Anda di halaman 1dari 4

POTRET PEMBELAJARAN SAINS DI SMP DAN SMA

Wiyanto, A. Sopyan, Nugroho, dan S.W.A. Wibowo


Program Studi Pendidikan IPA PPs Universitas Negeri Semarang
Kampus Bendan Ngisor Semarang

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memotret Melalui kegiatan laboratorium siswa
pembelajaran sains di SMP dan SMA. Pengambilan data melakukan kerja ilmiah (learning to do) dalam
dilakukan melalui teknik pengamatan dan angket. rangka memecahkan masalah seperti yang
Pengamatan dilakukan untuk mengungkap proses
dilakukan oleh ilmuwan, sehingga akhirnya siswa
pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru. Angket
digunakan untuk menggali persepsi guru fisika dan
dapat menemukan sendiri konsep atau produk sains
siswa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya (learning to know). Kegiatan laboratorium
pembelajaran sains. Hasil penelitian menunjukkan tersebut biasanya dilakukan secara berkelompok,
bahwa pada umumnya pembelajaran sains cenderung sehingga selain learning to do dan learning to
monoton dengan aktivitas sains termasuk rendah. Guru know, siswa juga belajar bekerja sama (learning to
cenderung berceramah atau menjelaskan, siswa live together).
mendengarkan dan mencatat, dan kegiatan laboratorium Namun, pada saat ini timbul dugaan bahwa
jarang dilakukan. Selain itu, pada umumnya persepsi pembelajaran sains di sekolah cenderung monoton
guru dan siswa cenderung mengarah bahwa yang didominasi oleh penerapan metode ceramah.
keberhasilan pembelajaran sains bergantung pada
Orientasi utama pembelajaran tersebut
kurikulum, sumber daya, lingkungan belajar,
keefektifan mengajar, dan strategi evaluasi.
diperkirakan hanya pada penyelesaian materi yang
harus disampaikan sesuai alokasi waktu yang
Kata kunci : proses pembelajaran, sains, empat pilar tersedia sesuai kurikulum. Dugaan itu didukung
pendidikan. hasil penelitian Balitbang Depdiknas (Rustad dkk.,
2004) yang menunjukkan bahwa sekitar 51% guru
IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika SMA di
Indonesia tidak dapat menggunakan alat-alat
PENDAHULUAN laboratorium yang tersedia di sekolahnya,
akibatnya, tingkat pemanfaatan alat-alat itu dalam
Menurut Lazarowitz dan Tamir (1994) ada pembelajaran cenderung rendah. Dengan demikian,
lima faktor yang dapat memfasilitasi keberhasilan sains memang diperkirakan dibelajarkan melalui
pembelajaran sains yang melibatkan kegiatan ceramah. Bila hal itu yang terjadi, maka
laboratorium, yaitu: kurikulum, sumber daya, pembelajaran sains tidak dapat secara optimal
lingkungan belajar, keefektifan mengajar, dan untuk mengembangkan potensi siswa.
strategi asesmen. Pengembangan kelima faktor Bertolak dari latar belakang tersebut maka
tersebut akan memberikan karakteristik dari model akan dikembangkan model pembelajaran sains
pembelajaran yang diimplementasikan di kelas berbasis empat pilar pendidikan, yaitu suatu model
oleh guru. Apakah model pembelajaran yang pembelajaran yang diharapkan dapat memfasilitasi
diimplementasikan itu berpusat pada siswa, atau siswa untuk belajar mengetahui jawaban dari
sebaliknya, berpusat pada guru. suatu masalah yang berupa produk sains
Model pembelajaran sains yang (learning to know) melalui proses bekerja ilmiah
direkomendasikan oleh banyak ahli (Heuvelen, (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif
2001; Hodson, 1996; Lawson, 1995; Lippmann, (learning to live together), sehingga diharapkan
2003; McDermott et al., 1996; Reif, 1995) adalah siswa menjadi terbiasa berpikir dan bertindak
pembelajaran yang berpusat pada siswa, yaitu ilmiah seperti yang biasa dilakukan oleh ilmuwan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk (learning to be a scientist). Dalam rangka
belajar “menemukan”, bukan belajar “menerima”. mengembangkan model pembelajaran tersebut
Kesempatan belajar menemukan dikembangkan maka dilakukan penelitian pendahuluan yang
antara lain dalam bentuk strategi pembelajaran difokuskan untuk mendeskripsikan potret
berbasis inkuiri. Menurut Lazarowitz dan Tamir pembelajaran sains di sekolah. Dengan
(1994), kurikulum berbasis inkuiri banyak memperhatikan deskripsi tersebut, pengembangan
mengalokasikan waktunya, yaitu sekitar 50% model pembelajaran sains diharapkan dapat
waktu yang tersedia, untuk kegiatan laboratorium. berjalan secara lebih efisien dan efektif, dan untuk

Wiyanto, dkk. Potret Pembelajaran Sains 63


selanjutnya model yang dihasilkan dapat mencatat, menjawab pertanyaan, bertanya, dan
diterapkan di sekolah secara berkelanjutan. mengerjakan tugas. Aktivitas yang paling dominan
bagi guru adalah berceramah atau menjelaskan,
METODE PENELITIAN sedangkan bagi siswa adalah mendengarkan dan
mencatat.
Penelitian ini dilakukan di empat sekolah, Selama pengamatan, peneliti tidak
yaitu dua SMP dan dua SMA yang berlokasi di menjumpai praktik pembelajaran yang memberi
Kota Semarang. Untuk SMP masing-masing terdiri kesempatan siswa untuk doing science atau proses
dari satu sekolah yang tergolong favorit dan satu pemecahan masalah (model of a scientist as a
sekolah biasa (kurang favorit), demikian juga problem solver) dengan menggunakan metode
untuk SMA terdiri dari sekolah favorit dan biasa. inkuiri ilmiah secara utuh, meliputi: merumuskan
Kriteria sekolah favorit dan kurang favorit tersebut masalah, mengajukan hipotesis, merancang cara
didasarkan pada persepsi masyarakat yang untuk memecahkan masalah, melaksanakan
ditunjukkan oleh animo lulusan sekolah dari rancangan itu, mengumpulkan dan mengolah data,
jenjang di bawahnya yang mendaftarkan diri menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan
menjadi calon siswa. hasilnya. Kegiatan laboratorium atau praktikum
Pengambilan data dilakukan melalui yang diselenggarakan masih bersifat verifikasi,
pengamatan dan penyebaran angket. Pengamatan yaitu siswa membuktikan konsep atau hukum yang
dilakukan untuk mengungkap proses pembelajaran telah diajarkan di kelas (model of a scientist as
fisika yang diselenggarakan oleh guru di dua kelas seeker after truth). Jadi kegiatan laboratorium yang
SMP dan dua kelas SMA, masing-masing dari diselenggarakan belum memberikan kesempatan
sekolah favorit dan biasa yang akan dijadikan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep
sebagai subjek pengembangan model pembelajaran atau hukum-hukum alam. Atau dengan perkataan
sains berbasis empat pilar pendidikan pada lain, praktik pembelajarannya masih jauh dari
penelitian berikutnya. Angket digunakan untuk pembelajaran sains yang oleh Woolnough (2000)
menggali persepsi guru fisika dan siswa dari kedua disebut pembelajaran sains autentik, yaitu
sekolah tersebut terhadap faktor-faktor yang pembelajaran yang memfasilitasi siswa
mempengaruhi pembelajaran sains. menemukan konsep sendiri dengan cara seperti
yang dilakukan oleh ilmuwan ketika menemukan
konsep dan hukum-hukum alam. Oleh karena itu,
pengembangan model pembelajaran sains yang
HASIL DAN PEMBAHASAN dapat memfasilitasi hal tersebut masih diperlukan.
Pengamatan juga dilakukan terhadap
keterampilan (psikomotorik) dan sikap siswa
Selain ketersediaan fasilitas pendukung,
selama pembelajaran serta pemahaman mereka
seperti keberadaan laboratorium, hal yang perlu
terhadap materi pembelajaran. Hasilnya
diperhatikan dalam pengembangan suatu model
menunjukkan rata-rata skor psikomotorik, afektif,
pembelajaran adalah potret atau gambaran tentang
dan kognitifnya masing-masing adalah 67,1, 68,4,
praktik pembelajaran yang biasa terjadi di sekolah,
dan 45,1. Ketiga hasil belajar tersebut kemudian
sehingga pengembangan suatu model diharapkan
saling dikorelasikan, sehingga dapat diketahui
dapat memanfaatkan kebiasaan-kebiasaan baik
hubungan antar hasil belajar. Tabel 1 menunjukan
(good practices) yang selama ini terjadi di
koefisien korelasi antara aspek kognitif dan
lapangan atau sekolah. Dengan demikian model
psikomotorik, kognitf dan afektif, serta
pembelajaran yang dikembangkan tidak menjadi
psikomotorik dan afektif. Ketiga korelasi
hal baru yang terlalu asing bagi guru dan siswa.
tersebut relatif rendah, bahkan koefisien korelasi
Oleh karena itu, pada penelitian tahun pertama ini
antara aspek kognitif dan afektif berharga negatif,
dilakukan pengamatan terhadap praktik
artinya siswa yang hasil belajar kognitifnya
pembelajaran fisika di beberapa kelas pada sekolah
tinggi afektifnya, seperti sikap saling menghargai
yang menjadi subjek penelitian.
dan membantu yang memungkinkan kerja
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
sama yang efektif di dalam suatu kelompok kerja,
pada umumnya pembelajaran fisika cenderung
cenderung rendah. Hal itu dapat ditafsirkan
monoton dengan aktivitas sains termasuk rendah.
Aktivitas yang biasa dilakukan guru dalam bahwa anak yang pandai cenderung kurang dapat
pembelajaran meliputi: berceramah atau bekerja sama. Padahal hasil penelitian
menjelaskan, bertanya, memberi tugas atau menunjukkan bahwa kemampuan yang paling
perintah, dan aktivitas siswa meliputi: mendengar, sering digunakan di tempat kerja adalah

64 Jurnal Pend. Fisika Indonesia Vol. 4, No. 2, Juli 2006


kemampuan dalam memecahkan masalah, bekerja terhadap pembelajaran fisika. Misalnya, guru
kelompok, dan berkomunikasi (Heuvelen, 2001). sudah memiliki persepsi bahwa pada pembelajaran
fisika seharusnya siswa diberi kesempatan untuk
Korelasi antar aspek hasil belajar tersebut
menemukan konsep sendiri. Artinya, guru sudah
menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang
memiliki persepsi tentang pembelajaran sains yang
selama ini berlangsung hasilnya kurang lengkap
baik, tetapi pada umumnya mereka belum
dan belum terpadu. Oleh karena itu pengembangan
melakukan pembelajaran yang baik itu di kelasnya.
model pembelajaran yang dapat mensinergikan
Demikian juga persepsi siswa, mereka pada
ketiga aspek hasil belajar masih menjadi kebutuhan
umumnya menghendaki pembelajaran yang
yang mendesak.
menyenangkan seperti praktikum di laboratorium
Tabel 1. Keterkaitan Antara Hasil Belajar Kognitif,
menggunakan peralatan yang memadai. Selain itu,
Psikomotorik, dan Afektif guru dan siswa cenderung setuju bahwa
keberhasilan pembelajaran sains dipengaruhi oleh
Kognotif Psikomotorik Afektif lima faktor seperti yang dikemukakan oleh
Kognitif r = 0,38 r = -0,26 Lazarowitz dan Tamir (1994). Data tentang hasil
Psikomotorik r = 0,38 r = 0,07 pengamatan tersebut ditunjukkan pada Tabel 2 dan
Afektif r = -0,26 r = 0,07 3.
Tabel 2 dan 3 menunjukkan persepsi guru
dan siswa terhadap lima aspek yang dapat
Semua sekolah yang menjadi subjek
mempengaruhi keberhasilan pembelajaran sains.
penelitian sudah menerapkan kurikulum berbasis
Berdasarkan data pada tabel tersebut, pada
kompetensi, namun pada umumnya guru masih
umumnya guru di SMP maupun di SMA, baik
berorientasi pada target penyelesaian materi,
pada sekolah favorit maupun biasa, sudah
bukannya pada target pencapaian kompetensi
memahami kurikulum yang diharapkan (kurikulum
siswa. Hal itu diantaranya ditandai oleh upaya guru
yang sedang berlaku), namun pelaksanaannya
mengejar penyelesaian materi untuk menghadapi
(kurikulum yang diimplementasikan) kurang sesuai
evaluasi yang dijadwalkan oleh sekolah.
dengan yang diharapkan. Persepsi guru terhadap
Walaupun praktik pembelajaran yang kurikulum tersebut didukung oleh persepsi siswa.
diterapkan guru cenderung masih berorientasi pada Selain itu, guru dan siswa cenderung memiliki
pencapaian materi dan kurang memfasilitasi persepsi yang positif terhadap sumber daya,
kegiatan bekerja ilmiah (doing science), namun lingkungan belajar, keefektifan mengajar, dan
berdasarkan hasil angket terungkap bahwa pada evaluasi belajar yang dapat mendukung
umumnya guru sudah memiliki persepsi yang baik keberhasilan belajar sains.

Tabel 2. Potret Pembelajaran Fisika dan Faktor yang Mempengaruhinya Berdasarkan


Persepsi Guru dan Siswa SMP

Persepsi
No. Aspek yang Diungkap Favorit Biasa
Guru Siswa Guru Siswa
1 Kurikulum
- yang diharapkan 4,3 3,5 4,0 3,7
- yang dipahami 3,8 3,1 4,0 3,3
- yang diimplementasikan 2,7 3,2 2,3 2,9
2 Empat pilar pendidikan 4,1 - 3,8 -
3 Sumber daya 3,8 3,4 3,3 3,6
4 Lingkungan belajar 3,7 3,7 3,2 3,8
5 Keefektifan mengajar 3,8 3,7 3,2 3,7
6 Evaluasi belajar 3,4 3,4 3,2 3,4

Wiyanto, dkk. Potret Pembelajaran Sains 65


Tabel 3. Potret Pembelajaran Fisika dan Faktor yang Mempengaruhinya Berdasarkan
Persepsi Guru dan Siswa SMA

Persepsi
No. Aspek yang Diungkap Favorit Biasa
Guru Siswa Guru Siswa
1 Kurikulum
- yang diharapkan 4,9 3,7 4,4 3,6
- yang dipahami 3,3 3,1 4,3 3,3
- yang diimplementasikan 2,0 2,5 2,9 2,9
2 Empat pilar pendidikan 4,3 - 4,0 -
3 Sumber daya 3,9 3,4 3,5 3,7
4 Lingkungan belajar 3,7 3,7 4,2 3,6
5 Keefektifan mengajar 4,0 3,7 4,0 3,6
6 Evaluasi belajar 4,0 3,6 3,7 3,4

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Guru dan siswa memiliki persepsi yang Heuvelen, A.A. 2001. Millikan Lecture 1999. The
cenderung positif terhadap pembelajaran sains, dan Workplace, Student Minds, and Physics Learning
mereka juga memiliki persepsi yang sama tentang Systems. Am. J. Phys. 69(11):1139-1146.
pembelajaran sains yang baik, yaitu pembelajaran Hodson, D. 1996. Practical work in school science:
inkuiri yang memfasilitasi siswa untuk exploring some directions for change. Int. J. Sci.
menemukan konsep sendiri melalui kegiatan Educ. 18(7):755-760.
Lawson, A.E. 1995. Science Teaching and the
laboratorium atau kegiatan lainnya. Namun,
Development of Thinking. California: Wadsworth
selama ini frekuensi penyelenggaraan kegiatan Publishing Company.
laboratorium di sekolah yang dijadikan lokasi Lazarowitz, R. and Tamir, P. 1994. Research on Using
penelitian termasuk rendah, dan kegiatan Laboratory Instruction in Science. Handbook of
laboratorium yang diselenggarakan pun masih Research on Science Teaching and Learning.
cenderung bersifat verifikasi. Aktivitas yang paling Edited by: D. L. Gabel. New York: Macmillan
dominan bagi guru di dalam pembelajaran adalah Publishing Company.
berceramah atau menjelaskan, sedangkan bagi Lippmann, R.F. 2003. Students' Understanding of
siswa adalah mendengarkan dan mencatat. Persepsi Measurement and Uncertainty in the Physics
guru dan siswa terhadap faktor-faktor yang dapat Laboratory: Social construction, underlying
concepts, and quantitative analysis. Dissertation.
mempengaruhi keberhasilan pembelajaran sains
Maryland: Department of Physics, University of
juga cenderung sama. Keterkaitan antara hasil Maryland. Tersedia:
belajar aspek kognitif dan psikomotorik serta http://www.physics.umd.edu/perg/
psikomotorik dan afektif berkorelasi rendah, dissertation/lippmann.html [25 September 2003].
bahkan koefisien korelasi antara aspek kognitif dan McDermott, L.C., P.S. Shafer, and M.L. Rosenquist.
afektif berharga negatif, artinya siswa yang hasil 1996. Physics by Inquiry. Volume I and II. New
belajar kognitifnya tinggi afektifnya cenderung York: John Wiley & Sons, Inc.
rendah, atau dapat ditafsirkan bahwa anak yang Puskur. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Mata
pandai cendereung kurang dapat bekerja sama. Pelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur -
Balitbang, Depdiknas.
Rustad, S., A. Munandar, dan Dwiyanto. 2004. Analisis
Ucapan Terima Kasih Prasarana dan Sarana Pendidikan SD/MI,
SMP/MTS, dan SMA/SMK/MA. Jakarta:
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dirjen Balitbangnas, Departemen Pendidikan Nasional.
Dikti Depdiknas yang telah membiayai penelitian Woolnough, B. E. 2000. Authentic science in schools? –
ini melalui Hibah Pasca tahun 2006. an evidence-based rationale. Physics Education.
35(4): 293- 300.

66 Jurnal Pend. Fisika Indonesia Vol. 4, No. 2, Juli 2006

Anda mungkin juga menyukai