Konsep Halusinasi-1
Konsep Halusinasi-1
Disusun
Kelompok VIII
MUHAMMADIYAH MANADO
PRODI KEPERAWATAN
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ijin, rahmat,
dan limpahannya sehingga kami mampu meneyelesaikan penyusunan tugas ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Konsep Halusinasi” .Terselesaikan nya pembuatan
nmakalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak karenanya kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada seluruh pihak yang membantu dan terlibat.Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun demikian selaaku penyusun kami telah berupaya semaksimal mungkin
untuk menyusun makalah ini dan oleh karenanya, dengan hati terbuka kami menerima segala
masukan dan saran untuk makalah ini.Akhir kalimat kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah
menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia ini
mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini
ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa
memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah suatu keadaan
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang
dan perkembangan ini selaras dengan dengan orang lain. Sedangkan menurut American Nurses
Associations (ANA) keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek
keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan
kesehatan jiwa.
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah
halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi.
Berdasarkan hasil pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Medan ditemukan 85% pasien dengan kasus
halusinasi. Menurut perawat di Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
khususnya di ruang kelas III rata- rata angka halusinasi mencapai 46,7% setiap bulannya
(Mamnu’ah, 2010).
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk menilai dan berespon
pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon yang
akurat, sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan (persepsi)
panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua panca indera dan
terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes dalam Dermawan dan Rusdi, 2013)
Berdasarkan hasil laporan Rekam Medik (RM) Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta,
didapatkan data dari bulan Januari sampai Februari 2014 tercatat jumlah pasien rawat inap 403
orang. Sedangkan jumlah kasus yang ada pada semua pasien baik rawat inap maupun rawat jalan
kasus halusinasi mencapai 5077 kasus, perilaku kekerasan 4074 kasus, isolasi sosial: menarik
diri 1617 kasus, harga diri rendah 1087 kasus dan defisit perawatan diri 1634 kasus. Berdasarkan
latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan tindakan keperawatan pada klien yang
mengalami gangguan halusinasi.
TINJAUAN TEORI
a. Pengertian
1. Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya rangsangan
dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra. Halusinasi merupakan
suatu gelaja gangguan jiwa yang seseorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta
merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan penciuman. Seseorang
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan
jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi PALSU berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghidupan . Pasien merupakan setimulus yang
sebenarnya tidak ada. pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat
bayangan orang atau suatu yang menentukan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui
bau-bauan padahal tidak sedang makan apapu. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada
apapun dalam permukaan kulit. Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut
(Nanda-1, 2012).
2. Skizofrenia
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area, fungsi
individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realita,
merasakan dan menunjukan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara
sosial Skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam
penyebab, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptif, tekanan jiwa, penyakit
badani seperti lues otak, dan penyakit lain yang belum di ketahui. Akhirnya timbul pendapat
bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikomatis, atau merupakan manifestasi somatik dan
gangguan psikogenetik. tetapi pada skizofrenia justru kerusakannnya adalah untuk menentukan
mana yang primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang
hanya akibatnya saja.
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya rangsangan dari luar,
gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra. Halusinasi merupakan suatu gelaja
gangguan jiwa yang seseorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta merupakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan penciuman. Seseorang merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi PALSU berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan dan penghidupan . Pasien merupakan setimulus yang sebenarnya tidak
ada. pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau
suatu yang menentukan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan padahal tidak
sedang makan apapu. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan
kulit. Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang datang disertai gangguan
respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).
a. Etiologi
b. Faktor presipitasi
Penyebab halusinasi dapat di lihat dari lima dimensi menurut (Yosep, 2011).
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, pengguanaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan waktu tidur dalam waktu yang lama.
2.Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat di atasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa printah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan implus yang menekan, namum merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengembil seluruh perhatian klien dan tidak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi sosial
Klien mengaggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata itu sangatlah membahayakan,
klien asik dengan halusinasinya. Seolah-olah dia merupakan tempat akan memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan system kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
sistem halusinasi berupa ancaman, dirinya maumpun orang lain. Oleh karna itu aspek
penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi
tidak langsung.
5. Dimensi spiritual
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk menysucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
1.Halusinasi pendengaran
Data Subyektif:
Data subyektif:
Data obyektif:
Data subyektif:
Data obyektif:
Data subyektif:
Data obyektif:
Paling sering di jumpai dapat beruba bunyi mendenging atau bising yang tidak mempunyai arti,
tetapi lebih sering mendengar sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
di tunjukan oleh penderita sehingga penderita tidak jarang bertengkar dan berdebat dengan suara-
suara tersebut. Suara tersebut dapat di rasakan dari jauh atau dekat, bahkan mungkin datang dari
tiap tubuh nya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula
berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan menakutkan dan kadang- kadang mendesak
atau memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh atau merusak.
b. Halusinasi penglihatan (Visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organic). Biasanya muncul bersamaan
dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang
mengerikan atau tidak menyenangkan.
Halusinasi ini biasanya mencium sesuatu bau tertentu dan merasakan tidak enak, melambungkan
rasa bersalah pada penderita. Bau ditambah dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap
penderita sebagai suatu kombinasi moral.
Walaupun jarang terjadi biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa
mengecap sesuatu. Halusinasi gustorik lebih jarang timbang halusinasi gustatorik.
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau merasa ada sesuatu yang bergerak di bawah kulit. Terutama
pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
4. Tahapan halusinasi
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase yaitu:
a. Fase I (Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam golongan
nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan,
perasaan rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan. pada fase ini
klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara,
pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan hausinasinya dan
suka menyendiri.
b. Fase II (Conndeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam psikotik ringan. karakteristik
klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan, mulai merasakan ada bisikan yang
tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tau dan klien ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada
fase ini biasanya meningkatkan tanda tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut
jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan
realita.
Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, bayangan, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan tidak mampu
memenuhi perintah.
d. Fase IV (Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya termasuk dalam
psikorik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan lingkungan.
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita halusinasi akan
menganggap sumber dari hasilnya berasal dari lingkungan atau stimulus eksternal (Yosep,
2011). Pada fase awal masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus dan
sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau membuat persepsi untuk
membedakan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang berlanjut seperti cemas,
kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila kecemasan dapat diatur. Pada
fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya. Pada fase conderming klien
mulai menarik diri. Pada fase controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berhenti. Pada fase conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa
terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya
Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015)
Meliputi:
a. Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat di terima akal.
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatau peristiwa secara cermat dan
tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantepan perasaan jiwa yang timbul sesuai
dengan peristiwa yang pernah di alami.
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut
di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan denagn moral.
Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain dalam
pergaulan di tengah masyarakat.
2. Respon maladaptive
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015)
meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan walaupun tidak di
yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap
rangsangan
c) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau menurunya kemampuan
untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan
d) Ketiak teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara perilaku dan gerakan yang di
timbulkan.
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu karna orang lain
menyatakan sikap yang negativ dan mengancam.
7. Penatalaksanaan Medis
Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati & Hartono (2010) adalah:
a. Anti psikotik
Mekanisme kerja: Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai penenang, penurunan
aktifitas motoric, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi,
dan gangguan proses berfikir.
Efek samping :
1) Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur condong kedepan, banyak
keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit kepala dan kejang.
2) Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah, berat badan bertambah.
3) sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan dermatitis.
b. Anti Ansietas
Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja: Meradakan ansietas atau ketegangan yang berhubungan dengan situasi
tertentu.
Efek samping :
1) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih, depresi, sakit kepala,
ansietas, insomnia, bicara tidak jelas.
2) Anoreksia, mual, muntah, diare, kontipasi, kemerahan, dan gatal- gatal.
c. Anti Depresan
Jenis : Elavil, asendin, anafranil, norpamin, ainequan, tofranil, ludiomil, pamelor, vivacetil,
surmontil.
1) Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas, lemas, dan insomnia.
2) pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen, diare, hepatitis, icterus
3) retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi.
d. Anti Manik
Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara tidak jelas, otot lemas,
hilang koordinasi.
e. Anti Parkinson
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Kegiatan perawatan
dalam melakukan pengkajian keperawatan ini dalah dengan mengkaji klien dan keluarga klien
tentang tanda gejalan serta factor penyebab, memfalidasi data dari klien, Sedangkan tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data
yang di kumpulkan meliputi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan
spiritual (Yosep, 2011). Untuk dapat menjaring data yang di perlukan, umumnya di kembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi
pengkajian meliputi: Identitas klien, keluhan utama atau alasan masuk, faktor predisposisi, faktor
presipitasi, pemicu tanda dan gejala, hambatan.
Data pengkajian keperawatan jiwa dapat di kelompokan menjadi pengkajian perilaku, faktor
predisposisi, faktor resipitasi, penilaian terhadap setresor, sumber koping dan kemampuan
koping yang di miliki klien. data yang di peroleh dari pengkajian dapat pula di kelopokan
menjadi dua yaitu data subjektif dan data objektif yang mana data di temukan secara nyata di
peroleh mulai dari observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Sadangkan data subjektif
merupakan data yang di sampaikan secara lisan baik oleh klien maupun dari keluarga klien serta
di peroleh melalui wawancara antara perawat dengan klien dan keluarga.
Menurut Yosep (2011) karateristik perilaku yang dapat di tunjukan klien dan kondisi halusinasi
berupa seseorang yang merasakan meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara
orang, klien berbicara sendiri, senyum dan tertawa sendiri berbicara kacau dan kadang tidak
masuk akal, tidak bisa membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, menarik diri dan
menghindar dari orang lain, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, dan kontak mata kosong.
Adanya fase halusinasi yang di alami klien pun menjadi salah satu faktor penghambat dalam
pengkajian. Klien mengalami fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Klien yang sepenuhnya sudah di kuasai dan menimbulkan kepanikan dan ketakutan. Karateristik
halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
2. Diagnose Keperawatan
a. Akibat : Risiko perilaku kekerasan
b. Masalah utama: Gangguan persepsi: Halusinasi pendengaran
c. Etiologi: Defisit perawatan Diri
3. Intervensi
Menurut Yosep (2011), yaitu:
a) Gangguan sensori persepsi: Halusinasi
b) Tujuan umum
a. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
5) Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur
4. Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik
b. Sapa klien dengan sopan
c. Perkenalkan diri dengan sopan
d. Tanyakan nama klien dengan lengkap
e. Jelaskan tujuan pertemuan
f. Tunjukan sikap empati
g. Observasi tingkah laku klien terkait halusinasi
h. Bantu klien mengenal halusinasinya
i. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika halusinasi
j. Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada klien
a) Tujuan umum
Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara fisik, sosial,
verbal, spiritual.
b) Tujuan khusus
1) Bina hubungan sling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
c) Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan komunikasi terapeutik
2) Bantu klien mengungkapkan perasaanya
3) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan
4) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku kekerasan
5) Diskusikan dengan klien cara mengontrol perilaku kekerasan
6) Ajarkan klien mempraktekancara mengontrol perilaku kekerasan, beri pujian klien
c). Intervensi
e) Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses penilaian berkesinambungan tentang pengaruh intervensi
keperawatan dan program pengobatan terhadap status kesehatan klien dan hasil kesehatan
yang di harapkam (Stuart, 2013).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa. Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun
sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang
dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
B. Saran
Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengatasi klien dengan
halusinasi yaitu sebagai pencipta lingkungan. Dalam hal ini perawat berusaha menciptakan
lingkungan yang terapeutik, aman, hangat dan bersahabat. Perawat juga berperan sebagai
pendidik yaitu membantu klien belajar berpartisipasi agar lebih diterima dilingkungan dan sebagi
agen sosialisasi yaitu mendorong klien kedalam kegiatan-kegiatan melalui tindakan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA