Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)

Disusun Oleh:
Dede Fahrurrozie
4399814901210051

PRODI STUDI PROFESI NERS REGULER


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Horizon Karawang
Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang,
Jawa Barat 413116, Indonesia
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Menurut Stillwell (2011), Congestive Heart Failure/ Gagal Jantung
adalah ketiadakmampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung yang adekuat guna memenuhi kebutuhan metabolic dan
kebutuhan oksigen pada jaringan meskipun aliran balik vena adekuat.
Sedangkan menurut Udjianti (2010) Congestive heart failure (CHF)
adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam
memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespon dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan
bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki,
paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive). (Unit, Rumah, Umum, & Publikasi, 2012)
2. Etiologi
a. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
b. Arterosklerosis
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif
konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
f. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Tanda Gejala
Gejala-gejala utama yang paling terlihat adalah sesak, sesak bisa saja
terjadi pada saat istirahat, aktifitas ringan, sedang, dan berat.
Tanda dan Gejala yang lain adalah:
Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan  akibat
tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung.
Manifestasi kongesti dapat berbeda  tergantung  pada kegagalan
ventrikel mana yang terjadi .
a. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel
kiri tak mampu  memompa darah yang datang dari paru.
Manifestasi klinis yang terjadi  yaitu :
1) Dypsneu, Terjadi akibat penimbunan cairan  dalam alveoli
dan mengganggu pertukaran gas.Dapat terjadi
ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda
malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal
Dispnea ( PND).
2) Batuk
3) Mudah Lelah, Terjadi karena curah jantung yang
kurang  yang menghambat  jaringan  dari sirkulasi normal
dan oksigen serta menurunnya  pembuangan sisa  hasil
katabolismeJuga terjadi karena meningkatnya  energi  yang
digunakan  untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
karena distress pernafasan dan batuk.
4) Kegelisahan dan Kecemasan, Terjadi akibat  gangguan
oksigenasi  jaringan, stress akibat kesakitan  bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung  tidak berfungsi dengan baik.
b. Gagal Jantung Kanan
1) Kongestif Jaringan perifer dan viseral
2) Edema ekstremitas
3) Peningkatan berat badan
4) Hepatomegali dan nyeri tekan  pada kuadran  kanan atas
abdomen  terjadi akibat pembesaran  vena di  hepar.
5) Kardiomegali
6) Peningkatan JVP
7) Asites, anorexia, dan mual.
8) Nokturia
4. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan
satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu
respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta
suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu
respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap
jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi
ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang
akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system
saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung
intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik
tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena
beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang
rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan
sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume
darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui
hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peningkatan
afterload, peningkatan preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan
lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang
tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik
(penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara
mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada
penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan
kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan
terjadinya disfungsi ventrikel. Padagagal jantung kongestif terjadi
stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan
disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung
koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah
ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan
komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas
listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung
mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel
menurun. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi
akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas
listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo,
jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.
Koroner selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain
itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi
ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel
refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai
salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard
yang akan menyebabkan iskemik miokarddengan komplikasi
gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa
data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik
menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak,
karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.
WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat
penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik,
ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan
keadaan yang telah disebutkan diatas. Curah jantung yang berkurang
mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankancurah jantung. Tapi pada gagal jantung
denganmasalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu;
a. Preload: Setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbading langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung
b. Kontraktilitias: mengacu pada perubahan isi konduksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium
c. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a. EKG
Hipertofi atrial atau ventrikel, penyimpangan aksis, iskemia,
aritmia, takikardi, atrial fibrilasi.
b. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri ataupun stenosis.
c. Rontgen Dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung
d. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan elektrolit atau
penurunan fungsi ginjal dan terapi diuretik.
e. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen rendah terutama jika gagal jatung akut atau
kronis
f. AGD
Biasanya terjadi alkalosis respiratori untuk gagal jantung kiri.
g. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukan hiperaktivitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung kongestif
6. Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
a. Dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan
bahan-bahan farmakologis.
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretik diet dan istirahat.
1) Non Farmakologis :
Penderita dianjurkan untuk tirah baring atau membatasi
aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah garam,
mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurani stress
psikis, menghindari roko, dan olahraga teratur
2) Farmakologis:
a) Diuretik
Mengurangi kongestif yang terjadi di pulmonal dan edema
perifer, mengurangi gejala volume berlebihan seperti
ortopnea dan dyspnea nokturnal peroksimal, menurunkan
volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen
dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah
menurun.
Dosis pemberian Diuretik

Sumber : (Dokter, Kardiovaskular, & Pertama, 2015)


b) Obat Inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung
c) Digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung
d) Vasodilator
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi
pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload
jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.
e) Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi dan
mengurangi sekresi adosteron sehingga menyebabkan
penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor juga
menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yang
menyebabkan peningkatan curah jantung.
7. Pathway
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas Istirahat
Gejala :  Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang
hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada istirahat
atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok
septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi
secara inferior ke kiri.
6) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
7) Murmur sistolik dan diastolic.
8) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
9) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat.
10) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
11) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
12) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya
pada ekstremitas.
c. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut.Stres yang berhubungan
dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis)
Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung
d. Eliminasi
Gejala :  Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih
malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
e. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting)
f. Hygiene
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
Gejala :  Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala :  Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas dan sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit
danperilaku  melindungi diri.
i. Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk
terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih
(edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis
j. Keamanan
Gejala :  Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan
kekuatan/tonus otot, kulit lecet
k. Interaksi Sosial
penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan Curah Jantung
b. Pola Nafas Tidak Efektif
c. Hipervolemia
d. Intoleransi Aktivitas
3. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan Curah Jantung
Intervensi :
a. Perawatan Jantung
Tindakan :
Observasi
 Identifikasi tanda/gejala primer penurunan darah curah jantung
(meliputi dispnea,kelelahan edemaa,orthopnea,proxysmal
noctumal dyspnea, peningkatan CPV)
 Identivikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik,
jika perlu)
 Monitor intake autput dan cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis.,intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, pervitasi yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
 Monitor nilai laboratorium jantung(mis., elektroki, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah
aktivitas
 Periksa tekanan darah dan prekuensi nadi sebelum pemberian
obat (mis., beta blocker, ACE inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)

Terapeutik

 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke


bawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai (mis., batasi asupan kafein,
natrium, kolekstrol, dan makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan kluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksaksi untuk mengurangi stres, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Edukasi

 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi


 Anjurkan beraktivitas fisik secara terhadap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan outpun
cairan harian

Kolaborasi

 Kolaborasipemberian antiaritmia, jika perlu


 Rujuk ke program rehabilitasi jantung
b. Perawatan Jantung Akut
Tindakan :
Observasi
 Identifikasi karaktristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan
pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi dan frekuensi)
 Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
 Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia
(mis., kalium, magnesium serum)
 Monitor enzim jantung (mis., CK,CK-MB, troponin T, tro[onin
I)
 Monitor saturasi oksigen
 Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut (mis., skor
TIMI, Kiliip, cusade)

Terapeutik

 Pertahankan tirah baring minimal 12 jam


 Pasang akses intervena
 Puasakan hingga bebas nyeri
 Berikan terapi relaksaksi untuk mengurangi anasietas dan stres
 Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan
pemulihan
 Siapkan menjalani intervensi koroner perkuatan, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual

Edukasi

 Anjurkan segera melaporkan nyeri dada


 Anjurkan menghindari manuver vaisava (mis., mengedan sat
BAB atau batuk)
 Jelaskan tindakan yang di jalani pasien
 Ajarkan teknik menrunkan kecemasan dan ketakutan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian anti platelet, jika pelu


 Kolaborasi pemberian anti angina (mis., nitrogliserin, beta
blocker, calcium channel blocker)
 Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian intropik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pemberian obat untuk mencegah
manuver valsava ( mis., elunak tinja, antiemetik)
 Kolaborasi pencrgahan trombus dengan antikoagulan, jika
perlu
 Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu
2. Pola Nafas Tidak Efektif
Intervensi
a. Manajemen Jaln Nafas
Tindakan:
Observasi
 Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas).
 Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
wheezing, rhonki kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak


kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,


mukolitik, jika perlu
b. Pemantauan Respirasi
Tindakan:
Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
 Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, Biot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasikan hasil pemantauan
3. Hipervolemia
a. Manajemen Hipervolemia
Tindakan:
Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipervolemia (ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat, repfleks hepatojugular
positif, suara napas tambahan)
 Identifikasi penyebab hipervolemia
 Monitor status hemodinamik
 Monitor intak dan output cairan
 Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium,
BUM, ht, berat jenis urine)
 Monitor tanda peningkatan onkotik plasma (mis. Kadar
protein dan albumin)
 Monitor kecepatan infus secara ketat
 Monitor efek samping diuretik

Terapeutik

 Timbang berat badan setiap hari waktu yang sama


 Batasi asupan cairan dan garam
 Tinggikan kepala tempat tidur 30%-40%

Edukasi
 Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5cc/kg/jam dalam
6 jam
 Anjurkan melapor jika BB bertambah >1kg dalam 1 hari
 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan
 Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian diuretik


 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
 Kolaborasi pemberian continuos renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
4. Intoleransi Aktivitas
a. Manajemen Energi
Tindakan:
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
 Monitor kelemahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas

Terapeutik

 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis,


cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

Edukasi

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan


asupan makanan
b. Terapi Aktivitas
Tindakan:
Observasi
 Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis, bekerja) dan waktu
luang
 Monitor respon emosional, fisik, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas

Edukasi

 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu


 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan
kongnitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi,
jika sesuai
 Anjurekan keluarga untuk memberi penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan


dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK


Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Dokter, P., Kardiovaskular, S., & Pertama, E. (2015). Pedoman tatalaksana gagal
jantung.

Doenges E. Marlynn.2010. Rencana Asuhan Keperawatan.EGC.Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Unit, C., Rumah, D. I., Umum, S., & Publikasi, N. (2012). CONGESTIVE
INTENSIVE.

Anda mungkin juga menyukai