Anda di halaman 1dari 14

5.

1 Pengertian Apendiks
Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang
terletak pada proximal colon. Apendiks dalam bahasa latin disebut sebagai Appendiks
vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Apendiks
pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini
diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan
dalam sekresi immunoglobin (Ig-A) walaupun dalam jumlahkecil. Apediks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.Karena pengosongannya yang tidak
efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderungmenjadi tersumbat dan terutama rentan
terhadap infeksi.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur  baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusiaantara 10-30 tahun.

5.2 Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10cm dan
berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan
bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal danmelebar pada bagian distal.
Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak,
pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna
dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah
Retrocaecal (74%) lalumenyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%),
subcaecal(1,5%) dan preleal(1%).
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian bawa
arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6
saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal.Anatomi lokasi
apendiks :
5.3 Fisiologis
Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan
dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini
secara normal dialirkan ke appendiks dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix
berperan pada patogenesis appendicitis Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang
bersifat basa mengandung amilase, tripsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muaraappendiks
berperan pada patofisiologi appendiks. Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated LymphoidTissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi
tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh
sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna danseluruh
tubuh.

5.4 Pengertian Apendisitis Akut

Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Apendisitis akut adalah proses radang bakteria yang timbul
secara mendadak, apendisitis disebabkan oleh berbagai faktor.
5.5 Etiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses
radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada
beberapafaktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
Faktor sumbatan: Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan
sebablainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya ;fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65%
pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis
akut dengan rupture.
Faktor Bakteri: Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses
dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi
antara Bacteri odesfragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas.
Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96%
dan aerob <10%.
Kecenderungan familiar. Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang
herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang mudahterjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan
makanan dalamkeluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan
terjadinya fekolith danmengakibatkan obstruksi lumen.
Faktor ras dan diet: Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai
resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka
ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi
serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih
tinggi.
Faktor infeksi saluran pernapasan: Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan
akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini
meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menimbulkan seperti gejala permulaanapendisitis.

5.6 Patofisiologi
Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi
appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang dini lumen
appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid. Agen
infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada lumen appendiks
yang sempit sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan sekresi mukosa yang terus
menerus dan eksudat inflamasi akan meningkatkan tekanan intraluminal, ini akan
menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic adalah 0.1ml, bila sekresinya 0.5ml.
Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat menghasilkan sekresi
pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan terus meningkat. Distensi ini
akan merangsang ujung saraf viseral yang mensarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri
awalnya dirasakan pada umbilikal dan kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang
tumpul dan difus. Nyeri ini dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal
dari Thorakal 10 yang lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu
reffered pain. Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga
menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan Mucocele
Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal dalam appendiks yang bermultiplikasi
juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi ini resolusi dapat terjadi
dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya berlanjut, distensi appendiks
yang semakin bertambah ini akan menyebabkan obstruksi vena dan iskemia pada dinding
appendiks.Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan vena
dan menyebabkan oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu sehingga
akan menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan refleks
nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral yang semakin meningkat. Selanjutnya apabila
serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran Muscularis Hiatus dan
peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi
dari bakteri bertambah dalam, akan muncul gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis
akibat absorbsi toxin bakteri dan produk dari jaringan yang mati. Peritonitis merupakan
komplikasi yang sangat di kwatirkan pada appendicitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi
bebas bakteri melalui dinding appendiks yang iskemik, perforasi gangren appendiks atau
melalui abses appendiks yang lanjut. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis
adalah usia lanjut, immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks,
pelvic appendic dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum
untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis.
Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinisyang
berakhir dengan peritonitis diffuse dan Sindroma Septik Sistemik.
 Apendisitis Akut Katarhalis: Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam
lumen apendiks, terjadi peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini mengganggu
aliran limfe, mukosaapendiks jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada apendiks
edema mukosa ini mulaiterlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa.
 Apedisitis Akut Purulenta: Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai
edema, menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema pada apendiks.
Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini berinvasi ke dalam dinding,
menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa jadi suram, karena dilapisi eksudat dan
fibrin. Karena infeksi akan terbentuk nanah terjadi peritonitis lokal.
 Apendisitis Akut Gangrenosa: Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran
darah arteri mulai terganggu terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya
paling minimal, hingga terjadi infrak dan ganggren.
 Apendisitis Perforata: Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah, terjadilah
perofasi.
 Apedisitis Infiltrat yang Fixed: Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga
nanah dan produksi infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan menyebabkan
peritonitis generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup
baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi tersebut dengan cara membentuk
“walling off” oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum, yaitu
membentuk gumpalan masa phlegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
Dalam keadaan ini tubuh berhasil melokalisir daerah infeksi secara sempurna.
 Apendisitis Abses: Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.
 Apendsitis Kronis: Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala hilang
timbul.
5.7 Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak oleh
rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis merupakan nyeri visceral di daerah
epigastium di sekita umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah
ke titik Mc.Burney, disini nyeri akan dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila apendiks terletak retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung
sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan, karena
kontraksi otot polos psoas mayor yang menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di
rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau
rectum hingga peristaltik meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak
sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.
a. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terjadi perbedaan suhu aksilar dan rectal
sampai 1˚c. Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung
sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan
bawah bisa dilihat pada massa atau abses apendicular.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum
parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kuncidiagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perutkanan bawah yang disebut
tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atauretroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri. Peristaltik usus sering normal, peristaltik usus
dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jaritelunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
a. Diagnosis
Appendisitis akut didiagnosis secara klinis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang Untuk lebih memudahkandiagnosis klinis apendisitis,
para klinisi telah berhasil mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya
adalah dengan menggunakan indeksalvarado, berikut adalah indeks alvarado:

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian
kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang
diperoleh tersebut.
1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polosabdomen ataupun CT
scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengancatatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.

5.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan
terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses
ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah
penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa
bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis
juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun
pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik
dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan
pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik
spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk
apendisitis perforasi. Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik
adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis
dengan perforasi.
1. Cairan intravena cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti
segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua
atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance
cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat
untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran
urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau
dengan perdarahan secara bersamaan.
2. Antibiotik Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen,
antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin
– sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian
antibiotik postops harus di ubah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap
diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki
keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu
dilakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitis perforasi. Perlu
dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga peritonium
untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria. Pencucian
cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan
antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya karena
menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine), anti biotik yang
diberikan secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium dalam kadar bakterisid.
Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg
dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, padakadar
ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme. Walaupun sedikit
membuat kerusakan pada permunkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa
menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer.
Setelah pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.
3. Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi
terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup McBurney,
Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui obliqueeksterna,
oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle
splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi,
diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi
perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum
dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.
Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telahsukses
dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini
laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiridari pertama
menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian melihatlangsung ke dalam melalui
2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihanoperasi, pertama apakah 1 port
diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya dikuadran kiri bawah atau keduanya
diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum danapendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke
medial. Berbagai macam metodetersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter,
endoloops, staplingdevices.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat
dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai
beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagusdari segi kosmetik dan
mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian jugamenemukan bahwa laparoskopik
apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan dirumah sakit. Kerugian laparoskopik
apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama,
sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomiterbuka. Namun lama pengerjaanya dapat
dipersingkat dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi
adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan.

5.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa
masa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus. Perforasi apendiks akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat
serta meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans
muskuler di seluruh perut mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan,
peristaltik usus menurun sampaimenghilang karena ileus paralitik kecuali di regio iliaka
kanan, abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di
suatu tempat. Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.

5.10 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umumangka
kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan komplikasi
penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.
APPENDISITIS AKUT

Slide 1

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, Semua kasus appendicitis memerlukan
tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, Apabila tidak dilakukan tindakan
pengobatan maka akan mengalami perforasi dan peritonitis

Anatomi

Proyeksi permukaan appendix vermiformis yang umum adalah titik McBurney, yang
berada pada 1/3 garis ke atas antara spina iliaca anterior superior (SIAS) kanan dan umbili
cus.
Appendix vermiformis adalah struktur tabung sempit, berongga, berujung buntu dan
berhubungan dengan caecum di ujung yang lain. Dinding appendix vermiformis memiliki
agregasi jaringan lymphaticum yang luas. dan menggantung pada ileum terminal oleh
mesoappendix, yang berisi vasa appendicularis, Mesoappendix berisi arteria dan vena
appendicularis dan nervus.
Titik perlekatnya dengan caecum konsisten dengan alur taeniae coli libera yang
tampak jelas mengarah ke basis appendix vermiformis
Proyeksi permukaan basis appendix vermiformis terletak pada pertemuan antara 1/3
lateral dan 1/3 tengah garis dari SIAS sampai umbilicus (titik McBurney). Pasien dengan
masalah appendix vermiformis dapat menjelaskan adanya rasa nyeri pada daerah dekat lokasi
ini.
Suplai arterial untuk caecum dan appendix vermiformis berasal dari:
n arteria caecalls anterior dari arteria ileocolica (dari arteria mesenterica superior).
n arteria caecalis posterior dari arteria ileocolica (dari arteria mesenterica superior), dan
n arteria appendicularis dari arteria ileocolica (dari arteria mesenterica superior).

Aliran Limfe
Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe mesoappendix dan akhirnya bermuara ke
nodi mesenterici superiores.
Persarafan
Appendix disarafi oleh saraf simpatik dan nervus vagus dari plexus mesentericus
superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan arteria caecalis rasa nyeri visceral dari
appendix berjalan bersama saraf simpatik dan masuk ke medula spinalis setinggi vertebra
thoracica X.
Gambar 6.40a sampai d Varian posisi Appendix vermiformis; dilihat dari ventral.
a. descendens ke dalam Pelvis minor
b. retrosekal (posisi yang paling sering)
c. pre-ileal
d. retro-ileal

Slide Etiologi

Etiologi dan patogenesis usus buntu tidak sepenuhnya dipahami. Obstruksi lumen
karena fecaliths atau hipertrofi jaringan limfoid diusulkan sebagai faktor etiologis utama
dalam usus buntu akut. Frekuensi obstruksi naik dengan tingkat keparahan proses
peradangan.

Rendah serat

Secara teori juga dapat dibuktikan bahawa seseorang yang mengkonsumsi rendah
serat bisa terjadi appendisitis. Hal ini disebabkan kerana feces akan mulai kering, keras dan
berbentuk kecil-kecilan, yang lama-kelamaan memerlukan kontraksi otot yang lebih besar
untuk mengeluarkannya yang dikatakan sebagai konstipasi. Konstipasi akan menyebabkan
berlaku obstruksi fekalit dalam usus sehingga meningkatkan produksi mucus di saluran
pencernaan.

Slide Patogenesis

Obstruksi proksimal lumen usus buntu menghasilkan obstruksi loop tertutup, dan
melanjutkan sekresi terus menerus oleh mukosa appendix dengan cepat menghasilkan
distensi.

Distensi usus buntu merangsang ujung saraf serat peregangan afferent visceral,
menghasilkan rasa sakit yang samar, kusam, difus di perut tengah atau epigastrium bawah.
Distensi meningkat dari sekresi mukosa yang berkelanjutan dan dari perbanyakan
cepat bakteri penduduk usus buntu. Ini menyebabkan mual refleks dan muntah, dan nyeri
visceral meningkat. Ketika tekanan di organ meningkat, tekanan berat terlampaui.

Kapiler dan venules terpencil tetapi aliran masuk arteri terus berlanjut, mengakibatkan
engorgement dan kemacetan pembuluh darah.

Proses peradangan segera melibatkan serosa usus buntu dan pada gilirannya
peritoneum parietal. Ini menghasilkan pergeseran karakteristik rasa sakit ke kuadran bawah
kanan.

Mukosa usus buntu rentan terhadap gangguan pasokan darah; dengan demikian, integritasnya
dikompromikan di awal proses, yang memungkinkan invasi bakteri. Daerah dengan pasokan
darah termiskin paling menderita: infark elipsoid berkembang di perbatasan antimesenteric.
Sebagai distensi, invasi bakteri, kompromi pasokan vaskular, dan kemajuan infark, perforasi
terjadi, biasanya di perbatasan antimesenterik tepat di luar titik penghalang. Urutan ini tidak
dapat dihindari, namun, dan beberapa episode usus buntu akut dapat diselesaikan secara
spontan.

Slide Pemeriksaan fisik


Pertanyaan

Serat rendah

Makanan yang rendah serat menghasilkan feces yang keras dan kering yang susah
dikeluarkan dan membutuhkan peningkatan tekanan saluran cerna yang luar biasa untuk
mengeluarkannya.

Makanan tinggi serat cendurung meningkatkan berat feces, menurunkan waktu


transit di dalam saluran cerna.Serat larut air mudah difermentasikan sehingga
pertumbuhan dan perkembangan bakteri kolon menyebabkan bertambahnya berat feces.
Gas yang terbentuk selama fermentasi membantu gerakan sisa makanan melalui kolon.
Manakalan serat tidak larut air tidak mengalami proses fermentasi. Serat ini paling banyak
mengalami peningkatan berat kerana lebih banyak menyerap air sehingga mempunyai
pengaruh laksatif paling besar.

Seseorang yang mengkonsumsi sedikit makanan berserat mengalami feces yang


kering, keras dan kecil-kecilan yang memerlukan kontraksi otot yang lebih besar untuk
mengeluarkannya sehingga hal ini menyebabkan konstipasi.

Konstipasi menyebabkan berlaku obstruksi fekalit dalam usus sehingga


meningkatkan produksi mucus di saluran pencernaan. Peningkatan produksi mukus
akhirnya meningkatkan tekanan intraluminal yang menyebabkan distensi apendiks.
Peningkatan tekanan di dinding apendiks meningkatkan tekanan kapiler dan meyebabkan
iskemia mukosa dan translokasi bakteri menembus dinding apendiks menyebabkan terjadi
inflamasi di apendiks yaitu apendisitis

Anda mungkin juga menyukai