Anda di halaman 1dari 14

Masalah lingkungan hidup sudah menjadi persoalan yang paling pelik di

seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Permasalahan ini bukan saja menjadi tanggung
jawab satu negara tapi menjadi tanggung jawab seluruh bangsa di bumi ini. Oleh
karena itu berbagai upaya dilakukan untuk mencegah tambah rusak nya lingkungan
hidup. Hukum lingkungan hidup merupakan instrumen yuridis yang memuat akidah-
akidah tentang pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk mencegah
penyusutan dan kemrosotan mutu lingkungan.

Dikatakan oleh Danusaputro bahwa hukum lingkungan adalah konsep studi


lingkungan hidup yang mengkhususkan pada ilmu hukum, dengan objek hukumnya
adalah tingkat perlindungan sebagai kebutuhan hidup.4 Hukum lingkungan pada
dasarnya mencakup penataan dan penegakan atau compliance and enforcement, yang
meliputi bidang hukum administrasi, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana.

Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai
saat ini masih tetap menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia adalah sampah.
Bahwa sebagaimana kita ketahui akhir-akhir ini masalah pengelolaan sampah menjadi
suatu masalah yang begitu kompleks dimana kita dapat melihat secara nyata perilaku
masyarakat kita belum begitu peka akan dampak dari pengelolaan sampah tersebut,
kadang kita sendiripun enggan untuk memikirkan hal itu karena hanya masalah
sampah.
Terlalu banyaknya sampah yang dihasilkan dan kurang bijaknya pengelolaan
sampah dapat menimbulkan musibah bagi manusia dan lingkungan. Setiap hari
produksi sampah semakin meningkat dan kulitas sampahpun beraneka ragam dengan
segala resikonya yang tentunya akan mengganggu baku mutu air, udara, dan tanah
yang pada akhirnya dampak itu kembali lagi kepada manusia. Produksi sampah yang
begitu meningkat tidak dibarengi dengan strategi penanganan dan pengelolaan sampah
itu sendiri secara optimal sehingga yang terjadi masalah sampah hanya sekedar bau tak
sedap saja.
Rumah Sakit adalah organisasi penyelenggaraan pelayanan publik yang
mempunyai tanggung jawab atas setiap pelayanan jasa publik kesehatan yang
diselenggarakannya. Tanggung jawab tersebut yaitu, menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bermutu terjangkau berdasarkan prinsip aman, menyeluruh, non
diskriminatif, partisipatif dan memberikan perlindungan bagi masyarakat sebagai
pengguna jasa pelayanan kesehatan (health receiver), serta bagi penyelenggarakan
pelayanan kesehatan demi untuk mewujudkanderajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Sebagai sarana pelayanan umum , Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya
orang yang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan, gangguan kesehatan, dan juga menjadi sarana atau tempat terjadinya
penularan penyakit-penyakit melalui virus-virus yang terdapat di Rumah Sakit.
Berdasarkan hal tersebut maka terbitlah Undang-Undang No. 36. Tahun 2009 pada
pasal 4 dan 5 yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan perorangan, keluarga dan serta lingkungannya.
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah. Limbah inilah
yang disebut sampah medis atau limbah medis. Sampah atau limbah medis adalah hasil
buangan dari suatu aktivitas medis. Limbah medis ini mengandung berbagai macam
limbah medis yang berbahaya bagi kesehatan manusia bila tidak diolah dengan benar,
dan penyimpanan menjadi pilihan terakhir jika limbah tidak dapat langsung diolah.
Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi dengan bakteri, virus, racun dan
bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan mahluk lain disekitar
lingkungannya. Dampak negatif limbah medis terhadap masyarakat dan lingkungan
nya terjadi akibat pengelolaan yang kurang baik. Dampak yang terjadi dari limbah
medis tersebut dapat menimbulkan patogen yang dapat berakibat buruk terhadap
manusia dan lingkungannya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat kenaikan
limbah medis selama pandemi ini bekisar di angka 30% hingga 50%. Berdasarkan
laporan dari 34 provinsi, setidaknya total limbah itu hingga Oktober 2020 mencapai
1.662,75 ton. Penanganan limbah infeksius atau B3 medis khusus Covid-19, diatur
khusus dalam Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 Tahun 2020. Aturan ini mengenai Pengelolaan
Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona
Virus Disease (COVID-19). Penanganan Covid-19 diperlukan sarana kesehatan, seperti
alat pelindung diri (APD), alat dan sampel laboatorium. Setelah digunakan, sarana
kesehatan ini menjadi limbah B3 dengan kategori limbah infeksius sehingga perlu
dikelola seperti limbah B3. Secara garis besar, regulasi ini mengatur pengelolaan
limbah infeksius yang berasal dari fasyankes yaitu dalam proses penyimpanan dalam
kemasan tertutup maksimal 2 hari sejak dihasilkan; mengangkut dan/atau
memusnahkan pada pengolahan LB3 menggunakan fasilitas insinerator dengan suhu
pembakaran minimal 800°C atau otoklaf yang dilengkapi dengan pencacah.
Keterbatasan fasilitas pengolahan limbah B3 ini dikeluhkan oleh Sekjen
Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI). Di beberapa provinsi ada yang belum
mempunyai fasilitas untuk mengolah limbah medis seperti di wilayah Sumatera
sehingga dibutuhkan biaya cukup besar untuk pengiriman limbah B3 ini ke Jawa
dengan biaya angkut senilai Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu per kilogram.
Beberapa contoh kasus di tampilkan di makalah ini mengenai limbah medis
yang diduga bekas penanganan covid-19 ditemukan di pinggir jalan raya Sukatani,
Cabangbungin tepatnya di Desa Sukaindah, Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi.
Dalam kasus ini penulis tertarik untuk menjabarkan proses pengolahan limbah menurut
standar, dampak yang diperoleh dari masyarakat akibat pembuangan limbah medis di
lingkungan hidup dan mengetahui undang-undang tentang pencemaran lingkungan
akibat dari limbah medis.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja klasifikasi limbah medis ?
2. Bagaimana standar prosedur pengelolahan limbah medis bekas penanganan
COVID-19?
3. Apa saja dampak yang diperoleh masyarakat dan lingkungan akibat pembuangan
limbah medis bekas penaganan COVID-19 tidak sesuai aturan?
4. Apa saja Undang-Undang tentang pencemaran lingkungan akibat limbah medis ?

TUJUAN PENULISAN MAKALAH


1. Mengetahui klasifikasi limbah medis
2. Mengetahui standar prosedur pengelolahan limbah medis
3. Mengetahui dampak yang diperoleh masyarakat dan lingkungan akibat
pembuangan limbah medis tidak sesuai aturan
4. Mengetahui Undang-Undang tentang pencemaran lingkungan akibat limbah medis

MANFAAT PENULISAN MAKALAH


PEMBAHASAN
Pengertian Limbah Medis
Limbah medis merupakan limbah yang berasal dari limbah pelayanan kesehatan yang
berupa hasil buangan dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium baik
rumah sakit, puskesmas, klinik, bank darah, praktek dokter gigi, klinik hewan maupun
layanan kesehatan yang lainnya. Definisi dari Enviromental Protection Agancy mengenai
limbah medis padat adalah limbah padat yang mampu menimbulkan penyakit. Limbah
kimia, limbah beracun, limbah infeksius, dan limbah medis merupakan bagian dari
limbah padat yang dapat mengancam kesehatan manusia maupun lingkungan. Komposisi
limbah padat rumah sakit EPA terdiri dari limbah padat medis 22%, limbah farmasi 1%,
dan limbah domestic 77%. Sedangkan menurut Depkes RI, limbah medis adalah limbah
yang berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi, farmasi, penelitian pengobatan,
perawatan atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan yang beracun, infeksius,
berbahaya atau membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Limbah
medis memiliki kandungan mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun
berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan yang
berada di sekitar limbah medis tersebut. Menurut WHO bahwa ada sekitar 10%-25%
limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit merupakan limbah yang telah terkontaminasi
oleh infectious agent, serta berpotensial membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan. Kejadian infeksi nosokomial juga sering terjadi di rumah sakit. Sebagai
contoh, keberadaan alat suntik jika pengelolaan pembuangannya tidak benar, berpotensi
besar dapat menularkan penyakit kepada pasien lain, pengunjung rumah sakit dan
puskesmas, petugas kesehatan, maupun masyarakat umum. Berdasarkan Kepmenkes RI
No. 1204 limbah medis padat merupakan limbah yang langsung dihasilkan dari tidakan
diagnosis dan tundakan medis terhadap pasien. Pewadahan limbah padat non medis
dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastic warna hitam
khusus untuk limbah medis non padat. Limbah medis cair dapat mengandung bahan
organik dan anorganik yang umunya dikukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan
lainnya. Sedangkan limbah medis padat terdiri atas sampah yang mudah membusuk,
sampah yang mudah terbakar, dan lainnya.
Klasifikasi Limbah Medis
Ada beberapa jenis limbah yang masuk ke dalam kategori limbah medis, seperti dikutip
dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit,
diantaranya adalah sebagai berikut ;
a. Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki suduh tajam, sisi, ujung
atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua
benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui
sodekan atau tusukan.
b. Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
 Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif).
 Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari
poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
c. Limbah jaringan tubuh atau limbah patologis meliputi organ, anggota badan, darah
dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
d. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
e. Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obatan kadaluarsa, obat- obatan yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi.
f. Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. g. Limbah
Radioaktif Limbah Radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal
dari; tindakan kedokteran nuklir, radioimunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk
padat, cair atau gas. Dari semua jenis dan dampak yang disebutkan tersebut bias
dibayangkan apabila limbah-limbah medis ini tidak dikelola dengan benar. Karena
akan berakibat fatal bagi lingkungan dan juga makhluk hidup lain.

limbah medis tergolong dalam limbah B3 yaitu (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang
sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan kesehatan manusia termasuk makhluk hidup
lainnya. Itulah sebabnya terdapat Peraturan Menteri Kesehatan atau Permenkes tentang
pengelolaan limbah. Pada masa pandemi Covid-19 jumlah limbah medis di seluruh dunia
termasuk di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah pasien yang
mendapat perawatan di rumah sakit. Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah B3
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ibu Rosa Vivien Ratnawati –
selama pandemi jumlah limbah medis meningkat 30% atau 242 ton per hari di seluruh
Indonesia dibanding pasca pandemi. Akibatnya, jumlah limbah medis tidak tertampung
pada tempat pengelolaan khusus limbah B3 melainkan menumpuk di TPA bahkan di
badan sungai.

Berdasarkan Permenkes tentang pengelolaan limbah medis, proses pengelolaan limbah


dimulai dari melakukan identifikasi jenis limbah, pemisahan limbah, ketentuan wadah
tempat penampungan sementara limbah infeksius berlambang biohazard, pengangkutan,
tempat penampungan limbah sementara, pengolahan limbah, penanganan limbah benda
tajam/pecahan kaca, pembuangan benda tajam hingga penatalaksanaan linen. Namun,
terdapat perbedaan yang sangat berarti pada pengelolaan limbah medis kali ini. Kalau
dulu limbah medis hanya benda-benda medis, kini alat makan yang bersentuhan langsung
dengan pasien juga membutuhkan pengelolaan khusus karena dikhawatirkan telah
terkontaminasi virus Covid-19. Belum lagi penggunaan masker sekali pakai, selain itu
disinyalir belum semua rumah sakit memiliki fasilitas pengolahan limbah medis. Itu
sebabnya diperlukan peran pihak ketiga.
Akibat adanya lonjakan jumlah limbah medis ditambah dugaan tidak semua rumah sakit
memiliki fasilitas pengelolaan limbah medis, rumah sakit membutuhkan peran pihak
ketiga. Dalam hal ini, seringkali buruh sortir seperti pemulung menjadi jalan pintas.
Padahal, resiko penularan justru meningkat bila menggunakan jasa pemulung, pemulung
cenderung memilah bahan-bahan yang masih bisa didaur ulang, hal ini dilakukan tanpa
memperhatikan standar keamanan seperti penggunaan masker apalagi alat pelindung diri
(APD). Sejauh ini terdapat aturan khusus soal standar pengelolaan limbah medis selain
Permenkes tentang pengelolaan limbah, di antaranya yaitu Surat Edaran No.
SE.2/MLHK/PSLB3/P.LB3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Sampah Rumah
Tangga dari Penanganan Corona Virus Desease (Covid-19). Melalui Surat Edaran ini,
penanganan limbah medis terbagi dalam tiga ruang lingkup, yakni limbah infeksius yang
berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), limbah infeksius yang berasal dari
rumah tangga yang mana terdapat Orang Dalam Pemantauan, dan sampah rumah tangga
termasuk sampah sejenis sampah rumah tangga. Sehingga limbah infeksius yang berasal
dari perawatan ODP dalam rumah tangga, termasuk masker, sarung tangan hingga APD
wajib dikemas dalam suatu wadah tertentu yang kedap udara.
Selanjutnya limbah akan diangkut dan dimusnahkan di tempat pengolahan limbah B3.
Setelah itu, petugas Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, maupun Kesehatan
bertanggung jawab memindahkan limbah ke lokasi pengumpulan sebelum akhirnya
diserahkan ke pihak pengolahan limbah. Terdapat standar operasional (SOP) khusus
seluruh petugas, di antaranya penggunaan masker, sarung tangan, dan sepatu pelindung.

2.1 Standar prosedur pengelolahan limbah medis diatur dalam Kepurusan Meteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/537/2020 tentang pedoman
pengelolaan limbah medis fasilitas pelayanan kesehatan dan limbah dari kegiatan isolasi
atau karantina mandiri di masyarakat dalam penanganan Covid-19
 Pengolaaan limbah bahan berbahaya dan beracun medis padat
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Medis Padat adalah barang atau bahan sisa
hasil kegiatan yang tidak digunakan kembali yang berpotensi terkontaminasi oleh zat
yang bersifat infeksius atau kontak dengan pasien dan/atau petugas di fasilitas pelayanan
kesehatan yang menangani pasien COVID-19, meliputi: masker bekas, sarung tangan
bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas bekas
makanan dan minuman, alat suntik bekas, set infus bekas, Alat Pelindung Diri bekas, sisa
makanan pasien dan lain-lain, berasal dari kegiatan pelayanan di UGD, ruang isolasi,
ruang ICU, ruang perawatan, dan ruang pelayanan lainnya. Tidak hanya di fasilitas
pelayanan kesehatan, rumah atau fasilitas lainnya di masyarakat yang melakukan isolasi
mandiri, menghasilkan limbah padat seperti masker atau sarung tangan yang digunakan
orang terkonfirmasi COVID-19 atau yang menjalani isolasi mandiri yang termasuk
limbah B3 padat. Sehingga, diperlukan adanya pengelolaan limbah medis baik di fasilitas
pelayanan kesehatan sebagaimana yang telah diatur di peraturan perundang-undangan
serta langkah lainnya untuk mengolah limbah medis dari rumah atau fasilitas lain di
masyarakat.
A. Langkah-langkah pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis
padat di fasilitas pelayanan kesehatan penanganan COVID -19 :
1. Limbah B3 medis dimasukkan ke dalam wadah/bin yang dilapisi kantong
plastik warna kuning yang bersimbol “biohazard”.
2. Hanya limbah B3 medis berbentuk padat yang dapat dimasukkan ke dalam
kantong plastik limbah B3 medis.
3. Bila di dalamnya terdapat cairan, maka cairan harus dibuang ke tempat
penampungan air limbah yang disediakan atau lubang di wastafel atau WC yang
mengalirkan ke dalam Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL).
4. Setelah ¾ penuh atau paling lama 12 jam, sampah/limbah B3 dikemas dan
diikat rapat dan dilakukan disinfeksi.
5. Limbah Padat B3 Medis yang telah diikat setiap 24 jam harus diangkut, dicatat
dan disimpan pada Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 atau
tempat yang khusus.
6. Petugas wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap seperti tampak
gambar:
Gambar 1: APD Petugas Limbah Medis COVID-19
7. Pengumpulan limbah B3 medis padat ke TPS Limbah B3 dilakukan dengan
menggunakan alat transportasi khusus limbah infeksius dan petugas
menggunakan APD.
8. Berikan simbol Infeksius dan label, serta keterangan “Limbah Sangat Infeksius.
Infeksius Khusus

Gambar 2. Simbol Infeksius


9. Limbah B3 Medis yang telah diikat setiap 12 jam di dalam wadah/bin harus
diangkut dan disimpan pada TPS Limbah B3 atau tempat yang khusus.
10. Pada TPS Limbah B3 kemasan sampah/limbah B3 COVID-19 dilakukan
disinfeksi dengan menyemprotkan disinfektan (sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan) pada plastik sampah yang telah terikat.
11. Setelah selesai digunakan, wadah/bin didisinfeksi dengan disinfektan seperti
klorin 0,5%, lysol, karbol, dan lain-lain.
12. Limbah B3 Medis padat yang telah diikat, dilakukan disinfeksi menggunakan
disinfektan berbasis klorin konsentrasi 0,5% bila akan diangkut ke pengolah.
13. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan alat transportasi khusus limbah
dan petugas menggunakan APD.
14. Petugas pengangkut yang telah selesai bekerja melepas APD dan segera mandi
dengan menggunakan sabun antiseptik dan air mengalir.
15. Dalam hal tidak dapat langsung dilakukan pengolahan, maka Limbah dapat
disimpan dengan menggunakan freezer/cold storage yang dapat diatur suhunya
di bawah 0oC di dalam TPS.
16. Melakukan disinfeksi dengan disinfektan klorin 0,5% pada TPS Limbah B3
secara menyeluruh, sekurang-kurangnya sekali dalam sehari.
17. Pengolahan limbah B3 medis dapat menggunakan
insinerator/autoklaf/gelombang mikro. Dalam kondisi darurat, penggunaan
peralatan tersebut dikecualikan untuk memiliki izin.
18. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan insinerator, abu/residu
insinerator agar dikemas dalam wadah yang kuat untuk dikirim ke penimbun
berizin. Bila tidak memungkinkan untuk dikirim ke penimbun berizin,
abu/residu insinerator dapat dikubur sesuai konstruksi yang ditetapkan pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-
SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
19. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan autoklaf/gelombang
mikro, residu agar dikemas dalam wadah yang kuat. Residu dapat dikubur
dengan konstruksi yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
20. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki peralatan pengolah
limbah dan tidak ada pihak pengelola limbah B3 dapat langsung melakukan
penguburan dengan langkahlangkah sebagai berikut: a. limbah didisinfeksi
terlebih dahulu dengan disinfektan berbasis klor 0,5%, b. dikubur dengan
konstruksi yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.56 tahun 2015.
21. Konstruksi penguburan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, sebagaimana gambar berikut ini:
Gambar 3: Konstruksi Penguburan Limbah B3 COVID-19
22. Pengolahan juga dapat menggunakan jasa perusahaan pengolahan yang berizin,
dengan melakukan perjanjian kerjasama pengolahan.
23. Pengolahan harus dilakukan sekurang-kurangnya 2 x 24 jam
24. Timbulan/volume limbah B3 harus tercatat dalam logbook setiap hari.
25. Memiliki manifest limbah B3 yang telah diolah, contoh formulir manifest
sebagaimana Form I.
26. Melaporkan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait
jumlah limbah B3 medis yang dikelola, melalui Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi/Kabupaten/Kota dan ditembuskan Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota.
27. Laporan terkait pengelolaan limbah medis dan limbah spesifik COVID-19 juga
disampaikan ke Kementerian Kesehatan secara online melalui link:
bit.ly/formulirlimbahcovid. Informasi yang dibutuhkan dalam link tersebut
adalah alamat email, nama provinsi/kabupaten/kota, nama fasilitas pelayanan
kesehatan, jumlah timbulan limbah COVID-19 (rata-rata kg/hari), jumlah
timbulan limbah medis (rata-rata kg/hari), pengolahan limbah COVID-
19/limbah medis dan jumlah pasien COVID-19 yang dirawat (rata-rata
pasien/hari).
28. Fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki alat pengolahan limbah dapat
menerima limbah B3 medis dari fasilitas pelayanan kesehatan sekitarnya
2.2 Dampak limbah medis terhadap lingkungan dan masyarakat
Dalam kasus ini limbah medis bekas penangaan COVID-19 bisa berasal dari
klinik pratama, klinik mandiri, puskesmas, rumah sakit, dan perusahaan tertentu yang
melaksanakan kegiatan kedokteran contohnya berupa pemeriksaan COVID-19 berupa
rapid test antibody, dan lain sebagainy . Limbah medis tersebut dapat memberikan
dampak mencemari lingkungan dan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat sekitar.
Pencemaran lingkungan yaitu
 Air yaitu jika limbah medis bekas penaganaan COVID-19 dibuang ke sungai akan
mencemari air sungai hal ini dikarenakan limbah medis mengandung berbagai
jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk COVID-19, demam
typoid, kholera, disentri, penyakit kulit dan hepatitis dimana masyarakat masih
menggunakan air sungai sebagai kebutuhan sehari2 seperti mencuci dan mandi.
Kemudian zat-zat berbahaya dapat mencemari ekosistem ikan di dalam sungai.
 Tanah yaitu jika limbah medis bekas penanganaan COVID-19 dibuang ke
jalan/tanah kosong. Di dalam limbah medis mengandung berbagai bahan kimia
beracun seperti alcohol, dll yang dapat merusak ekosistem tumbuhan.
 Udara, contoh darah atau cairah lendir tubuh manusia berpotensi menghasilkan
bau tidak sedap jika tidak dikemas dengan baik. Bau tidak sedap akan
menghasilkan kerumunan lalat, serangga, dan tikus disekitar tumpukan limbah
medis. Kemudian dari vektor tersebut dapat menimbulkan penyakit ke manusia.
 Cidera akibat kecelakaan kerja apabila benda tajam seperti jarum suntik yang
berasal dari limbah rumah sakit kontak dengan manusia
 Gangguan kesehatan masyarakat, limbah medis sebagian besar bersifat infeksius
yang berpotensi menularkan berbagai macam penyakit.

Pengelola limbah medis yang sesuai legalitas adalah pengelola yang sesuai dengan
SOP (Standar Operasional Pekerjaan). Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pencemaran Lingkungan Hidup telah diketahui bahwa
pelaku usaha dalam melakukan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
memiliki kewajiban dalam menanggulangi perusakan dan/atau pencemaran lingkungan
hidup. Sesuai dengan pasal 104 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, limbah medis
tidak diperkenankan dibuang pada sembarang tempat. Dengan sanksi pidana 3 hingga 5
tahun dan denda hingga 3 Milyar. Itu adalah bagi pelaku usaha yang lalai.
Maka bisa dilihat kembali dalam pasal 98, bahwa pasal tersebut berbunyi setiap
orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun
dan paling lama sepuluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000 dan paling
banyak Rp. 10.000.000.000. untuk hal ini, bahwa yang dihukum adalah pihak yang
bertanggung jawab atas kegiatan pengelolaan limbah medis.
Undang-undang pengelolaan sampah pada pasal 40 ayat (1) bahwa apabila
melakukan kegiatan pengelolaan sampah harus sesuai dengan norma, standr, prosedur,
atau kriteria apabila tidak sesuai sehingga mengakibatkan gangguan keamanan,
pencemaran lingkungan dan/atau perusakan lingkungan, maka dapat dipidana penjara
paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun serta di denda antara 100.000.000
hingga 5.000.000.000.

Anda mungkin juga menyukai