Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISA KLASIK

PENENTUAN KADAR FE(II) DALAM SAMPEL

NAMA KELOMPOK/NIM : M. BIMO YUDHANTO (20614080)


KELAS : 2020/2021
KELOMPOK : 2
NAMA INSTRUKTUR/DOSEN : ELIS DIANA ULFA, S.Pd., M.Si

PROGRAM STUDI PETRO DAN OLEO KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
KAMPUS PASER
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM KIMIA ANALISA KLASIK
SEMESTER 2
JUDUL PERCOBAAN Penentuan Kadar Fe(II) Dalam Sampel

HARI / TGL. PERCOBAAN Kamis / 25 Maret 2021


NAMA MAHASISWA / NIM Muhammad Bimo Yudhanto / 20614080
KELAS 2020/2021
KELOMPOK 2
NAMA DOSEN / INSTRUKTUR Elis Diana Ulfa, S.Pd., M.Si
DISAHKAN TANGGAL
PENGESAHAN TTD
NILAI
INSTRUKTUR / DOSEN PRAKTIKAN
PRETEST
PERFORMANSI
LAPORAN

CATATAN DOSEN / INSTRUKTUR :


PENENTUAN KADAR FE(II) DALAM SAMPEL

A. Tujuan Percobaan
Mahaiswa dapat menentukan kadar Fe (II) yang terkandung dalam sampel
dengan titrasi permanganometri

B. Dasar Teori
1. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO 4 sudah
dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung
atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe2+, asam atau garam oksalat yang dapat larut
dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung dengan permanganometri seperti:
1) Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat.
Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H 2SO4 berlebih sehingga
terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya
dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2) Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam kromat. Setelah disaring,
dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO 4
berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh kromat tersebut dan sisanya dapat
ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Prinsip dari titrasi permanganometri adalah berdasarkan reaksi oksidasi dan
reduksi. Dalam reaksi ini, ion MnO 4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO 4- akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan
untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sampel. Pada permanganometri,
titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah
diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer
serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih.
Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume
larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan
pereaksi. Kalium permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat
atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses
pembakuan kalium permanganat menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan
permanganat (Rahayu, 2012).
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi
oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna
merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini
digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi (Arga, 2011).

2. Kalium Permanganat
Kalium permanganat adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indikator.
Kelemahannya adalah dalam medium HCl. Cl- dapat teroksidasi, demikian juga
larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya digunakan pada medium
asam 0,1 N:
MnO4- + 8 H+ + 5e- → Mn2+ + 4 H2O E° = 1,51 V
Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang. Untuk
mempercepat perlu pemanasan. Sedangkan reaksinya dengan As(III) memerlukan
katalis. Titik akhir permanganat tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena
reaksi:
2 MnO4- + 3 Mn2+ + 2 H2O → 5 MnO2 + 4 H+
ungu tidak berwarna
Larutan dalam air tidak stabil dan air teroksdasi dengan cara:
4 MnO4- + 2 H2O → 4 MnO2 + 3 O2 + 4 OH-
Penguraiannnya dikatalisis oleh cahaya, panas, asam-basa, ion Mn(II) dan
MnO2. MnO2 biasanya terbentuk dari dekomposisinya sendiri dan bersifat
autokatalitik. Untuk mempersiapkan larutan standar KMnO4, harus dihindarkan adanya
MnO2. KMnO4 dapat distandarkan terhadap Na2C2O4.
2 MnO4- + 5 H2C2O4 + 6 H+ → 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
Hal ini digunakan untuk analisis Fe(II), H 2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain
(Khopkar, 1985).
Kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang
ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air,
lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai
mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu/dua jam lalu
menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang
telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan
pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan
sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak
reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan
ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen
unsur pengoksidasi, yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 sesuai
dengan persamaan :
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup
untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Tindakan pencegahan
khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan dioksidasi
mengkatalisis dekomposisi larutan permanganat. Jejak-jejak dari MnO 2 yang semula
ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan
jejak-jejak dari agen-agen produksi di dalam air, mengarah pada dekomposisi.
Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk
menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau
gelas yang disinter untuk menghilangkan MnO2. Larutan tersebut kemudian
distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak
akan banyak berubah selama beberapa bulan. Penentuan besi dalam biji-biji besi
adalah salah satu aplikasi terpenting dalam titrasi-titrasi permanganat.
Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam klorida dan timah (II)
klorida sering ditambahkan untuk membantu proses kelarutan. Sebelum dititrasi
dengan permanganat setiap besi (III) harus direduksi menjadi besi (II). Reduksi ini
dapat dilakukan dengan reduktor Jones atau dengan timah (II) klorida. Reduktor Jones
lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida
yang masuk. Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi
reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan ke
dalam larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti dengan
memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi (Asroff, 2012).

3. Standar-standar Primer untuk Permanganat


3.1 Natrium Oksalat
Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk permanganat
dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi,
stabil pada saat pengeringan, dan nonhigroskopis. Reaksinya dengan permanganat
agak sedikit rumit dan berjalan lambat pada suhu ruangan, sehingga larutan biasanya
dipanaskan sampai sekitar 60°C. Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai
dengan lambat, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan(II) terbentuk.
Mangan(II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik, karena
katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek
katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganat untuk membentuk
mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), di mana pada gilirannya secara
cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalen. Persamaan untuk reaksi
antara oksalat dan permanganat adalah
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+→ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.
Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride, yang
mengharuskan seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan
pengadukan yang kuat. Belakangan, Fowler dan Bright menyelidiki secara menyeluruh
reaksinya dan menganjurkan agar hampir semua permanganat ditambahkan secara
tepat ke larutan yang diasamkan pada suhu ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan
tersebut dipanaskan sampai 60°C dan titrasi diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini
mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oleh pembentukan hidrogen
peroksida.

3.2 Besi
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai
standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi(III) yang
diproduksi selama proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion
klorida oleh permanganat berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun demikian,
dengan kehadiran besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah
agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion klorida, ion yang belakangan disebut ini
teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan
dalam oksidasi dari As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam klorida.
Suatu larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut
larutan “pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke dalam
larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi dengan permanganat. Asam fosfat
menurunkan konsentrasi dari ion besi (III) dengan membentuk sebuah kompleks,
membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai, dan juga menghilangkan warna
kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida. Kompleks fosfat ini tidak
berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas (Abdillah, 2012).

4. Kelebihan dan Kekurangan Titrasi Permanganometri


Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi
ini tidak memerlukan indikator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi
sebagai indikator, yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah direduksi menjadi ion Mn 2+
tidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak
pada: Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu
yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO 2
sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu
cepat pada larutan seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan
H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan
reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4.
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H 2C2O4 yang telah ditambahkan
H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena
membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 → H2O2+ 2CO2↑
H2O2 → H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi
yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan
(Arga, 2011).
5. Aplikasi Analisa Permanganometri “Pengujian Air Secara Asam”
Kecenderungan pemakaian air minum isi ulang (AMIU) oleh masyarakat
terutama di perkotaan semakin meningkat. Namun demikian kualitasnya masih perlu
dikaji dalam rangka pengamanan kualitas airnya yang mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian kualitas air minum dari depot
air minum isi ulang di Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Tujuan: adalah untuk
mengetahui proses pengolahan air minum di depot AMIU, kualitas air minum isi ulang
dari depot AMIU yang banyak beredar saat ini dan mengetahui kondisi kesehatan
lingkungan dan jumlah konsumsi serta pendapat konsumen terhadap air minum dari
depot AMIU. Metodologi: Jumlah sampel depot air minum adalah 38, sedangkan
untuk sampel air setiap depot diambil 1 sampel air baku dan 1 sampel air minum
sehingga jumlah sampel air seluruhnya adalah 76. Parameter kualitas air yang
diperiksa meliputi parameter fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan Permenkes
416 tahun 1990 untuk air baku (air bersih) dan Kepmenkes 907 tahun 2002 untuk air
minum. Pemeriksaan sampel air berdasarkan Standard Method for Examination Water
and Wastewater dilakukan di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
(BTKL) Jakarta (Syambas, 2014).

6. Kadar Besi dan Pengaruhnya


Besi pada umumnya dapat ditemukan dalam badan air, di dalam air besi bersifat
terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+ (feri) tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter
<1 µm) atau lebih besar, seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)2, Fe(OH)3 dan sebagainya;
tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis (seperti tanah liat).
Umumnya air di alam mengandung besi dan mangan disebabkan adanya kontak
langsung antara air tersebut dengan lapisan tanah yang mengandung besi (Fe) dan
mangan (Mn). Adanya konsentrasi zat besi dan mangan pada air tanah dapat
menimbulkan rasa atau bau logam pada air tersebut, oleh karena itu untuk air minum
kadar zat besi dan mangan yang diperbolehkan yakni masing-masing 0,3 mg/L dan 0,4
mg/L Permenkes Nomor : (492/Menkes/Per/IV/2010)
Ferihidroksida dapat mengendap dan berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dapat
menodai peralatan porselen dan cucian. Bakteri besi (Crenothrix dan Gallionella)
memanfaatkan besi fero (Fe2+) sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya dan
mengendapkan ferrihidroksida. Pertumbuhan bakteri besi yang terlalu cepat (karena
adanya besi ferro) menyebabkan diameter pipa berkurang dan lama kelamaan pipa akan
tersumbat.
Besi (Fe) dibutuhkan tubuh dalam pembentukan hemoglobin. Banyaknya besi
dalam tubuh dikendalikan oleh fase adsorpsi. Tubuh manusia tidak dapat
mengekskresikan besi (Fe), karenanya mereka yang sering mendapat transfusi darah,
warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang mengandung besi
cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Sekalipun Fe diperlukan oleh
tubuh, tetapi dalam dosis yang besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering
disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/L akan
menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air
melebihi 10 mg/L akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk. Debu Fe juga
dapat diakumulasi dalam alveoli dan menyebabkan berkurangnya fungsi paru-
paru[ CITATION Feb15 \l 1033 ].

7. Pengolahan Air
Guna memenuhi kebutuhan hidup yang digunakan sebagai keperluan makan,
minum dan kebutuhan lain, maka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam buku
Penyediaan Air Bersih (1984) menetapkan kebutuhan akan air sehat untuk pedesaan
adalah 60 liter per orang per hari dan untuk daerah perkotaan 100 – 150 liter per orang
per hari, dimana jumlah tersebut dapat bertambah seiring dengan semakin
meningkatnya jenis aktivitas manusia di segala bidang.
Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai bahwa kulaitas air tanah
maupun air sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air
minum yang sehat bahkan di beberapa tempat bahkan tidak layak untuk diminum. Air
yang layak diminum, mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis,
kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi jika ada
satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tesebut tidak layak untuk
diminum. Pemakaian air minum yang tidak memenuhi standar kualitas tersebut dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, baik secara langsung dan cepat maupun tidak
langsung dan secara perlahan[ CITATION Pak \l 1033 ].
Untuk memperoleh air yang layak, maka dapat dilakukan pengolahan air,
pengolahan tersebut dapat berupa penyaringan, contohnya penyaringan menggunakan
saringan keramik, dari penelitian yang dilakukan oleh Laila Febriana diketahui bahwa
penyaringan menggunakan saringan keramik dapat menyaring kandungan besi pada air
tanah sebesar 95,20% .

C. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan
1) Erlenmeyer 250 mL 9) Spatula
2) Buret 50 mL 10) Kaca arloji
3) Bulp 11) Labu ukur 100 mL
4) Neraca digital 12) Hot plate + magnetic stirrer
5) Pipet volume 10 mL 13) Corong
6) Pipet ukur 10 mL 14) Statif
7) Botol semprot 15) Gelas ukur 100 mL
8) Beaker gelas 250 mL
Bahan yang digunakan
1) Sampel (FeSO4.7H2O)
2) Larutan KMnO4 0,1 N
3) Larutan H2SO4 4 N
4) Hablur asam oksalat (H2C2O4)
5) Aquadest

D. Prosedur Kerja
Diagram Alir
Pembuatan larutan H2SO4 4N

27,17 mL H2SO4 98%

Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL


+Aquadest

Larutan H2SO4 4N

Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N

3,1606 gram KMnO4

Memasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL


+Aquadest
Standarisasi larutan KMnO4 dengan Asam Oksalat H2C2O4.2H2O

0,5 gram hablur asam oksalat

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL


+Aquadest

Larutan asam oksalat

10 mL larutan asam oksalat

+ Erlenmeyer 250 mL
+ 10 mL H2SO4 4N
+ Aquadest hingga volume 100 mL
Dipanaskan hingga 70℃
Titrasi dengan KMnO4 0,1N
Duplo

Normalitas KMnO4
Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel
Pembuatan larutan H2SO4 4N
100 mL aquadest yang telah dididihkan

+ Erlenmeyer 250 mL
+ 500 mg besi sulfat
+ 25 mL H2SO4 4N
Titrasi dengan KMnO4 0,1N
Duplo

Kadar Fe(II)

1) Dipipet sebanyak 27,17 mL H2SO4 98% ke dalam labu ukur 250 mL


2) Ditambahkan aquadest ke dalam labu ukur secara perlahan hingga tanda batas
dan dihomogenkan

Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N


1) Ditimbang dengan tepat KMnO4 sebanyak 3,1606 gram
2) Dimasukkan dalam gelas kimia 1000 mL dilarutkan dengan aquadest
secukupnya
3) Dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan ditambahkan aquadest sampai
tanda batas dan dihomogenkan
4) Disimpan larutan yang telah dibuat ke dalam wadah coklat/gelap dan diberi
label.

Standarisasi larutan KMnO4 dengan Asam Oksalat H2C2O4.2H2O


1) Ditimbang dengan teliti ± 0,500 gram hablur asam oksalat, membilas dengan
air suling ke dalam labu ukur 100 mL, dilarutkan dan impitkan hingga tanda
batas.
2) Dipipet larutan dari labu ukur sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL, tambahkan 10 mL larutan H2SO4 4N dan diencerkan
hingga 100 mL.
3) Dipanaskan larutan hingga 70oC (hot plate) sambil diaduk dengan magnetik
stirrer dan titrasi dengan KMnO4 0,1 N (dalam keadaan panas) hingga terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna hingga menjadi merah muda.
4) Dilakukan standarisasi secara duplo.
5) Dihitung konsentrasi KMnO4

Cara 1
mg asamoksalat
Normalitas KMnO4 =
fp x V x 63
volume total
fp=
volume titrasi
Keterangan
V = volume sampel (mL)
fp = faktor pengenceran
63 = berat ekuivalen (BE) asam oksalat

Cara 2
mol ekuivalen KMn O4 =mol ekuivalen H 2 C2 O 4
N x V ( KMn O4 )=N x V ( H 2 C2 O4 )
N x V ( H 2 C 2 O4 )
N KMnO 4=
V KMn O 4

Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel


1) Didihkan 100 mL aquadest dan dinginkan
2) Ditimbang ± 500 mg sampel besi sulfat, d i m a s u k k a n sampel ke dalam
Erlenmeyer 250 mL dan tambahkan 100 mL aquadest yang telah dingin.
3) Ditambahkan 25 mL H2SO4 4 N dan titrasi dengan KMnO4 hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah muda.
4) Dilakukan penentuan kadar secara duplo.
5) Hitung kadar Fe (II) dalam sampel.
V x N x BM Fe
Kadar Fe ( II )= x 100 %
mg sampel
Keterangan
V = volume KMnO4 (mL) N = normalitas KMnO4
(N) BM Fe = 56 g/mol
E. Data Pengamatan
Tabel 1 Standarisasi larutan KMnO4 dengan H2C2O4
Volume
No. Massa Volume Volume Volume KMnO4
H2C2O4 H2SO4 4 H2C2O4 KMnO4 (rata- Hasil pengamatan
(mg) N (mL) (mL) (mL) rata)
(mL)
1. Tak berwarna 
10 10 9
8,95 Ungu lembayung
507,5
2. Tak berwarna 
10 10 8,9
Ungu lembayung

Tabel 2 Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel


Massa Volume Hasil Normalitas Kadar Fe(II)
sampel (mg) KMnO4 (mL) pengamatan KMnO4 (N) (%)
501,2 17,9 Kuning 0,09 18
muda 
Ungu
lembayung

Perhitungan
Pembuatan larutan H2SO4 4N 250 mL
ρ H 2 S O 4 ×% ×10 1,84 ×10 ×98 %
M= = =18,4 M
Mr H 2 S O 4 98
N=a × M
4 N=2 × M
M =2 M
M 1 V 1=M 2 V 2
18,4 ×V 1=2× 250
500
V 1= =27,17 mL
18,4
Pembuatan larutan K2MnO4 0,1N 1000 mL
massa 1000
N=a × ×
Mr V
massa 1000
0,1=5× ×
158,03 1000
massa=3,1606 gram
Standarisasi KMnO4
mg asamoksalat
Normalitas KMnO4 =
fp x V x 63
507,5
Normalitas KMnO4 = =0,09 N
100
x 8,95 x 63
10
Kadar Fe(II) dalam sampel
V x N x BM Fe
Kadar Fe ( II )= x 100 %
mg sampel
17,9 x 0,09 x 56
Kadar Fe ( II )= x 100 %=18 %
501,2
18
Kadar Fe ( II )= × 501,2mg=90,216 mg
100
901,216 mg
Kadar Fe ( II )= =902,16 mg/ L
0,1 L

F. Pembahasan
Permanganometri adalah suatu metode analisa volumetri yang didasarkan pada
reaksi redoks kalium permanganat, ion permanganat (MnO 4-) bertindak sebagai
oksidator dan pada suasana asam akan berubah menjadi ion Mn 2+. Praktikum ini
bertujuan untuk mengetahui kadar Fe(II) dalam sampel, untuk menentukan kadar Fe(II)
digunakan metode permanganometri.

Standarisasi larutan KMnO4 dengan Asam Oksalat H2C2O4.2H2O


Kalium permanganat perlu distandarisasi untuk mengetahui konsentrasi
sebenarnya. Larutan KMnO4 yang telah dibuat distandarisasi menggunakan asam
oksalat (H2C2O4) 0,1 N yang dibuat dengan melarutkan 0,5 gram asam oksalat dalam
100 mL aquadest. Pada standarisasi ditambahkan H 2SO4 4N sebanyak 10 mL,
pengasaman dilakukan untuk memberikan asam encer sehingga terbentuknya ion Mn2+
dapat diketahui dari perubahan warna yang terjadi dari tidak berwarna menjadi ungu
lembayung. Potensial elektroda pada reaksi ini sangat dipegaruhi oleh pH sehingga
standarisasi yang dilakukan pada suasana netral atau sedikit basa menyebabkan KMnO 4
akan terurai menjadi MnO2 berupa endapan coklat. Asam yang digunakan adalah asam
spesifik seperti H2SO4 4N, penggunaan asam lain seperti HCl akan menimbulkan
spesies lain dalam standarisasi yang akan mengganggu hasil akhir standarisasi,
sebagian klorida akan teroksidasi menjadi klor dan pemakaian kalium permanganat
akan lebih dari seharusnya. Reaksi kalium permanganat dengan ion klorida adalah
sebagai berikut:
2MnO42+ + 10Cl- + 18H+  2Mn2+ + 5Cl2 + 4H2O
Pada awal titrasi kalium permanganat berlangsung lambat. Setelah terbentuk
hasil reaksi Mn2+ maka reaksi akan berlangsung cepat, karena Mn2+ yang terbentuk
mengkatalis reaksi selanjutnya. Agar reaksi dengan larutan kalium permanganat
berlangsung cepat maka penitaran dilakukan pada suhu 70℃, suhu yang lebih tinggi
akan menyebabkan asam oksalat terurai menjadi CO 2 dan H2O. Reaksi yang terjadi
pada titrasi adalah sebagai berikut :
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+→ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna larutan dari tak
berwarna menjadi ungu lembayung, dalam titrasi tidak digunakan indikator karena
MnO4- itu sendiri memiliki warna yang khas yaitu berwarna ungu tua, timbulnya warna
ungu lembayung menandakan bahwa ion oksalat telah habis bereaksi sehingga warna
ungu lembayung tetap bertahan. Pada akhir standarisasi diperoleh normalitas kalium
permanganat adalah 0,09 N.

Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel


Setelah standarisasi, kadar Fe(II) ditetapkan dengan menitrasi sampel dengan
KMnO4 yang telah distandarisasi, volume KMnO4 yang diperlukan adalah sebesar 17,9
mL dan terjadi perubahan warna dari kuning muda menjadi ungu lembayung. Kadar
Fe(II) yang diperoleh adalah sebesar 18% atau 902,16 mg/L, angka tersebut
menunjukan bahwa air sampel memiliki kadar besi yang sangat tinggi melebihi kadar
yang ditetapkan dalam peraturan kementrian kesehatan 492/Menkes/Per/IV/2010 yang
menyebutkan bahwa kadar besi dalam sampel yang diperbolehkan adalah sebesar 0,3
mg/L.
Kadar besi yang tinggi dapat menimbulkan beberapa masalah dalam kehidupan
sehari-hari diantaranya merusak peralatan porselen dan cucian yang dicuci dengan air
dengan kadar besi tinggi dan memperkecil diameter pipa air, selain itu kadar besi yang
tinggi pada air minum juga dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti rasa mual,
iritasi mata, kulit, dan bahkan dapat merusak dinding usus. Kadar besi yang tinggi
pada air dapat dikurangi dengan melakukan pengolahan terhadap air tersebut
contohnya melakukan penyaringan dengan saringan keramik.

G. Kesimpulan
Kadar Fe(II) dalam sampel yang ditentukan menggunakan metode titrasi
permanganometri pada praktikkum ini sebesar 18%.

H. Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Titrasi. http://dzali.nolanterprise.com/pengertian-Titrasi dilihat pada
19/3/2021 pukul 20.45.
Anonim. 2010. Asam oksalat. http://id.wikipedia.org/wiki/asam-oksalat. dilihat pada
17/3/2021 pukul 16.02.
Basset. 1994. Permangananometri. http://annisanfushie.wordpress.com. dilihat pada
17/3/2021 pukul 22.15.
Brady. 1999. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. dilihat pada
19/3/2021 pukul 22.15.
Day. 1999. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. dilihat pada
17/3/2021 pukul 22.15.
Febrina, L., & Ayuna, A. (2015). Studi Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn)
Dalam Air Tanah Menggunakan Saringan Keramik. Jurnal Teknologi, 36-42.

Khopkar. 1990. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. dilihat pada


17/3/2021 pukul 22.15.
Pakasi, F. G. Efektivitas Saringan Pasir Up Flow Dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe)
dan Mangan (Mn) Dalam Air Baku. Jurusan Kesehatan Lignkungan Poltekkes
Kemenkes Manado
Rivai. 1995. Iodometri dan iodimetri. http://annisanfushie.wordpress.com. dilihat pada
17-3-2021 pukul 22.10.
Svehla. 1995. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. dilihat pada
17/3/2021 pukul 22.15.
Underwood, A1. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Vogel. 1990. Analisa Anorganik Kuantitatif. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
http://mylifebunga.blogspot.com/2011/06/10/reaksi-redoks/ dilihat pada 07/03/2021.
I. Lampiran

Gambar 1 Standarisasi KMnO4

Gambar 2 Penetapan Kadar Fe(II) dalam Sampel

Anda mungkin juga menyukai