FILSAFAT OLAHRAGA
ALIRAN RASIONALISME DAN ALIRAN EMPIRIK
OLEH :
DOSEN PEMBIMBING
Drs. Zarwan, M.Kes
Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala
puji dan syukur bagi Allah swt yang dengan rido-Nya kita dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw yang dengan do'a dan
Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan tentang Aliran Rasionalisme dan
Aliran Empirik dalam mata kuliah filsafat olahraga. Makalah ini diharapkan bisa
menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Berbagai teknik dan
intrik kami kemas dalam makalah ini, dan juga kami berharap bisa dimanfaatkan
semaksimal mungkin.
dan dukungan dari Bapak Ibu Dosen serta pihak lain agar makalah ini bisa
Tidak gading yang tak retak, demikian pula makalah ini, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................... I
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................II
BAB I...........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................................... 2
BAB II..........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................................................ 2
2.1. Pengertian Filsafat.......................................................................................................................... 2
2.2. Perkembangan Filsafat................................................................................................................... 2
2.3. Faham dan Aliran Filsafat...............................................................................................................3
BAB III.........................................................................................................................................................8
PENUTUP....................................................................................................................................................8
3.1. KESIMPULAN............................................................................................................................ 8
3.2. SARAN.......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................... 9
II
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.Filsafat tidak didalami dengan
melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan
logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama
dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah
ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu
spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti
perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh
oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Semenjak Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin
ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia
secara tepat; maka semenjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia
menjadi menarik perhatian. Dan lahirlah pada abad 18 cabang filsafat yang disebut
sebagai filsafat pengetahuan (theory of knowledge atau epistemology). Melalui
cabang filsafat ini diterangkan sumber serta tatacara untuk menggunakan sarana dan
metode yang sesuai guna mencapai pengetahuan ilmiah. Diselidiki pula evidensi dan
syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, serta batas
batas validitasnya.
Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya
filsafat mulai menyempit yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk
memenuhi kesenangan intelektual (intelectual curiosity), juga filsafat pada masa ini
ialah menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu pertanyaan yang tidak dapat dijawab
oleh sains. Secara terminologi filsafat banyak diartikan oleh para ahli secara berbeda,
perbedaan konotasi filsafat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pandangan
hidup yang berbeda serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James
melihat konotasi filsafat sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab
oleh sains secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha
menjawab, objeknya ultimate question. Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai
perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna (1974: 11) menyatakan filsafat
diartikan ingin mencapai pandai, cinta, pada kebijakan, dan sebagai jenis pengetahuan
yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan
manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya
sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagiamana sikap manusia itu harus
setelah mencapai pengetahuan itu, dan masih banyak pendapat dari tokoh-tokoh
lainnya.
1
1.2. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu atau
hikmah, jadi filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Pengertian
dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa Yunani, philosophia: philos
berarti cinta (loving), Sophia berarti pengetahuan atau hikmah (wisdom), jadi
Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Pelaku
filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan
sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai
sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno) mengatakan filsafat
memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan
tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat mengalami perkembangan
sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu
pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan
estetika (termasuk di dalamnya etika).
Filsafat menempatkan pengetahuan sebagai sasaran, maka dengan demikian
pengetahuan tidak terlepas dari pendidikan. Jadi, filsafat sangat berpengaruh dalam
aktifitas pendidikan seperti manajemen pendidikan, perencanaan pendidikan, evaluasi
pendidikan, dan lain-lain. Karena ada pengaruh tersebut, maka dalam makalah ini
mencoba untuk membahas tentang keterkaitan paradigma aliran-aliran filsafat tersebut
dengan kajian pendidikan khususnya manajemen pendidikan.
2
kerja logika (akal pikiran) mulai dominan. Sebelum era Socrates, kaji-an difokuskan
pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik.
Menurut Heraklitos (535-475 SM), realita di alam selalu berubah, tidak ada yang
tetap (api sebagai simbol perubahan di alam) sementara Parmenides (515-440 SM)
mengatakan bahwa realita di alam merupakan satu kesatuan yang tidak bergerak
sehingga perubahan tidak mungkin terjadi.
Pada era Socrates, kajian filosofis mulai menjurus pada manusia dan mulai ada
pemikiran bahwa tidak ada kebenaran yang absolut. Beberapa filosof populernya
adalah Socrates (479-399 SM), Plato (427-437 SM) dan Aristotles (384-322 SM).
Socrates mendefinisikan, menganalisis dan mensintesa kebenaran objektif yang
universal melalui metode dialog (dialektika). Satu pertanyaan dijawab dengan satu
jawaban.
Plato mengembangkan konsep dualisme (adanya bentuk dan persepsi). Ide yang
ditangkap oleh pikiran (persepsi) lebih nyata dari objek material (bentuk) yang dilihat
indra. Sifat persepsi tidak tetap dan bisa berubah, sementara bentuk adalah sesuatu
yang tetap. Aristotles menyatakan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia
ada (eksis). Filsuf ini juga memperkenalkan silogisme, yaitu penggunaan logika
berdasarkan analisis bahasa guna menarik kesimpulan. Silogisme memiliki dua
premis mayor dan satu ke-simpulan sehingga, suatu pernyataan benar harus sesuai
dengan minimal dua pernyataan pendukung. Logika ini disebut juga dengan logika
deduktif yang mengukur valid tidak-nya sebuah pemikiran.
Pada abad pertengahan (abad 12–13 SM) mulai dilakukan analisis rasional terha-
dap sifat-sifat alam dan Allah, analisis suatu kejadian/materi, bentuk,
ketidaknampakan, logika dan bahasa. Salah satu filsufnya adalah Thomas Aquinas
(1225-1274). Kedua, Filsafat modern (abad 15 sampai dengan sekarang) Berkembang
beberapa paham yang menguatkan kedudukan humanisme sebagai dasar dalam
perkembangan hidup manusia dan pengetahuan. Paham rasionalisme menyatakan
bahwa akal merupakan alat terpenting untuk memperoleh dan menguji pengetahuan.
3
2.3. Faham Dan Aliran Filsafat
1. Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat,
berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori
kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori
sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart
Mill.
Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang
baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat
atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu,
baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan
menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
2. Idealisme
Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato),
jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal
yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh,
pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi. Kata idealisme pun
merupakan istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada
awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya
memperlawankan dengan materialisme Epikuros.
Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan
ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20
istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat. Tokoh-tokoh lain cukup
banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison, Edmund Husserl, Messer dan
sebagainya.
3. Rasionalisme
4
4. Pragmatisme
5. Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George
Berkeley dan John Locke.
6. Positivisme
Istilah positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat
dirunut asalnya ke pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat,
positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains.
Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada)
antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan
berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
7. Materialisme
Kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Materi dapat dipahami
sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah pandangan
hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam
alam kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang
mengatasi alam indra. Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada
materi disebut sebagai materialis. Orang-orang ini adalah para pengusung paham
(ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata
(harta,uang,dsb). Maka materilisme adalah paham yang menyatakan bahwa hal yang
dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas
materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-
satunya substansi. Kemudian, istilah inipun sering digunakan dalam filsafat.
Filsuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros. Ia
merupakan salah satu filsuf terkemuka pada masa filsafat kuno. Selain Epikuros,
5
filsuf lain yang juga turut mengembangakan aliran filsafat ini adalah Demokritos dan
Lucretius Carus. Pendapat mereka tentang materialisme, dapat kita samakan dengan
materialisme yang berkembang di Prancis pada masa pencerahan. Dua karangan karya
La Mettrie yang cukup terkenal mewakili paham ini adalah L'homme machine
(manusia mesin) dan L'homme plante (manusia tumbuhan).
Dalam waktu yang sama, di tempat lain muncul seorang Baron von Holbach
yang mengemukakan suatu materialisme ateisme. Materialisme ateisme serupa dalam
bentuk dan substansinya, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Jiwa
sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi otak. Pada Abad 19, muncul filsuf-filsuf
materialisme asal Jerman seperti Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel.
Merekalah yang kemudian meneruskan keberadaan materialisme.
8. Humanisme
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda
yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu
yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin
beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia,
berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi
kelompok-kelompok etnis tertentu. Humanisme modern dibagi kepada dua aliran.
Humanisme keagamaan/religi dan Humanisme Sekular.
Diantara tokoh-tokoh Humanisme: Abraham Maslow, Albert Einstein,
Bertrand Russell, Carl Rogers, Cicero, Edward Said, Erasmus, Gene Roddenberry,
Hans-Georg Gadamer, Dr. Henry Morgentaler, Isaac Asimov, Israel Shahak, Jacob
Bronowski.
9. Feminisme
10. Eksistensialisme
6
eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing
individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya
tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan
keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan
dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu?
bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu
kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap
kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat
Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free",
manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia
bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan
eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde
baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi
eksistensialis,
7
ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari
kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi “seorang yang
lain daripada yang lain”, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang
berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang
baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar
keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari
eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi
seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan
oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua,
atau keinginan sendiri.
BAB III
PENUTUP
1.1.KESIMPULAN
1.2.SARAN
8
DAFTAR PUSTAKA
https://www.anekamakalah.com/2012/06/makalah-aliran-aliran-filsafat.html
BUKU SUMBER UTAMA: KANT, IMMANUEL, Groundwork for the Metaphysics
of Morals, diterjemahkan oleh Allen W. Wood (Ed), Vail-Ballou Press, New York
2002. BUKU PENDUKUNG SUMBER UTAMA: BUROKER, JILL VANCE,
KANT’S CRITIQUE OF PURE REASON An Introduction, Cambridge University
Press, New York, 2006. GUYER, PAUL, KANT, Routledge, Abingdon, 2006.
IMMERMANN, JENS, Kant’s Groundwork of the Metaphysics of Morals A
Commentary, Cambridge University Press, New York, 2007. KANT, IMMANUEL,
Critique of Pure Reason, diterjemahkan dan diedit oleh Paul Guyer dan Allen W.
Wood, Cambridge University Press, Cambridge, 1998. TJAHJADI, SIMON PETRUS
LILI, Hukum Moral; Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Kategoris,
Kanisius, Yogyakarta, 1991. WATTIMENA, REZA ANTONIUS, Filsafat Kritis
Immanuel Kant Mempertimbangkan Kritik Karl Ameriks terhadap Kritik Immanuel
Kant atas Metafisika, Evolitera, Jakarta, 2010.