Anda di halaman 1dari 17

NAMA : NIDA IBTIHAL TAQIYYAH IRBAH

NIM : PO714203181018
PRODI : D.IV Tk.III

KELAINAN MORFOLOGI ERITROSIT


DALAM APUSAN DARAH TEPI

A. TUJUAN
a. Tujuan Instruksional Umum
1) Mahasiswa mampu memahami teknik serta cara melakukan
pemeriksaan pada sediaan hapusan darah tepi
b. Tujuan Instruksional Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan pada sediaan
hapusan darah tepi
2) Mahasiswa mengetahui bentuk-bentuk sel darah merah yang
normal dan abnormal (poikilositosis).
3) Mahasiswa mengetahui ukuran sel darah merah yang abnormal
(anisositosis).
4) Mahasiswa mengetahui warna sel darah merah yang normal
(normokrom) dan abnormal (hipokrom).

B. METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Indirect
Preparat

C. PRINSIP
Sediaan hapusan darah tepi dengan pengecatan giemsa diletakkan
diatas meja preparat dan diamati dengan menggunakan mikroskop
binokuler pembesaran 100x lensa obektif dengan penambahan oil
imersi. Pengamatan dilakukan pada counting area.
D. DASAR TEORI
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari
separuhnya terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi
padat. Secara keseluruhan isi eritrosit merupakan substansi koloidal
yang homogen, sehingga sel ini bersifat elastis dan lunak. Eritrosit
mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin
yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin
untuk mengikat oksigen yang akan diedarkan keseluruh bagian tubuh.
Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrositpun dibatasi oleh membran
plasma yang bersifat semipermeable dan berfungsi untuk mencegah
agar koloid yang dikandungnya tetap didalam (Iqbal, 2012).
Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang harus diperhatikan untuk
mengungkapkan berbagai kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang
bentuk, ukuran, warna dan tingkat kedewasaan eritrosit dapat berbeda
dari normal. Eritrosit normal mempunyai bentuk bikonkaf, seperti
cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak berinti. Warna eritrosit
kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam
sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin
(Widayati, dkk, 2010).
Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian tengah
yang lebih pucat, karena bagian tengah lebih tipis daripada bagian
pinggirnya. Pada keadaan normal bagian tengah tidak melebihi 1/3
dari diameternya sehingga selnya dinamakan eritrosit normokhromatik.
Apabila bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian pinggir yang
kurang terwarna maka eritrosit tersebut dinamakan eritrosit
hipokromatik. Sebaliknya apabila bagian tengah yang memucat
menyempit selnya dimanakan eritrosit hiperkhromatik (Iqbal, 2012).
Gambar eritrosit normal

i. Kelainan-Kelainan pada Eritrosit


ii. Kelainan Bentuk-Bentuk Eritrosi

1. SFEROSIT

Sel ini berbentuk seperti bola, pada sediaan apus dengan


pewarnaan Wright akan tampak sebagai eritrosit normal dan
tidak terdapat daerah pucat di bagian tengah eritrosit sehingga
warnanya tampak lebih gelap. Sferosit terjadi akibat kelainan
atau kerusakan membrane eritrosit, baik yang kongenital
maupun didapat.

1) Kelainan kongenital: Sferositosis herediter.


2) Kelainan didapat: Immune haemolytic anemia, luka bakar
yang berat, Hipersplenisme, dan Mikroangiopati.
2. OVALOSIT / ELIPTOSIT

Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang dapat


lebih gepeng sehingga disebut sebagai eliptosit. Mekanisme
terjadinya kelinan ini belum diketahui. Keadaan ini dapat
dijumpai pada:

1) Elipsitosis herediter
2) Anemia megaloblasitik (makro-ovalosit)
3) Anemia defisiensi besi (sel pensil/sel cerutu)
4) Mielofibrosis
5) Anemia sel sabit

3. STOMATOSIT

Bentuk seperti mangkuk, pada sediaan apus dengan


pulasan Wright tampak sebagai eritrosit dengan bagian
pucatnya sebagai celah (tidak bundar). Mekanisme kelainan ini
belum diketahui. Stomatosit dapat dijumpai pada:

1) Kelainan kongenital: sferostomasitosis herediter dan


sferositosis herediter.
2) Kelainan didapat: alkoholisme akut, pengaruh obat (fenotiasin
dan khlorpromazine), bersifat reversible.
4. SICKLE CELL/ DREPANOSYTE (SEL SABIT)

Sel ini adalah eritrosit yang berubah bentuk menyerupai


sabit akibat polimerisasi Hb S pada keadaan kekurangan O2
yang bersifat reversible.

1) Dijumpai pada: penderita Hb S, terutama yang homozigot,


kadang ditemukan juga pada Hb C Harlem dan Hb I.

5. AKANTOSIT

Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3-12 duri


dengan ujung tumpul yang tidak sama panjang. Mekanisme
terbentuknya kelainan ini belum diketahui. Diketahui bahwa
kadar kolesterol membrane eritrosit pada kelainan ini meningkat
dan jumlah lecithin pada membrane menurun. Kelainan ini
dapat dijumpai pada:

1) Abetalipoproteinemia kongenital
2) Penyakit hati kronik
3) Hipotiroidisme
4) Defisiensi vitamin E
5) Pasca speleknomi

6. BURR CELL (ECHINOCYTE)

Di permukaan eritrosit ini terdapat 10-30 buah duri-duri kecil


pendek, ujungnya tumpul, yang jarak duri yang satu dengan duri
lainnya sama. Terjadi akibat mekanisme fragmentasi, yaitu
hilangnya sebagian membrane eritrosit, baik disertai dengan
hilangnya Hb ataupun tidak. Sel ini dapat dijumpai pada:

1) Uremia
2) Penyakit jantung
3) Keganansan lambung
4) Ulkus peptic yang berdarah
5) Sesudah penyuntikan heparin
6) Hipotiroidisme
7) Dehidrasi
Nb: kelainan ini juga dapat terbentuk pada proses pembuatan
sediaan apus darag:bila dilakukan pulasan sebelum
sediaan apus kering.

7. SEL HELMET

Eritrosit berbentuk seperti helm. Terjadi akibat mekanisme


fragmentasi, yaitu hilangnya sebagian membrane eritrosit, baik
disertai dengan hilangnya Hb ataupun tidak. Sel ini dapat
dijumpai pada:

1) Emboli paru
2) Metaplasia myeloid
3) Disseminated intravascular coagulation

8. FRAGMENTOSIT (SCHITOCYTE)
Bentuk eritrosit tidak beraturan akibat proses fragmentasi.
Terjadi akibat proses fragmentasi, yaitu hilangnya sebagian
membrane eritrosit, baik disertai dengan hilangnya Hb ataupun
tidak. Frgamentosit dapat terjadi karena:

1) Gangguan sirkulasi cairan dalam pemubuluh darah seperti


pada hipertensi, TTP, penggantian katub jantung.
2) Kelianan pada eritrosit yang menyebabkan eritrosit tidak
mudah berubah bentuk menyesuaikan dengan bentuk
kapiler saat melewati mikrosirkulasi, seperti pada
sferositosis, perubahan membrane eritrosit oleh antibody.

Sel ini dapat ditemui pada:

a. Anemia hemolitik mikroangiopatik


b. DIC
c. Pembedahan katub jantung atau pemakaian katub
jantung buatan
d. Sindroma hemolitik uremic
e. TTP (Thrombotic Trombositopenia Purpura)
f. Luka bakar yang berat.

9. TEAR DROP CELL

Eritrosit bentuk seperti buah pear atau tetesan air mata.


Dijumpai pada mielofibrosis dengan metaplasia myeloid. Diduga
berhubungan dngan eritrosit yang mengandung badan/benda
inklusi, dimana saat benda inklusi dikeluarkan dari sel terjadi
perubahan bentuk tersebut.

iii. Kelainan Ukuran Eritrosit


1. MAKAROSIT
Diameter lebih besar dari 9,0 mikron. Kelainan ini dapat
terjadi akibat gangguan sintesis DNA yang diikuti dengan
gangguan pembelahan sel, yang terjadi pada :
1) Anemia megaloblastik akibat defisiensi asam folat B12
2) Penderita yang mendapat obat kemoterapi

2. MIKOROSIT
Diameter lebih kecil dari 7 mikron. Eritrosit dengan ukuran
kecil ini dapat terjadi pada semua keadaan dimana terdapat
gangguan pembentukan hemoglobin, seperti :
1) Gangguan absorpsi, penggunaan atau pelepasan besi ;
anemia difisiensi besi, anemia sideroblastik, anemia akibat
penyakit kronik
2) Gangguan sintesis rantai globin

3. ANISOSITOSIS

Ukuran eritrosit tidak sama besar dalam satu sediaan apus


darah.

iv Kelainan Warna Eritrosit

1. NORMOKROM
Normokrom adalah eritrosit dengan warna normal ( ada
pucat dibagian tengah dan lebih merah dibagian pinggirnya) dan
dengan konsentrasi hemoglobin yang normal juga. Dalam
keadaan tertentu eritrosit normokrom dapat detemukan pada
penderita anemia yang disebabkan karena pendarahan dan
hemolisis yang tidak mempengaruhi morfologi eritrosit.

2. HIPOKROM
Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb
kurang dari  normal sehingga sentral akromia melebar  (>1/2
sel) dan terjadi penurunan warna eritrosit yaitu peningkatan
diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak lebih
pucat. Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat
tipis disebut dengan eritrosit berbentuk cincin     (anulosit).
Distribusi normal sel ini adalah 10 % dalam darah. Hipokromia
ditemukan pada:

1) Anemia defesiensi besi


2) Anemia sideroblasti
3) Penyakit menahun(mis. Gagal ginjal kronik)
4) Talasemia
5) Hb-pati (C dan E)
3. POLIKROM
Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih
biru dari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan yang
ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada preparat sediaan
apus darah tepi, keadaan ini berkaitan dengan retikulositosis.

4. HIPEKROM
Warna eritrosit tampak lebih tua karena terjadi penebalan
membran, bukan kelainan Hemoglobin (Hb) dan biasanya
jarang ditemukan.

a. Penyebab Hipokrom dan Normokrom


1) Kekurangan Besi (Fe)
Besi merupakan salah satu elemen penting dalam
metabolisme tubuh, terutama dalam pembentukan sel
darah merah (eritripoiesis). Selain itu juga terlibat dalam
berbagai proses di dalam sel (intraseluler) pada semua
jaringan tubuh. Mitokondria mengandung suatu system
pengangkutan electron dari susbstrat dalam sel ke mol
O2 bersamaan dengan pembentukan ATP. Dalam
system ini turut serta sejumlah komponen besi yang
memindahkan atom. Kegagalan system ini dapat terjadi
bila pemasokan (suplai) O2 ke jaringan kurang dan
mengakibatkan produksi energi berkurang. Dalam
proses pembentukan energi ini terlibat enzim sitokrom.
Hemoglobin mempunyai berat molekul 64.500 terdiri
dari 4 golongan heme yang masing-masing mengikat 1
atom besi dan dihubungkan dengan 4 rantai polipeptid
dan dapat mengikat 4 mol oksigen. Konfigurasi ini
memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.
Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar
antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan
dan hemoglobin. Besi di dalam tubuh terdapat dalam
hemoglobin sebanyak 1,5-3,0 g dan sisa lainnya
terdapat dalam plasma dan jaringan. Di dalam plasma
besi terikat dengan protein yang disebut transferin
sebanyak 3-4 g. Sedangkan dalam jaringan berada
dalam suatu status esensial (non-available) dan bukan
esensial (available) Disebut esensial karena tidak dapat
dipakai untuk pembentukan hemoglobin maupun
keperluan lainnya. Dalam mioglobin terdapat enzim
sitokrom, katalase, dan peroksidase dalam jumlah lebih
kurang 0,3 g sedangkan yang esensial ditemukan dalam
bentuk feritin dan hemosiderin siap untuk dipakai baik
untuk pembentukan sel darah merah maupun keperluan
lainnya dalm sel retikuloendotelial hati dan sumsum
tulang.
Besi diabsorbsi terutama di dalam duodenum dalam
bentuk fero dan dalam suasana asam. Absorbsi besi ini
dipengaruhi oleh factor endogen, eksogen dan usus
sendiri. Faktor endogen mengatur jumlah besi yang
akan diabsorbsi dan tergantung dari jumlah cadangan
besi di dalam tubuh, aktivitas eritopoiesis dan kadar Hb.
Bila cadangan besi berkurang atau aktivitas eritropoiesis
meningkat, atau kadar Hb rendah, maka jumlah besi
yang diabsorbsi akan meningkat dan sebaliknya bila
cadangan besi cukup, aktivitas eritropoiesis kurang atau
Hb normal akan mengurangi absorbsi besi.
2) Kekurangan Vitamin B12
Vitamin B12 (kobalamin) mempunyai struktur cincin
yang kompleks (cincin corrin) dan serupa dengan cincin
porfirin, yang pada cincin ini ditambahkan ion kobalt di
bagian tengahnya. Vitamin B12 disintesis secara
eksklusif oleh mikroorganisme. Dengan demikian,
vitamin B12 tidak terdapat dalam tanaman kecuali bila
tanaman tersebut terkontaminasi vitamin B12 tetapi
tersimpan pada binatang di dalam hati temapat vitamin
B12 ditemukan dalam bentuk metilkobalamin,
adenosilkobalamin, dan hidroksikobalamin.
Koenzim vitamin B12 yang aktif adalah
metilkobalamin dan deoksiadenosilkobalamin.
Metilkobalamin merupakan koenzim dalam konversi
Homosistein menjadi metionin dan juga konversi Metil
tetrahidro folat menjadi tetrafidrofolat.
Deoksiadenosilkobalamin adalah koenzim untuk
konversi metilmalonil Ko A menjadi suksinil Ko A.
Kekurangan atau defisiensi vitamin B12
menyebabkan anemia megaloblastik. Karena defisiensi
vitamin B12 akan mengganggu reaksi metionin sintase .
anemia terjadi akibat terganggunya sintesis DNA yang
mempengaruhi pembentukan nukleus pada ertrosit yang
baru . Keadaan ini disebabkan oleh gangguan sintesis
purin dan pirimidin yang terjadi akibat defisiensi
tetrahidrofolat. Homosistinuria dan metilmalonat asiduria
juga terjadi .Kelainan neurologik yang berhubungan
dengan defisiensi vitamin B12 dapat terjadi sekunder
akibat defisiensi relatif metionin.

E. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
1) Mikroskop Binokuler
2. Bahan
1) Preparat
2) Oil Imersi
3) Tissue Lensa
3. CARA KERJA
1) Alat dan bahan disiapkan
2) Preparat hapusan darah diletakkan pada meja mikroskop
3) Lensa objektif diputar ke pembesaran 10x untuk mencari
counting area
4) Preparat ditetesi oil imersi
5) Lensa objektif diputar ke 100x
6) Kondensor dinaikkan, iris diafragma diputar ke 100x
7) Diamati kelainan eritrosit yang terjadi dengan pedoman :
 Besar eritrosit sama dengan besar inti leukosit yang matur
 Bentuk eritrosit bulat bikonkaf atau dapat disebut normokrom
(pucat di bagian tengah)
 Dilihat adakah eritrosit hipokrom (sentral akromia melebar 
(>1/2 sel) dan terjadi penurunan warna eritrosit yaitu
peningkatan diameter central pallor melebihi normal
sehingga tampak lebih pucat.)
8) Dicatat hasil yang didapatkan

4. HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1) Digunakan mikroskop dengan kualitas yang baik
2) Perbesaran mikroskop yang digunakan harus sesuai yaitu
perbesaran lensa objektif 100x dengan penambahan oil imersi.
3) Dipastikan pengamatan dilakukan pada counting area
4) Dipastikan pengamatan dilakukan pada daerah dengan cahaya
yang cukup, tidak terlalu terang ataupun terlalu redup sehingga
sel darah merah terutama warnanya terlihat jelas.
5) Selain itu perlu juga diperhatikan dari pewarnaan apusan darah
tepi ,dimana zat warna yang digunakan harus bersih.
DAFTAR PUSTAKA

Ismirayanti. 2010. Anemia. [Online]. http://ismirayanti.blogspot.


com/2010/10/ anemia_2512.html. Diakses tanggal 7 Mei
2015
Iqbal. 2012. Eritrosit. Diakses di:
http://aboutlabkes.wordpress.com/2012/01/30/eritrosit/Diakses
tanggal: 8 Mei 2015
Rahayu, Puji. 2011. Eritrosit. Diakses
di:http://blog.uad.ac.id/ratnasari/2011/12/06/eritrosit-sel-darah-
merah/. Diakses tanggal: 8 Mei 2015.
Widayati, dkk. 2010. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia
Sediaan Apus Darah. Jakarta: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka
Zakaria. 2012. Morfologi Sel Darah Merah. Diakses di: http:
//zakariadardin. wordpress. com/2012/01/09/morfologi-sel-darah-
merah/ Diakses tanggal: 8 Mei 2015

Anda mungkin juga menyukai