Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL

HUBUNGAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI


DENGAN KUALITAS HIDUP DI PUSKESMAS WONGSOREJO
KABUPATEN BANYUWAGI
TAHUN 2020

Oleh:
KADEK TRISNA DAMAYANTI
NIM: 2017.02.067

PROGRAM STUDI S1KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
2

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah keadaan ketika seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau tekanan sistolik

lebih dari tinggi dari 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg (Garnadi,

2012). Tekanan berlebihan ini mengakibatkan volume darah meningkat dan

saluran darah menyempit sehingga jantung memompa lebih keras untuk

menyupali oksigen dan nutrisi ke setiap sel di dalam tubuh (Wijoyo, 2012).

Hipertensi juga dapat menyebabkan gagal jantung, stroke, gagal ginjal,

penyakit pembuluh darah lain (Syahrini dan Nur, 2012). Dampak yang

ditimbulkan dari penyakit hipertensi tersebut akan mempengaruhi kualitas

hidup seseorang. Kualitas hidup merupakan suatu penilaian tentang

bagaimana kesejahteraan individu seiring berjalannya waktu yang dapat

dipengaruhi oleh penyakit, disabilitas,atau kelainan(Raudatusalamah dan

Fitri, 2012).

Menurut WHO (World Health Oganization) jumlah penderita

hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang

bertambah pada 2025 mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia

terkena hipertensi. WHO menyebutkan negara dengan ekonomi berkembang

memiliki penderita hipertensi sebesar 40% sedangkan negara maju hanya

35%. Kawasan Afrika memegang posisi puncak penderita hipertensi, yaitu

sebesar 40%, kawasan Asia Tenggara 36% dan Amerika sebesar 35%.

Hipertensi di kawasan Asia telah membunuh 1.5 juta orang setiap tahunnya.
3

Di Indonesia penderita hipertensi cukup tinggi dari hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 pengukuran pada penduduk

berumur ≥ 18 tahun mencapai 34,1%, sedangkan hipertensi menurut

diagnosis dokter mencapai 8,4% dan dari hasil diagnosis dokter atau minum

obat antihipertensi mencapai 8,8 % dari 8,8% penderita hipertensi 54,4%

penderita meminum obat secara rutin, sedangkan 32,3% minum obat dengan

tidak rutin dan 13,3% penderita hipertensi tidak meminum obatnya. Dari

hasil pengukuran tersebut prevalansi hipertensi tertinggi terdapat di Provinsi

Kalimantan Selatan mencapai 44,1%, kemudian prevalansi hipertensi

terbanyak kedua berada pada Provinsi Jawa Barat mencapai 39% sedangkan

prevalansi penderita hipertensi di provinsi Jawa Timur mencapai 34,1%

(Rikesdas, 2018).

Jumlah penderita hipertensi di Kabupaten Banyuwangi dari bulan

Januari-November tahun 2018 sebanyak 62.776 jiwa dari 272.928 jiwa yang

dilakukan pemeriksaan tekanan darah (Dinkes Banyuwangi, 2018). Dari

studi pendahuluan awal pada tahun 2018 terdapat penderita hipertensi di

Puskesmas Wongsorejo berjumlah 967 jiwa, 342 jiwa penderita hipertensi

berjenis kelamin laki-laki dan 625 jiwa berjenis kelamin perempuan. Dari

studi pendahuluan awal tanggal 3 Januari 2019 pada penderita hipertensi di

Puskesmas Wongsorejo dari 7 orang penderita hipertensi terdapat 4 orang

memiliki kualitas hidup yang rendah dimana kualitas hidup yang rendah

dilihat dari salah satunya penderita sangat sering merasakan sakit saat

beraktivitas sehari-hari dan 3 orang memiliki kualitas hidup yang


4

baikdilihat dari kesehatan fisik, psikologis, lingkungan dan sosial tidak

mengalami gangguan.

Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor genetik,

usia, makanan tinggi garam, stress, obesitas dan kurang bergerak (Martha,

2012). Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstrikti pembuluh darah terhadap

aliran darah yang ke ginjal menjadi berkurang dan berakibat diproduksinya

renin. Renin akan merangsang pembentukan angiotensis 1 yang kemudian

akan diubah menjadi angiotensis 2 yang merupakan vasokonstriktor yang

kuat yang merangsang sekresi aldosterone oleh cortex adrenal dimana

hormon aldosterone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intravaskuler yang

menyebabkan hipertensi. Gejala-gejala hipertensi antara lain yaitu pusing

atau sakit kepala,wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, tinitus

(telinga berdegung), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah

lelah dan mata berkunang-kunang (Damayanti, 2013).

Hipertensi merupakan penyakit yang dapat memberikan efek

terjadinya berbagai penyakit lainya seperti stroke, gagal ginjal, jantung,

kelahiran prematur, kecacatan serta kematian. Penderita hipertensi pada

umumnya tidak mengetahui bahwa mereka sedang mengalami hipertensi

dikarenakan penyakit hipertensi sering tidak mempunyai gejala

awal(WHO,2013). Peningkatan jumlah penderita hipertensi dengan segala

masalah biopsikososial yang ditimbulkan telah berakibat pada penurunan

kualitas hidup penderitanya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Travesiol


5

dkk (2011) ditemukan bahwa pada individu yang menderita hipertensi,

memiliki kualitas hidup yang rendah dibandingkan pada individu dengan

tekanan darah normal (normotensi).

Individu dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang rendah

disebabkan karena penyakit ini berjalan terus seumur hidup dan memberikan

pengaruh buruk terhadap vitalitas, fungsi sosial, kesehatan mental dan fungsi

psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.Kualitas

hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di

dalam bidang kehidupan (Nofitri 2009). Kualitas hidup dapat disamakan

dengan keadaan kesehatan, fungsi fisik tubuh, perceived health status

(setatus kesehatan yang dirasakan), kesehatan subjektif, persepsi mengenai

kesehatan, gejala, kepuasan kebutuhan, kondisi individu, ketidakmampuan

funsional, gangguan psikiatri dan kesejahteraan individu (Hunt, 2015).

Kualitas hidup yang buruk akan berdampak pada kesehatan fisik,

kesejahteraan psikologi, hubungan sosial dan hubungan individu dengan

lingkungan. Maka oleh karena itu, dalam menangani individu dengan

hipertensi sangat penting unuk mengukur kualitas hidup agar dapat

dilakukan manajemen yang optimal.

Menurunkan angka morbiditas dan angka mortalitas penderita

hipertensi salah satunya dengan memperbaiki kualitas hidup.Kualitas hidup

pada penderita hipertensi dapat diperbaiki secara optimal apabila

penanganan hipertensi yang mencakup promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif dapat diterapkan atau dilakukan oleh penderita. Hal yang dapat

dilakukan sebagai upaya promotif meliputi penyuluhan atau menjelaskan


6

mengenai hipertensi, edukasi mengenai masalah-masalah yang dapat

memunculkan hipertensi dan bagaimana cara mengatasinya. Upaya preventif

meliputi membatasi asupan garam yang berlebih, menurunkan berat badan,

menghindari minuman yang berkafein, rokok, minuman berarkohol dan

memperbaiki kualitas hidup. Upaya kuratif yang dapat dilakukan meliputi

melakukan terapi farmakolgi dan non farmakologi dan upaya rehabilitatif

yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi antara lain dengan

memperbaiki kualitas hidup, perubahan pola makan dan gaya hidup sehat

yang harus dilakukan secara kontinum (WHO,2013).

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas

hidup dengan cara menjaga kesejahteraan kesehatan tubuh, kepatuhan

minum obat teratur dan sesuai dengan dosis, domain fisik mengembangkan

potensi diri, optimisme, hubungan sosial, pekerjaan, material dan aktivitas

fisik (Raudatusalamah dan Fitri, 2012). Upaya lain yang dapat dilakukan

untuk mempebaiki kualitas hidup adalah dengan melakukan latihan fisik

secara teratur. Latihan fisik tersebut bertujuan untuk menurunkan tekanan

darah dan terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup pada penderita

hipertensi (Setiawan dkk, 2012).Latihan fisik yang di anjurkan untuk

memperbaiki kualitas hidup dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda

selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil

judul “Hubungan Tekanan Darah Dengan Kualitas Hidup Pada Penderita

Hipertensi Di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2019.


7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya

sebagai berikut “Adakah Hubungan Tekanan Darah Pada Penderita

Hipertensi Dengan Kualitas Hidup Di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2020 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahui ada hubungan tekanan darahpada penderita

hipertensi dengan kualitas hidup di Puskesmas Wongsorejo

Kabupaten Banyuwangitahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Teridentifikasinya tekanan darah pada penderita hipertensi di

Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi 2019.

2. Teridentifikasinya kualitas hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi 2019.

3. Teranalisisnya hubungan tekanan darahpada penderita

hipertensi dengan kualitas hidup di Puskesmas Wongsorejo

Kabupaten Banyuwangi 2019.


8

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini sangan relevan sekali terhadap kasus kualitas hidup

khususnya pada penderita hipertensi saat ini, untuk itu kami berharap bisa

memberikan manfaat kepada semua pihak.

1.4.1 Teoritis

Sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang

keperawatan.Mendapatkan informasi mengenai perawatan tekanan

darah dengan kualitas hidup pada penderita hipertensi.

1.4.2 Praktis

1. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

kepada responden tentang peningkatan kualitas hidup.

2. Bagi Tempat Penelitian

Dapat digunakan untuk identifikasi dan upaya solusi terhadap

kualitas hidup pada penderita hipertensi .

3. Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan serta dapat digunakan

sebagai bahan pustaka atau bahan pembandingan untuk

penelitian selanjutnya.

4. Bagi Institusi Kesehatan

Memberikan masukan kurikulum atau pengembangan tindakan

keperawatan yang dapat diberikan kepada peserta didik.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tekanan Darah

2.1.1 Pengertian

Tekanan darah adalah daya dorong darah keseluruh dinding

pembuluh darah pada permukaan yang tertutup.Tekanan darah

timbul dari adanya tekanan arteri yaitu tekanan yang terjadi pada

dinding arteri.Tekanan arteri terdiri dari tekanan sistolik, tekanan

diastolik, tekanan pulsasi, dan tekanan arteri rata-rata. Pada

pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang

lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik),

sementara angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung

berelaksasi (diastolik) (Tarwoto, dkk, 2009).

Tekanan sistolik yaitu tekanan maksimum dari darah yang

mengalir pada arteri yang terjadi pada saat ventrikel jantung

berkontraksi, besarnya sekitar 100-140 mmHg.Tekanan diastolik

yaitu tekanan darah pada dinding arteri pada saat jantung relaksasi,

besarnya sekitar 60-90 mmHg (Tarwoto, dkk, 2009).

8
9

2.1.2 Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Joewono (2013) tekanan darah biasanya diukur

secara tidak langsung dengan sphygmomanometer air raksa pada

posisi duduk atau terlentang.Pada saat mengukur tekanan darah,

perhatian utama harus ditunjukkan pada hal-hal berikut:

1. Sebelum pengukuran penderita istirahat beberapa menit di

ruangan yang tenang.

2. Ukuran manset lebar 12-13 cm serta panjang 35cm, ukurannya

lebih kecil pada anak-anak dan lebih besar pada orang gemuk

(ukuran sekitar 2/3 lengan).

3. Diperiksa pada fosa cubiti dengan cuff setinggi jantung (ruang

antara iga IV).

4. Tekanan darah dapat diukur pada keadaan duduk atau

terlentang.

5. Tekanan darah dinaikkan sampai 30 mmHg (4,0 kPa) diatas

tekanan sistoik (palpasi), kemudian turunkan 2 mmHg/detik

(0,3 kPa/detik) dan dimonitor diatas brakhialis.

6. Tekanan sistolik adalah tekanan pada saat terdengar suara

korotkoff I sedangkan tekanan diastolic pada saat korotkoff V

menghilang, bila suara tetap terdengar, dipakai patokan

korotkoff IV (muffling sound).

7. Pada pengukuran pertama dianjurkan pada kedua lengan

terutama bila terdapat penyakit pembuluh darah perifer.


10

8. Perlu pengukuran pada posisi duduk atau terlentang dan berdiri

untuk mengetahui ada tidaknya hipotensi postural terutama

pada orang tua, diabetes mellitus dan keadaan lainnya yang

menimbulkan hal tersebut.

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Pengertian

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat yang

mendunia.Dimana hipertensi dapat meningkatkan risiko terhadap

penyakit jantung, stroke, gagal ginjal kronik, kematian premature,

dan kecacatan (WHO, 2013). Hipertensi didefinisikan sebagai

tekanan darah sistoliknya sama dengan atau lebih dari 140 mmHg,

atau tekanan darah diastoliknya sama dengan atau lebih dari 90

mmHg (WHO, 2014).Tekanan darah sendiri diarikan sebagai

besarnya tenaga yang dihasilkan oleh darah saat bergerak melawan

dinding pembuluh darah (Guyton, 2012).

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah

di pembuluh darah meningkat secara kronis, hal tersebut dapat

terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah

untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh

(Riskesdas, 2013). Hipertensi adalah keadaan peningkatan

tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu

organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung

koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan hipertrofi

ventrikel kanan (untuk otot jantung) (Bustan, 2007).


11

Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih

dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan

darah ≥165/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan

darah di antara normotensi dan hipertensi disebut borderline

hypertension (Garis Batas Hipertensi). Batasan WHO tersebut

tidakmembedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi dapat dibedakan menjadi dua

yaitu, hipertensi berdasarkan penyebab dan hipertensi

berdasarkan tekanan darah

1. Hipertensi berdasarkan penyebab

a. Hipertensi primer atau esensial

Menurut National Heart, Lung, and Blood

Institute (NHLBI),Hipertensi primer atau esensial adalah

jenis yang paling umum dari hipertensi. Jenis hipertensi

ini cenderung terjadi pada seseorang selama bertahun-

tahun seumur hidupnya (NHLBI, 2015).Hipertensi

esensial didefinisikan sebagai hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya.Hipertensi esensial sendiri

merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi

(Yogiantoro, 2010).

Hipertensi esensial dapat diklasifikasikan sebagai

benigna dan maligna.Hipertensi benigna bersifat

progresif lambat, sedangkan hipertensi maligna adalah


12

suatu keadaan klinis dalam penyakit hipertensi yang

bertambah berat dengan cepat sehingga dapat

menyebabkan kerusakan berat pada berbagai

organ.Organ sasaran utama keadaan ini adalah jantung,

otak, ginjal, dan mata.Hipertensi maligna dapat diartikan

sebagai hipertensi berat dengan tekanan diastolik lebih

tinggi dari 120 mmHg (Masriadi, dkk, 2016).

b. Hipertensi sekunder atau non esensial

Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi

medis lain atau penggunaan obat-obatan tertentu. Jenis

ini biasanya sembuh setelah penyebabnya diobati atau

dihilangkan (NHLBI, 2015).

Jenis hipertensi sekunder sering sekali dapat

diobati.Apapun penyebabnya tekanan arteri naik karena

terjadi peningkatan curah jantung.Peningkatan resistensi

pembulu sistemik atau keduanya.Peningkatan curah

jantung sering sekali di sertai penambahan volume darah

dan aktivasi neurohumonal di jantung.Hipertensi

sekunder sudah diketahui penyebabnya seperti

disebabkan oleh penyakit ginjal (parenkim ginjal),

renovaskular endoktrin (gangguan aldosteronisme

primer), kehamilan (preeklampsia), sleep apnea dan

obat-obatan (Widyanto Triwibowo, 2013).


13

2. Hipetensi berdasarkan tekanan darah

Berdasarkan The Seventh Report of The Joint

National Committee onPrevention, Detection, Evaluation,

and Treatment of High Blood Pressure (JNC7, 2009)

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, pre-Hipertensi, Hipertensi derajat 1, dan

derajat 2.

Table 2.1 klasifikasi tekanan darah menurutThe Seventh Report of The


Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7, 2009).
Klasifikasi Tekanan Tekanan
tekanan darah darah sistolik darah diastolic
(mmHg) (mmHg)
Normal 120-129 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 >100
Hipertensi sistolik ≥140 <90
terisolasi

Sementara itu, ESH (Europian Society of

Hypertension) dan ESC (Europian Society of

Cardiology) tahun 2013 juga memakai batasan sebagai

berikut untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit

hipertensi berdasarkan TDS dan TDD (Mancia, dkk, 2013).


14

Tabel 2.2 klasifikasi tekanan darah menurut ESH (Europian Society of


Hypertension) dan ESC (Europian Society ofCardiology) tahun
2013
Klasifikasi Sistolik Diastoli
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84

Normal tinggi 130-139 85-89

Hipetensi derajat1 140-159 90-99


Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 >180 ≥110
Hipertensi terisolir ≥140 <90

2.2.3 Patofisiologi Hipertensi

Mekaisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di

otak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang

berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan

abdomen.Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf

simpatis dan ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf

pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respoon rangsang emosi,


15

kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon

vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi

aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi (Rohaedi,2009).

2.2.4 Faktor Resiko Hipertensi

1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur,

semakin tuaseseorangsemakin besar risiko terserang

hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko

terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko

terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi

hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar

40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun

(Sugiharto, 2009). Penderita hipertensi pada umumnya

adalah yang berusia 40 tahun keatas namun pada saat ini


16

hipertensi juga dapat terjadi pada usia subur (15-49 tahun).

Persentase hipertensi di Indonesia pada usia subur (15-49

tahun) adalah sebanyak 28,2% dari jumlah prevalensi

hipertensi di Indonesia (Kemenkes RI, 2013).Hal ini

disebabkan karena semakin bertambanya usia elastisitas

arteri mengalami penurunan menjadi lebih kaku dan kurang

mampu merespon tekanan darah. Keadaan ini

menyebabkan peningkatan tekanan sistolik, karena dinding

pembuluh darah tidak mampu beretraksi (kembali ke posisi

semula) dengan kelenturan yang sama saat terjadi

penurunan tekanan darah (Kozier et.al., 2011).

b. Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi,

dimana pria lebih banyak menderita hipertensi

dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar

2,29untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk

kenaikan tekanan darah diastolik. Pria diduga memiliki

gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan

darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah

memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita

tinggi.Bahkan setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi

pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria

yangdisebabkankarenahilangnya perlindungan

hormoneestrogen(Kemenkes RI, 2013).


17

c. Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi

(faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena

hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial).

Faktor genetik juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan

lain, yang kemudian menyebabkan seseorang menderita

hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan

metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel

(Marliani, 2009).

2. Faktor yang dapat diubah

a. Obesitas

Obesitas mempunyai korelasi positif dengan

hipertensi. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah

yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke

jaringan tubuh. Berat badan dan indeks Massa Tubuh

(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama

tekanan darah sistolik.Risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan seorang yang berat badannya normal.Pada penderita

hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan

lebih (Nurkhalida, 2009).

b. Konsumsi garam
18

Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda.Pada

beberapa orang, baik yang sehat maupun yang mempunyai

hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium tanpa

batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali

atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak

natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu

terjadinya hipertensi (Elsanti, 2009).

c. Kebiasaan merokok

Walaupun merokok bukan sebagai penyebab utama

naiknya tekanan darah, tidak perlu diragukan bahwa bobot

bukti klinis dan laboratorium menentang kebiasaan itu

karena merupakan satu faktor penyokong bagi timbulnya

hipertensi. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan

karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk

kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses

aterosklerosis dan hipertensi (Nurkhalida, 2009).

d. Aktivitas fisik

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko

menderita kelebihan berat badan (Elsanti, 2009). Dengan

berolahraga secara teratur dapat memperlancar peredaran

darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan juga

dapat mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam

ke dalam tubuh (Dalimartha, 2008).


19

e. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga

mempengaruhi tekanan darah. Tingkat pendidikan

berpengaruh terhadap gaya hidup yaitu kebiasaan merokok,

kebiasaan minum alcohol dan kebiasaan melakukan

aktivitas fisik seperti olah raha. Hasil Rikesdas tahun 2013

dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

(2013) menyatakan bahwa penyakit hipertensi (tekanan

darah tinggi) cenderung tinggi pada pendidikan rendah dan

menurun sesuai dengan peningkatan pendidikan. Tingginya

resiko terkena hipertensi pada pendidikan yang rendah,

kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan

pada seseorang yang berpendidikan rendah terhadap

kesehatan dan sulit atau lambat menerima informasi

(penyuluhan) yang diberikan oleh petugas kesehatan

sehingga berdampak pada perilaku atau pola hidup sehat

(Anggara dan Prayitno, 2013).

f. Penggunaan kontrasepsi hormonal

Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode

dalam program Keluarga Berencana (KB) yang

diperuntukan untuk pasangan usia subur dalam upaya

mengatasi pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus

meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan jenis dan cara

pemakaiannya terdapat 4 macam kontrasepsi hormonal


20

yaitu kontrasepsi pil, kontrasepsi suntikan, implant, dan alat

kontrasepsi dalam rahim yang mengandung hormon

esterogen (Kemenkes RI, 2014).

2.2.5 Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan

gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi

bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah

tinggi.Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan pada

hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan (Masriadi, dkk,

2016).Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan

merupakan pertanda pasti dari penyakit hipertensi. Hipertensi

merupakan tanda peringatan yang serius dimana dibutuhkan

perubahan gaya hidup. Hipertensi dapat membunuh secara diam-

diam (silentkiller) dan sangat penting bagi semua orang untuk

mengetahui tekanan darahnya(WHO, 2013).

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium

rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi yang bertujuan

menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau

mencari penyebab hipertensi.

1. Urine
21

Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai

nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia

(peningkatan nitrogen urea darah-BUN dan kreatinin

(Muttaqin, 2012).

2. Elektrokardiografi untuk mengkaji hipertrofi ventrikel kiri

(Muttaqin, 2012).

3. Deteksi terhadap pembuluh darah di retina. Retina (selaput

peka cahaya pada permukaan dalam bagian belakang mata)

merupakan satu-satunya bagian tubuh yang secara langsung

menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap pembuluh

darah kecil (Smeltzer dan Bare, 2002)

2.2.7 Penatalaksanan

1. Terapi non farmakologi

a. Pengendalian berat badan

Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat

badan dianjurkan untuk menurunkan berat badannya

sampai batas normal.

b. Pembatasan asupan garam (sodium/Na)

Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3

gram natrum atau 6 gram natrium klorida setiap harinya

(disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan

kaliumyangg cukup).

c. Berhenti merokok
22

Penting untuk mengurangi efek jangka panjang

hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan

aliran darah keberbagai organ dan dapat meningkatkan

kerja jantung.

d. Mengurangi atau berhenti minum-minuman beralkkohol.

e. Mengubah pola makan pada penderita

diabetes,kegemukan atau kadar kolesteroldarah tinggi.

f. Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat

Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi

aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.

g. Teknik-teknik menggurangi stress

Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan

TPR denggan cara menghambat respon stress saraf

simpatis.

h. Manfaatkan pikiran

Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih

besar dari yang kita duga.Dengan berlatih organ-organ

tubuh yang selama ini bekerja secara otomatis seperti;

suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah dapat kita

atur gerakannya.

2. Terapi farmakologi
23

a. Penghambat saraf simpatis

Golongan ini bekerja dengan mengghabat akttivitas saraf

simpatis sehingga mencegah naiknya tekanan darah.

Contoh: matildopa 250 mg (medopa, dopamet), klonidin

0,075 & 0,15 mg (catapres) danreserprin 0,1 & 0,25 mg

(serpail, resapin).

b. Beta bloker

Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung

sehingga pada gilirannya menurukan tekanan darah.

Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadal), atenol 50,

100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5& 5

mg (concor).

c. Vasodilator

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

merelaksasikan otot pembuluh darah.

d. Angiotensin convertiig enzyme (ACE) inhibitor

Bekerja dengan menghambat pembetukan zat

angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah). Contoh: captropil 12,5, 25, 50 mg

(capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 & 10 mg

(tenase).

e. Calcium antagonis
24

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung

dengan cara menghambat kontraksi jantung

(kontraktilitas). Contoh: nifedipin 5 &10 mg (adalat,

codolat, farmalat,nifedin), diltiazem 30,60,90 mg

(herbesser, farmabes)

f. Antagonis reseptor angiotensin II

Cara kerja dengan menghalangi penempelan zat

angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan

ringannya daya pompa jantung. Contoh: valsartan

(diovan).

g. Diuretic

Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairantubuh

(lewat urine) sehngga volume cairan tubuh berkurang,

sehingga mengakibatkan daya pomajantung menjadi

lebih ringan. Contoh: hidroklorotiazid (HTC)

2.2.8 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi lain seperti DM,

kolesterol yang tinggi, kelebihan berat badan atau obesitas, dan

gangguan kognitif lain (WHO, 2013). Beberapa komplikasi akibat

hipertensi antara lain:

1. Penyakit jantung

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan

pembuluh darah secara terus-menerus meningkat. Semakin

tinggi tekanan dalam pembuluh darah semakin sulit untuk


25

jantung memompa darah ke dalam pembuluh darah.Jika

dibiarkan tidak terkendali, hipertensi dapat menyebabkan

serangan jantung dan pembengkakan jantung yang pada

akhirnya menjadi penyakit gagal jantung (WHO, 2013).

2. Gangguan pada ginjal

Fungsi ginjal akan lebih cepat mengalami kemunduran

jika terjadi hipertensi berat. Tingginya tekanan darah membuat

pembuluh darah dalam ginjal menyempit dan akhirnya

menyebabkan pembuluh darah rusak.Akibatnya fungsi kerja

ginjal menurun hingga dapat mengalami penyakit gagal

ginjal.Diketahui bahwa diabetes dan hipertensi bertanggung

jawab terhadap proporsi ESRD (endstage renal disease) yang

paling besar (Price dan Wilson, 2010).

3. Ganguan pada otak (stroke)

Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak

mengakibatkan pembuluh sulit meregang sehingga darah yang

ke otak kekurangan oksigen, biasanya ini terjadi secara

mendadak dan menyebabkan kerusakan otak. Gangguan

penyakit yang bisa terjadi adalah serangan iskemik otak

sementara (transient ischaemic attack). Tekanan di dalam

pembuluh darah juga bisa menyebabkan darah merembes

keluar dan masuk ke dalam otak, hal itu dapat menyebabkan

stroke (WHO, 2013).

4. Diabetes mellitus
26

DM adalah gangguan kesehatan berupa kumpulan

gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah

akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Salah satu faktor

risiko penyakit DM terutama DM tipe 2 adalah penyakit

hipertensi.Dua pertiga penderita DM menderita hipertensi

(Bustan, 2008).

2.2.9 Upaya Pencegahan Hipertensi

1. Pencegagan primordial

Pencegahan hipertensi secara primordial adalah upaya

pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi

dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko.

Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada

masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya

hipertensi mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya

hidup, dan faktor lainnya, misalnya menciptakan kondisi

sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu kebiasaan

yang kurang baik dan masyarakat mampu bersikap positif

terhadap bukan perokok, merubah pola konsumsi masyarakat

yang sering mengonsumsi makanan cepat saji (Sianipar, 2014).

Pendidikan masyarakat adalah masyarakat harus diberi

informasi mengenai sifat, penyebab, dan komplikasi hipertensi,

cara pencegahan, gaya hidup sehat, dan pengaruh faktor risiko

kardiovaskular lainnya. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini


27

terutama kelompok masyarakat usia muda dan remaja, dengan

tidak mengabaikan orang dewasa (WHO, 2011).

2. Penegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya pencegahan awal

sebelum seseorang terkena penyakit hipertensi, dimana

dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko hipertensi terutama

kepada kelompok yang beresiko tinggi (Bustan,2007). Adapun

upaya pencegahan primer untuk hipertensi antara lain:

a. Mengatur pola makan

Faktor risiko dapat dihindari dengan cara menjauhi

makan makanan berlemak dan mengandung banyak garam.

American Heart Association menyarakan konsumsi garam

sebanyak satu sendok teh per hari.Sementara kebutuhan

lemak sangat kecil, disarankan kurang dari 30% dari

konsumsi kalori setiap hari.Lemak tersebut dibutuhkan

untuk menjaga organ tubuh tetap berkerja dan berfungsi

dengan baik (Dalimartha, 2008).

b. Tingkatkan mengkonsumsi potasium dan magnesium

Pola makan yang rendah potasium dan magnesium

menjadi salah satufaktor pemicu tekanan darah tinggi.

Buah-buahan dan sayuran segar merupakan sumber terbaik

bagi kedua nutrisi tersebut (Dalimartha, 2008). Buah-

buahan dan sayuran mengandung serat, zat-zat gizi, bebas

lemak dan rendah kalori.Juga fitokimia yaitu zat-zat yang


28

membantu mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler serta

beberapa jenis kanker. Menggantikan makanan berlemak

dan berkalori tinggi dengan sayuran dan buah-buahan

adalah salah satu cara mudah untuk memperbaiki pola

makan tanpa mengurangi jumlah yang dimakan (Elsanti,

2009).

c. Makan-makanan jenis padi-padian

Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam

American Journal Clinical Nutrition ditemukan bahwa pria

yang mengonsumsi sedikitnyasatu porsi sereal dan jenis

padi-padian per hari mempunyai kemungkinan yang sangat

kecil (0-20%) untuk terkena penyakit jantung. Semakin

banyak konsumsi padi-padian, semakin rendah risiko

penyakit jantung koroner, termasuk terkena

hipertensi.Mengonsumsi roti gandum dan makan beras

tumbuh atau beras merah merupakan salah satu langkah

penting menurunkan tekanan darah dan menghindari

komplikasi akibat dari hipertensi (Dalimartha, 2008).

d. Tingkatkan aktivitas

Aktivitas fisik sangat penting untuk

mengendalikan tekanan darahsebab membuat jantung

lebih kuat. Aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan

tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg. Setelah beraktivitas

tekanan darah kita untuk sementara akan menjadi rendah.


29

Latihan aerobik merupakan aktivitas fisik yang paling

efektif untuk mengendalikan tekanan darah. Suatu aktivitas

fisik disebut aerobik jika menyebabkan peningkatan

kemampuan jantung, paru-paru dan otot, yang berarti pula

peningkatan kebutuhan akan oksigen. Beberapa contoh

bentuk aerobik yang lazim dilakukan antara lain joging,

berjalan kaki, bersepeda, dan berenang (Dalimartha, 2008).

e. Berhenti merokok dan hindari konsumsi alcohol

Dengan berhenti merokok, tekanan darah sebenarnya

hanya akan turunbeberapa poin saja. Namun berhenti

merokok tetaplah penting bagi kesehatan.Alasannya adalah

dapat meningkatkan efektifitas obat dan mengurangi risiko

komplikasi dari penyakit hipertensi.Fakta menunjukkan,

mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan

tekanan.Peminum berat yang mengubah kebiasaanya

menjadi peminum sedang dapat mengalami penurunan

tekanan sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan diastolik

sebesar 3 mmHg.Penurunan tekanan darah lebih banyak

lagi yaitu sebesar kira-kira 10 mmHg untuk tekanan sistolik

dan 7 mmHg untuk tekanan diastolik dapat dicapai bila

pengurangan penggunaan alkohol dikombinasikan dengan

makanan yang bergizi (Elsanti, 2009).

3. Pencegahan sekunder
30

Pola hidup dengan managemen stres atau hindari

lingkungan stres, berhenti merokok, dan mengonsumsi

vitamin.Melakukan diagnosis dini yaitu screening, pemeriksaan

periodik tekanan darah dimana perjalanan hipertensinya yaitu

hipertensi ringan, sedang, dan berat (Bustan, 2009).

Pos Pembinaan Terpadu Pengendalian Penyakit Tidak

Menular (Posbindu PTM) adalah wadah pengendalian penyakit

tidak menular di Indonesia yang merupakan upaya monitoring

dan deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular di

masyarakat. Sejak mulai dikembangkan pada tahun 2011

Posbindu-PTM pada tahun 2013 telah berkembang menjadi

7.225 Posbindu di seluruh Indonesia. Usaha peningkatan

pengendalian penyakit tidak menular diharapkan status awal

prevalensi hipertensi pada tahun 2013 sebesar 25,8%

mengalami penurunan dengan target 23,4% pada tahun 2019

(Kemenkes RI, 2015).

4. Pencegahan tersier

Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosis hipertensi

ditegakkan berdasarkan data anamnese (konsultasi dokter),

pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun

pemeriksaan penunjang. Pada 70-80% kasus hipertensi

esensial, didapat riwayat hipertensi didalam keluarga, walaupun

hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi

esensial.Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua


31

orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar

(Dalimartha, dkk, 2008).

2.3 Konsep Kualitas Hidup

2.3.1 Pengertian Kualitas Hidup

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda

tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi

permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan

positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya

jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas

hidupnya. Nofitri (2009) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi

individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang

kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap

posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan

system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan

individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian

individu (Nofitri, 2009).Menurut Vergi (2013) kualitas hidup

menggambarkan kemampuan individu untuk memaksimalkan

fungsi fisik, sosial, psikologis, dan lingkungan atau pekerjaan yang

merupakan indikator kesembuhan atau kemampuan beradaptasi

dalam penyakit kronis.

Menurut Bangun (2008), kualitas hidup didefenisikan sebagai

persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup,

ditinjau dari konteks budaya dan system nilai dimana mereka


32

tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan,

kesenangan, dan perhatian mereka.Hal ini merupakan konsep

tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik,

status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan

hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.Di dalam

bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas hidup

dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan

(Larasati, 2012).Adapun (Larasati, 2012) kualitas hidup adalah

tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang

dapat dinilai dari kehidupan mereka.Kualitas hidup individu

tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis,

hubungan sosial dan lingkungannya (Larasati, 2012).

Kualitas hidup ditetapkan secara berbeda dalam penelitian

lain. Namun dalam penelitian ini kualitas hidup adalah tingkatan

yang menggambarkan keunggulan kualitas hidup seorang individu

yang dapat dinilai berdasarkan konsep WHOQOL Group (Larasati,

2012) dari kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan

lingkungan.

2.3.2 Manfaat Kualitas Hidup yang Baik Bagi Kesehatan

Kualits hidup menjadi elemen yang paling penting dalam

memontivasi orang untuk menghadapi penyait, kualitas hidup yang

baik akan meningkaatkan kesehatan individu seperti:

1. Kesehatan fisik
33

Menurut Riyadi, seperti yang dipaparkan oleh Aliyono,

dkk (2012) menjelaskan bahwa kesehatan fisik merupakan

keadaan baik, artinya bebas dari sakit pada seluruh badan dan

bagian-bagian lainnya. Kesehatan fisik dapat mempengaruhi

kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas

yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman-

pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke

tahap selanjutnya. Aspek ini meliputi aktivitas sehari-hari,

ketergantungan pada bahan obat dan alat bantu medis, energi

dan kelelahan, mobilitias, nyeri dan ketidaknyamanan, tidur

dan istirahat, dan kapasitas kerja.

2. Kesehatan psikolgis

Menurut Riyadi, seperti yang dipaparkan oleh Aliyono,

dkk (2012) menjelaskan bahwa keadaan mental mengarah pada

mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap

berbagaituntutan perkembangansesuaidengan kemampuannya,

baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek

psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu

dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu

tersebut sehat secara mental.Aspek ini meliputi citra tubuh dan

penampilan, perasaan negatif, perasaan positif, harga diri,

spiritualitas, serta berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.

3. Kesehatan lingkunggan
34

Lingkungan adalah tempat tinggal individu, termasuk di

dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk

melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya

adalah sarana dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan

(Aliyono, dkk, 2012). Aspek ini meliputi sumber keuangan,

kebebasan, keamanan fisik dan kenyamanan, perawatan

kesehatan dan sosial (aksesibilitas dan kualitas), lingkungan

rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan

baru, partisipasi dan peluang untuk rekreasi / olahraga,

lingkungan fisik (polusi / suara / lalu lintas / iklim) dan

transportasi.

4. Kesehatan sosial

Merupakan hubungan antara dua individu atau lebih

dimana tingkah laku individu tersebut akan saling

mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku

individu lainnya (Aliyono, dkk, 2012). Aspek ini meliputi

hubungan personal, dukungan sosial dan aktivitas seksual.

2.3.3 Faktor-faktor Penyebab yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


35

Menurut Kumar,dkk (2014) faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup adalah:

1. Usia

Usia sangat mempengaruhi kualitas hidup individu,

karena individu yang semakin tua akan semakin turun kualitas

hidupnya. Semakin bertambahnya usia, munculnya rasa putus

asa akan terjadinya hal-hal yang lebih baik dimasa yang akan

datang.Kualitas hidup menurun seiring peningkatan

umur.penderita umur tua menyerahkan keputusan kepada

keluarga. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah tua, capek

menunggu waktu, sehingga kurang termotivasi dalam

menjalani terapi(Istanti, 2013).

2. Sosiodemografi

Faktor sosiodemografi meliputi usia, jenis kelamin

suku atau etnik, pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan

(Patrick & Erickson 2005 dalam Lase 2011).

3. Pendidikan

Barbareschi, Sanderman, Leegte, Veldhuisen dan

Jaarsma (2011) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup,

hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya signifikansi

perbandingan dari pasien yang berpendidikan tinggi meningkat

dalam keterbatasan fungsional yang berkaitan dengan masalah

emosional dari waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien


36

yang berpendidikan rendah serta menemukan kualitas hidup

yang lebih baik bagi pasien berpendidikan tinggi dalam domain

fisik dan fungsional, khususnya dalam fungsi fisik,

energi/kelelahan, social fungsi, dan keterbatasan dalam peran

berfungsi terkait dengan masalah emosional.Individu dengan

tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki nilai kualitas

hidup yang lebih baik daripada individu dengan tingkat

pendidikan yang rendah(Kumar, 2014).

4. Status pernikahan

Individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang

lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah. Karena

pasangan yang menikah akan merasa lebih bahagia dengan

adanya pasangan yang selalu ada menemaninya. Glenn dan

Weaver melakukan penelitian di Amerika bahwa secara umum

individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih

tinggi dari pada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun

janda atau duda akibat pasangan meninggal (Nofitri, 2009).

5. Keluarga

Keluarga juga merupakan faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup. Individu yang memiliki keluarga yang utuh dan

harmonis akan lebih tinggi kualitas hidupnya. Dikarenakan

keluarga dapat memberikan dukungan dan kasih sayang untuk

meningkatkan kualitas hidup.

6. Finansial
37

Noghani, dkk (2007, dalam Nofitri 2009) mengatakan

bahwa adanya faktor penghasilan terhadap kualitas hidup

subjektif namun tidak banyak dan hubungan dengan orang lain

merupakan salah satu faktor yang berkonstribusi dalam

menentukan kualitas hidup secara subjektif.

Sedangkan faktor-faktor kualitas hidup menurut

Pukeliene & Starkauskiene (2011) sebagai berikut:

1. Kesejahteraan Fisik (Psysical Well-beng)

Kesejahteraan fisik meliputi faktor-faktor seperti kondisi

kesehatan, kemandirian (kemampuan untuk bergerak dan

bekerja), keamanan pribadi, kondisi fisik (sakit dan sensasi

menyenangkan, energi dan kelelahan, tidur dan istirahat) dan

kondisi fungsional (kapasitas fisik individu, kemampuan

komunikasi, kondisi emosional).

2. Kesejahteraan Materi (Material Well-being)

Dari sudut pandang ekonomi, kesejahteraan materi sangat

mempengaruhi kualitas hidup individu. Di sisi lain, pada

tingkat kualitas hidup individu, kesejahteraan materi meliputi

situasi keuangan (pendapatan dan akumulasi kekayaan),

hidup/kondisi perumahan, dan lapangan kerja.

3. Kesejahteraan Sosial (Social Well-being)

Kesejahteraan sosial juga merupakan faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup.Faktor-faktor tersebut meliputi


38

faktor sosial kesejahteraan, membawa keluarga, kehidupan

sosial, dan hubungan sosial.

2.3.4 Dimensi-Dimensi Kualitas Hidup

Menurut Larasati (2012), kualitas hidup terdiri dari enam

dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologi,

tingkatkemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan

dan keadaan spiritual. Kemudian WHOQOL dibuatlagi menjadi

instrument WHOQOL – BREF dimana dimensi tersebut diubah

menjadi empat dimensi yaitu:

1. Kesehatan fisik

Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu

untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu

akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang

merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya.

Kesehatan fisik mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan

pada obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan,

mobilitas (keadaan mudah bergerak), sakit dan ketidak

nyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.

2. Kesejahteraan psikologis

Kesehatan psikologis, seperti, berfikir; belajar; mengingat;

dan konsentrasi, harga diri, penampilan dan citra tubuh,

perasaan negatif, perasaan positif serta spiritualitas.Aspek

psikologis terkait dengan keadaan mental individu.Keadaan

mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu


39

menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan

sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri

maupun dari luar dirinya.

3. Hubungan sosial

Hubungan sosial, seperti hubungan pribadi, aktivitas

seksual dan dukungan sosial. Aspek hubungan sosial yaitu

hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku

individu tersebut akan saling mempengaruhi. Mengingat

manusia adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini,

manusia dapat merealisasikan kehidupan serta dapat

berkembang menjadi manusia seutuhnya.

4. Hubungan dengan lingkungan

Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk

di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk

melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya

adalah saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan.

Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber financial,

kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik,

perawatankesehatan dan social care termasuk aksesbilitas dan

kualitas; lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan

berbagai informasi baru maupun keterampilan (skill),

partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi

dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan


40

fisik termasuk polusi/kebisingan/keadaan air/iklim, serta

transportasi.

2.3.5 Cara Meningkatkan Kualitas Hidup

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menigkatkan

kualitas hidup dengan melakan aktivitas fisik seperti:

1. Lari atau jogging

Lari ataujoggingsecara rutin membuat daya tahan tubuh

meningat karena sel-sel darahmerah dan hemoglobin yang

bertambah dalam tubuh.Lari juga

dapatmenurunkankolesteroldarah, mengurangi rasa lapardan

mempebaiki metabolisme tubuh. Hal ini dapat meningkatkan

kualitas hidup seseorang.

2. Yoga

Pada umumnya, kelas-kelas yoga yang tersediad

diberbagai pusat olahraga dihadiri oleh wanita. Namun yoga

bukan olahraga khusus wanita melainkan pria juga bisa

melakukan yoga dan memiliki manfaat yang sama. Rutin

beryoga akan mengasah fokus mental dan menguyur racun

keluar dari dalam tubuh. Yoga juga akan meningkatkan

fleksibilitas tubuh, yang berguna tidak hanya untuk kesiapan

fisik untuk olahraga lain, juga akan meningkatkan performa di

tempat tidur.
41

3. Bersepeda

Bersepeda adalah cara yang baik untuk mengendalikan

atau menurunkan berat badan, karena bersepeda dapat

meningkatkan tingkat metabolisme, membangun otot, dan

membakar lemak tubuh. Berepeda membantu anda memastikan

bahwa pengeluaran energi anda lebih besar daripada asupan

energy, karena anda membakar kalori saat bekerja.Selain itu

manfaat dari bersepeda juga dapat megurangi risiko penyakit

jantung dan pembulu darah, mengurangi risiko kanker,

mengurangi risiko diabetes dan mengurangi stress.

4. Senam aerobik

Senam aerobbik merupakan salah satu olahraga yang

paling diminati wanita.Senam ini memang cukup

mengasyikkan dan sangat efektif untuk membuat kita

berkeringat. Terlebih lagi, di balik gerak-gerakkannya lincah

dan dinamis itu, senam aerobik ternyata memiliki banyak sekali

manfaatnya bagi kesehatan dn kecantikan.

2.3.6 Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas

hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara

menyeluruh) atau hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas

hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri

seseorang).
42

Pengukuran kualitas hidup WHOQOL – BREF merupakan

pengukuran yang menggunakan 26 item pertanyaan. Dimana alat

ukur ini menggunakan empatdimensiyyaitu fisik,psikologis,

lingkungan dan sosial.Dua pertanyaan selebihnya merupakan

pertanyaan umum yang terdiri dari penilaian tentang kualitas hidup

dan kepuasan terhadap kesehatan.Nilai dari pertanyaan yang ada

dikuesioner WHOQOL-BREF diakumulasikan kemudian dirata-

ratakan sehingga diperoleh nilai meannya.

Tabel 2.3 Kuesioner kualitas hidupmenurut World Health


Organization on Quality of Life-BREF
Sangat buruk Biasa Baik Sangat
buruk -biasa baik
saja
1 Bagaimana menurut 1 2 3 4 5
anda kualitas hidup anda

Sangat Tdk Biasa- puas Sangat


tdk puas biasa puas
puas saja
2 Seberapa puas anda 1 2 3 4 5
terhadap kesehatan anda
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah

mengalami hal- hal berikut ini dalam empat minggu terakhir.

Tdk sedik Dlm Sgt Dalam


sama it jmlh serin jumla
sekal seda g h
i ng berleb
ihan
3 Seberapa jauh rasa sakit 5 4 3 2 1
fisik anda mencegah anda
dalam beraktivitas
4 Seberapa sering anda 5 4 3 2 1
membutuhkan terapi
medis untuk dpt berfungsi
dlm kehidupan sehari-hari
anda?
5 Seberapa jauh anda 5 4 3 2 1
menikmati hidup anda?
6 Seberapa jauh anda 5 4 3 2 1
43

merasa hidup anda


berarti?
7 Seberapa jauh anda 5 4 3 2 1
mampu berkonsentrasi?
8 Secara uum , seberapa 5 4 3 2 1
umum anda rasakan dlm
kehidupan anda sehari-
hari?
9 Seberapa sehat 5 4 3 2 1
lingkungan dimana ada
tinggal ( berkaitan dg
sarana dan prasarana)
Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami

hal-hal berikut ini dalam 4 minggu terakhir?

Tdk Sedi Seda serin Sepen


sm kit ng gkali uhnya
sekal dialam
i i
10 Apakah anda memiliki 1 2 3 4 5
vitalitas yg cukup untuk
beraktivitas sehari2?
11 Apakah anda dapat 1 2 3 4 5
menerima penampilan
tubuh anda?
12 Apakah anda memiliki 1 2 3 4 5
cukup uang utk
memenuhi kebutuhan
anda?
13 Seberapa jauh 1 2 3 4 5
ketersediaan informasi
bagi kehidupan anda dari
hari ke hari?
14 Seberapa sering anda 1 2 3 4 5
memiliki kesempatan
untuk bersenang
senang /rekreasi?
Sang Buru Biasa baik Sangat
at k - baik
buru biasa
k saja
15 Seberapa baik 1 2 3 4 5
kemampuan anda
Sang Tdk Biasa mem Sangat
at tdk mem - uask memu
mem uask biasa an askan
uaska an saja
n
16 Seberapa puaskah anda dg 1 2 3 4 5
tidur anda?
17 Seberapa puaskah anda dg 1 2 3 4 5
44

kemampuan anda untuk


menampilkan aktivitas
kehidupan anda sehari-
hari
18 Seberapa puaskah anda 1 2 3 4 5
dengan kemampuan anda
untuk bekerja?
19 Seberapa puaskah anda 1 2 3 4 5
terhadap diri anda?
20 Seberapa puaskah anda 1 2 3 4 5
dengan hubungan
personal / sosial anda?
21 Seberapa puaskah anda 1 2 3 4 5
dengan kehidupan seksual
anda?
22 Seberapa puaskah anda 1 2 3 4 5
dengan dukungan yg anda
peroleh dr teman anda?
23 Seberapa puaskah anda 1 2 3 4 5
dengan kondisi tempat
anda tinggal saat ini?
24 Seberapa puaskah anda 1 2 3 4 5
dgn akses anda pd
layanan kesehatan?
25 Seberapa puaskah anda 1 2 3 4 5
dengan transportasi yg hrs
anda jalani?

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan

atau mengalami hal-hal berikut dalam empat minggu terakhir

Tdk Jarang Cukup Sangat


pernah sering sering Selalu
26 Seberapa sering anda 5 4 3 2 1

memiliki perasaan

negatif seperti ‘feeling

blue’ (kesepian), putus

asa, cemas dan

depresi?
45

Tabel 2.5 skoring WHOQOL

Equations for computing Raw Transformed score


domain scores score
4-20 0-100
Domain 1 (6-Q3) + (6-Q4) + Q10 + Q15
+ Q16 + Q17 + Q18
Domain 2 Q5 + Q6 + Q7 + Q11 + Q19 +
(6-Q26)†
Domain 3 Q20 + Q21 + Q22
Domain 4 Q8 + Q9 + Q12 + Q13 + Q14 +
Q23 + Q24 + Q25
Hasil skoring
1 - 26 : sangat buruk
27 – 52 : buruk
53 – 78 : sedang
79 – 104 : baik
105- 130 : sangat baik

2.4 Hubungan Hipertensi Dengan Kualitas Hidup

Tekanan darah tinggi atau hipertensi yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan terjadinya komplikasi yang dapat berujung pada terjadinya

morbiditas dan mortalitas diduga menjadi salah satu mekanisme dari

buruknya dimensi kesehatan fisik dengan hipertensi. Pada beberapa studi lain

menyebutkan, individu dengan hipertensi dilaporkan mengalami gejala-

gejala seperti sakit kepala, depresi, cemas dan mudah lelah. Gejala-gejala ini

dilaporkan dapat mempengaruhi kualtas hidup seseorang pada berbagai

dimensi terutama dimensi fisik.Pasien dengan hipertensi juga harus

mengkonsumsi obat seumur hidupnya untuk mencegah berbagai macam

komplikasi yang dapat timbul.Hal ini memberikan dampakpsikologisyang

kurang baik terhadap pasien. (Theodorou,Mamas et al, 2011).Hipertensi


46

merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat berpengaruh terhadap

kualitas hidup seseorang yang menderita penyakit menahun tersebut

(Adeyeye et al, 2014).

Penyakit hipertensi dapat memicu terjadinya penyakit lain seperti

gagal jantung dan stroke dimana penyakit ini dapat menyebabkan seseorang

merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan bahkan seseorang

yang sudah menderita penyakit tersebut akan merasakan kesulitan untuk

berjalan dan merawat dirisendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang

menderita hipertensi mungkin akan dapat mengalami penurunan kualitas

hidupnya. Selan itu hipertensi juga dapat menyebabkan seseorang akan

merasakan kecemasan sehinga dapat dikatakan bahwa hipertensi

dapatmempengarui kualitas hidup (Busatan, 2009).

Kualitas hidup berhubungan dengan kepuasan atau kebahagiaan

dalam kehidupan individu yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh

kesehatan.Kualitas hidup mencakup emosianal, sosial, kesejahteraan fisik,

serta kemampuan seseorang dalam kehidupan sehari-hari (Donald,

2009).Kualitas hidup yang buruk akan berdampak pada kesehatan fisik,

kesejahteraan psikologi, hubungan sosial dan hubungan individu dengan

lingkungan Oleh karena itu dalam mengatasi individu dengan hipertensi

sangat penting untuk mengukur kualitas hidup agar dapat dilakukan

manajemen yang optimal.

Kualitas hidup berhubungan dengan usiakecenderungan yang ada

pada penelitian ini adalah semakin tua usia responden semakin buruk kualitas

hidupnya karena responden enggan menjalani pengobatan dan lebih


47

memaserahkan diri kepada keluargga dan Tuhan Yang Maha Esa akibat dari

penyakit dan penurunan fungsi fisik tubuh. Hasil penelitian yang dilakukan

Kristofferzon (2014). Pada penelitian Kristofferzon (2014) kualitas hidup

ditemukan erat kaitannya dengan usia di mana usia lanjut identik dengan

penurunan fungsi fisiologis.

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Santiya Anbarasan (2015) di

wilayah kerja Puskesmas Rendang Kecamatan Karangasem.Populasi dalam

penelitian ini adalah semua lansia mengalami hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Rendang Kecamatan Karangasem, sebagai sampel adalah lansia

yang datang ke posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Rendang

Karangasem pada bulan Maret 2015 di pilih secara consecutive, bersedia

ikutdalam penelitian, dan memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah

lansia diatas usia 60 tahun dan berdomisili di wilayah kerja Puskesmas

Renang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan consecutive

samplingdengan jumlah sampel 60 respnden.Instrumen yang diguakan

berupa kuesioner, dimana kuesioner ini dibuat oleh WHO yaitu World

Health Organization Quality Of Life – Bref (WHOQOL-BREF) teknik

analisa data dengan analisis univariat dan bivarat.Menggunakan uji rank

spearman dengan tingkat kepercayaan 95% dan α= 0,05 yang artinya apabila

p value kurang dari nilai α maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan

antara hipertensi dengan kualitas hidup.Dari hasil penelitian tersebut didapat

kualitas kesehatan fisik lansia buruk (71.7%), kualitas psikologis buruk

(61.7%), kualitas personal sosial tidak terlalu berpengaruh (50.0%) dan

kualitas lingkungan buruk (73.3%).Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa


48

terdapat hubungan antara hipertensi dengan kualitas hidup pada lansia di

wilayah kerja Puskesmas Rendang Kecamatan Karangasem.Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa kualitas hidup lansia yangmengalami hipertensi

secara umum buruk di lihat pada kualitas kesehatan fisik, psikologis dan

lingkunggan.
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Dampak yang dari hipertensi:
Faktor resiko terjadinya hipertensi: gagal jantung Dimensi-dimensi kualiatas hidup:
Faktor resiko yang tidak dapat HIPERTENSI stroke Kesehatan fisik
diubah (peningkatan tekanan gagal ginjal Kesejahteraan psikologiis
Umur darah sistolik ≥140 pengaruh terhadap kualitas hidup Hubungan sosial
Jenis kelamin mmHg dan tekanan Hubungan dengan lingkunggan
Keturunan (genetik) darah diastolik ≥90
Faktor resiko yang dapat diubah mmHg)
50 Obesitas
Konsumsi garam
Aktivitas fisik
Kebiasaan merokok
KUALITAS HIDUP
Hasil pengukuran tekanan
darah sistolik dan tekanan
darah diastolik

Keterangan : Sangat Buruk


Buruk
: Variabel yang diteliti
Sedang
: Variabel yang tidak diteliti Baik
Sangat Baik
Bagan 3.1 : Hubungan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Dengan Kualitas Hidup di Puskesmas Wongsorejo
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2019

50
Kerangka konseptual merupakan abstraksi dari suatu realita agar dapat

dikomunikasikan agar membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel

(baik variabel yang diteliti maupun tidak) (Nursalam, 2013).

3.2 Hipotesa Penelitian

Hipotesis merupakan jawaba sementara terhadap rumusan masalah atau pertanyaan

peneliti (Nursalam,2013).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada Hubungan Tekanan Darah Pada Penderita

Hipertensi Dengan Kualitas Hidup Di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi

Tahun 2020.

50

Anda mungkin juga menyukai