DI
OLEH :
NAMA :
KELAS :
SMKN 1 TAKENGON
TAHUN 2021 / 2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji serta syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang senantiasa memberi
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salamnya semoga dilimpahkan kepada junjunan kita Nabi Besar Muhammad
SAW, keluarganya, sahabatnya, serta orang-orang yang taat kepada ajarannya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangannya, baik dalam
penyusunan maupun dalam tutur bahasanya. Namun penulis tetap mengharapkan dan semoga
makalah ini dapat memberi manfaat pada semua yang berkepentingan, khususnya bagi
penulis sendiri.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan sebagai
landasan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah yang sederhana ini mencapai
tujuan yang dimaksud dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan
Pemerintah yang merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir)
yang sebelumnya dihapus. Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) dalam beberapa
tahun ini menjadi satu masalah yang cukup ramai dibicarakan dan menjadi kontraversi
dalam banyak seminar atau perdebatan. Beberapa kali sempat terlontar rencana atau
keinginan dari beberapa pihak untuk menghapus atau meniadakan Ujian Akhir Nasional
tersebut. Tidak kurang dari Mendikbud sendiri pernah melontarkan pernyataan akan
menghapus UAN, dan pernyataan beberapa anggota Dewan yang mengusulkan
penghapusan UAN tersebut.
Pendidikan yang berkualitas memegang peran kunci dalam menciptakan sumber daya
manusia (SDM) Indonesia yang unggul. Sementara SDM diperlukan sebagai penggerak
proses pembangunan suatu Negara, semakin berkualitas SDM yang dimiliki oleh suatu
Negara maka semakin cepat proses pembangunannya menuju masyarakat madani.
Undang-undang Dasar tahun 1945 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan hak
warga Negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai intitusi Negara.
Hak warga Negara tersebut dapat berupa mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas
dan murah, sehingga masyarakat tidak terbebani dengan biaya pendidikan yang mahal.
Dalam era otonomi daerah, terutama sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pemerintah pusat menyerahkan wewenang
kepada pemerintah daerah untuk menjalankan proses pendidikan di daerahnya masing-
masing, tetapi tetap megikuti pedoman dan prosedur yang sudah dibuat oleh pemerintah
pusat selaku pemegang kebijakan tertinggi.
Menurut Heintz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam buku Charles O. Jones
mendefinisikan kebijakan sebagai “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan
pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka
yang mematuhi keputusan tersebut (1996). Sehingga sering terdengar di masing-masing
daerah di Indonesia memiliki kebijakan yang berbeda berkaitan dengan biaya pendidikan
dan peningkatan kesejahteraan praktisi pendidikan. Semakin besar Pendapatan Asli
Daerah (PAD) maka semakin besar pula dana yang dianggarkan untuk peningkatan
penyelenggaraan pendidikan. Sementara pemerintah pusat mematok anggaran
pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Salah satu program pemerintah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini adalah dengan melaksanakan ujian
kelulusan atau yang dikenal dengan Ujian Nasional (UN) yang dilakukan serentak secara
nasional dengan standar nilai dan jumlah mata ujian ditentukan sebelumnya oleh
Departemen Pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas
(SMA). UN sudah dilaksanakan sejak tahun ajaran 2002/2003 dengan standar nilai 3,01
hingga tahun ajaran 2009/2010 dengan standar nilai kelulusan menjadi 6,00 dan dengan
enam (6) mata pelajaran yang diujikan.
Terjadi perdebatan di masyarakat berkenaan dengan kebijakan pemerintah ini, ada
yang mendukung UN dengan alasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia yang memang terperosok jauh dari Negara tetangga dan ada yang menolak
dengan beragam argumentasi kerugian yang timbul akibat pelaksanaan UN. Puncaknya
ketika pada 14 September 2009 Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak kasasi
perkara yang diajukan pemerintah dengan No 2596 K/PDT/2008 (www.kompas.com).
Dalam isi putusan ini, tergugat yakni presiden, wapres, mendiknas, dan Ketua Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi
manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas
guru. Dengan demikian MA melarang UN yang diselenggarakan oleh Depdiknas.
Sehingga terjadi permasalahan yang belum ada kejelasan hingga saat ini, apakah UN
tetap dijalankan dengan mekanisme dan prosedur yang diperbaiki atau UN dihapus
berganti dengan kebijakan lain. Meskipun perkembangannya pada akhirnya UN tetap
dilaksanakan dengan memberikan keringan bagi yang tidak lulus UN untuk mengulang
kembali mata pelajaran yang tidak lulus.
B. Rumusan Masalah
UN sejak awal sudah menuai kontroversi di Indonesia, sebahagian masyarakat
menganggap UN tidak tepat untuk dilaksanakan secara merata di Indonesia. Disebabkan
oleh keterbatasan sarana dan prasarana masing-masing sekolah yang ada di seluruh
Indonesia belum merata, serta tidak semua sekolah dan siswa mendapatkan akses
pendidikan yang layak dan berkualitas. Sehingga dari latar belakang di atas dapat dibuat
rumusan masalahnya, apakan kebijakan UN masih tetap layak untuk dilaksanakan di
Indonesia dan jika tidak solusi apa yang bisa diberikan untuk mengganti kebijakan UN
tersebut.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah UN itu sebenarnya?
2. Analisis Kebijakan UN.
3. Bagaimanakah pelaksanaan UN di lapangan?
4. Apa yang terjadi jika UN dilaksanakan?
5. Apakah UN itu perlu dilaksanakan?
6. Jika UN dilaksanakan?
BAB II
PEMBAHASAN
SISI BURUK
1) Siswa menjadi Depresi dan sangat tertekan karena Ujian Nasional seolah olah tidak
bisa diprediksi materi yang akan diujikan
2) Karena Standard pengajaran diseluruh Indonesia berbeda – beda, sesuai dengan
kualitas pengajar, tingkat ekonomi didaerah, dan lain lain, maka sulit untuk
dilakukan penyeragaman soal ujian. Bayangkan saja sekolah yang berbeda standard
pengajarannya dipaksakan harus mengerjakan soal yang sama.
3) Pembuat soal kurang turun ke lapangan, meninjau sekolah sekolah terpencil untuk
mengetahui sebaiknya materi Ujian itu sampai tingkat yang bagaimana.
4) Di beberapa kasus terjadi kesalahan dari sistim koreksi yang dilakukan untuk
menilai hasil ujian Nasional ini, contohnya ada kasus dimana satu sekolah tidak
lulus ujian dan selanjutnya dilakukan ujian ulang. Bagaimana Pemerintah bisa
yankin bahwa sistim penilaiannya sudah benar, seandainya saja pada contoh kasus
diatas yang mengalami kesalahan penilaian hanya 11 orang, mungkin ujiannya tidak
bisa diulang. Dan jadilah siswa yang apes tadi harus menerima nasib ia tidak lulus
ujian.
D. Evaluatif
1. Bagaimana seharusnya UN itu.
Menurut kami Ujian Nasional dengan penyeragaman soal, baik untuk
dilakukan diseluruh Indonesia, namun untuk kelulusan siswa tetap diserahkan pada
sekolah masing – masing dengan mempertimbangkan hasil ujian Harian, Tengah
Semester dan Semester yang telah dilakukan selama ini. Karena yang benar benar
mengetahui kemampuan siswa yang bersangkutan adalah guru guru mereka sendiri.
Data hasil dari Ujian Nasional itu menjadi masukan yang baik bagi
Pemerintah untuk mengetahui peta keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan
diseluruh Indonesia, jadi bisa tahu, mana daerah yang perlu mendapatkan perhatian
lebih, atau mana Sekolah yang perlu dievaluasi mutu pendidikkannya.
Kenapa harus demikian
Mutu Standard Pendidikan belum merata baik antar sekolah, maupun antar
Daerah, untuk itu merupakan tugas Pemerintah melalui Departemen Pendidikan
untuk membenahi hal tersebut. Alasan lainnya adalah Pemerintah seharusnya tidak
terburu buru menerapkan standard yang MUTLAK untuk Ujian Nasional, sebaiknya
diberlakukan standard NORMA, yang mempertimbangkan berbagai aspek, belajar
itu tidak harus dibangku sekolah, banyak orang yang disekolahnya biasa-biasa saja
namun setelah lulus ia menambah pengetahuannya dengan berbagai hal yang
menunjang pekerjaannya dan berhasil.
Disini kami berikan sebagai contoh, ada seorang anak yang ingin jadi Ahli
kimia, tapi ia tidak bisa segera mewujudkan keinginannya itu karena tidak lulus
ujian Nasional pada mata pelajaran Matematika, di Bab Calculus Diferential. Atau
tidak lulus Bahasa Indonesia pada bagian Sinonim. Kan konyol jadinya ? Lebih
parah lagi bila ternyata ada oknum pembuat soal ujian yang merasa seperti pembuat
Teka – teki, jadi makin susah dijawab, dia makin bangga karenanya. Kasihan anak –
anak jadi korban. Kan bisa saja itu terjadi, banyak yang bilang orang Indonesia (baca
“Oknum”) itu, seringkali terlihatnya seperti rendah hati, padahal Arogan. contohnya
banyak (kalau dibilang banyak berarti tidak semua) yang sebelum terpilih jadi
anggota DPR, wah baik banget seolah olah akan berjuang demi rakyat, namun
setelah terpilih ternyata mengecewakan.
Aspek yang perlu diterapkan dalam UN
Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan dengan
digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan,
kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya
satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan
sebagai penentu kelulusan.
Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan
bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi
lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN
yang selama ini dilakukan hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan
standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Ketiga, aspek
sosial dan psikologis.
Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok
standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 dan meningkat seterusnya dari
tahun ketahun. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang
tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di UN kan di
sekolah dan di rumah. Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN
memboroskan biaya.
Tidak hanya pemerintah yang harus mengeluarkan dana ekstra dalam
memberikan materi tambahan kepada peserta didik, tetapi juga orang tua siswa yang
terpaksa mengalokasikan dana untuk memberikan kursus tambahan agar anaknya
mendapatkan nilai memuaskan dalam pelaksanaan UN nantinya. Selain itu, belum
dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem
pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas
pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan
(korupsi) dana UN.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ujian Nasional yang
diberlakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan tidak lain mempunyai
tujuan mulia untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang terpuruk dari
Negara lain terutama di wilayah Asia Tenggara. Meskipun akhirnya terjadi kontroversi di
tengah masyarakat dan berakibat keluarnya putusan MA, yang melarang
dilaksanakannya UN pada tahun ajaran 2009/2010.
B. Saran
Adapun beberapa hal yang dapat kami sarankan terhadap pemerintah perlu dilakukan
dalam pelaksanaan UN selanjutnya yaitu:
1. UN tetap dilaksanakan tetapi soal UN diselaraskan dengan tingkatan Akreditasi
masing-masing sekolah.
2. Membentuk kepanitiaan independen dalam pelaksanaan UN dari tingkat
pusat,sampai ke sekolah-sekolah. Bukan hanya itu, Panitia Independen juga bertugas
menjadi pengawas ruang saat berlangsungnya ujian, mengawasi dan atau
mengumpulkan lembar-lembar jawaban, sampai dengan pengawasan dalam proses
penilaian dan pengumuman hasil ujian nasional.
3. Pemerintah pusat dan daerah perlu terus menerus meningkatkan pengalokasian
anggaran di bidang pendidikan agar kualitas pendidikan dinegeri ini semakin
meningkat dan merata.
4. Para pendidik dan pemerintah daerah negeri ini perlu belajar kembali tentang norma-
norma kejujuran, sehingga tidak dengan mudah menerapkan segala cara dalam
mendongkrak nilai UN siswa.
DAFTAR PUSTAKA