Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit tuberkulosis menjadi salah satu indikator penyakit menular yang
pengendaliannya menjadi perhatian dunia internasional. Penyakit tuberkulosis
termasuk dalam penyakit menular kronis. WHO menetapkan bahwa tuberkulosis
merupakan kedaruratan global (global emergency) bagi kemanusiaan sejak tahun
1993. Kondisi ini menyebabkan penyakit tuberkulosis paru sampai saat ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang.
Berdasarkan data dari “World Health Statistic 2013” menunjukkan tingginya angka
prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk di beberapa negara ASEAN dan SEAR
(Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013


terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (WHO, 2014). Pada tahun
2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB (WHO, 2015). Pada
tahun 2014, jumlah kasus TB paru terbanyak berada pada wilayah afrika (37%),
wilayah Asia Tenggara (28%), dan wilayah Mediterania Timur (17%) (WHO, 2015)
(GP Ratih, 2016).

Menurut Global Tuberculosis Report WHO (2016), diperkirakan insidens


tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 395 kasus/100.000 penduduk dan
angka kematian sebesar 40/100.000 penduduk (penderita HIV dengan tuberculosis
tidak di hitung) dan 10/100.000 penduduk pada penderita HIV dengan tuberculosis.
Menurut perhitungan model prediction yang berdasarkan data hasil survei prevalensi
tuberculosis tahun 2013-2014, estimasi prevalensi tuberculosis tahun 2015 sebesar
643 per 100.000 penduduk dan estimasi prevalensi tuberculosis tahun 2016 sebesar
628 per 100.000 penduduk (Depkes.RI, 2017).

Data Profil Kesehatan Indonesia 2014, kasus BTA+ yang terjadi pada
kelompok umur 0-14 tahun sebesar 0.66%, sedangkan sebanyak 8,3% terjadi pada
kelompok umur ≥65 tahun, artinya lebih dari 90% kasus BTA+ terjadi pada kelompok
umur usia produktif (15-64 tahun). Data Kemenkes RI (2014), masih terdapat sekitar
75% pasien TB berada pada kelompok usia yang produktif secara ekonomis. Dilihat
dari jenis kelamin, sebesar 1,5 kali lebih tinggi terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan (Kemenkes RI, 2015).

Pada tahun 2016 di temukan jumlah kasus tuberculosis sebanyak 351.893


kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada
tahun 2015 yang sebesar 330.729 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan
terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 44%
dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Depkes.RI, 2017).

Pada tahun 2016, Cross Notification Rate/CNR (kasus baru) TB Paru BTA (+)
di Sumatera Utara baru mencapai 105,02/100.000 penduduk. Pencapaian per
Kab/Kota, 3 (tiga) tertinggi adalah Kota Medan sebesar 3.006/100.000,
Kab.Deliserdang sebesar 2.184/100.000 dan Simalungun sebesar 962/100.000).
Sedangkan 3 (tiga) Kab/Kota terendah adalah Kabupaten Nias Barat sebesar
50/100.000, Pakpak Bharat sebesar 67/100.000 dan Gunung Sitoli sebesar 68/100.000
(lampiran tabel 7}. Untukmengetahui CNR TB Paru BTA (+) per Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara Tahun 2016 (Dinkes.Sumutprov, 2016).

Umur penyakit TB Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi,
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih
dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru. Jenis kelamin pada laki-laki penyakit
TB Paru lebih tinggi, karena rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem
pertahanan tubuh. Sehingga wajar jika perokok dan peminum beralkohol sering
disebut sebagai agen dari penyakit TB Paru (ES Korua,2015)

Berdasarkan hasil penelitian pasien TB paru di BP4 dan non-TB paru di Ulak
Karang Padang, proses scar vaksin BCG dengan responden TB paru. Frekuensi
kelompok responden terbanyak berdasarkan usia adalah kelompok usia 35 – 44 tahun,
yaitu berjumlah 27 orang (33,75%), diikuti kelompok usia 25 – 34 tahun sebanyak 25
orang (31,25%) dan kelompok 45 -54 tahun yang berjumlah 19 orang (23,75%),
sedangkan kelompok usia yang paling sedikit adalah > 55 tahun yang berjumlah 9
orang (11,25%). Pada 10 orang penderita TB dengan Scar (+) dan sebanyak 30 orang
penderita TB dengan Scar (-). Hal tersebut menunjukkan bahwa penderita TB Paru
yang memiliki Scar lebih sedikit dari pada yang tidak memiliki Scar (+) dan sebanyak
19 orang sehat dengan Scar (-) (F Rosandali, 2016).

Penilaian kondisi fisik rumah di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo, Kota


Surabaya beberapa komponen rumah yaitu ventilasi, suhu, kelembapan, kepadatan
hunian, pencahayaan, lantai dan dinding. 5 responden penderita TB paru sebanyak
4(80%) rumah tidak memenuhi syarat, dari 10 responden bukan penderita TB paru
sebanyak 6 (60%) rumah tidak memenuhi syarat. Dapat dilihat dari hasil penilaian
tersebut penderita TB paru cenderung memiliki rumah yang tidak memenuhi syarat
(E Kenedyanti, 2017).

Beberapa faktor yang mengakibatkan menularnya penyakit TB paru adalah


kebiasaan buruk pasien TB paru yang meludah sembarangan. Lingkungan yang
paling potensial untuk terjadinya penularan di luar rumah adalah lingkungan atau
tempat kerja karena lingkungan yang spesifik dengan populasi yang terkonsentrasi
pada waktu yang sama, pekerja umumnya tinggal di sekitar perusahaan di perumahan
yang padat dan lingkungan yang tidak sehat (Nurjana, 2015). Berdasarkan
KEMENKES 2013 pekerjaan yang paling banyak ditemukan penederita TB yaitu
nelayan (2,3%) dan paling rendah pada PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD (1,6%) (SN
Sari, 2018).

Riwayat kontak merupakan hal yang penting dalam penelitian penyakit


tuberkulosis paru. Di dalam etiologi penyakit tuberkulosis, kuman Mycobacterium
tuberculosis berukuran sangat kecil, bersifat aerob, dapat bertahan hidup lama dalam
sputum kering, dengan mudah dapat dieksresikan melalui inhalasi butir sputum lewat
bersin, batuk maupun saat berbicara (droplet infection). Sehingga kontak yang sering
dengan penderita tuberkulosis aktif akan menyebabkan infeksi atau paparan paparan
terhadapa orang yang sehat. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohmad
menyatakan bahwa penderita tuberkulosis paru yang tinggal serumah atau
mempunyai tetangga dengan penderita tuberkulosis lain berisiko kambuh sebesar
2,22 kali dibandingkan dengan penderita tuberkulosis yang tidak terpapar ulang
dengan penderita TB lain.10 Sama seperti penelitian Rusnoto, mengemukakan
proporsi adanya riwayat kontak dengan anggota keluarga yang juga menderita
tuberculosis paru dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan antara
riwayat kontak penularan dengan anggota keluarga (Y Agustin, 2016).

Dari hasil survey di Kecamatan Pringbaya Kabupaten Lombok Timur


diketahui bahwa 56 orang (61,5%) dari kelompok kasus pernah atau pada saat
penelitian masih aktif merokok, dan sebanyak 38 orang (67,9%) menghisap rokok
rata-rata perhari antara 10 - 20 batang (J Sayuti SNIMed, 2013).
1.2 Rumusan Masalah

Masih terdapat kejadian penyakit tuberkulosis paru pada pasien di Puskesmas


Bandar khalipah, Tembung sehingga diperlukan inklusi tentang faktor-faktor apa saja
yang mungkin mempengaruhinya.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian TB pada penderita TB di Puskesmas Bandar
khalipah
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah :
1. Mengetahui distribusi frekuensi subyek peneliti berdasarkan karakteristik
2. Menganalisis hubungan antara riwayat vaksin BCG dengan kejadian TB
3. Menganalisis hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian TB
4. Menganalisis hubungan antara lingkungan dengan kejadian TB
5. Menganalisis hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian TB
6. Menganalisis hubungan antara riwayat merokok dengan kejadian TB
7.
1.4 Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1.Bagi ilmu pengetahuan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan ilmu pengetahuan


tentang hubungan vaksin BCG, kondisi fisik rumah, lingkungan, riwayat kontak dan
riwayat merokok dengan kejadian TB paru pada usia produktif.
2.Bagi aspek pelayanan kesehatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan dalam


mengendalikan kejadian TB akibat vaksin BCG, kondisi fisik rumah, lingkungan,
riwayat kontak dan riwayat merokok.

3.Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dari penelitian ini mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan


penelitian dasar bidang kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai