Anda di halaman 1dari 5

LO SKENARIO 5

1. Klasifikasi syok dan etiologi


Secara patofisiologi syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai kondisi tidak
adekuatnya transport oksigen ke jaringan atau perfusi yang diakibatkan oleh gangguan
hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler
sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat
kecilnya curah jantung. Secara umum dapat dikelompokkan kepada empat komponen yaitu
masalah penurunan volume plasma intravaskuler, masalah pompa jantung, masalah pada
pembuluh baik arteri, vena, arteriol, venule atupun kapiler, serta sumbatan potensi aliran baik
pada jantung, sirkulasi pulmonal dan sitemik. Berdasarkan bermacam-macam sebab dan
kesamaan mekanisme terjadinya itu syok dapat dikelompokkan menjadi beberapa empat macam
yaitu sbb.
1. Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang)
2. Kardiogenik (pompa jantung terganggu)
3. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung)
4. Distributif (vasomotor terganggu)

Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di
intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang
menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi
berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang
paing sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga
dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada
organ- organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama.
Syok kardiogenik
Syok kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang disebabkan oleh gangguan
fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah, penurunan tekanan rerata arteri (MAP) <65 mmHg,
peningkatan LVEDP ( >18 mmHg), dan penurunan curah jantung (CO <3,2 L/menit).
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut dan komplikasi mekanik yang
ditimbulkannya (seperti ruptur chordae, rupture septum interventrikular (IVS), dan rupturdinding
ventrikel), kelainan katup jantung, dan gagal jantung yang berat pada gangguan miokard lainnya.
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung, yang dapat diakibatkan akibat preload,
afterload atau kontraktilitas miokardium. Curah jantung juga menurun pada disritmia. Gangguan
preload dapat terjadi akibat pneumotoraks, efusi perikardium, hemoperikardium atau
penumoperikardium. Gangguan afterload dapat terjadi akibat kelainan obstruktif congenital,
emboli, peningkatan resistensi vaskular sistemik (misalnya pada pheochromocytoma). Gangguan
kontraktilitas miokardium dapat diakibatkan infeksi virus, gangguan metabolik seperti asidosis,
hipoglikemia, hipokalsemia, penyakit kolagen dll. Disritmia, misalnya blok arterioventrikular atau
paroxysmal atrial takikardia dapat mengakibatkan syok kardiogenik. Respon neurohumoral
seperti terjadi pada syok hipovolemik juga terjadi pada syok kardiogenik. Peningkatan resistensi
vaskular sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih lanjut akan berakibat penurunan curah
jantung.

Syok Distributif
Syok distributif terjadi akibat berbagai sebab seperti blok syaraf otonom pada anesthesia (syok
neurogenik), anafilaksis dan sepsis. Penurunan resistensi vaskular sistemik secara mendadak akan
berakibat penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer dan penurunan tekanan vena
sentral. Pada syok septik, keadaan ini diperberat dengan adanya peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga volume intravaskular berkurang.
Syok distributif apabila terdapat gangguan vasomotor akibat maldistribusi aliran darah karena
vasodilatasi perifer, sehingga volume darah yang bersirkulasi tidak adekuat menunjang perfusi
jaringan. Vasodilatasi perifer dapat menyebabkan hipovolemia. Beberapa syok yang termasuk
dalam golongan syok distributif ini antara lain:
1. Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik adalah syok yang disebab- kan reaksi antigen-antibodi (antigen IgE). Antigen
menyebabkan pelepasan mediator kimiawi endogen, seperti histamin, serotonin, yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas endotelial vaskuler disertai bronkospasme. Gejala klinis
dapat berupa pruritus, urtikaria, angioedema, palpitasi, dyspnea, dan syok.
Terapi syok anafilaktik:
 Baringkan pasien dengan posisi syok (kaki lebih tinggi)
 Adrenaline: Dewasa 0,3-0,5 mg SC (subcutaneous); anak 0,01 mg/kgBB SC (larutan 1:1000),
Fungsi adrenaline: meningkatkan kontraktilitas miokard, vasokonstriksi vaskuler,
meningkatkan tekanan darah dan bronkodilatasi
 Pasang infus RL
 Kortikosteroid: dexamethasone 0,2 mg/ kgBB IV (intravena)
 Bila terjadi bronkospasme dapat diberi aminophyline 5-6 mg/kgBB IV bolus secara perlahan,
dilanjutkan dengan infus 0,4-0,9 mg/kgBB/menit
2. Syok Neurogenik
Umumnya terjadi pada kasus cervical atau high thoracic spinal cord injury. Gejala klinis meliputi
hipotensi disertai bradikardia. Gangguan neurologis akibat syok neurogenik dapat meliputi
paralisis flasid, refleks ekstremitas hilang dan priapismus.
Penanganan syok neurogenik:
 Resusitasi cairan secara adekuat
 Berikan vasopressor
3. Syok Septik
Syok septik adalah sepsis yang disertai hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg) dan tanda-tanda
hipoperfusi meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat. Syok septik merupakan
salah satu penyebab kematian utama pada unit perawatan intensif.
Patofisiologi:
 Vasodilatasi akibat menurunnya SVR
 Kebocoran kapiler difus disebabkan peningkatan permeabilitas endotelial vaskuler yang
menyebabkan penurunan preload bermakna, sehingga berdampak perburukan perfusi
jaringan
Penanganan syok septik antara lain:
1. Pemberian antibiotik, umumnya dengan golongan spektrum luas
2. Perbaiki dan mempertahankan hemo- dinamik dengan terapi berikut:
a. Terapi cairan: Meskipun syok septik tergolong dalam syok hiperdinamik (terjadi hipovolemi
relatif akibat vasodilatasi dan hipovolemiabsolutakibatkebocorankapiler), cairan yang
direkomendasikan tetap cairan kristaloid
b. Vasopressor: Norepinephrine
c. Inotropik: Dobutamine
d. Oksigen
Syok Obstruktif
Syok obstruktif terjadi apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju jantung (venous
return) akibat tension pneumothorax dan cardiac tamponade.5 Beberapa perubahan
hemodinamik yang terjadi pada syok obstruktif adalah CO↓, BP↓, dan SVR↑.

2. Tatalaksana
Prinsip Penatalaksanaan syok hipovolemik
Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda vital dan hemodinamik
kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi tersebut dipertahankan dan dijaga agar
tetap pada kondisi satabil. Penatalaksanaan syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan
sebagai pengganti cairan tubuh atau darah yang hilang. Jika ditemukan oleh petugas dokter atau
petugas medis, maka penatalaksanaan syok harus dilakukan secara komprehensif yang meliputi
penatalaksanaan sebelum dan di tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit.
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus memperhatikan prinsip- prinsip
tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi jantung, jalan nafas dan respirasi dapat
dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah menghentikan trauma penyebab perdarahan
yang terjadi dan mencegah perdarahan berlanjut. Menghentikan perdarahan sumber perdarahan
dan jika memungkinkan melakukan resusitasi cairan secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke
tempat pelayaan kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan
pemantauan selama perjalanan. Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang dapat membantu
mencegah kondisi syok menjadi lebih buruk, misalnya posisi pasien trauma agar tidak
memperberat trauma dan perdarahan yang terjadi, pada wanita hamil dimiringkan kea rah kiri
agar kehamilannya tidak menekan vena cava inferior yang dapat memperburuh fungsi sirkulasi.
Sedangkan saat ini posisi tredelenberg tidak dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk
fungsi ventilasi paru.
Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus dilakukan pemasangan infus
intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat.
Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter
pada orang dewasa. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda
vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid
terus dilanjutnya. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang
hilang dalam waktu satu jam, karena istribusi cairan koloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka pilihannya
adalah dengan pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian darah segera.
Prinsip Penatalaksanaan Syok Kardiogenik
Curah jantung merupakan fungsi isi sekuncup dan frekuensi. Bayi mempunyai ventrikel yang
relatif noncompliant dengan kemampuan meningkatkan isi sekuncup amat terbatas. Karena itu
curah jantung bayi amat bergantung pada frekuensi. Syok kardiogenik pada penyakit jantung
bawaan tidak dibahas di sini.
Isi sekuncup dipengaruhi oleh preload, afterload dan kontraktilitas miokardium. Sesuai dengan
hukum Starling, peningkatan preload akan berkorelasi positif terhadap curah jantung hingga
tercapai plateau. Karena itu, sekalipun pada gangguan fungsi jantung, mempertahankan preload
yang optimal tetap harus dilakukan. Penurunan curah jantung pasca bolus cairan menunjukan
bahwa volume loading harus dihentikan. Upaya menurunkan afterload terindikasi pada keadaan
gagal jantung dengan peningkatan systemic vascular resistance yang berlebihan. Untuk tujuan ini
dapat digunakan vasodilator.
Diuretik digunakan pada kasus dengan tanda kongestif paru maupun sistemik. Untuk tujuan ini
dapat digunakan loop diuretic, atau kombinasi dengan bumetanide, thiazide atau metolazone.
Berbagai kondisi yang memperburuk fungsi kontraktilitas miokardium harus segera diatasi,
seperti hipoksemia, hipoglikemia dan asidosis. Untuk memperbaiki fungsi kontraktilitas ini,
selanjutnya, dapat digunakan obat inotropik (contoh: dopamine, dobutamin, adrenalin,
amrinone, milrinone). Untuk mencapai fungsi kardiovaskular yang optimal, dengan pengaturan
preload, penggunaan obat inotropik dan vasodilator (contoh: sodium nitropruside,
nitrogliserine), dibutuhkan pemantauan tenanan darah, curah jantung dan systemic vascular
resistance.
Prinsip Penatalaksanaan Syok Distributif dan Syok Septik
Tatalaksana syok distributif adalah pengisian volume intravaskular dan mengatasi penyebab
primernya. Syok septik merupakan suatu keadaan khusus dengan patofisiologi yang kompleks.
Pada syok septik, ‘warm syok’, suatu syok distributif, terjadi pada fase awal. Penggunaan
stimulator alpha (contoh noradrenalin) dilaporkan tidak banyak memperbaiki keadaan, malahan
menurunkan produksi urine dan mengakibatkan asidosis laktat. Pada fase lanjut terjadi
penurunan curah jantung dan peningkatan systemic vascular resistance akibat hipoksemia dan
acidosis. Karena itu tatalaksana syok septik lanjut, mengikuti kaidah syok kardiogenik. Sekalipun
masih kontroversi, steroid terkadang digunakan pada syok septik yang resisten terhadap
katekolamin dengan risiko insufisiensi adrenal.
Prinsip Penatalaksanaan Syok Obstruktif
Penanganan syok obstruktif bertujuan untuk menghilangkan sumbatan; dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Pemberian cairan kristaloid isotonik untuk mempertahankan volume intra- vaskuler
2. Pembedahan untuk mengatasi hambatan/obstruksi sirkulasi

3. Komplikasi dan prognosis


Syok dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian. Beberapa kondisi yang dapat muncul
akibat syok adalah:
 Gangguan ginjal
 Henti jantung
 Aritmia
 Gangguan pada otak
Prognosis: Mortalitas 55-65 %

Sumber
Hardisman. (2013). ‘Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update dan
Penyegar’ Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3), 178-182.
Leksana, E. (2015). ‘Dehidrasi dan Syok’ CDK-228, 42(5), 391-394.

Anda mungkin juga menyukai