Anda di halaman 1dari 2

Salah satu hasil penelitian menemukan bahwa foto selfie yang terlalu sering di-share melalui

media online, yang mengindikasikan narsisisme bisa berdampak negatif bagi hubungan sosial
dalam pernikahan, pertemanan dan pekerjaan [4].

Dari hasil studi yang lain, ditemukan bahwa perempuan lebih cenderung membagikan (sharing)
foto selfie daripada laki-laki sebagai akibat dari cultural fixation dan penampilan perempuan.
Hasil studi ini meyimpulkan bahwa perempuan yang menilai dirinya berdasarkan penampilan
atau penilaian orang lain cenderung membagikan foto selfie-nya secara online, namun ironisnya
aktivitas ini tidak berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan harga dirinya (self esteem)
[5].

Sisi Positif Selfie, Eksplorasi Diri

Christine Erickson, kontributor tetap situs Mashable menyebutkan bahwa foto diri (self image)
adalah suatu hal yang penting dan tidak selalu disebabkan oleh narsisisme. Melalui foto diri,
seseorang bisa mendefenisikan dirinya sendiri dan memberitahukannya kepada yang lain, karena
kita membutuhkan persepsi, pertimbangan (judgement) dan penilaian (appraisal) orang lain
dalam mengembangkan karakter sosial kita [6].

Sementara itu, Pamela Rutledge, Direktur Media Psychology Research Center Adjunct Faculty,
Massachusetts School of Professional Psychology and Fielding Graduate University,
berpendapat bahwa terdapat sembilan alasan melakukan selfie yang tidak berhubungan dengan
narsisisme [7].

1. Selfie mempermudah (facilate) diri dalam mengeksplorasi identitas diri. Salah satu
cara yang paling efektif untuk mengenal diri kita sendiri adalah dengan cara melihat diri
kita melalui bagaimana orang lain memandang kita.
2. Selfie mengidentifikasikan gairah atau minat yang memperkuat identitas sosial kita.
Misalnya foto selfie yang sedang mengenakan kostum olahraga klub tertentu.
3. Selfie dilakukan terkait konteks bukan karena “keakuan”. Misalnya ekspresi artistik
dalam fashion dan teknik fotografi.
4. Selfie sebagai bentuk pertanyaan untuk mendapatkan respon (feedback) dari orang
lain. Misalnya “Kamu suka pakaian yang sedang kupakai ini?”.
5. Selfie bukan semata-mata hanya untuk mendapatkan persetujuan atau pengesahan
(validasi). Cukup sering kita mendengar bahwa selfie bertujuan untuk
memperoleh persetujuan (approval). Kita semua meminta persetujuan. Sebagai makhluk
sosial, kita membutuhkan koneksi dan validasi sosial. Kita ingin dianggap bernilai,
diapresiasi, dan menjadi bagian grup yang kita anggap penting.
6. Selfie memiliki banyak makna. Melalui selfie, kita sebagai pengamat akan mencari
makna dibalik foto selfie tersebut, mencari apa yang sebenarnya yang hendak
diperlihatkan.
7. Selfie lebih terasa nyata daripada potret tradisional. Selfie adalah salah satu
kebiasaan selebritis, sebagai bentuk usaha untuk mendekatkan dirinya dengan fansnya,
karena selfie lebih bersifat intim dan personal.
8. Selfie sebagai usaha untuk menormalkan citra diri. Hal ini biasanya berlaku pada
tokoh-tokoh terkenal atau selebritis, dimana foto-foto mereka di media massa seringkali
terlihat “jaim” (jaga imej), cantik, gagah dan sebagainya. Hal ini menimbulkan anggapan
sebagian orang bahwa mereka mengidap narsis, karena foto-foto itu hasil dari rekayasa
atau settingan. Untuk menormalisasi anggapan ini, mereka pun membuat foto selfie yang
memperlihatkan diri mereka apa adanya, atau diri mereka dalam kehidupan sehari-hari.
9. Selfie menawarkan pelakunya untuk menarasikan hidupnya melalui gambar-
gambar. Foto diri saat terlihat cantik, jelek, muda, tua, bersedih, galau, gembira, bahagia
dan sebagainya. Sebagai bentuk usaha untuk “mengabadikan” peristiwa-peristiwa yang
dialami, perjalanan hidup yang telah dilalui, hingga pada suatu saat, ketika kita melihat
foto-foto selfie itu kembali, mungkin kita bisa menemukan sesuatu atau hikmah, yang
tidak kita peroleh saat peristiwa-peristiwa itu berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai