1. Definisi dyspepsia Dalam bahasa kedokteran gangguan lambung, lazim dikenal dengan nama dyspepsia atau dyspepsia. Dyspepsia berasal dari kata “Dys” artinya buruk dan “pepse” artinya pencernaan. Jadi, dyspepsia dapat diartikan sebagai pencernaan yang buruk atau maldigesti. Pencernaan yang berfungsi kurang baik ini tepatnya adalah organ lambung. Jadi, dyspepsia adalah suatu keadaan ketika lambung tidak dapat mencerna dengan baik. Akibat tidak dapat mencerna dengan baik ini maka timbullah berbagai keluhan yang lokasinya ada di ulu hati atau diperut bagian atas. Dispepsia merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek klinis sehari-hari. Selain pada orang dewasa, dispepsia juga umum ditemui pada anak-anak dan remaja. Meskipun dispepsia jarang menimbulkan kematian, sebagian besar pasien mengalami nyeri perut signifikan yang mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Banyak pasien melaporkan gejala yang mereka alami terkait dengan konsumsi makanan. Dispepsia merupakan suatu kondisi yang bisa menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut bagian atas karena penyakit asam lambung atau maag. Meski begitu, dispepsia bukanlah sebuah penyakit, tapi tanda atau gejala dari suatu penyakit pencernaan yang dialami seseorang. Hal yang perlu diwaspadai, dispepsia yang dibiarkan bisa berkembang menjadi lebih serius. 2. Etiologi Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah: Menelan udara (aerofagi) Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung Iritasi lambung (gastritis) Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis Kanker lambung Peradangan kandung empedu (kolesistitis) Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya) Kelainan gerakan usus Stress psikologis, kecemasan, atau depresi Infeksi Helicobacter pylory 3. Patofisiologi Patofisiologi ulkus peptikum yang disebabkan oleh Hp dan obat-obatan anti inflamasi nonsteroid (OAINS) telah banyak diketahui. Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain gangguan motilitas gastroduodenal, infeksi Hp, asam lambung, hipersensitivitas viseral, dan faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang dapat berperan adalah genetik, gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya. 4. Manifestasi klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : 1) Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala : - Nyeri epigastrum terlokalisasi - Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid - Nyeri saat lapar - Nyeri episodic 2) Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti : - Mudah kenyang - Perut cepat terasa penuh saat makan - Mual - Muntah - Upper abdominal boating - Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3) Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al, 2007). Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan. 5. Klasifikasi Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu: 1) Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindrom dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus peptikum), gastritis, stomach cancer, gastro esophageal reflux disease, hiperacidity. Jenis-jenis dispepsia organik yaitu: a. Tukak pada saluran cerna atas Keluhan yang sering terjadi nyeri epigastrum. Nyeri yang dirasakan yaitu nyeri tajam dan menyayat atau tertekan, penuh atau terasa perih seperti orang lapar. Nyeri epigastrum terjadi 30 menit sesudah makan dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri dapat berkurang atau hilang sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain seperti mual, muntah, bersendawa, dan kurang nafsu makan. b. Gastritis Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Penyebabnya oleh makanan atau obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Gejala yang timbul seperti mual, muntah, nyeri epigastrum, nafsu makan menurun, dan kadang terjadi perdarahan. c. Gastro esophageal reflux disease (GRD) GRD adalah kelainan yang menyebabkan cairan lambung mengalami refluks (mengalir balik) ke kerongkongan dan menimbulkan gejala khas berupa rasa panas terbakar di dada (heart burn), kadang disertai rasa nyeri serta gejala lain seperti rasa panas dan pahit di lidah, serta kesulitan menelan. Belum adates standart mendiagnosa GERD, kejadiannya diperkirakan dari gejala-gejala penyakit lain atau ditemukannya radang pada esofagus seperti esofagitis. d. Karsinoma Karsinoma pada saluran pencernaan (esofagus, lambung, pankreas, kolon) sering menimbulkan dispepsia. Keluhan utama yaitu rasa nyeri diperut, bertambah dengan nafsu makan turun, timbul anoreksia yang menyebabkan berat badan turun. e. Pankreatitis Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri hebat di epigastrum. Nyeri timbul mendadak dan terus menerus, seperti ditusuk-tusukdan terbakar. Rasa nyeri dimulai dari epigastrum kemudian menjalar ke punggung. Perasaan nyeri menjalar ke seluruh perut dan terasa tegang beberapa jam kemudian. Perut yang tegang menyebabkan mual dan kadang-kadang muntah. Rasa nyeri di perut bagian atas juga terjadi pada penderita pankreatitis kronik. Pada pankreatitis kronik tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai tanda-tanda diabetes melitus atau keluhan steatorrhoe. f. Dispepsia pada Sindrom Malabsorbsi Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan proses absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Penderita ini mengalami keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung dan timbulnya diare berlendir. g. Gangguan Metabolisme Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga muncul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual dan muntah. Definisi gastroparesis yaitu ketidakmampuan lambung untuk mengosongkan ruangan. Ini terjadi bila makanan berbentuk padat tertahan di lambung. Gangguan metabolik lain seperti hipertiroid yang menimbulkan nyeri perut dan vomitus. h. Dispepsia akibat Infeksi bakteri Helicobacter pylor Penemuan bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih nobel dari Australia, Barry Marshall dan Robin Warre yang menemukan adanya bakteri yang bisa hidup dalam lambung manusia. Penemuan ini mengubah cara pandang ahli dalam mengobati penyakit lambung. Penemuan ini membuktikan bahwa infeksi yang disebabkan oleh Helicobacter pyloripada lambung dapat menyebabkan peradangan mukosa lambung yang disebut gastritis. Proses ini berlanjut sampai terjadi ulkus atau tukak bahkan dapat menjadi kanker (Rani, 2011). 2) Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi. Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain : a. Sekresi Asam Lambung Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau hiposekresi. b. Dismotilitas Gastrointestinal Dismotilitas Gastrointestinal yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus. c. Diet dan Faktor Lingkungan Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan rangsangan lain sel parietal. d. Psikologik Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentral. 6. Komplikasi Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung.Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah. Menurut Eliana, muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu. "Itu artinya sudah ada perdarahan awal. Kalau muntah darah itu artinya sudah lebih lanjut lagi, "katanya. Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi. "Yang dioperasi bukan hanya daerah yang mengalami kanker, tapi juga jaringan sehat disekitarnya pun harus diambil juga”. Pengambilan jaringan sehat ini, dilakukan akibat dokter tidak tahu sudah sampai sejauhmana kanker menyebar ke daerah sekitar. "Jadi komplikasinya memang cukup luas dan cukup berbahaya, jika tidak diperhatikan dengan baik. 7. Pemeriksaan Diagnostic 1) Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal. 2) Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori. 3) Endoskopi a. CLO (Rapid urea test) b. Patologi anatomi c. Kultur mikroorganisme jaringan d. PCR (Polymerase Chain Reaction) 8. Penatalaksanaan Medis 1) Penatalaksanaan non farmakologis a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung b. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat- obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stress c. Atur pola makan 2) Penatalaksanaan farmakologis yaitu: Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah). B. Konsep dasar asuhan keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu: Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba- tiba). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya. 2. Diagnose keperawatan 1) Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung 2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia 3) Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah 4) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya 3. Intervensi Keperawatan 1) Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung Goal : Pasien dapat mengontrol nyeri selama dalam proses keperawatan Objektif : Nyeri pasien akan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil : 1. Melaporkan nyeri berkurang atau hilang 2. Frekuensi nyeri berkurang 3. Lamanya nyeri berlangsung 4. Ekspresi wajah saat nyeri 5. Posisi tubuh melindungi Intervensi : 1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0-10). Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan 2. Berikan istirahat dengan posisi semifowler Rasional : Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang 3. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan kerja asam lambung Rasional : Mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium 4. Observasi TTV tiap 24 jam Rasional : Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya 5. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi Rasional : Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol 6. Kolaborasi dengan pemberian obat analgesic Rasional : Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain 2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia. Goal : Pasien dapat mempertahankan keseimbangan nutrisi selama dalam perawatan Objektif: Nutrisi pasien akan seimbang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil : Kriteria Hasil : a. Asupan nutrisi meningkat b. Pasien tidak mengalami hidrasi c. Berat badan mengalami peningkatan d. Asupan makanan tercukupi Intervensi : 1. pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat. Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan 2. Timbang BB klien Rasional : Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat meminimalkan anoreksia 3. Berikan makanan sedikit tapi sering Rasional : Mengurangi iritasi gaster 4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat 5. Kaji pola diet yang disukai/ tidak disukai Rasional : Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien. 3) Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah Goal : Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan selama dalam perawatan Intervensi : 1. Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor kulit Rasional : Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler 2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat Rasional : Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit 3. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretic Rasional : Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut 4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan Rasional : Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan untuk berhasil 5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV Rasional : Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektrolik. 4) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya Goal : Klien tidak merasakan cemas selama dalam proses perawatan Intervensi : 1. Kaji tingkat kecemasan Rasional : Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya 2. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan dengarkan semua keluhannya Rasional : Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam segala hal tundakan yang diberikan 3. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan Rasional : Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama dalam perawatannya 4. Berikan dorongan spiritual Rasional : Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa. C. Referensi - Cahyono, suharjo. 2021. Dokter mengapa sakit lambungku tak kunjung sembuh? Kiat mengatasi gangguan lambung. Jakarta: Gramedia pustaka utama. - Cholidah, rifana. 2019. Hubungan Diet Iritatif dan Ketidakteraturan Makan dengan Sindrom Dispepsia pada Remaja Santri Madrasah Aliyah Al-Aziziyah Putri Kapek Gunungsari Lombok Barat Nusa Tenggara Bara: Jurnal kedokteran vol 8 no 2. Lombok : - Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. EGC : Jakarta - Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI - https://www.scribd.com/document/326433354/Klasifikasi-Dyspepsia - https://www.halodoc.com/kesehatan/dispepsia - https://rsudza.acehprov.go.id/tabloid/2018/03/07/mengenal-lebih-jauh- tentang-dispepsia/ - https://www.scribd.com/document/221851281/komplikasi-dispepsia - http://repo.poltekkesmedan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2251/1/ASKE P%20DISPEPSIA.pdf - http://repository.poltekeskupang.ac.id/1407/1/KTI%20PDF.pdf