Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Poetika Vol. IV No.

2, Desember 2016

Sastra Indigenous Australia:


Perkembangan dan Tantangan di Era Kapitalisme Lanjut

Arif Furqan
Penulis Lepas
afurqannn@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini hendak meninjau kembali secara singkat mengenai sejarah perkembangan sastra
Indigenous Australia serta mengelaborasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi di era kapitalisme
lanjut. Penelitian ini menggunakan pendekatan poskolonialisme yang dikaitkan dengan perkembangan
globalisasi. Dalam kondisi ini, misi-misi resistensi dalam berbagai karya sastra indigenous Australia
menjumpai tantangan arus kapitalisme global, belum lagi ditambah dengan persoalan pelik mengenai
sejarah dan identitas pada komunitas Indigenous itu sendiri.

Kata Kunci: Sastra, Indigenous, Australia, Poskolonialisme, Globalisasi, Kapitalisme Lanjut

Abstract
This research aimed to re-observe brief development of Australian Indigenous literature also to elaborate several
problems and challenges of late capitalism. This reserach applied postcolonial paradigm related with globalitation
development. In this condition, resistance in Australia Indigenpus literature encounters the challenge of global
capitalism, moreover with its peculiar problems about Indigenous history and identity.

Keywords: Literature, Indigenous, Australia, Postcolonialism, Globalization, Late Capitalism

Pendahuluan memuat tentang pelanggaran-pelanggaran yang


Membicarakan sastra Australia saat dilakukan oleh kaum kulit putih (pendatang).
ini, kita tidak mungkin mengesampingkan Baru beberapa dekade lalu publik Australia
karya sastra Indigenous Australia1. Sebelum dihadapkan pada sejarah kelam tentang The
tahun 1980an, karya ‘resistance literature’2 Stolen Generation. Sejak tahun 1909 sampai
dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya bagi dengan 1970, melalui Aborigines Protection Act,
kelanggengan kekuasaan kaum Eropa. Karya sekitar lebih dari seratus ribu anak dipisahkan
sastra yang ditulis oleh pribumi Australia masih dari keluarganya dengan alasan untuk
merupakan karya yang dipersempit penyebaran ‘memanusiakan’ pribumi. Proyek tersebut hanya
dan bahkan produksinya karena banyak yang salah satu dari sekian banyak proyek asimilasi
yang bertujuan untuk menghapuskan keturunan
1
Istilah Indigenous merujuk pada kaum Aborigin, Torres Strait, serta
suku-suku pribumi lain yang menjadi penduduk asli benua Australia.
Indigenous Australia (termasuk Aborigin dan
2
Dalam sastra Indigenous Australia, Michelle Grossman (2003)
Torres Strait). Dampak dari proyek asimilasi
meminjam istilah Harlow (1987) untuk merujuk pada tulisan-tulisan kaum tersebut hingga kini termanifestasi dalam
Indigenous Australia yang bersifat resisten dan berusaha mengungkapkan
pelanggaran-pelanggaran (HAM) yang dialami kaumnya (terjajah). Ia karya-karya sastra yang ditulis oleh pribumi.
mengambil contoh puisi-puisi Kath Walker (Oodgeroo Noonuccal) yang Sebelum masa itu upaya-upaya
diterbitkan pada tahun 1960-1970an, Glenyse Ward dengan novelnya
Wandering Girl (1987), Sally Morgan dengan novelnya My Place (1987) publikasi tulisan dan karya pribumi telah
yang mengungkapkan dominasi politis dan ketidakadilan yang terjadi dimulai, setidaknya sejak 1837 mereka telah
pada kaum Indigenous Australia.
mempublikasikan tulisan termasuk opini, jurnal,

85
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

oleh penerbit berbasis Aborigin. Namun karya- menggambarkan bahwa paum pendatang hidup
karya tersebut sangat dibatasi perkembangan damai bersama kaum Indigenous yang tradisional
dan penyebarannya sehingga opini seluruh dan eksotis.
penduduk Australia dapat dikontrol dan dikuasai Selama era ekspansi kolonial, Inggris
oleh media kaum kulit putih. Pada tahun 1920- memperluas wilayahnya dan juga mendirikan
1930an, kaum pribumi membentuk komunitas koloni-koloni di wilayah jajahan, yang sekaligus
politis Aborigines’ Progressive Association dan menyebabkan terjadinya pertukaran budaya dan
akhirnya mengembangkan surat kabar bernama bahasa. Sekitar pertengahan abad ke 19, kaum
“The Abo Call” pada tahun 1938. Surat kabar settler menciptakan Australian Mission sebagai
ini bertujuan untuk menjadi wacana tandingan lembaga yang memberikan pengajaran bahasa,
bagi dominasi mitos Australia yang cenderung budaya, dan agama kepada kaum Indigenous.
membungkam suara pribumi dan berusaha Semenjak mengenal bahasa Inggris kaum
menggambarkan Australia sebagai tempat Indigenous merasa bahwa dengan bahasa tersebut
yang damai. Surat kabar ini menyuarakan mereka dapat menyampaikan protes dan
berbagai komplain tentang pelanggaran HAM keluhan tentang pelanggaran dan kecurangan
dan berusaha membangun kepekaan terhadap kaum kulit putih kepada para petugas yang
sejarah kelam yang mengiringi perjalanan sejarah berkedudukan lebih tinggi di kota. Kesadaran
Australia. Saat itu, karya tulis pribumi masih tersebut termanifestasi hingga sekarang ini.
sangat jauh dari kalangan karya sastra tinggi Tidak hanya protes, namun juga banyak
sampai era munculnya David Unaipon, penulis sekali karya (sastra) yang ditulis oleh pribumi
pribumi pertama yang memulai tulisan kreatif sebagai upaya resistensi atau menulis balik
sekaligus kritik politis yang memuat narasi (write back). Meskipun sebenarnya pengajaran
tentang hubungan pribumi dan pendatang. bahasa Inggris tersebut dilain pihak bertujuan
Karya sastra kontemporer Aborigin untuk memudahkan mobilisasi tenaga kerja
bermula pada tahun 1964 ketika Kath Walker pribumi. Hal tersebut kemudian memicu
(Oodgero Noonuccal) menerbitkan kumpulan penyebaran bahasa Inggris sebagai lingua franca
puisinya. Bersama dengan Kevin Gilbert, Jack atau bahasa pemersatu yang mengakomodasi
Davis, dan Collin Johnson (Mudrooroo) mereka komunikasi antar suku dan ras. Mignolo (1998:
dianggap sebagai orang yang memulai sastra 40) menyatakan bahwa pengajaran bahasa dan
kontemporer Aborigin. Karya-karya mereka budaya melalui missionary yang dipraktekkan
banyak sekali membicarakan dan menantang oleh agensi kolonial membuat bahasa-bahasa
rasisme, pertanyaan tentang identitas nasional tersebut bisa dioperasikan di tempat yang jauh
yang eksklusif, dan berusaha memberikan dari asalnya dan juga menempatkan bahasa
narasi sejarah yang selama ini berada di bawah tersebut sebagai bahasa modern kelas tinggi
doktrin wacana kaum pendatang. Karena yang menghegemoni sebagai bahasa ilmu
karya-karya mereka begitu outstanding pada pengetahuan dan literatur dunia.
waktu itu—khususnya karya Oodgeroo— Upaya-upaya yang dilakukan kaum
beberapa kritikus mencurigai bahwa ia terlalu pendatang tersebut tidak sepenuhnya
modern untuk seorang Aborigin. Terlebih lagi tanpa celah karena kaum Indigenous justru
karena adanya stereotip bahwa ‘real Aborigines’ menggunakan bahasa (Inggris) tersebut
adalah orang-orang primitif yang tak bisa untuk menulis dan melakukan perlawanan.
berbicara bahasa Inggris, tak mengenal pena, Namun, satu hal yang dapat digarisbawahi
dan terpenjara oleh tradisi mereka. Stereotip adalah setidaknya upaya universalisasi bahasa
seperti itulah yang membentuk wacana tentang tersebut telah menunjukkan progressnya
identitas kaum pribumi. Selain itu, mereka kaum yaitu keberhasilan menjadikan bahasa Inggris
pendatang juga berusaha menciptakan wacana sebagai bahasa nasional Australia yang bahkan
tentang Australia sebagai peaceful settlement3 yang
diciptakan oleh para pendatang kaum kulit putih (settler) untuk
3
Istilah ‘peaceful settlement’ merujuk pada wacana tentang tempat menutupi fakta sejarah kelam dan tragedi kemanusiaan yang dilakukan
tinggal yang tenang, nyaman, tanpa adanya konflik. Wacana ini pada kaum Indigenous Australia.

86
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

posisisinya yang dapat menggantikan bahasa Indigenous Australia serta tantangan-tantangan


ibu kaum pribumi. Sebelum kehadiran kaum yang dihadapi belakangan ini.
settler, para penduduk pribumi Australia tidak
mempunyai sistem penulisan, cerita dan legenda Titik Bangkit Sastra Indigenous Australia
tradisional disampaikan secara lisan. Namun Sebelum era 1980an karya pribumi
karena intevensi kolonial—temasuk opresi, dianggap sebagai tulisan sejarah versi ‘black
proyek asimilasi, serta pelanggaran hak asasi armband’, yaitu karya yang dianggap penuh
kaum pribumi—maka mata rantai tradisi lisan kebohongan khas pribumi. Namun seiring
kaum pribumi pun terputus sehingga dengan dengan perubahan politik yang mengakui
masuknya bahasa Inggris serta kemajuan hak pribumi atas kepemilikan tanah, dan
teknologi cetak, maka karya sastra Indigenous penghapusan proses pengambilan paksa anak-
yang dapat terus direproduksi dan dijual adalah anak dari keluargannya, sikap warga Australia
karya tulis yang menggunakan bahasa Inggris. mlai berubah dan mereka mulai membuka mata
Pondasi pijakan karya sastra Indigenous pada versi sejarah yang belum pernah meraka
Australia nampaknya telah berpijak pada apa dengar. Sejak 1970an, banyak sekali aktivis dan
yang diakomodasi oleh bahasa Inggris karena sejarawan pribumi yang mulai menguak isu ini
kemampuan aksesnya dalam menembus sehingga sedikit demi sedikit sejarah kelam itu
dunia yang lebih global. Buktinya, hingga mulai terungkap . Bahkan dari upaya-upaya
tahun 2011 terdapat sekitar 150 karya tersebut sebagian warga Australia mulai sadar
sastra berbahasa Inggris yang ditulis oleh bahwa istilah ‘terra nullius’ (tanah yang kosong)
kaum Indigenous Australia4. Angka tersebut yang merujuk pada benua Australia sebelum
merupakan lompatan yang sangat menanjak orang kulit putih datang adalah rekaan kaum
mengingat publikasi tulisan kaum Indigenous pendatang yang bertujuan untuk melegitimasi
sangat minim sebelum penghujung abad ke- aksi mereka menguasai tanah Australia. Huggan
21. Besarnya kelahiran karya-karya dengan mencatat dalam timeline sejarah Australia
tema serupa tersebut tentunya menjadikan bahwa kaum pribumi telah menempati benua
sebuah komoditas baru. Dengan kemudahan ini sejak 40.000 SM5.
teknologi (cetak), segala keterbatasan produksi Selain itu, perubahan cara pandang
di era sebelumnya bisa diatasi. Jameson (1994: warga Autralia juga dipengaruhi oleh publikasi
4) menyatakan bahwa dominan budaya dalam tiga volume buku WEH Stanner pada tahun
era posmodern ini terjadi karena hampir 1970. Buku ini mengungkap penjajahan dan
semua produksi estetis telah terintegrasi rasisme yang diterapkan secara institusional
menjadi produksi komoditas sehingga produk- oleh kaum kulit putih pada pribumi Australia
produk budaya yang dimaksudkan sebagai yang mengakhiri ‘great Australian silence’
upaya resistensi pun bisa ditempatkan dalam (kebungkaman Australia). Beberapa dekade
pasar. Melihat perkembangan sastra Indigenous setelah perjuangan tersebut, pada tahun 1987
Australia belakangan ini, serta meninjau Sally Morgan mempublikasikan novenya
perkembangan teknologi media yang sangat berjudul My Place (1987) yang menceritakan
pesat—baik dalam percetakan, internet, media, tentang pencarian jati diri Aborigin dan
dll—sangat menarik untuk mengkaji ulang sejarah keluarganya. Setelah terbongkarnya
upaya resistensi kaum Indigenous Australia kebungkaman Australia, karya seperti ini
yang diwujudkan melalui karya sastra. Sebagai sepertinya telah ditunggu-tunggu. Munculnya
produk yang lahir di era posmodern—atau karya seperti itu merupakan jawaban atas
yang disebut Jameson sebagai era kapitalisme pertanyaan seluruh warga Australia mengenai
lanjut—tulisan ini bermaksud untuk meninjau kebungkaman searah yang selama ini telah
ulang sejarah singkat perkembangan sastra ditutup-tutupi dari publik.
4 5
Data ini diambil dari daftar listopia “Indigenous Australian Writing” Huggan, Australian Timeline, dalam Australian Literature:
pada situs Goodreads. https://www.goodreads.com/list/show/10212. Postcolonialism, Racism, Transnationalism, 2007. Lihat juga dalam
Indigenous_Australian_Writing Webby, Cambridge Companion to Australian Literature, 2007.

87
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

Setelah merangkak beberapa tahun, salah satu karya kanon dalam sastra Australia
perjuangan karya kaum Indigenous mencapai sehingga tidak ada lagi pembungkaman sejarah
puncaknya pada abad keduapuluh satu, ketika sebagaimana yang telah terjadi di masa-masa
karya-karya mereka mulai marak diterbitkan. sebelumnya. Karya-karya tersebut merupakan
Semenjak My Place, Heiss (2003: 242-246) sebuah kebutuhan dasar untuk meluruskan,
mencatat bahwa hingga 2002, terdapat sekitar membongkar sejarah, juga sekaligus mengklaim
78 (oto)biografi yang ditulis dan ratusan karya hak dalam penyusunan dan penulisan sejarah
fiksi dan nonfiksi. Secara garis besar, karya- Australia. Namun, sebagai salah satu bagian
karya tersebut mengambil bentuk biografi dari karya sastra nasional secara utuh, karya-
atau otobiografi yang menceritakan tentang karya tersebut harus bersaing diantara ribuan
sejarah versi pribumi dan pelanggaran hak karya sastra lainnya yang turun menghiasi dan
asasi manusia di masa kolonial. Meninjau hal membentuk identitas sastra Australia.6
ini, sepertinya perjuangan hak asasi kaum
pribumi mulai menemui titik cerah, suara Sastra Indigenous Australia di Era Kapitalisme
mereka mulai didengarkan dan posisi mereka Lanjut
mulai diperhitungkan sebagai bagian dari warga Salah satu tema dan genre yang banyak
Australia. ditulis oleh pribumi adalah karya yang memuat
Sandra Phillip (dalam Heiss, 2003) tentang trauma narratives (2007:85), yaitu terfokus
menyatakan bahwa maraknya karya Indigenous hanya pada kejadian yang traumatis seperti
Australia merupakan tanda bagi kelompok kehilangan keluarga dan budaya, penahanan,
yang membutuhkan definisi. Sebagaimana yang dan kekerasan emosi dan seksual. McDonnel
diketahui bahwa kaum Indigenous telah banyak (2005: 73) menyatakan bahwa selama ini
mengalami opresi dan ketidakadilan di masa life writing dipilih sebagai tulisan yang dapat
kolonial dan hingga saat ini. Lihat saja karya mengakomodasi tujuan tersebut karena dapat
karya seperti My Place dan Sister’s Heart oleh merefleksikan pertanyaan tentang identitas
Sally Morgan, Rabbit Proof Fence oleh Doris personal, komunitas, sekaligus nasional.
Pilkington, Carpentaria oleh Alexis Wright, Meskipun terdapat sedikit homogenitas dalam
Home dan Legacy oleh Larissa Behrendt, If karya-karya mereka, namun publikasi tersebut
Everyone Cared oleh Margaret Tucker, It’s No merupakan bentuk resistensi terhadap wacana
Secret: The Story of a Stolen Child oleh Donna yang telah lama dibangun sejak jaman kolonial.
Meehan, Swallow the Air oleh Tara June Winch, Hal ini menempatkan wacana tentang sejarah
The Lost Girl oleh Ambelin Kwaymullina, dan identitas Indigenous menjadi arena kontestasi
Mazin Grace oleh Dylan Coleman, Her Sister’s utama antara kaum pribumi dan pendatang.
Eye oleh Vivienne Cleven, dan banyak karya Grossman (2006) menyebut kondisi ini sebagai
lain yang mengusung tema tentang penderitaan ‘entangled subjectivity’ karena identitas dan
akibat politik asimilasi yang dijalankan di masa tradisi mengenai nilai-nilai Indigenous menjadi
kolonial. medan terbuka antar subjektifitas berbagai
Heiss (2003: 35-36) menyatakan bahwa macam kelompok yang dapat saling mewarnai,
karya-karya tersebut adalah titik bangkit memodifikasi, saling berdialog, antara budaya
bagi kaum Indigenous. Mereka mulai menulis, masa pra-kolonial dengan budaya—dominan
memberdayakan serta melawan kembali tapi tidak total—kolonial.
wacana kaum kulit putih dengan menggunakan Munculnya karya-karya Indigenous
bahasa Inggris, bahasa yang dulu digunakan Australia adalah sebuah bentuk resistensi.
untuk menjajah mereka. Melalui karya-karya 6
Setidaknya hingga saat ini terdapat sekitar 1.253 karya sastra Australia
tersebut, para pengarang Indigenous berusaha yang tercatat dalam Goodreads. Karya tersebut masih merupakan
menciptakan wacana tandingan serta membuka karya terpopuler di Australia yang ditulis oleh baik native ataupun
settler. Sedangkan karya Indigenous Australia tercatat hanya sekitar 150
tabir kelam sejarah kelam Australia. Munculnya karya sastra, sekitar 10 persen. https://www.goodreads.com/shelf/show/
karya-karya tersebut dimaksudkan untuk australian-literature. Bandingkan dengan data yang terdapat pada situs
ANZlitlovers di https://anzlitlovers.com/anzll-indigenous-literature-
menjadikan karya kaum Indigenous sebagai reading-list/

88
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

Namun, melihat kondisi posmodern dan di pasar. Maraknya publikasi karya tersebut
logika kapitalisme lanjut sekarang ini, apakah menciptakan sebuah genre yang dilabeli sebagai
benar karya tersebut sepenuhnya adalah Indigenous Literature yang mencakup life-writing,
bentuk resistensi kaum Indigenous Australia? fiksi, non-fiksi. Semenjak My Place karya Sally
mencurigai fenomena tersebut bukannya tidak Morgan diterbitkan pada tahun 1987, berbagai
beralasan. Memang benar, di masa sebelum macam karya dengan tema serupa mulai marak
kaum Indigenous Australia menapak era revolusi muncul. Dari beberapa pemenang sayembara
teknologi, kaum kulit putih secara dominan David Unaipon Award for Unpublished Indigenous
memonopoli segala ideologi, sejarah, dan Writing misalnya, karya-karya tersebut sangat
wacana tentang Australia dan keberadaan kaum khas dengan nilai lokal suku pribumi. Hal ini
Indigenous Australia. Namun seiring dengan mengindikasikan upaya untuk menjadikan
globalisasi teknologi dan akses terhadap lokalitas sebagai santapan masyarakat global
teknologi—temasuk penerbitan—titik bangkit yang bisa diartikan sebagai manuver kapitalisme
sastra Indigenous Australia memang sepertinya dalam memfasilitasi produk-produk budaya.
tidak dapat dielakkan. Dalam misi tersebut diperlukan institusi-
Era global teknologi memberikan institusi yang memberikan ruang, kesempatan,
akses pada setiap orang mengenai dokumen, dan bahkan pendanaan bagi para penulis untuk
informasi, dan wacana global tentang segala mempublikasikan karyanya.
macam hal, termasuk yang mengungkapkan Beberapa dekade awal abad 21 lembaga-
tentang sejarah kelam Australia seperti laporan lembaga publikasi karya pribumi mulai
antropoligis WEH Stanner yang diterbitkan dibangun seperti Queensland Literary Award,
pada tahun 1970 yang berhasil memecahkan New South Wales Literary Awards, David Unaipon
kebisuan Australia mengenai relasi antara Award dan beberapa penghargaan lain yang
pribumi dan pendatang, Human Rights and Equal menerbitkan dan memberikan penghargaan
Opportunity Commission Act yang dikeluarkan kepada penulis Indigenous. Bahkan, sekarang
pada tahun 1986, Stolen Generation Report pada ini University of Queensland mengadakan
tahun 1996, Bringing Them Home Report yang sayembara dan pendanaan untuk naskah
diterbitkan secara resmi oleh pemerintah pada penulis muda pribumi yang belum ditebitkan
tahun 1997, serta permintaan maaf secara melalui David Unaipon Award for Unpublished
resmi oleh perdana menteri Kevin Rudd pada Indigenous Writing. Berbagai macam institusi
tahun 2008 atas tragedi pengambilan paksa dan penghargaan tersebut merupakan upaya
anak-anak pribumi, serta peringatan National legitimasi lembaga yang dibangun secara
Sorry Day sebagai wujud permintaan maaf independen oleh pribumi. Melalui lembaga
atas tragedi tersebut. Terbukanya informasi tersebut ratusan nama-nama penulis dan judul-
tersebut kepada publik serta beberapa aksi judul karya baru telah dilahirkan dan beredar
yang mendukung perubahan kebijakan, maka bebas di pasar. Selain itu, institusi yang dikelola
revolusi politik tak dapat dihindari. Hal-hal oleh kaum pribumi sendiri juga merupakan
yang dahulu ditutupi oleh doktrin kaum kulit upaya kontrol akan wacana mengenai tradisi
putih mau tidak mau sekarang bebas disantap pribumi agar tidak menyimpang.
oleh seluruh warga Australia dan memaksa Sebagaimana diketahui bahwa beberapa
mereka untuk menyadari sejarah antara kaum karya yang dihasilkan oleh penulis non-Indigenous
pribumi dan kaum pendatang. cenderung kurang tepat merepresentasikan
Ketika globalisasi atau pemerataan budaya dan identitas Indigenous.
teknologi telah sampai kepada pribumi, mereka Upaya mempertahankan budaya, tradisi,
mulai mendapatkan akses terhadap publikasi serta identitas Indigenous Australia tentunya
sehingga belakangan ini ratusan karya muncul bukan tanpa masalah karena—mengingat
baik dari penulis senior maupun penulis-penulis intervensi kolonial—sejarah dan warisan budaya
muda. Tidak sedikit penulis muda pribumi Indigenous menghadapi berbagai persoalan yang
yang debut novelnya sudah dicetak dan dijual rumit. Pertama, adalah jarak (pengetahuan

89
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

sejarah) antara generasi Indigenous dahulu dan halnya yang dialami oleh kaum Aborigin
sekarang. Jarak sejarah tersebut merupakan sehingga apa yang dituliskannya merupakan
dampak dari proyek asimliasi serta penghapusan pengalaman otentik sebagai bagian dari sebuah
identitas Indigenous yang telah menghapus jejak- komunitas.
jejak warisan sejarah dan budaya Indigenous. Tentu saja masalah kedua ini juga
Kaum pribumi yang hidup pada masa sekarang merupakan imbas dari persoalan pertama,
tidak hanya kehilangan keluarga, tetapi mereka lubang sejarah yang besar antara generasi masa
juga kehilangan warisan budaya, sejarah, dan lalu dan kini, yang sekaligus berujung pertanyaan
nilai tradisi7. Karena itulah karya-karya pribumi tentang Aborigin yang otentik. Beberapa kritikus
cenderung mengangkat hal ini sebagai upaya Indigenous banyak berpendapat bahwa sekarang
untuk menciptakan memori kolektif sebuah ini sudah hampir tidak mungkin lagi mencari
komunitas. yang otentik, karena campur tangan kulit putih
Kedua, perdebatan mengenai Indigeneity yang telah mengobrak-abrik identitas Indigenous
atau identitas Indigenous yang hingga kini Australia. Belum lagi upaya pencucian identitas
masih menjadi perdebatan. Heiss (2003) dan pelanggaran HAM yang berpartisipasi
dalam bukunya berjudul “Dhuuluu-Yala To talk dalam penghapusan identitas tersebut. Lebih
Straight” mengungkapkan berbagai pendapat lanjut, Michelle Grossman, Anita Heiss, Mike
dari para senior dan penulis tentang menjadi Dodson, Ruby Lagford Ginibi berpendapat
seorang Indigenous. Robert Ertington dari bahwa pemisahan antara yang otentik dan
Dumbartung Aboriginal Coorporation menyatakan non-otentik berarti mengakui stereotip ciptaan
bahwa kecuali yang berdarah Aborigin tidak kaum kulit putih mengenai kaum Aborigin
bisa mengklaim dirinya sebagai Aborigin. otentik yang kuno, hidup di gurun, tidak
Menanggapi terkuaknya kasus Murdoroo— modern dan tidak berkembang yang sekaligus
seorang penulis legendaris Indigenous Australia mengkonfirmasi bahwa modernitas hanyalah
yang ternyata berdarah Afrika-Amerika—ia milik kaum kulit putih9.
menegaskan bahwa kebohongan tersebut Hal ini membawa mereka pada masalah
sangat ofensif dan bahkan seringkali dijadikan ketiga, pengetahuan tentang Indigeneity yang
bahan komersialisasi untuk melancarkan karir juga berhubungan dengan siapa yang paling
di dunia kepenulisan8. Sehingga kemudian berhak dan benar dalam menuliskan karya
Australia Council of Arts menyatakan ciri tentang Indigenous termasuk legenda, budaya,
identitas Indigenous melalui tiga hal yaitu tradisi, dan kepercayaan mereka. Dengan
keturunan, identifikasi, dan persetujuan (descent, adanya masalah ini, sepertinya perdebatan
identification, acceptance). Namun mengingat kasus tentang otentisitas memberikan masalah yang
Murdoroo dan beberapa penulis yang mengaku lebih lanjut. Berkaitan dengan hal ini, Australian
sebagai Indigenous, definisi mengenai Indigeneity Society of Authors mempublikasikan More than
kembali dipertanyakan. Banyak pihak yang Words – Writing, Indigenous Culture & Copyright
mengutuk Collin Johnson karena kebohongan in Australia pada tahun 2009 berisi peraturan
identitasnya. Namun beberapa kritikus justru mengenai publikasi segala macam karya yang
menyatakan bahwa meskipun secara biologis berhubungan dengan nilai budaya dan tradisi
Collin Johnson bukanlah Aborigin, namun ia Aborigin untuk melindungi dan mengontrol
telah mengalami hidup dan penderitaan seperti hak intelektual, hak penciptaan, dan hak
publikasi material yang seharusnya menjadi
7
Istilah The Stolen Genration merujuk pada orang-orang Aborigin dan warisan kaum Indigenous Australia. Dalam
Torres Strait yang diambil secara paksa dari keluarganya semenjak kecil
berdasarkan kebijakan pemerintah Australia pada tahun 1800 hingga peraturan tersebut dijelaskan secara detail
1970. mengenai penciptaan, penulisan, publikasi,
8
unless you’ve got Aboriginal blood, you can’t claim to be aboriginal. I as
an Aboriginal person with English blood as well can’t declare myself to be
9
Japanese. Spiritually it’s offensive. It generates a form of commercialism. Lihat Dhuuluu-Yala: To talk Straight, Heiss (2003), The end in the
He describes Johnson position as deceptive and ‘an example of on-going Beginning: re(defining) Aboriginality, Dodson (2003), Representing
and continued spiritual colonisation of our people…a continuation of Indigeneity: Aborigines and Australian Children's Literature Then and
genocide’, dalam Dhuuluu-Yala To talk Straight, Heiss (2003) Now, Bradford.

90
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

kolaborasi, dan bahkan pembagian keuntungan tidak lagi menjadi tujuan dalam dirinya, tetapi
dari penggunaan material yang berkenaan pengetahuan hanya ada dan diciptakan untuk
dengan warisan budaya Aborigin. Publikasi dijual. Hal ini juga terjadi pada tradisi dan
segala material tersebut harus mendapatkan budaya pribumi. Bumerang yang merupakan
supervisi dari para ahli Indigenous. senjata khas tradisi Aborigin, kini telah menjadi
Jika kaum Indigenous tidak ingin global dan tidak bisa dimiliki secara eksklusif
diidentikkan dengan kaum primitif dan bahwa baik secara properti maupun secara penemuan,
mereka juga mampu menjadi modern, tentu tidak ada hak paten bagi kaum Aborigin,
saja hal tersebut berarti bahwa mereka juga yang sakral telah menjadi objek layak jual10.
menyetujui tentang kesetaraan hak asasi manusia, Sekarang kita bisa menemukan banyak sekali
persamaan ras, dan ketercairan identitas, miniatur bumerang dijual dimana-mana sebagai
terutama di era globalisasi. Persetujuan itu tentu suvenir. Tidak hanya itu, era kapitalisme lanjut
saja dimulai dengan integrasi kaum Indigenous dengan berbagai kecanggihan teknologi dan
ke dalam konstitusi nasional. Seperti yang produksi telah meyemarakkan miniaturisasi dan
dapat dilihat dari pengibaran bendera Australia komersialisasi tradisi Aborigin di berbagai hal.
yang selalu diiringi oleh bendera Aborigin dan Dengan didukung oleh teknologi
Torrest Strait. Integrasi tersebut mengisyaratkan reproduksi yang canggih, produksi dan
persetujuan bahwa yang menjadi milik pribumi reproduksi karya tersebut menjadi sangat mudah
kini menjadi milik nasion bersama—yang dalam dan praktis. Kini semua orang bisa memiliki
konteks globalisasi berarti juga menjadi milik (miniatur) bumerang yang tidak otentik. Tentu
semua orang. Sehingga dalam beberapa kasus, saja hal ini bukan merupakan masalah karena
material tradisi pribumi dapat digunakan untuk di era sekerang, orisinalitas kemudian tidak
kepentingan nasional. Lihat saja ikon pariwisata menjadi penting. Di era posmodern realitas
Australia yang seringkali memakai kangguru, ditransformasikan menjadi citra sehingga
bumerang, dan karya seni Aborigin. Integrasi— bumerang sebagai benda bernilai seni tinggi,
atau dalam hal ini bisa disebut rekonsiliasi— kini dapat dengan mudah diproduksi, dijual,
bisa saja menjadi pintu masuk komodifikasi atas dan dimiliki oleh siapapun. Kecanggihan
properti-properti khas Aborigin. Sehingga apa teknologi di era kapitalisme lanjut memang
yang diungkapkan Short (2003) mungkin saja menghilangkan batasan antara yang seni tinggi
benar bahwa rekonsiliasi adalah fase terakhir dan rendah, yang sakral dan yang profan, karya
dari kolonialisme, yang dalam hal ini menjelma seni asli dan miniaturnya. Munculnya reaksi
menjadi eksploitasi melalui komodifikasi di era pasar dan masyarakat seperti itu menjadikan
kapitalisme lanjut. posisi pembuat atau seniman bumerang yang
Seperti halnya yang terjadi dengan asli menjadi tidak penting seolah ia tidak
negara-negara dengan postcolonial settler memiliki pengetahuan yang istimewa. Benda
society—yaitu negara yang secara dominan seni tersebut (bumerang) kini bisa diciptakan
pemerintahannya dipegang oleh kaum pendatang di era teknologi reproduksi yang maha canggih.
atau bekas penjajah—seperti Amerika, Kanada, Yang dulu merupakan pengetahuan eksklusif
Selandia Baru, Afrika dan Afrika Selatan, tentang tradisi pribumi sekarang bisa diketahui
mereka semua mengalami dampak kapitalisme banyak orang melalui buku, artikel, dan sumber
global terhadap budayanya. Ikonisasi warisan informasi lain tanpa tahu mana yang lebih
budaya native kini berubah menjadi komoditas benar, mana atau mana yang lebih akurat.
yang bernilai sehingga benar saja jika globalisasi Globalisasi telah merambah ranah-
membuka segala kemungkinan akses. Yang ranah pedalaman Aborigin sehingga yang
lokal telah menjadi global karena dirambah dulu disakralkan kini telah menjadi profan,
oleh kebutuhan pasar yang mengincar keunikan
nilai-nilai lokal. Lyotard dalam Sarup (2008, 10
Larissa Behrendt melalui Brantlinger (2011) menyatakan tentang
207) menyebut kondisi ini sebagai salah satu penggunaan boomerang sebagai ikon Olympic yang dianggapnya
sebagai ‘penjarahan’ budaya Aborigin sebagai komoditas yang dimiliki
ciri kondisi posmodern dimana pengetahuan oleh siapapun.

91
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

telah menjadi milik dan konsumsi bersama. bagi pasar pembaca global khususnya traveler,
Pengetahuan dan tradisi yang diwariskan backpacker, dan bahkan menjadi rekomendasi
kepada keturunan Aborigin kini dapat diakses pada website Indigenous Community Volunteers
semua orang. Produk-produk tersebut juga Program. Clarke (2009) kemudian menyebut
muncul dalam bentuk karya sastra. Semangat Bruce Chatwin sebagai star traveler, yaitu
era kapitalisme lanjut mendorong untuk selebriti penjelajah yang juga sebagai penulis.
pencarian dan bahkan eksploitasi pengetahuan. Kharisma seorang selebriti tentunya mampu
Eksotisisme nilai tradisi Aborigin pun tidak membantu melambungkan buku tersebut
luput dari sasaran. Hingga kini terlah muncul hingga ke pasar dunia. Ia menambahkan
ratusan karya sastra, baik yang ditulis oleh kaum bahwa strategi pencitraan Chatwin tidak hanya
Aborigin sendiri, oleh warga Australia, dan didukung oleh teks, namun juga berbagai
bahkan tema tersebut menjadi sasaran empuk macam strategi lain termasuk pengobralan nilai
bagi penulis kelas dunia seperti Bill Bryson dan Aborigin sabagai sebuah kultur yang sangat
Bruce Chatwin. eksotis. Terlebih lagi, ketika kini tradisi traveling
Ke-eksotisan Australia yang secara telah menjadi tren dan benyak penjelajah ingin
geografis terletak di derah Asia, namun secara mengunjungi area paling intim di pedalaman
kultur cenderung seperti Eropa, juga tradisi Australia sehingga menjadikan Aborigin sebagai
Aborigin yang khas dan eksotik rupanya sudah komoditas simbolik dalam pasar budaya global.
disusupi misi-misi komodifikasi, termasuk Fenomena ini tentunya sangat cocok
dalam ranah produksi sastra. Hingga saat ini dengan gambaran kondisi logika kapitalisme
terdapat sekitar 34199 karya tentang Australia lanjut yang diungkapkan Fredric Jameson
yang ditulis oleh orang dari seluruh dunia11. bahwa era posmodern membawa semangat
Karena itulah muncul perdebatan sengit dari konsumsi dan konsumerisme tingkat tinggi
kalangan kritikus dan penulis Indigenous terhadap serta kedangkalan (the depthlessness). Ia juga
non-Indigenous yang menuntut penulis non- menambahkan bahwa masyarakat posmodern
Indigenous untuk menghentikan segala aktifitas cenderung mengkonsumsi citra media,
penulisan (wacana) yang berhubungan dengan sebagaimana yang dilakukan Chatwin sehingga
Indigneous Australia karena mereka dianggap karyanya kemudian menjadi acuan. Semangat
tidak berhak dan sekaligus kurang memahami posmodern tidak menuntut sesuatu yang dalam
tradisi Indigenous12. Mereka beralasan bahwa dan serius sehingga karya sastra tersebut bisa
beberapa karya sastra, dalam hal ini sastra anak, melambung tinggi dengan beberapa strategi
yang ditulis oleh non-Indigenous cenderung pencitraan yang diungkapkan oleh Clarke,
menggampangkan dan menyelewengkan cerita bahkan buku tersebut menjadi rekomendasi di
legenda sehingga banyak sekali kesalahan berbagai lembaga dan institusi Indigenous—yang
pemahaman. secara tersirat mengimplikasikan celah dalam
Penulis seperti Bruce Chatwin banyak instirusi tersebut atau bahwa persoalan seperti
dikritik karena karyanya The Songlines yang ini dianggap tidak begitu penting.
disebut Clarke (2009) sebagai spekulasi Membicarakan karya Bruce Chatwin
imajinatif karena hanya ditulis berdasarkan sebagai sebuah karya sastra perjalanan, saya
spekulasi-spekulasi yang tidak nyata dan ingin membandingkan karya tersebut dengan
memiliki banyak kelemahan13. Parahnya, karya Swallow the Air (2006) karya penulis muda
tersebut justru kemudian menjadi populer, Indigenous Australia, Tara June Winch. Ia
melambung, dan bahkan menjadi rekomendasi menuliskan mobilitas perjalanannya untuk
11
merangkum memori kolektif antar komunitas
Data ini diperoleh dari hasil pencarian novel tentang Australia pada
situs Goodreads. https://www.goodreads.com/search?q=australia melalui perjalanannya mengelilingi Australia.
12
Perdebatan beberapa kritikus mengenai hal ini dapat dilihat dalam Dibandingkan dengan The Songlines, boleh
Dhuuluu-Yala To talk Straight, Heiss (2013). dikatakan bahwa Swallow the Air lebih berhati-
13
Lihat Star traveller: celebrity, Aboriginality and Bruce Chatwin's The
Songlines (1987), Clarke (2006) dan Notes on the postmodernity of
hati dan tidak ceroboh (atau lebih permukaan)
fake(?) Aboriginal literature, Brantlinger (2011, 363) dalam membahas Aboriginalitas. Swallow the

92
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

Air benar-benar merepresentasikan kondisi hidup di era posmodern sehingga menjadikan


generasi kesekian dari The Stolen Generation mereka penulis posmodern, namun juga
yang telah mengalami krisis identitas serta karena kondisi posmodern ini menyeret kita
keterputusan tradisi dan sejarah. Ia lebih dalam kebingungan sejarah yang kemudian
cenderung memunculkan subjek yang tidak menyebabkan karya-karya tersebut—
mengukuhkan diri, namun lebih terbuka dengan Brantlinger menyebutnya sebagai fake(?)
segala kemungkinan, ketercairan identitas—baik Aboriginal writing—secara posmodern adalah asli,
Aborigin maupun settler, dan visi kosmopolitan namun tidak otentik Aborigin. Ia menambahkan
dalam dunia global. Hal ini merupakan bentuk bahwa era posmodern menciptakan kondisi
resistensi dengan mempertahankan memori kebingungan, kepalsuan, dan keterbalikan
kolektif dan nilai-nilai Aborigin dalam jaringan sehingga mana yang lebih benar dan atau
antar komunitas yang lebih luas (inter-sites of yang otentik tidak bisa ditentukan lagi. Dalam
resistance). Meskipun demikian, menuju identitas kasus ini, kaum Aborigin telah mengalami
global tetap memiliki berbagai macam resiko tragedi pencucian identitas yang menyebabkan
karena dengan demikian berarti membuka diri hilangnya kontinuitas kesejarahan, sedangkan
dan segala kesakralan pengetahuan Aborigin kaum kulit putih bukanlah orang yang diwarisi
terhadap dunia dengan kecanggihan teknologi pengetahuan mengenai nilai dan tradisi
dan kapitalisme. Aborigin secara turun temurun. Aborigin
Globalisasi dan berkembangknya adalah liyan bagi kaum kulit putih, sedangkan
kapitalisme lanjut menelan dan menyusupi kaum Aborigin masa kini—atau The Stolen
segala macam aspek, termasuk tradisi lisan Generation—karena jarak ‘sejarah’, biologis, dan
Aborigin Dream Time pun sekarang telah kultural , menyebabkan dirinya menjadi liyan
banyak diklaim dan ditulis baik oleh penulis terhadap nilai-nilai otentik Aborigin di masa
Aborigin maupun non-Aborigin baik dalam lalu. Persoalan tersebut kemudian tersebut
bentuk fiksi, nonfiksi, dan bahkan sastra anak. menempatkan keduanya dalam posisi yang
Brantlinger (2011) menambahkan bahwa sama-sama berjarak dengan tradisi dan nilai
eksotisisme yang digambarkan sebagai klaim Aborigin yang otentik.
nostalgis dari nilai-nilai Aborigin, baik oleh Persoalan diatas dapat dihubungkan
kaum Indigenous dan non-Indigenous cenderung dengan kontroversi mengenai penulis degnan
didasari oleh komodifikasi. Sedangkan progres identitas Aborigin yang dipertanyakan seperti
modernitas merupakan jalan bergerak maju Collin Johnson (Murdrooroo), Archie Weller,
berdasarkan standart pengetahuan Barat. Roberta Sykes, Sally Morgan beberapa kali
Hal ini menyebabkan Aborigin Dream Time dipertanyakan baik dari identitas secara
menjadi sesuatu yang sureal, tidak cocok biologis, pengalaman otentik sebagai Aborigin,
dengan perkembangan modernitas ala Barat. maupun kesadaran sebagai Aborigin. Hal
Menurut Brantlinger, bahkan Aborigin Dream tersebut menunjukkan bahwa permasalahan
Time menjadi sebuah komoditas global seperti tersebut berasal dari identitas yang selalu
halnya kasus bumerang. Ironisnya, sangat diperdebatkan dari berbagai macam hal
sulit memperdebatkan hal ini karena baik yang menjauhkan dari identitas yang otentik.
penulis Aborigin dan non-Aborigin sama-sama Namun pencarian terhadap yang otentik adalah
mempunyai jarak dengan pengetahuan Aborigin merupakan jebakan dan sebuah pengakuan
yang orisinal—yang ada pada masa lalu . Dalam bahwa terdapat hirarki antara manusia modern
kondisi seperti ini, ia menyimpulkan bahwa dan tradisional. Kecenderungan karya-karya
Dream Time milik kaum Aborigin duluya adalah penulis muda Aborigin seperti Heat and Light
otentik sedangkan Dream time sekarang ini, di (2014) oleh Ellen van Nerveen dan Swallow The
era posmodern ini, adalah yang non-otentik. Air (2006) oleh Tara June Winch menunjukkan
Gagasan tersebut bukan hanya bahwa kaum muda Aborigin sekarang tidak
disebabkan bahwa para penulis tersebut—baik terjebak pada pencarian otentisitas Aborigin.
Aborigin maupun non-Aborigin—sekarang Alih-alih mencari yang otentik, karya-karya

93
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

mereka lebih menceritakan sebuah penemuan saja telah menunggangi misi-misi resistensi yang
diri yang kosmopolitan di masa kini, meskipun dilakukan, meskipun dilain sisi juga berfungsi
dengan tetap menggenggam erat kepercayaan sebagai media resistensi dan pengungkapan
dan nilai-nilai tradisional. Karya-karya mereka sejarah. Bagaimana tidak, segala macam
menyatakan sebuah identitas yang tidak kaku, kecanggihan teknologi, informasi, dan publikasi
namun identitas yang cair, sebagai masyarakat telah memberikan posibilitas serta memfasilitasi
global. Semangat jaman seperti ini boleh saja resistensi tersebut. Tanpa ada publikasi, atau
merupakan dampak dari globalisasi yang bisa dikatakan gelobalisasi informasi, sepertinya
memfasilitasi shared understanding antar resistensi tidak akan lahir, resistensi sepertinya
berbagai komunitas, suku, dan ras. berhutang pada kapitalisme yang begitu
Menimbang persoalan mengenai canggih itu. Atau bahkan resistensi tanpa sadar
visi kosmopolitan, pemahaman bersama, telah sedikit demi sedikit membayar hutang
identitas global, dan (mungkin) rekonsiliasi, pada kapitalisme dengan membiarkannya
Short (2003) menyatakan bahwa rekonsiliasi menunggangi medium-medium, termasuk
adalah fase terakhir dari proyek kolonialisme. sastra, yang digunakan untuk melancarkan misi
Ia menyatakan bahwa rekonsiliasi sebagai yang disebut resistensi.
usaha perdamaian telah dikembangkan sejak Produksi-produksi karya sastra bisa
beberapa dekade lalu di berbagai negara sebagai dianggap sebagai salah satu upaya untuk
usaha untuk memberikan usaha diplomasi mengkongkretkan pengarsipan memori
alternatif yang membentuk legitimasi negara, kolektif mengenai budaya Indigenous. Namun
permohonan maaf, dan menciptakan stabilitas sepertinya dengna kondisi jaman seperti
sosial . Dalam hal ini, bisa jadi rekonsiliasi sekarang ini, bisa saja misi-misi resistensi
tersebut sebenarnya adalah rekonsiliasi yang telah mengalami transformasi seiring dengan
difasilitasi oleh misi kapital yang terselubung. logika kapitalisme lanjut yang menjamur dalam
Dengan rekonsiliasi tersebut, seolah identitas masyarakat. Mungkin kita perlu meninjau
Aborigin bisa diintegrasikan kedalam identitas ulang mengenai semangat resistensi yang
nasion Australia dan kemudian apa yang telah dibangun sejak jaman kolonial oleh para
menjadi warisan khas Aborigin juga menjadi pendahulu kaum Indigenous Australia dengan
milik nasional. Upaya-upaya seperti ini resistensi yang muncul di era posmodern ini.
bukannya tidak mungkin memandang kondisi Mempertimbangkan pendapat para kritikus
dan semangat zaman di era kapitalisme lanjut. seperti Dodson (2003), McDonnel (2005),
Apa yang terjadi dengan bumerang sebagai Heiss (2003), dan banyak kritikus pribumi lain
ikon yang kemudian diperjualbelikan, juga yang menyatakan bahwa authentic Aborigin hanya
lukisan tradisional, asesoris-asesoris, serta karya ada di masa lalu, serta menimbang konsep
sastra yang perdebatan tentang otentik atau Aborigin posmodern yang diungkapkan
tidak, jujur atau tidak, dan tentang siapa yang Brantlinger (2011) sebagai aborigin yang
berhak menulisnya merupakan bukti intervensi kurang otentik (inauthentic), sepertinya kita
kecanggihan kapitalisme di era sekarang ini. dapat mempertanyakan kembali apakah di era
Jika boleh mencurigai berbagai pihak, posmodern ini segalanya yang otentik sudah
tentu saja saya boleh mencurigai apa yang tidak ada (relevan), termasuk juga resistensi
terjadi dengan pasar (sastra) Indigenous dalam (yang otentik)? Apakah kemudian resistensi—
dunia global. McDonnel (2007: 85) dan Hill termasuk dalam karya sastra Indigenous—juga
(2012) menyatakan bahwa gaya tulisan dan tema telah berubah seiring dengan logika kapitalisme
yang cenderung muncul di karya-karya pribumi lanjut yang berkembang dalam masyarakat?
seolah menjadi template yang terus direproduksi. Pertanyaan tersebut tentunya bukan
Titik bangkit sastra Indigenous Australia tentu tidak beralasan karena di era ini kapitalisme
saja merupakan hal yang sangat penting bagi sangat mampu menyusupi segala macam
sebuah kebangkitan wacana tandingan. Namun produk budaya, termasuk juga sastra Indigenous.
kapitalisme, dengan kecanggihannya, mungkin Karya sastra sebagai representasi pun jangan-

94
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

jangan telah disulap menjadi sekedar media posmodern dengan logika kapitalisme lanjutnya
yang menggembor-gemborkan soal resistensi, dan tuntutan globalisasi yang mengepung posisi
sedangkan kapitalisme telah menyusup dan mereka dari segala penjuru arah. Belum lagi
membelokkan resistensi yang sebenarnya. persoalan tentang lobang sejarah serta upaya-
Jangan-jangan budaya Indigenous hanya upaya untuk meluruskan stereotip yang selama
menjadi objek atas perang wacana antara ini telah dibentuk oleh wacana para orientalis.
kaum pribumi, kaum pendatang, serta seluruh Berbagai bentuk resistensi yang mereka rintis
masyarakat global. Jika benar bahwa resistensi sejak zaman kolonial mungkin kini telah
(posmodern) telah menjelma sedemikian rupa, membuahkan hasil dengan adanya perubahan
maka kapitalisme lanjut benar-benar sedang kebijakan politis, pelurusan Hak Asasi Manusia,
mengancam perkembangan sastra Indigenous permintaan maaf, upaya rekonsiliasi, kebebasan
Australia. Sastra Indigenaous sebagai resistance akses, serta kebebasan bersuara baik lewat
literature hanya akan menjadi produk yang berbagai media ataupun karya sastra.
mengisi kebutuhan pasar. Komodifikasi budaya Sebagai sebuah tantangan jaman,
semacam ini akhirnya akan melahirkan atau tentunya kaum Indigenous harus merespon segala
bahkan melanggengkan penguasa-penguasa perubahan, termasuk dalam karya sastra. Di era
(baru) dan sekaligus memperlebar jarak antara posmodern ini paling tidak karya sastra Indigenous
pemilik modal budaya, intelektual, dan material harus berurusan dengan logika kapitalisme
dengan rakyat pribumi biasa. lanjut yang menyeret segala yang mereka
punya menjadi sebuah komoditas, menjadikan
Penutup/Kesimpulan yang sakral menjadi profan, dan bahkan arus
Perjalanan sastra Indigenous Australia globalisasi akan menyeret mereka kedalam
telah mengalami perjalanan panjang sejak awal persaingan (wacana) yang lebih liar. Mereka
kolonialisasi tiba di benua Australia. Memang harus menyerahkan diri pada arus tersebut,
jika merujuk pada bahasa native, seharusnya namun juga harus tetap mempertahankan
pembahasan diatas melibatkan tradisi lisan, serta menjadi pelopor bagi karya-karya khas
namun karena keterbatasan tempat dan Indigenous sehingga walaupun mengusung visi
waktu memaksa saya untuk menyajikan sastra kosmopolitan, pada akhirnya globalisasi seakan
Indigenous yang menggunakan bahasa Inggris. bertujuan menciptakan homogenitas dengan
Hal tersebut bukan berarti adalah keberpihakan segala akses dan upaya menjadikan dunia yang
terhadap Inggris sebagai bahasa yang literate, saling terbuka dan tembus pandang. Jika tidak,
namun karena pembatasan pembahasan mungkin segala ke-khas an Indigenous Australia
melingkupi bahasa Inggris sebagai bahasa nantinya hanya akan menjadi objek komoditas
poskolonial (atau bisa disebut juga sebagai yang ditunggangi oleh kapitalisme dan benar-
bahasa pemersatu: lingua franca) yang tersebar benar menjadi objek laku jual.
di berbagai negara (bekas) jajahan seperti di
Kanada, India, Selandia Baru, dan yang menjadi Daftar Pustaka
topik utama dalam tulisan ini, Australia. Brantlinger, Patrick. 2011. Notes on the
Setelah perjalanan panjangnya akhirnya Posmodernity of fake(?) Aboriginal
sastra Indigenous berhasil menapaki puncaknya Literature. Postcolonial Studies, 14: 4,
dengan publikasi yang luar biasa. Namun 355-371.
mengingat bahwa perjalanan di puncak ini Clarke, Robert. 2009. Star Traveler: Celebrity,
masih berumur beberapa dekade, tentu saja Aboriginality, and Bruce Chatwin’s The
permasalahan-permasalahan yang muncul Songlines (1987). Postcolonial Studies,
merupakan jalan terjal yang harus dihadapi 12: 2, 229-246.
para kritikus dan penulis Indigenous Australia. Dodson, Michael. 2003. ‘The end in the Beginning:
Terlebih lagi mengingat bahwa dalam beberapa re(de)finding Aboriginality’. Blackliness:
dekade puncak ini resistensi yang mereka usung Contemporary Critical Writing by
kini sudah harus menghadapi masyarakat Indegenous Australia. Michelle

95
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016

Grossman (Ed.). Melbourne: Sarup, Madan. 2011. Panduan Pengantar untuk


Melbourne University Press. Memahami Postruktiralisme dan
Furqan, Arif. 2016. Swallow the Air sebagai Sastra Posmodernisme. Diterjemahkan oleh
Perjalanan Indigenous Australia. Tesis: Medhy Aginta Hidayat. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jalasutra
Haebich, Anna. 2005. The Battlefields of Aboriginal Short, Damien. 2003. Australian ‘Aboriginal’
History. Australia’s History Themes and Reconciliation: The Latest Phase
Debates. Martin Lyons and Penny in the Colonial Project. Citizenship
Russell [ed.]. Sydney: UNSW Press Studies, Vol. 7:3, 291-312. Web.
Heiss, Anita. 2003. Dhuuluu-Yala: To Talk November 3, 2015
Straight. Canberra: Aboriginal Studies Webby, Elizabeth [ed]. 2000. The Cambridge
Press. Companion to Australian Literature. New
Huggan, Graham. 2007. Australian Literature: York: Cambridge University Press
Postcolonialism, Racism, Transnationalism. Wheeler, Belinda. 2013. ‘Introduction: The
New York: Oxford University Press Emerging Canon’. A Companion to
Jameson, Fredric. 1984. Postmodern or, The Australian Aboriginal Literature. Belinda
Cultural Logic of Late Capitalism. New Wheeler (Ed). New York: Camden
Left Review, 146: 59-92. House 2013.
Mignolo, Walter D. 1998. Globalization,
Civilization Processes, and the Relocation Online Refferences
of Languages and Cultures. The Culture Grossman, Michele. 2006. When They
of Globalization. Jameson, Fredric dan Write What We Read:Unsettling
Miyoshi, Masao [ed.]. London: Duke Indigenous Australian life-writing.
University Press. Artikel internet diakses pada 19
McDonell, Margaret. 2005. Locating the Text: Januari, 2015 melalui http://www.
Genre and Indigenous Australian australianhumanitiesreview.org/
Women's Life Writing. Life Writing archive/Issue-September-2006/
vol. 2: 2, 71-90. grossman.html

96

Anda mungkin juga menyukai