolah
(MBS) yang harus dilaksanakan oleh kepala institusi dan dosen yang profesional
dan efektif, yaitu kepala institusi yang memiliki kepemimpinan transformasional
dengan ciri:

1) Mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan (pembaruan).


2) Memiliki sifat pemberani.
3) Mempercayai orang lain.
4) Bertindak atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan
individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya).
5) Meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
6) Memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas
dan tidak menentu.
7) Memiliki visi ke depan.

Sedangkan dosen yang profesional dan efektif adalah dosen yang dengan

ciri antara lain:

1) Memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas;


2) Memiliki kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen
pembelajaran.
92

3) Memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik


(feedback) dan penguatan (reinforcement).
4) Memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri. Kepala
institusi dan dosen merupakan pelaksana atau aktor utama dari
kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat, keberhasilan
pelaksanaan kebijakan banyak dipengaruhi oleh roda organisasi
(institusi) dan kreativitas para pelaksana atau personel dalam organisasi
itu.
Kemajuan sebuah lembaga pendidikan (termasuk institusi) pada hakekatnya
tidak bergantung pada kemewahan fisik dan sarananya, tetapi lebih terletak pada
kepemimpinan dan profesionalisme tenaga pengajar. Temuan hasil penelitian di
lapangan, berkenaan dengan kesiapan sumber daya manusia terutama dosen dan
kepala institusi, secara kuantitas dilihat dari jumlahnya, ijazah, ruang/golongan yang
dimiliki kepala institusi dan dosen dapat dikatakan bahwa kepala institusi dan dosen
di Sekolah Tinggi Transportasi Darat, telah mencukupi dan memenuhi standar
persyaratan mengajar, sehingga seharusnya mereka juga telah siap untuk menerima
perubahan dan berbagai inovasi atau pembaruan yang akan diterapkan seperti
kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat ini. Namun secara kualitas
dilihat dari profesionalisme kepala institusi dan dosen dengan beberapa kemampuan
dan ciri yang harus mereka miliki, dari hasil observasi dan wawancara dapat
dikatakan bahwa mereka belum siap untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Hal ini
tercermin dari sikap dosen yang tidak mau diobservasi ketika melaksanakan Pakem,
serta masih adanya praktek Pakem yang salah.

Kesiapan agen pelaksana dalam melaksanakan suatu kebijakan menurut


Islam, tidak bisa terlepas dari sumberdaya yang memadai bahwa para pelaksana
harus disuplai dengan resources yang cukup, seperti human resources (staf dalam
jumlah dan kualifikasi yang memadai dengan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kewenangan dan tanggung jawabnya), financial resources, technolo-gical
93

resources, maupun psychological resources. Jika mengacu pada pendapat ini, maka
pada implementasi kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat,
kurangnya kesiapan dari kepala institusi dan dosen dapat disebabkan karena mereka
belum disuplai dengan ketiga resources yang terakhir yaitu financial resources,
technological resources, dan psychological resources, baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.

Selain itu, dalam implementasi kebijakan Manajemen Sekolah Tinggi Transportasi


Darat, ketidaksiapan kepala institusi dan dosen sebagai agen/pelaksana utama
kebijakan disebabkan oleh ketidakberdayaan dalam memimpin atau tidak
dimilikinya sifat kepemimpinan transformasional oleh kepala institusi dan dosen.
Hal ini terbukti dari belum adanya perencanaan, visi dan misi dari institusi dan
belum dapat dioptimalkannya seluruh sumberdaya yang ada di institusi. Untuk itu
kepemimpinan kepala institusi dan dosen perlu diberdayakan.

Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara profesional dan


fungsional sehingga kepala institusi dan dosen mampu berperan sesuai dengan
tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. Kepala institusi dan dosen harus
bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif, sebagai manajer ia harus
mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal.

Hal ini dapat dilakukan jika kepala institusi mampu melakukan fungsi-fungsi
manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pangarahan dan
pengawasan dengan baik dan dosen mampu melaksanakan Pakem dengan baik dan
efektif.

Pengorganisasian MBS di Sekolah Tinggi Transportasi Darat dilakukan


berdasarkan keputusan rapat oleh Kepala Institusi dengan membagi tugas sesuai
dengan kemampuan dan profesionalitas. Dan pengorganisasian MBS Sekolah Tinggi
Transportasi Darat meliputi:

a) Pengkelompokan komponen MBS,


94

b) membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi MBS,

c) merumuskan dan menetapkan metode dan prosedur MBS,

d) menyediakan fasilitas.

Mencermati temuan tersebut, sejalan dengan pendapat Hani Handoko (2003:34)


bahwa: "Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan padasumber
daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki organisasi untuk menjalankan
rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan organisasi. Dan
pengorganisasian di Sekolah Tinggi Transportasi Darat menciptakan hubungan yang
saling terkait antara satu personil dengan personil institusi lainnya.

Dengan demikian pengorganisasian dalam konteks implementasi MBS di


Sekolah Tinggi Transportasi Darat merupakan fungsi yang tidak terpisahkan dengan
perencanaan. Di lihat dari perannya pengorganisasian merupakan mekanisme utama
yang digunakan manajemen untuk menjalankan atau mengaktifkan rencana,
pengorganisasian menciptakan dan mengatur hubungan antara seluruh sumber-
sumber daya organisasi melalui pengindikasian sumber daya organisasi yang akan
digunakan untuk aktivitas tertentu dan kapan, dimana, dan bagaimana sumber daya
tersebut digunakan.

Selanjutnya temuan ketiga mengenai proses pelaksanaan rencana


peningkatan mutu berbasis sekolah (manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat)
pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat kepala institusi melakukan supervisi dengan
tujuan untuk membantu dosen merencanakan dan mengatasi kesulitan yang di
hadapi. Dengan cara itu, dosen akan merasa di dampingi sehingga dapat
meningkatkan semangat kerjanya demi peningkatan mutu pendidikan.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan MBS di Sekolah Tinggi


Transportasi Darat menemukan tiga aspek utama yang menjadi fokus dari
implementasi MBS yaitu:
95

a. Personil Institusi yang terdiri dari Kepala Institusi,


dosen-dosen, staf dan para siswa.
b. Kurikulum Berbasis Sekolah.
c. Sarana dan Prasarana

Tahap-tahap pelaksanaan yang dilakukan di dalam implementasi MBS di


Sekolah Tinggi Transportasi Darat di mulai dari:

a. Melakukan sosialisasi MBS

b. Memperbanyak mitra institusi

c. Merumuskan kembali aturan institusi, peran dan unsur-unsur institusi, serta


kebiasaan dan hubungan antar unsur-unsur institusi
d. Menerapkan prinsip-prinsip MBS yang baik

e. Mengklarifikasi fungsi dan aspek manajemen pendidikan (institusi)

f. Meningkatkan kapasitas institusi

g. Mendistribusikan kewenangan dan tanggung jawab


h. Menyusun rencana pengembangan institusi (RPM),
melaksanakan, memonitor dan mengevaluasinya.

Pengambilan keputusan operasional kebijakan pelaksanaan implementasi MBS


di Sekolah Tinggi Transportasi Darat diserahkan kepada bidang-bidang institusi
yang menangani pelaksanaan rencana (didelegasikan), dengan bekerja berdasarkan
acuan Rensta yang telah di sepakati secara profesional.

Mencermati temuan tersebut di atas, sejalan dengan pendapat Dzaujak Ahmad


(1996:23) bahwa: dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input
seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi
sesuai kemampuan dosen), sarana sekolah dukungan administrasi dan sarana
prasarana, dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
96

Hambatan yang diidentifikasi dari hasil penelitian dan beberapa pendapat


mengenai hal- hal yang dapat menyebabkan kurang berhasilnya dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut, maka dapatlah diketahui bahwa kurang berhasilnya implementasi
kebijakan tidak selalu disebabkan oleh kelemahan atau ketidakmampuan pelaksana
atau administrator, melainkan dapat pula disebabkan oleh pembentukan
kebijakannya yang kurang sempurna. Di sinilah peran penting yang dimainkan oleh
pelaksana kebijakan dan harus mampu untuk mengambil langkah-langkah guna
mengadakan reformulation sehingga kebijakan pokok itu dapat mencapai tujuannya.
Kegagalan implementasi manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat terjadi
karena sekedar mengadopsi model apa adanya tanpa persiapan dan upaya kreatif
dari pelaku kebijakan, kepala institusi bekerja berdasarkan agendanya sendiri tanpa
memperhatikan aspirasi seluruh warga institusi, kekuasaan pengambilan keputusan
terpusat pada satu pihak, menganggap manajemen Sekolah Tinggi Transportasi
Darat adalah hal biasa, tanpa usaha serius akan berhasil dengan sendirinya. Untuk
menghindari faktor penghambat yang mengakibatkan kegagalan implementasi
sebagaimana tersebut di atas maka diperlukan suatu upaya yang melibatkan seluruh
stakeholders guna mengadakan reformulasi kebijakan.

Hasil identifikasi faktor penghambat dan pendukung terhadap implementasi


kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat tersebut di atas, dapat juga
merupakan permasalahan pendidikan yang dapat dijadikan sebagai suatu tantangan
dan hambatan yang harus dihadapi pemerintah. Untuk itu dalam pengembangan
kebijakan, diharapkan hal-hal tersebut dapat diantisipasi sehingga implementasi
akan lebih efektif. Agar implementasi kebijakan manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat mencapai sasaran, maka dosen, kepala institusi, pendosens
komite institusi, tokoh masyarakat dan stakeholders lainnya hendaknya benar-benar
dapat duduk bersama, menentukan visi misi pendidikan ke depan. Keberhasilan
implementasi kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat dalam
97

kerangka desentralisasi pendidikan sangatlah bergantung pada good will semua


pihak.

Maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan pelaksanaan implementasi


manajemen berbasis sekolah di Sekolah Tinggi Transportasi Darat berorientasi
kepada peningkatan mutu pendidikan. Spektrum kebijakan pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah pada Sekolah Tinggi Transportasi Darat sudah mencirikan
pencapaian kualitas, karena memperhatikan aspek pengembangan diri, sosial dan
intelektual siswa, fokus kebijakan implementasi manajemen berbasis sekolah
Sekolah Tinggi Transportasi Darat sudah memenuhi keperluan perbaikan mutu
pendidikan siswa, personil dosen, manajemen dan sarana serta fasilitas
pembelajaran.

Sekolah/Institusi merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum, baik


kurikulum nasional maupun muatan lokal, yang diwujudkan melalui proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler, dan
instruksional. Agar proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara efektif dan
efesien, serta mencapai hasil yang diharapkan. Kepala Institusi Sekolah Tinggi
Transportasi Darat secara langsung melakukan bimbingan dan pengarahan dalam
pengembangan kurikulum dan program pengajaran serta melakukan pengawasan
dalam pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan Model MBS yang di kembangkan di
Indonesia yang di kenal sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat). dapat diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas
kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan
masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku (Admodiwirio, 2000:5)

Penerapan implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) di institusi ini


ternyata telah berpengaruh dalam peningkatan kualitas belajar mengajar, hal ini
disebabkan adanya mekanisme yang lebih efektif dan lebih cepat dalam
98

memanfaatkan sumber daya institusi berdasarkan kebutuhan. Secara umum


pelaksanaan MBS di Sekolah Tinggi Transportasi Darat melibatkan setiap unsur-
unsur institusi di dalam mendukung setiap pelaksanaan MBS itu sendiri dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan.

Selanjutnya temuan keempat mengenai pengawasan manajemen peningkatan


mutu berbasis sekolah (manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat) berfungsi
sebagai tolak ukur menentukan kebijakan Sekolah Tinggi Transportasi Darat di
masa yang akan datang. Dari hasil evaluasi tersebut maka akan dapat diperoleh
tingkat keberhasilan dan kegagalannya, sehingga dapat memperbaiki kinerja
program yang akan datang. Di samping itu evaluasi juga sangat berguna sebagai
bahan masukan bagi institusi untuk merumuskan sasaran (tujuan) peningkatan
manajemen berbasis sekolah untuk tahun yang akan datang.

Fungsi pengawasan adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan


standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika
diperlukan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengawasan MBS
di Sekolah Tinggi Transportasi Darat dilakukan oleh Kepala Institusi di bantu oleh
PKM beserta para dosen dan staf. Kebijakan pengawasan MBS dilakukan dengan
memakai sistem internal dan eksternal.Hasil pengawasan dan evaluasi eksternal
digunakan untuk rewards system terhadap individu sekolah, meningkatkatkan iklim
kompetisi antar institusi, memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan, dan
membantu institusi dalam mengembangkan diri.

Hal ini sejalan dengan pendapat Umaedi: Pengawasan adalah


mendeterrninasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi
kerja dan apabila perlu, menerapkan tidankan-tindakan korektif sehingga hasil
pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. (Umaedi, 2004:35)
Sedangkan evaluasi yang dilakukan didalam implementasi MBS di Sekolah Tinggi
Transportasi Darat meliputi seluruh program-program yang telah direncanakan di
awal semester. Secara umum evaluasi yang dilakukan di Sekolah Tinggi
99

Transportasi Darat berfungsi sebagai tolak ukur untuk menentukan kebijakan


pendidikan di masa yang akan datang.

Evaluasi yang digunakan meliputi jangka pendek dan jangka panjang dan
berkesinambungan.Komponen-komponen MBS yang menjadi perhatian di Sekolah
Tinggi Transportasi Darat dalam konteks, input, proses, output, dan outcome.Intinya
: memastikan pelaksanaan pekerjaan sesuai rencana, sehingga menghasilkan
perencanaan tertentu dan terjalin intruksi dan wewenang dari atasan kepada
bawahan. Prinsip lainnya adalah mengrefleksikan sifat-sifat dan kebutuhan dari
aktifitas yang harus dievaluasi, sehingga dapat dengan segera melaporkan
penyimpangan-penyimpangan, fleksibel, merefleksikan pola organisasi, ekonomis,
dapat dimengerti dan dapat menjamin diadakannya tindakan korektif. Berdasarkan
deskripsi data di atas secara umum pengawasan dan evaluasi implementasi MBS di
Sekolah Tinggi Transportasi Darat merupakan upaya untuk mengamati secara
sistematis dan berkesinambungan, merekam, memberi penjelasan,petunjuk,
pembinaan, dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat, serta memperbaiki
kesalahan di dalam pelaksanaan MBS itu sendiri.

Dalam perkembangan selanjutnya, demi meningkatkan manajemen berbasis


sekolah di Sekolah Tinggi Transportasi Darat perlu diidentifikasi peluang-peluang
yang ada yang bisa mendukung proses peningkatan mutu institusi.Setelah penulis
melakukan pengamatan, ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan oleh pihak
Sekolah Tinggi Transportasi Darat

Kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat diimplementasikan


dengan menerapkan Pakem, manajemen berbasis sekolah yang transparan dan
keterlibatan atau partisipasi masyarakat, kelembagaan, aktor dan institusi kebijakan
baik pada tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten maupun tingkat institusi telah
ditentukan dari pusat. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ini merupakan
kebijakan yang bersifat top-down. Kenyataan di lapangan, strategi pembelajaran
(Pakem) diakui telah membawa nuansa baru dalam proses belajar mengajar,
100

walaupun demikian di Sekolah Tinggi Transportasi Darat masih ada dosen yang
mempraktekkan Pakem ini secara tidak benar.

Masalah transparansi, terutama dalam manajemen keuangan telah


menunjukkan kemajuan yang sangat baik dan diakui oleh kepala institusi bahwa
sikap transparan yang dilakukan sangat membantu mereka meningkatkan partisipasi
masyarakat (komite institusi). Masih ada kesenjangan antara acuan formal dan
persepsi pelaku kebijakan yang menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak
utuh.Selain itu kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat yang
dimaksudkan untuk memandirikan institusi dengan memberikan kewenangan,
keleluasaan (otonomi) kepada institusi untuk mengelola sumber daya yang
dimilikinya, ternyata kewenangan tersebut belum dimiliki dan dipunyai serta belum
dimanfaatkan atau digunakan, baik oleh kepala institusi maupun dosen.

Kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat telah


disosialisasikan kepada pelaku kebijakan dan stakeholder, namun ternyata konsep
dan tujuan dari kebijakan ini belum dipahami dengan baik oleh warga institusi dan
masyarakat, hal ini terlihat dari adanya kesenjangan antara acuan formal dan
persepsi pelaku kebijakan terhadap manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat.
Sehingga menyebabkan pelaksanaan kebijakan manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat menjadi tidak utuh, Wahab, menyebutnya dengan
implementation gap.71Salah satu bukti nyata di lapangan adalah tidak
dilaksanakannya kebijakan sesuai dengan tahapan pelaksanaan yang tertera dalam
pedoman umum pelaksanaan.

Tidak dipahaminya konsep dan tujuan kebijakan oleh pelaku atau aktor
kebijakan dapat disebabkan karena informasi yang disampaikan dan diterima
melalui penataran dan pelatihan saat sosialisasi, baru pada taraf pengenalan dan
tidak dilakukan secara berkelanjutan.
101

Penataran dan pelatihan serta pertemuan antar aktor kebijakan hanya


dilakukan secara temporer saja yaitu pada saat awal kebijakan manajemen Sekolah
Tinggi Transportasi Darat diuji cobakan, hal ini menunjukkan kurangnya frekuensi
pengkomunikasian langsung kepada pelaku kebijakan dan masyarakat sebagai
target group. Komunikasi dan koordinasi yang ditujukan untuk membangun suatu
kerjasama adalah merupakan salah satu syarat penting dalam implementasi
kebijakan publik, salah satu variabel model implementasi kebijakan adalah
komunikasi antar organisasi yang saling berkait dengan variabel-variabel lainnya
dalam menghasilkan kinerja kebijakan yang tinggi/baik. Sebagaimana dikemukakan
oleh Wahab, bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna di antara
berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam suatu program kebijakan.72 Edward,
mensinyalir bahwa dalam komunikasi ada beberapa hal yang mempengaruhi
efektivitas dari komunikasi dan akan berpengaruh pula terhadap keberhasilan
implementasi kebijakan antara lain adalah transmission (akurasi penerimaan
panjang dan pendeknya rantai komunikasi) atau penyaluran komunikasi, konsistensi
dan rincian tujuan komunikasi.73Selain itu dalam mensosialisasikan suatu
kebijakan/program harus ada produk sinergi interaksional dari beragam aktor atau
institusi yang terlibat.

Pada pelaksanaan Pakem, peneliti menemukan masih dipraktekkan secara


salah oleh sebagian besar dosen, hal ini seharusnya tidak perlu terjadi jika dosen
benar-benar memahami hakekat dari strategi pembelajaran ini, dan juga memahami
serta melakukan perannya dengan baik, tidak hanya sebagai seorang pengajar, tetapi
juga sebagai seorang pendidik dan pemimpin, serta dosen diberi kewenangan dan
kebebasan (otonomi) penuh untuk mengelola kelasnya.

Otonom yang dimaksud adalah adanya dorongan dari pimpinan institusi


kepada dosen dalam menerapkan strategi pembelajaran sejauh hal tersebut masih
dalam kerangka kebijakan institusi. Jika dosen sudah memiliki sikap yang otonom,
maka dengan sendirinya akan tercipta kelas yang otonom. Jika kesalahan dalam
102

mempraktekkan Pakem tersebut dikaitkan dengan salah satu kemampuan yang harus
dimiliki dosen yaitu kemampuan dalam penguasaan materi setiap mata pelajaran,
maka menurut peneliti kesalahan tersebut dapat terjadi karena banyak hal, di
antaranya budaya kerja dosen yang masih rendah, sehingga tidak memiliki motivasi
yang tinggi untuk menguasai penggunaan strategi Pakem dalam pembelajaran.

Berkaitan dengan trasparansi, perlu kiranya dilakukan pembahasan berikut:


Transparansi manajemen merupakan kata kunci dalam pelaksanaan kebijakan
manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat dan dalam otonomi pendidikan
secara luas. Selama ini manajemen institusi dan birokrasi bersifat “tertutup”, dalam
arti kurang bisa dipertanggung jawabkan secara moral. Laporan-laporan pendidikan
lebih banyak menganut model paternalistik dan asal bapak senang (ABS). Akibatnya
banyak kebocoran yang dilakukan, tetapi tetap aman dari segi administratif. Ini
terjadi karena tidak adanya budaya akuntabilitas publik dalam dunia pendidikan.

Kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat merupakan salah


satu model manajemen yang menuntut adanya transparansi manajemen dan di
lapangan penelitian telah ditemukan adanya tranparansi ini, tapi masih terbatas pada
transparansi manajemen keuangan, transparansi di bidang lain seperti bidang
kesiswaan, bidang personalia, pada penelitian ini tidak penulis analisa secara
seksama, hanya transparansi manajemen keuangan yang menjadi titik pusat
perhatian peneliti, dengan asumsi bahwa untuk melakukan akuntabilitas publik,
masalah keuanganlah yang menjadi sorotan utama.

Tuntutan digunakannya transparansi manajemen di era otonomi pendidikan


agaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, baik oleh institusi maupun pejabat
kependidikan. Oleh karena itu, transparansi manajemen menjadi bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari otonomi pendidikan. Jika dicermati kebijakan manajemen
Sekolah Tinggi Transportasi Darat secara formal, maka akan ditemukan bahwa
kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang menekankan pada model rasional
(top-down). Sekalipun kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat ini
103

secara formal merupakan kebijakan yang diturunkan dari atas (top down) dalam hal
ini adalah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan
Unesco dan Unicef, dan institusi sebagai lembaga pendidikan khas agama Islam di
jajaran Departemen Agama, berkoordinasi dengan Depdiknas dalam penerapannya.
Sehingga petunjuk pelaksanaannya telah dirumuskan dengan jelas, dan unit-unit
pelaksana di bawahnya telah ditentukan dan harus bekerja dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dari atas, akan tetapi dalam prakteknya
implementasi kebijakan ini tidaklah berjalan secara linier.

Selain itu juga pelaksana kebijakan tidak mengikuti semua ketentuan yang
digariskan oleh penentu (pembuat) kebijakan (policy maker). Guna membahas dan
menjawab apakah proses implementasi kebijakan manajemen Sekolah Tinggi
Transportasi Darat ini telah berjalan efektif dan memberi dampak terhadap
peningkatan mutu pendidikan Sekolah Tinggi Transportasi Darat, dan dapat
mengatasi penurunan kualitas sumberdaya manusia, tentu bukan merupakan hal
yang mudah. Sebab untuk menilai dan membuktikan efektivitas dan keunggulan
model kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat ini tetap
membutuhkan waktu yang lama. Jika dipergunakan kriteria untuk melihat efektivitas
dan mutu proses implementasi yang dikemukakan Islamy, yaitu menyangkut kriteria
landasan demokratis, inklusif, partisipatif, transparansi, efisien dan akuntabel serta
menggunakan sepuluh pertanyaan mengenai mutu implementasi berikut:

a. Apakah strategi/pendekatan implementasi telah diidentifikasi, dipilih


dan dirumuskan dengan jelas?
b. Apakah unit pelaksana teknis telah disiapkan?
c. Apakah aktor-aktor utama (policy subsystems) telah ditetapkan dan
siap menerima tanggung jawab pelaksanaan kebijakan tersebut?
d. Apakah prosedur operasi baku telah ada, jelas, dan dipahami oleh
pelaksana kebijakan?
e. Apakah koordinasi pelaksanaan telah dilakukan dengan baik?
104

f. Bagaimana, kapan, dan kepada siapa alokasi sumber-sumber hendak


dilaksanakan?
g. Apakah hak dan kewajiban, kekuasaan dan tanggung jawab telah
diberikan dan dipahami serta dilaksanakan dengan baik oleh pelaksana
kebijakan?
h. Apakah pelaksana kebijakan telah dikaitkan dengan rencana tujuan
dan sasaran kebijakan?
i. Apakah teknik pengukuran dan kriteria penilaian keberhasilan
pelaksanaan kebijakan telah ada, jelas dan diterapkan dengan baik?
j. Apakah penilaian kinerja kebijakan telah menerapkan prinsip-prinsip

efisiensi ekonomis dan politis serta sosial?.75


Jika berbagai pertanyaan di atas telah dapat terpenuhi maka implementasi
kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat dapat dikatakan cukup
efektif. Dikatakan cukup efektif karena beberapa kriteria seperti demokratis,
partisipasif dan transparan telah terpenuhi oleh kebijakan manajemen Sekolah
Tinggi Transportasi Darat, hal yang belum dilaksanakan dan masih terjadi dalam
implementasi kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat ini antara
lain adalah belum dipahaminya konsep dan tujuan serta prosedur operasional baku
secara utuh oleh pelaku kebijakan.

Memperhatikan beberapa indikator hasil penelitian yang menunjukkan


adanya perubahan yang terjadi sebagai akibat dari adanya rintisan dan proses
implementasi kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat, maka
menurut peneliti bahwa model program manajemen Sekolah Tinggi Transportasi
Darat ini lebih baik dari pada model program yang bersifat sentralistik yang selama
ini diterapkan. Beberapa indikator tersebut antara lain adalah:

a. Model pembelajaran berbeda dengan kegiatan pembelajaran selama ini,


yang memposisikan siswa serba marginal dan tidak memiliki hak untuk
bertanya. Pakem yang diterapkan dalam kebijakan manajemen Sekolah
105

Tinggi Transportasi Darat lebih mengedepankan apa yang disebut


joyful learning. Siswa merasa senang bersekolah karena proses belajar
dilaksanakan dengan pendekatan yang ramah. Mereka dengan leluasa
dapat mengemukakan apa yang menjadi ide kreatifnya secara
maksimal. Dosen tidak lagi dipasung dengan tuntutan kurikulum
nasional yang kaku. Dosen justru dituntut untuk mampu bersikap
terbuka, inovatif terhadap model-model pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik siswa. Belajar tidak harus di ruang kelas, tetapi dapat
dilakukan di halaman, berjalan-jalan ke sawah, pantai atau tempat lain
di sekitar institusi yang memungkinkan.
b. Kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat memuat
peran serta masyarakat tidak hanya sebatas sebagai pembayar biaya
pendidikan saja. Mereka dituntut berpartisipasi secara maksimal, baik
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan maupun memantau
proses pembelajaran putra-putrinya di institusi dan di rumah. Dalam
kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat ini,
masyarakat juga diikutsertakan dan dituntut mampu menyusun rencana
kerja institusi (bersama institusi), sekaligus sebagai pelaksana tidak
langsung proses kegiatan pembelajaran bagi siswa.
c. Kebijakan manajemen sekolah tinggi transportasi darat mengarahkan
kegiatan administratif maupun kegiatan pembelajaran berlangsung
secara transparan. Kepala institusi bersama dosen, dan komite institusi
menyusun rencana kerja dan anggaran institusi. Secara terbuka
disampaikan sumber dan besarnya dana yang akan diperoleh dan
rencana penggunaannya.
106

Ketiga hal tersebut di atas, sebelum kebijakan manajemen Sekolah Tinggi


Transportasi Darat diimplementasikan belum terlihat dan belum dilaksanakan,
ketika kebijakan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat
diimplementasikan hal tersebut menjadi suatu keharusan dan mengakibatkan
adanya perubahan ke arah yang lebih baik.

Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meyakinkan apakah program


yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan
telah dicapai dan sejauhmana pencapaiannya. Karena fokus adalah mutu siswa,
maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk
mengetahui proses dan hasil belajar siswa. Secara keseluruhan tujuan dari
kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk meneliti efektivitas dan
efisiensi dari program institusi dan kebijakan yang terkait dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam
kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil evaluasi juga diperlukan
infomasi lain yang akan dipergunakan untuk pembuatan keputusan selanjutnya
dalam perencanaan dan pelaksanaan program di masa mendatang. Demikian
aktivitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga merupakan suatu proses
peningkatan mutu yang berkelanjutan.

Konsep manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat merupakan


kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam
pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan manajemen Sekolah
Tinggi Transportasi Darat dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan.

Pertama, salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif


untuk dapat menerapkan Manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat, yakni
peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga institusi, termasuk
masyarakat dan orang tua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala institusi
harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan manajemen
Sekolah Tinggi Transportasi Darat.

Kedua, membangun budaya institusi (school culture) yang


demokratis, transparan dan akuntabel. Termasuk membiasakan institusi
107

untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model


memajangkan RAPBS di papan pengumuman institusi yang dilakukan oleh
Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat
positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau
poster tentang rencana kegiatan institusi. Alangkah serasinya jika kepala
institusi dan Ketua Komite Institusi dapat tampil bersama dalam media
tersebut. Ketiga, pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan
evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu
melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoringdan evaluasi
pelaksanaan manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat di institusi,
termasuk pelaksanaan block grant yang diterima institusi.

Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya


institusi yang dikelola secara efektif (dengan manajemen yang berbasis
sekolah) yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan
cepat dalam hal mutu pendidikan.

Keterlibatan atau partisipasi masyarakat yaitu kesediaan untuk


membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa
berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri (Mubyarto dan Sartono,
1995:36). Ada dua bentuk partisipasi yaitu:

a. Partisipasi yang melibatkan sejumlah orang dengan kontribusi


individual yang kecil, disebut juga dengan partisipasi ekstensif
(extensive participation). Keuntungan dari partisipasi ini adalah
kesadaran tentang suatu isu yang dimunculkan pada masyarakat akan
ditanggapi sesuai dengan kontribusi dan keterlibatan yang diberikan
masyarakat, kekurangannya adalah karena orang yang terlibat banyak,
dan kontribusinya sedikit, maka masyarakat tidak dapat
diberdayakan.
b. Partisipasi yang hanya melibatkan beberapa orang saja, tetapi tersedia
waktu yang besar oleh partisipan, disebut juga partisipasi intensif
(intensive participation), keuntungan bentuk partisipasi masyarakat
108

ini adalah mampu atau dapat mengembangkan solusi inovatif dan


dapat mencapai suatu consensus (Graham dan S.Phillips, 1998:8)
Temuan di lapangan menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan khususnya dalam implementasi kebijakan
manajemen Sekolah Tinggi Transportasi Darat, adalah merupakan bentuk
partisipasi yang ekstensif. Partisipasi masyarakat sudah mulai meningkat.Meski
demikian meningkatnya partisipasi masyarakat dalam membantu institusi masih
didominasi dengan bantuan pada aspek fisik/gedung dan peralatan lainnya.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, partisipasi masyarakat selayaknya tidak
hanya dalam bentuk bantuan fisik dan keuangan, tetapi juga dalam proses
kebijakannya, seperti dalam hal perencanaan program institusi, pengambilan
keputusan, pelaksanaan proses belajar mengajar dan dalam melaksanakan
evaluasi program institusi. Peran serta masyarakat pada kegiatan-kegiatan
tersebut dan pada kegiatan yang bersifat mendukung pengelolaan institusi dan
belajar anak, masih relatif rendah dan masih belum optimal. Jika mengacu pada
pendapat Graham dan Phillips, mengenai bentuk partisipasi maka masih belum
optimalnya partisipasi masyarakat terutama dalam proses kebijakan, menurut
peneliti disebabkan karena bentuk partisipasinya adalah ekstensif.

Keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam proses pengambilan


keputusan, perencanaan dan pelaksanaan, serta pengendalian dan
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pendidikan merupakan salah
satu wujud dan kunci keberhasilan setiap usaha dan upaya peningkatan mutu
pendidikan. Oleh karena itu pendekatan untuk meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan yang dapat memberi
ruang bagi kepentingan dan inisiatif masyarakat perlu dikembangkan dan
dibina secara terus menerus dengan upaya yang sungguh-sungguh.Tidak
dapat dipungkiri bahwa partisipasi masyarakat sangat diperlukan dan
memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Graham dan
Phillips, mengemukakan bahwa dengan partisipasi yang bertujuan untuk
menyebarkan atau membagi informasi, akuntabilitas dan legitimasi,
pendidikan, pemberdayaan masyarakat dan pembagian kekuasaan, maka
109

warga negara atau masyarakat percaya bahwa mereka terlibat dalam


pembagian kekuasaan (power-sharing) dan akan berpengaruh terhadap
agenda dan hasil pelaksanaan kebijakan, sementara itu pemerintah juga dapat
mengumpulkan informasi dari masyarakat sehingga dapat menyusun agenda
kebijakan yang sesuai.

Selain itu Graham dan Phillips, juga mengemukakan bahwa ada tiga
hal yang perlu diperhitungkan dalam persoalan keterlibatan (participation)
dan keikutsertaan (engagement) serta hubungannya dengan pemerintah
daerah yaitu: legitimacy, capacity dan vitality. Terkait dengan legitimasi,
Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan: Apakah keterlibatan dari
warga Negara atau masyarakat itu dapat memberikan kontri-busi bagi
perbaikan kegiatan daerah, apakah partisipasi masyarakat mampu
meningkatkan konsensus publik tentang tanggung jawab pemerintah daerah
dan apakah kontribusi masyarakat yang terlibat mengarah kepada
penjaminan bahwa pemerintah daerah memerlukan biaya dan sumberdaya
manusia untuk memegang mandat atau kepercayaan mereka. Hal ini adalah
merupakan tantangan yang dihadapi pemerintah daerah. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kemampuan (capacity) dan
kekuatan (vitality) adalah: Apakah keterlibatan masyarakat itu akan membuat
keputusan menjadi lebih baik dan akan memperluas kemampuan dalam
mengembangkan keputusan rasional yang mereka ambil, apakah partisipasi
masyarakat memberikan kontribusi berupa keuntungan sosial baik dalam
jangka panjang maupun jangka pendek dan apakah partisipasi masyarakat
dapat meningkatkan debat publik bagi anggota masyarakat untuk
mempengaruhi kebijakan dan proses perencanaannya.

Terkait dengan implementasi kebijakan manajemen Sekolah Tinggi


Transportasi Darat, yang keberhasilannya sangat ditentukan oleh adanya
keterlibatan masyarakat, maka beberapa hal tersebut di atas perlu
dipertimbangkan baik oleh perumus kebijakan (pemerintah) maupun
pelaksana kebijakan (institusi). Adanya peningkatan peran serta masyarakat
110

yang peneliti temukan di lapangan, tidak terlepas dari usaha kepala institusi
untuk selalu berusaha menerapkan manajemen yang transparan kepada
masyarakat, terutama dalam manajemen keuangan.

Secara teoritis, hal ini didukung oleh pendapat Graham dan Phillips,
yang mengemukakan bahwa partisipasi tidak muncul secara alami, tapi perlu
diusahakan dan memerlukan beberapa syarat seperti: Keterbukaan,
fleksibilitas, responsibilitas, adanya birokrasi tradisional yang didasarkan
pada hirarhki dan otoritas top-down, secrecy, otonomi dan perencanaan yang
rasional. Hal ini membawa konsekuensi bagi pemerintah untuk
mempersiapkan diri melalui penciptaan beberapa institusi dan perubahan
sikap (Klingemann dan D. Fuchs, 1995:11). Partisipasi mayarakat terhadap
kebijakan pemerintah menurut Klingemann dan Fuchs, dipengaruhi oleh
modernitas yang dialami individu dipengaruhi oleh dua hal: yaitu
meningkatnya kemampuan personal dan adanya perubahan orientasi
nilai.Lebih lanjut dijelaskan bahwa adanya perubahan orientasi nilai
bermakna adanya perubahan dari masalah fisik ke arah adanya rasa memiliki,
pengungkapan diri dan kualitas hidup yang disebut juga perubahan dari
materialist ke post materialism.Perubahan ke arah kualitas hidup artinya ada
perubahan ke arah kompetensi kognitif seperti meningkatnya kemampuan
untuk menyerap informasi yang kompleks, meningkatnya pengetahuan
tentang lingkup kegiatan dalam bidang sosial kemasyarakatan.Sejalan
dengan pendapat tersebut di atas, Mubyarto, menegaskan bahwa partisipasi
masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh modernisasi dan
komersialisasi.

Dijelaskan juga bahwa modernisasi dan komersialisasi selalu


cenderung menimbulkan dua akibat negatif yaitu: Semakin berkurangnya
keperluan akan keputusan-keputusan kolektif dan kecenderungan bertambah
besarnya pikiran dan perilaku yang bersifat anti-partisipasi. Selain itu dalam
tulisannya dijelaskan juga bagaimana meningkatkan dan mengembangkan
partisipasi masyarakat, menurutnya partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan
111

dan dikembangkan melalui desentralisasi pengambilan keputusan pada


tingkat pemerintahan yang lebih rendah, melibatkan masyarakat secara
langsung sebagai target group; dan mengembangkan demokrasi dalam
pengambilan keputusan dengan cara menyalurkan aspirasi dari masyarakat.82

Di lapangan, peneliti juga menemukan kepala institusi selaku aktor


utama kebijakan dalam melibatkan masyarakat hanya sampai pada taraf
mengantarkan kesadaran tentang pentingnya partisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan dan belum pada tataran melanggengkan atau
melestarikan kerjasama yang telah dibangun. Salah satu penyebab dari
kondisi tersebut antara lain adalah kepala institusi, dosen, komite institusi
dan tokoh masyarakat, bekerja hanya berdasarkan mekanisme proyek,
dimana jika proyek selesai, seolah- olah kegiatan juga berhenti, tidak
dilakukan secara terus menerus.

Faktor penyebab lainnya adalah karena masih rendahnya kemampuan


dari masyarakat dalam menyerap konsep dan tujuan kebijakan ini, kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan terpisahnya institusi dengan
masyarakat yang selama ini terjadi, adalah juga merupakan penyebab
kurangnya partisipasi masyarakat.

Dalam konteks ini Allah SWT berfirman dalam surat Al Zalzalah:

Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.”

“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,


niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Dalam pandangan Islam segala sesuatu harus dilakukan secara


terencana, dan teratur. Tidak terkecuali dengan proses kegiatan belajar-
mengajar yang merupakan hal yang harus diperhatikan, karena substansi dari
pembelajaran adalah membantu siswa agar mereka dapat belajar secara baik
112

dan maksimal. Manajemen dalam hal ini berarti mengatur atau mengelola
sesuatu hal agar menjadi baik.

Hal ini sesuai dengan hadits, An-Nawawi (1987:17) yang diriwayatkan


dari Ya’la Rasulullah bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya mewajibkan kepada kita untuk


berlaku ihsan dalam segala sesuatu.” (HR. Bukhari: 6010).
Dari hadits tersebut dapat penulis ambil suatu dasar bahwasannya
sekolah/institusi merupakan salah satu tempat untuk mendidik anak bermain,
disiplin dan memperlakukan anak didik sebagai teman dalam proses belajar
mengajar, sehingga mereka nantinya dapat tumbuh sebagai generasi-generasi
yang tangguh.

Dengan demikian manajemen mutu pendidikan merupakan anjuran Islam


dalam rangka mewujudkan genersi unggul yang menjadi tiang kemajuan Islam.
Perwujudan genersi itu membutuhkan perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan serta usaha yang sungguh –sungguh dari umat Islam sendiri.

Pada ayat yang lain Allah berfirman:


Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya
dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh.
Ayat tersebut menceritakan tentang ketelodoran Sahabat nabi dalam
perang Uhud, karena sebagai pemimpin nabi tidak dianggap perkataannya.
Padahal Rasullah telah mengajarkan pada sahabatnya untuk tidak menyerang
musuh sebelum membariskan pasukannya dengan ‘merapat’. Menurut
pemahaman penulis tentang konsep ‘bangunan; bahwa dalam bangunan terdapat
komponen-komponen yang satu sama lain secara fisik berbeda dan memiliki
fungsi yang berbeda pula.

Dengan fungsi yang berbeda tersebut maka hubungan antar komponen


tersebut saling mendukung, mengayomi, dan tidak saling curiga. Sebagai contoh;
tidak usahlah pintu bangunan ‘iri’ pada atap bangunan yang terletak di atas
karena semua memiliki peran dan fungsi masing-masing jika melanggar maka
113

akan terjadi kerusakan bangunan sehigga fungsi bangungan sebagai berteduh


akan terkurangi (menjadi tidak nyaman, aman, dan indah) bahkan tidak bisa
berfungsi sama sekali.
114

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Pengorganisasian Sumberdaya dalam Peningkatan Mutu pada Sekolah


Tinggi Transportasi Darat memakai prinsip berkeadilan, dengan maksud
pembagian tugas dilakukan berdasarkan kapasitas atau Job Discription,
2. Tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah
bergeser dari birokrasi ke pusat unit pengelola yang lebih dasar yaitu
institusi. Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya
institusi yang dikelola secara efektiflah (dengan manajemen berbasis mutu)
yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat
dalam hal mutu pendidikan.
3. Institusi memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi dalam hal
yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan
secara keseluruhan, harapan dan standar bagi mahasiswa untuk belajar dan
menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau
standar minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otoritas
pendidikan lainnya memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar
tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama
institusi dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan
kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka
menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik
sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.
4. Manajemen pengawasan dan evaluasi di Sekolah Tinggi Transportasi Darat
bersifat langsung melibatkan kepala institusi, sedangkan dosen melakukan
pengawasan terhadap program yang telah ditentukan, sehingga tujuan yang
sebelumnya ditentukan tetap berjalan secara maksimal dan dapat dipenuhi.
115

B. Implikasi
Dengan mengacu pada hasil penelitian dan kesimpulan sebagaimana di
kemukakan di atas, terdapat beberapa implikasi yang perlu dicermati dalam
upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kompetensi
Dosen. Hal ini dikarenakan tantangan yang diakibatkan oleh perubahan yang
cepat di era global, dimana kemampuan daya saing bangsa pada akhirnya
akan ditentukan oleh kemampuan SDM bangsa untuk mampu bersaing. Dosen
sebagai perancang masa depan anak sudah barang tentu dituntut untuk
mendidik siswa ke arah yang demikian, dan hal ini hanya dapat dilakukan
secara efektif apabila Dosen melaksanakan peran dan tugasnya secara dengan
benar.

1. Upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi Dosen agar


berkinerja secara optimal harus ditempatkan dalam konteks organisasi
Instistusi secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan agar peningkatan dan
pengembangan kompetensi Dosen merupakan bagian yang terintegrasi
dengan program Instistusi, sehingga pengembangannya dapat
berkesinambungan, karena mendapat dukungan dari organisasi.
2. Peningkatan Kualitas Pendidikan apabila berhasil dikembangkan secara
terus menerus akan membantu dalam keberhasilan pengembangan Dosen
dalam tataran teknis melalui pelaksanaan peran dan tugas Dosen dalam
proses pembelajaran. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengintegrasikan
berbagai perkembangan baru dan kebijakan baru dalam bidang
pendidikan/pembelajaran dengan tataran institusi organisasi dan
manajemen sehingga pengembangannya akan menjadi komitmen bersama
seluruh anggota organisasi
3. Dalam upaya mengintegrasikan berbagai perkembangan baru dalam bidang
pendidikan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam organisasi
Instistusi, ke dalam manajemen Instistusi, maka manajemen berbasis
Instistusi perlu terus diperkuat dan untuk itu faktor kepemimpinan kepala
116

Instistusi perlu menjadi perhatian utama, dari mulai rekrutmen sampai pada
pengembangan profesi. Kepemimpinan kepala Instistusi perlu didorong
dan dikembangkan, mengingat kemampuan manajerial kepala Instistusi
akan sangat berpengaruh pada penciptaan dan perubahan Kompetensi
Paedagogik Dosen ke arah yang lebih adaptif, antisipatif, serta kebijakan
yang lebih dapat mendorong Dosen berkinerja prima/superior, proaktif
serta lebih terbuka pada perubahan yang pada akhirnya berdampak pada
kinerja/perilaku Dosen dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.

C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan implikasi sebagaimana
dikemukakan terdahulu, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa
rekomendasi:

1. Kepala Institusi perlu mengembangkan kegiatan yang dapat mendorong


pada peningkatan kompetensi/kemampuan Dosen baik yang langsung
terkait dengan proses pembelajaran, maupun kompetensi lain yang dapat
menunjang pada peningkatan kualitas pembelajaran sebagai bagian dari
pengembangan profesional Dosen;
2. Kepala Institusi perlu mendorong tercapainya lingkungan Institusi yang
terbuka terhadap berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. Hal ini
akan mendorong pada pemerolehan wawasan/ide/hal baru yang
berkembang, yang nantinya diharapkan terjadi transfer of learning melalui
pelaksanaan pembelajaran di kelas, yang pada akhirnya melalui
pembelajaran bersama di Institusi hal tersebut akan berpengaruh pada
seluruh Dosen yang menjadi anggota organisasi Institusi. Dan dalam
kontek ini peran kepala Institusi akan menentukan pada terjadinya
pembelajaran organisasi yang bila hal tersebut berlangsung secara
berkesinambungan akan menjadikan Institusi sebagai organisasi
pembelajar (learning schoolI).
117

3. Untuk Kementerian Perhubungan;


(a) Perlu upaya/kebijakan yang dapat memperkuat manajemen Institusi
agar posisi kepala Institusi menjadi suatu profesi tersendiri, bukan hanya
sekedar Dosen yang diberi tugas tambahan. Dengan kepala Institusi
menjadi profesi yang khusus, maka rekrutmen kepala Institusi akan lebih
menitikberatkan pada kompetensi/kemampuan manajerial dan
kepemimpinan, serta pengembangan profesinya akan lebih mengacu pada
penguatan menajemen dan kepemimpinan pendidikan kepala Institusi;

(b) Menggiatkan kembali pengembangan manajemen berbasis Institusi


agar Institusi menjadi makin mandiri dalam menjalankan peran dan
fungsinya di masyarakat. Oleh karena itu berbagai pengaturan yang
cenderung mengurangi inisiatif Institusi melakukan kegiatan yang
produktif bagi peningkatan kualitas pendidikan secara bertahap perlu
dikurangi, sehingga kepala Institusi mempunyai kebebasan yang cukup
untuk berekspresi dalam menjalankan kepemimpinan di sekoloh;

(c) Seiring dengan kebijakan sertifikasi pendidik/Dosen yang mendasarkan


pada kualifikasi pendidikan sarjana serta penilaian akan kompetensi
Dosen, yang kemudian diiringi dengan tambahan kompensasi dengan
diberikannya tunjangan profesi, maka Kementerian Perhubungan perlu
mengembangkan manajeman kinerja yang dapat mendorong pada
peningkatan dan pengembangan kompetensi paedagogik Dosen secara
berkesinambuangan. Hal ini dimaksudkan agar tambahan/peningkatan
financial reward melalui tunjangan profesi dapat terkait dengan
meningkatnya kompetensi paedagogik Dosen ke arah yang lebih baik.

4. Untuk penelitian lebih lanjut; Perlu peningkatan lebih jauh dan mendalam
tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas dan
Peningkatan Kualitas Pendidikan dengan pendekatan yang berbeda,
misalnya pendekatan kualitatif, agar dapat diketahui secara lebih cermat
dan mendalam tentang faktor penentu dari Peningkatan Kualitas
Pendidikan. Dan untuk pendekatan yang sama, yakni kuantitatif,
118

pengukuran variabel secara substantif bukan didasarkan persepsi atas suatu


kondisi, perlu dikembangkan untuk memperoleh gambaran dan
pemahaman yang lebih akurat.
119

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Dzaujak, 1996. Penunjuk Peningkatan Mutu pendidikan di Sekolah


Dasar ( Jakarta: Depdikbud,)

Arifin, Imron , 1992. Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu- Ilmu Sosial
dan Keagamaan, Malang: Kalimasada Press.

Arifin, Imron, 1994. Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu- Ilmu Sosial dan
Keagamaan, Malang: Kalimasada Press.

Arikunto, Suharsimi, 1989. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis,


Jakarta: PT Bima Karya.

Arikunto, Suharsimi, 2016. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis.


Jakarta: PT Bima Karya.

Bafadal, Ibrahim, 1995. Proses Perubahan di Sekolah Studi Multi Situs di Tiga
Sekolah Dasar yang Baik Di Sumekar, Malang: PPs IKIP Malang.

Bakri, Masykuri (Ed), 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Teoritis dan


Praktis. Malang: VisiPress.

Bogdan dan Biklen, 1998. Qualitative Research for Education: An Introduction to


Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon Inc,

Bungin, Burhan, 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan


Publik, dan llmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Donald Ary et al, 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, ter. Arief
Furchan, Surabaya: Usaha Nasional.

Donald Ary et al, 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, ter. Arief
Furchan, (Surabaya: Usaha Nasional,.

E. James Anderson, 1979. Public Policy Making(New York: Holt Rinehart


andWinston.
Furchan Arief, 1994. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha
Nasional,
120

H.D Klingemann dan D. Fuchs, 1995. Citizens and The State: Beliefs In
Government (New York: Oxford University Press

Handoko, Hani, 2003. Manajemen. Yogyakarta. BPFE.

Ibnu Katsir. Terjemahan Indonesia Tafsir Juz 28 hlm 161., file download: tafsir-
ibnu-katsir-surat-ash- shaf.pdf, 4.Inc.

Iskandar, 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, GP Press.

Islamy, Irfan M. 1997, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.


Jakarta: Bumi Aksara.

J. M. Burns, 1978. Leadership. New York: Harper and Row.

K. Graham dan S.Phillips, 1998. Citizen Engagement: Lessons in Participation


from Local Goverment(Canada:School of Public Administration, Carleton
University.
Miles & Huberman, 2010. Qualitatif Data Analysis. California: Sage Publication,
Inc.,

Moleong Lexy J., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Mubyarto dan Sartono, 1995. Pembangunan Pedesaan di Indonesia(Yogyakarta:
Liberty.
Nana S, dan Ibrahim, 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar
Baru.

Nasution, S. 1988. Metode Penelitian Ilmiah Natural Kualitatif. Bandung:


Tarsito.

Nawawi,Hadari, 2005. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Press:


Yogyakarta.

Parsons, Wayne, 1997. Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice
of Policy Analysis. UK Lyme, US: Edward Elgar, Cheltenham.

Robert L. Bogdan dan Sari Knoop Biklen, 1982. Qualitatif Reserch for
Education, an Introduction to Theory and Methods. Boston: Allin and
Bacon.

S. Nasution, 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito.


121

Satori Djam’an dan Komariah Aan, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.


Bangung: Alfabeta.

Setyodarmodjo, 2000. Public Policy: Pengertian Pokok untuk Memahami dan


Analisa Kebijakan Pemerintah. Surabaya: Airlangga University Press.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kualitatif


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi, 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.


Bandung: Remaja Rosdakarya,

Tanzeh, Ahmad, 2011. Metodologi Penelitian Praktis. Yogyakarta: Teras.

Umaedi, 2004. Manajemen Berbasis Sekolah/Institusi. Jakarta: CEQM

Wahab, Abdul, 1997. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi


Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Y.S. Lincoln & Guban E.G, 1985. Naturalistic Inqueiry, (Beverly Hill: SAGE
Publication.

Anda mungkin juga menyukai