Anda di halaman 1dari 5

Musim Penangkapan Komoditas Udang di wilayah Negara Republik Indonesia

PENDAHULUAN

Wilayah perairan Indonesia sangatlah luas, salah satunya wilayah bagian Kalimantan Barat.
Terdapat berbagai macam hasil perairan laut seperti ikan dan udang. Kalimantan Barat
memiliki wilayah pesisir sebesar 51.857,36 km2, dimana luas pesisir pantai mencapai 2,1 juta
hektar dengan panjang garis pantai sebesar 2.039,57 km (Anonimous, 2013a). Dengan luas
perairan yang dimiliki Provinsi Kalimantan Barat memberi ruang hidup berbagai jenis potensi
sumber daya ikan termasuk potensi udang yang mencapai 17 jenis (Anonimous, 2012a-
2013b), dimana empat jenis diantaranya merupakan jenis ekonomis penting (komoditas
ekspor) dari kelompok Penaeidae, yaitu udang wangkang (Feneropenaeus indicus), udang
wangkang putih/peci/jerbung (F. merguensis), udang dogol (Metapenaeus ensis), dan udang
windu (Penaeus monodon).

Tingginya potensi sumber daya udang didukung oleh potensi habitat asuhan yang luas berupa
wilayah pesisir berhutan mangrove mencapai 472.385,80 ha yang terbagi menjadi 3 wilayah
yaitu Sambas-Bengkayang seluas 183.777,68 ha (38,9%), Kubu Raya (178.845,14 ha atau
37,86%) dan wilayah Ketapang-Kayong Utara seluas 109.742 ha (23,24%). Upaya
penangkapan ikan di perairan Laut Cina Selatan (LCS) pada umumnya sudah tinggi (highly
exploited) atau bahkan sudah lebih tangkap (over exploited) terutama bagi sumber daya udang
(Sumiono, 2002), termasuk perairan sepanjang Kalimantan Barat yang merupakan bagian
wilayah perairan LCS. Berdasarkan data produksi dan upaya tahun 1992 - 2008 di Provinsi
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Kalimantan Barat dengan jarring dogol
sebagai alat tangkap baku. Status pemanfaatan sumber daya udang diperairan tersebut
termasuk kategori over exploited (Sumiono, 2012). Berikut adalah wilayah penangkaran
udang pada wilayah Kalimantan Barat.
Peningkatan penangkapan ikan pada dasarnya akan mendorong pada penggunaan aset ikan
yang ideal untuk bantuan pemerintah dari pemancing dan penduduk secara keseluruhan.
Sumatera Selatan adalah salah satu wilayah yang menciptakan perdagangan asing yang
melimpah dari pengiriman udang. Lingkungan tepi laut Sumatera Selatan merupakan
lingkungan alam yang sangat cocok untuk kehidupan udang, karena di sepanjang pantainya
banyak ditumbuhi pohon bakau, sehingga perairannya kaya akan suplemen.
Kemampuan perikanan Perda Banyuasin sudah selesai, khususnya usaha penangkapan ikan di
laut dan perairan umum hingga hidroponik di air pahit, air baru dan pengembangan ikan di
laut. Septifitri (2003) menyatakan bahwa muara Sungai Sembilang merupakan wilayah yang
terletak di Desa Sungai Sembilang, Kota Sunsang IV, Pemerintahan Banyuasin, Wilayah
Sumatera Selatan merupakan daerah penangkapan udang paling potensial di Wilayah
Sumatera Selatan.

Selain kaya akan kekayaan ikan, perairan tepi laut Rezim Banyuasin juga kaya akan berbagai
jenis udang, terutama udang windu, udang jerbung, udang dogol, kepiting bakau serta kerang
dan kepiting kecil. Jenis udang yang ada di perairan tersebut berdasarkan hasil penyelidikan
Kemungkinan Aset Perikanan di Ruang Depan Pantai Rezim Banyuasin adalah jenis udang
dari famili Panaedae dengan jenis Penaeus merguensis (udang jerbung), Penaeus monodon
(udang windu), metapenaeus ensis (udang api), Parapenalopsis sculiptylis.
Selama ini, kegiatan usaha perikanan dan kelautan dalam Perda Banyuasin pada umumnya
adalah perikanan perseorangan konvensional. Keterbatasan dan kendala yang tampak dalam
upaya pencapaian fokus pada Bantuan Perikanan dan Kelautan Wilayah Banyuasin, antara
lain belum adanya aksesibilitas kantor dan kerangka kerja yang masih belum memadai dan di
luar sebagai musim terbang.
Masalah yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan wilayah Rezim Banyuasin yang terletak
di wilayah Sumatera Selatan. Dampaknya adalah berkurangnya jumlah perikanan yang biasa
didapat di sekitar sini. Sesuai Dinas Perikanan dan Perikanan (2015), Sumatera Selatan
dikenang sebagai wilayah rangking 1 dengan produksi normal di bawah 120 ribu ton, dengan
produksi normal 96.333 ton selama lima tahun terakhir pada periode 2010 hingga 2014 dan
melibatkan situasi keempat yang sedang berlangsung. perikanan tangkap paling berkurang
kontras dengan daerah yang berbeda di pulau Sumatera.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi perolehan udang di perairan tepi laut Banyuasin adalah
sifat perairan di wilayah terhubung. Fauziyah dkk. (2018) menyatakan bahwa perairan tepi
laut Banyuasin memiliki berbagai macam aktivitas lokal yang dapat ditemukan di seluruh
ruang ini seperti pemukiman, industri, dan transportasi yang diyakini menjadi faktor dalam
mengurangi sifat perairan di wilayah yang terhubung dan mempengaruhi daya tahan udang.
Produksi perikanan tangkap di perairan Kalimantan Barat berdasarkan data statistik perikanan
dari tahun 2003 sampai 2012 menunjukkan peningkatan dimana volume produksi pada 2012
mencapai 101.991 ton dengan nilai produksi mencapai 1,16 trilyun rupiah dan terendah
terjadi pada 2005 (60.616 ton) dengan nilai produksi 512,43 milyar (Anonimous, 2012b). Hal
berbeda terjadi pada produksi udang, dimana secara umum menunjukkan penurunan volume
produksi. Volume tertinggi terjadi pada 2003 sebesar 15,521 ton dan cenderung menurun
hingga 2009 sebesar 8.766 ton. Fluktuasi volume produksi perikanan tangkap dan udang
dapat dilihat pada Gambar II.1. Persentase volume produksi udang dengan perikanan tangkap
di Kalimantan Barat berkisar antara 11,32 - 24,40% (rerata 14,92%) dengan nilai produksi
antara 12,53 - 49,65% (rerata 23,09%). Hal ini menunjukkan bahwa udang merupakan salah
satu komoditas perikanan dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Kabupate 2010 2011 2012


n/
Kota Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai
(Ton) (Rp. 1.000) (Ton) (Rp. 1.000) (Ton) (Rp. 1.000)

Bengkayang 984,4 15.753.250 1.011 15.730.07 1.254 19.878.20


,1 5 0
Kayong 11.922 124.621.0 12.985 120.094.7 17.787 222.016.7
Utara ,7 00 ,2 50 00
Ketapang 2.772, 214.991.2 12.843 237.619.3 11.218 232.293.7
4*) 50 ,8 50 50
Kubu Raya 16.621 132.263.8 23.613 164.080.3 21.763 167.714.4
,8 55 ,8 67 50
Pontianak 6.683 76.589.454 5.175 67.922.50 11.655 212.285.0
,6 ,3 0 00
Kota 13.380 244.150.0 9.960 172.630.0 6.138 69.834.43
Pontianak ,0 00 ,0 00 0
Sambas 25.386 191.657.1 27.863 200.519.1 31.550 219.232.7
,8 08 ,3 60 95

Tabel Volume dan nilai produksi perikanan tangkap di perairan Kalimantan Barat tahun
2010 – 2012
METODE

Metode yang akan digunakan adalah literature review. Menurut Hasibuan, Zainal A. (2007),
Literature review berisi uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian lain yang diperoleh
dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian. Hal yang dilakukan yaitu
dengan mengambil beberapa penelitian melalui beberapa jurnal dan referensi lain, untuk
dianalisis guna digunakan sebagai landasan teori. Pada penelitian ini akan dibahas sebuah
kajian mengenai musim penangkapan komoditas udang di wilayah Negara Republik
Indonesia. Data yang akan dianalisis akan didasari dengan data valid, yang dipilah lagi.

PEMBAHASAN

Potensi Komoditas Udang

Saat ini, potensi perikanan Indonesia mencapai USD162 miliar dengan posisi nomor tiga
terbesar di dunia. Berdasarkan angka produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya
tahun 2018, produksi perikanan tangkap Indonesia mencapai 7,36 juta ton atau 72,17
persen dari potensi perikanan tangkap dan produksi perikanan budidaya mencapai 15,77
juta ton atau 27,76 persen dari potensi perikanan budidaya di laut dan darat. Menurut data
Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada tahun 2020, kontribusi sub-sektor perikanan
terhadap total PDB Indonesia menurut harga berlaku mencapai 2,80 persen atau meningkat
0,15 persen dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 2,65 persen. Bila dilihat dari laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020, sub-sektor perikanan termasuk salah
satu yang mengalami pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19, yaitu tumbuh
sebesar 0,73 persen meskipun lebih rendah bila dibandingkan tahun 2019 yang tumbuh
sebesar 5,73 persen.

Peningkatan Produksi Komoditas Udang

Saat ini, Udang masih menjadi primadona. Pada 2019 nilai ekspornya US$1,72 miliar, diikuti
tuna-cakalang US$0,75 miliar. Selanjutnya, cumi-sotong-gurita, rajungan-kepiting dan
rumput laut berturut-turut US$556,3 juta, US$393,5 juta, dan US$324,9 juta. Untuk mengejar
ketertinggalan sekaligus mengincar lima besar dunia, pemerintah tergiur jalur cepat dengan
mencanangkan program menaikan ekspor udang hingga 250 persen pada 2024.

Udang merupakan komoditas perikanan yang tengah digenjot produksinya KKP untuk
memenuhi pasar lokal juga ekspor, bersamaan dengan rumput laut dan lobster. Volume
produksi udang tahun 2020 lebih dari 900 ribu ton (setara USD24 miliar) dan targetnya
mencapai 2 juta ton pada 2024.

Untuk mencapai target itu, sejumlah program pemerintah telah disusun oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Di antaranya membangun shrimp estate di sejumlah daerah yang
lahan dan kondisi alamnya mendukung, salah satunya Aceh Timur.

Peningkatan produksi komoditas udang sejalan dengan target peningkatan ekspor. Nilai dan
volume udang ekspor meningkat pada tahun 2020 dibanding 2019 sebesar 19 persen dan 15
persen. Pada 2019, ekspor udang Indonesia mencapai 207.000 ton dimana lebih dari 80
persen hasil budidaya di tambak.

Anda mungkin juga menyukai