CRYpTOGAMAE
Dosen Pengampuh :
Dr. Sukmarayu Gedoan, M.Si
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. .................................................................................................................................
B. .................................................................................................................................
C. .................................................................................................................................
D. .................................................................................................................................
E. .................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1)
2)
3)
4)
5)
C. Tujuan penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
D. Aturan penulisan
a. Aturan penulisan dalam tatanama binomial selalu menempatkan nama
("epitet" dari epithet) genusdiawaldannama("epitet") spesies mengikutinya.
b. Nama genus selalu diawali dengan huruf kapital (huruf besar, uppercase) dan
nama spesies selalu diawali dengan huruf biasa (huruf kecil,lowercase).
c. Penulisan nama ini tidak mengikuti tipografi yang menyertainya (artinya,
suatu teks yang semuanya menggunakan huruf kapital/balok, misalnya pada
judul suatu naskah,tidak menjadikan penulisan nama ilmiah menjadi huruf
kapital semua) kecuali untuk hal berikut:
1. Penulisan nama ilmiah yang dicetak harus ditulis dengan huruf miring
(huruf italik). Contoh: Aspergilus wentii,Rhizopussp.
2. Penulisan nama ilmiah yang ditulis dengan tangan harus diberi garis
bawah yang terpisah untuk nama genus dan nama spesies.Contoh
Penicillium notatum.
d. Nama lengkap (untuk hewan) atau singkatan (untuk tumbuhan) dari deskriptor
boleh diberikan dibelakang nama spesies,dan ditulis dengan huruf tegak (latin)
atau tanpa garis bawah (jika tulisan tangan). Jika suatu spesies digolongkan
dalam genus yang berbeda dari yang berlaku sekarang, nama deskriptor ditulis
dalam tanda kurung. Contoh: Glycine max Merr.,Passer domesticus
(Linnaeus,1978)— yang terakhir semula dimasukkan dalam genus
Fringilla,sehingga diberi tanda kurung (parentesis).
e. Pada penulisan teks yang menyertakan nama umum/trivial ,nama ilmiah
biasanya menyusul dan diletakkan dalam tanda kurung.
Contoh pada suatu judul: "PENGUJIAN DAYA TAHAN KEDELAI (Glycine
max Merr.) TERHADAP BEBERAPA TINGKAT SALINITAS".
(Penjelasan: Merr. adalah singkatan dari deskriptor (dalam contoh ini E.D.
Merrill) yang hasil karyanya diakui untuk menggambarkan Glycine max .
Nama Glycine max diberikan dalam judul karena ada spesies lain, Glycine
soja, yang juga disebut kedelai.).
f. Nama ilmiah ditulis lengkap apabila disebutkan pertama kali. Penyebutan
selanjutnya cukup dengan mengambil huruf awal nama genus dan diberi titik
lalu nama spesies secara lengkap. Contoh: Tumbuhan dengan bunga terbesar
dapat ditemukan di hutan-hutan Bengkulu,yang dikenal sebagai padma
raksasa( Rafflesiaarnoldii ). DiPulau Jawa ditemukan pula kerabatnya, yang
dikenal sebagai R. patma, dengan ukuran bunga yang lebih kecil. Sebutan E.
coli atau T. rex berasal dari konvensi ini.
g. Singkatan "sp." (zoologi) atau "spec." (botani) digunakan jika nama spesies
tidak dapat atau tidak perlu dijelaskan. Singkatan "spp." (zoologi dan botani)
merupakan bentuk jamak. Contoh: Canis sp., berarti satu jenis dari genus
Canis; Adiantum spp., berarti jenis- jenis Adiantum.
h. Sering dikacaukan dengan singkatan sebelumnya adalah "ssp." (zoologi) atau
"subsp." (botani) yang menunjukkan subspesies yang belum diidentifikasi.
Singkatan ini berarti "subspesies", dan bentuk jamaknya "sspp." atau "subspp.
i. Singkatan "cf." (dari confer) dipakai jika identifikasi Contoh: Corvuscf.
splendens berarti "sejenis burung mirip dengan gagak (Corvus splendens) tapi
belum dipastikan sama dengan spesies ini".
j. Penamaan fungi mengikuti penamaantumbuhan.
k. Tatanama binomial dikenal pula sebagai "Sistem Klasifikasi Binomial"
Penentuan nama baru dan tingkat-tingkat takson harus mengikuti aturan yang
ada dalam Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan (international Code of
Botanical Nomenclature)
1) Cara Menulis Nama Jenis
Ketentuan - ketentuan yang harus dipenuhi dalam menulis nama jenis
dengan sistem tata nama binomial adalah sebagai berikut :
Huruf pertama dari kata yang menyebutkan marga (genus) ditulis dengan
huruf besar, edangkan untuk kata penunjuk spesies ditulis dengan huruf
kecil semua . Contoh: Zea mays; Zea = genus mays = spesies
Bila nama jenis ditulis dengan tangan atau ketik, harus diberi garis bawah
pada kedua kata nama tersebut. Namun bila dicetak harus memakai huruf
miring (tanpa garis bawah). contoh: Zea mays bila dicetak; Zea mays bila
diketik.
Bila nama penunjuk jenis pada tumbuhan lebih dari dua kata , kedua kata
tersebut dirangkaikan dengan tanda penghubung. Contoh: Hibiscus rosa
sinensis menjadi Hibiscus rosa-sinensis.
2) Nama Marga (Genus)
Nama marga (genus) terdiri atas satu kata tunggal yang dapat diambil dari
kata apa saja. Huruf pertamanya ditulis dengan huruf besar. Contohnya :
Solanum (terung - terungan).
3) Nama Suku (Famili)
Nama Famili diambil dari nama genus organisme yang bersangkutan
ditambah akhiran acceae bila itu tumbuhan. Contohnya : famili Solanaceae
dari solanum + aceae (terung-terungan).
4) Nama Kelas
Adalah nama genus + nae, contoh : Equisetum + nae, menjadi kelas
Equisetinae.
5) Nama Ordo
Adalah nama genus + ales , contoh : Zingiber + ales, menjadi ordo
Zingiberales.
Palinologi
Palinologi adalah studi tentang serbuk sari dan spora. Serbuk sari menjadi sumber
taksonomi yang penting. Variasi yang diperlihatkan serbuk sari antara lain adalah
jumlah dan letak alur dan lubang di permukaannya, bentuk ukiran eksin (lapisan luar
serbuk sari) serta bentuk umum dan ukurannya. Serbuk sari bisa khas untuk jenis,
marga atau suku. Ciri-ciri utama butir polen yang mempunyai nilai taksonomi adalah
jumlah dan posisi alur, jumlah, posisi dan kekompleksan apertura serta bentuk
pahatan eksin. Tipe butir polen pada Angiospermae ada 2 tipe poko yaitu :
a) Monocolpate : butir polen yang dilengkapi suatu alur tunggal yang terdapat pada
satu sisi butir polen yang jauh dari titik hubungan setrad.
b) Trocolpate : butir polen dengan tiga alur meridional. Rangkaian spesialisasi
diawali dari monocolpate maupun tricolpate kemudian mencapai puncaknya pada
acolpate (tanpa alur) dan pancolpate (beralur banyak).
Sitologi
Data sitologis umumnya berasal dari nukleus, jumlah dan morfologi kromosom,
dan kelakuan kromosom pada waktu meiosis. Sitotaksonomi adalah disiplin ilmu
yang mempelajari variasi dan menerangkan ketidaksinambungan variasional dan
kekerabatan dalam batas-batas sitologi. Sitologi adalah ilmu tentang seluk beluk sel.
Meskipun istilah sitologi menyangkut semua aspek sel, namun bila dikaitkan dengan
taksonomi, pembahasan difokuskan pada kromosom dan berbagai atributnya.
Berbagai data kromosom yang digunakan untuk tujuan taksonomi, yaitu: jumlah,
ukuran dan bentuk, perilaku pada waktu meiosis: diambil kariotipe (keadaan
kromosom pada tingkat metaphase dalam proses mitosis), meliputi ukuran panjang
kromosom, letak sentromer, ada tidaknya satelit.
- Ukuran kromosom mantap untuk jenis
- Jumlah kromosom semua individu yang tergolong satu jenis itu umumnya sama,
kecuali dalam beberapa jenis tertentu.
Fisiologi
Data-data fisiologi tidak dipakai secara langsung untuk keperluan bukti-bukti
taksonomi. Musim berbunga, keperluan cahaya, pola perkawinan, penyebaran
geografis penting untuk mempertegas perbedaan jenis-jenis tumbuhan.
Fitokimia
Cari kimiawi dapat mempunyai nilai taksonomi yang tinggi jika dapat
menunjukkan konstan, tidak menyebar pada seluruh takson secara sama, tidak mudah
terpengaruh satu dengan yang lainnya. Ciri kimiawi dapat digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu :
- Secara langsung dapat dilihat seperti butiran pati dan rafid
- Berupa hasil tumbuhan seperti alkaloid, flavonoid dan terpenoid
- Serologi dan elektroforesis protein
Substansi kimiawi yang secara langsung dapat dilihat :
1. Butiran-butiran pati
Butiran-butiran pati terdapat didalam plastisida-plastisida. Butiran-butiran
dapat tunggal atau majemuk, mereka bervariasi dalam bentuk dan sering
menunjukkan lapisan. Bentuk butiran-butiran pati bersama-sama dengan jumlah
kromosom dan ciri lainnya telah digunakan untuk mengklasifikasikan Gramineae
Genera dalam tribus Hordeae mempunyai butiran-butiran tunggal sedangkan
Nardus, Lolium dan Parapholis mempunyai butiran-butiran majemuk.
2. Rafid
Yaitu tukalan-tukalan Kristal kalsium yang terkandung dalam sel-sel
besar, dalam tumbuhan. Tukalan-tukalan Kristal kalsium oksalat ini terbatas pada
kelompok tumbuhan tertentu dan mempunyai nilai sebagai bukti hubungan
kekerabatan. Rafid terdapat dalam kira-kira 35 suku dari Angiospermae. Baik
pada Dicotyledoneae maupun Monocotyledoneae. Ada tidaknya rafid ini telah
digunakan oleh para ahli taksonomi sebagai tanda-tanda taksonomois yang sangat
berharga. Adanya rafid tadi sudah membantu penyusunan system klasifikasi yang
lebih alamiah dalam suku Rubiaceae, Liliaceae dan Compositae.
Hasil Tumbuhan
Penelitian hasil tumbuhan alami telah banyak dilakukan oleh para ahli
farmokologi untuk kepentingan ekonomi. Jumlah subtansi kimiawi yang diteliti untuk
sistematika dalam Angiospermae masih sedikit. Substansi yang telah diketahui
dengan baik adalah alkaloid2, glikosida2, substansi fenol karbohidrat dan minyak-
minyak esensial dan sebagainya.
Ciri Kimiawi dapat digunakan pada semua tingkat hirarki taksonomis. Tumbuhan
yang tergolong dalam satu suku dianggap mengandung substansi kimia serupa. Hal
ini dapat digunakan sebagai keterkaitan jauh dekatnya hubungan kekerabatan.
Penyebaran Geografis
Memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu kelompok populasi
perlu diperlakukan sebagai jenis tersendiri atau cukup sebagai sub spesies, varietas
atau forma. Erat hubungannya dengan factor ekologi yang menentukan beberapa sifat
biologi Mempelajari asal usul, sejarah perkembangan dan evolusi takson Dengan peta
penyebaran, setiap jenis dapat diselidiki daerah paling banyak jumlah jenis dan paling
besar variasi ciri-cirinya yang dianggap sebagai pusat keanekaragaman dan sering
dianggap tempat asal evolusi takson itu.
Preparasi Sampel
1. Perencanaan analisis
Sebelum melakukan analisis kuantitatif, maka perlu memperhati-kan
dua hal berikut ini;
- Informasi analisis apa yang diperlukan
Dalam hal ini perlu diperhatikan tingkat ketepatan dan ketelitian
hasil analisis yang diperlukandan tipe sampel yang akan dianalisis
- Metode analisis yang harus digunakan
Untuk mendapatkan hasil analisis dengan tingkat ketepatan dan
ketelitian tertentu memerlukanmetode analisis tertentu. Selain itu untuk
memilih metode analisis, diperlukan bahan kimia dan peralatan tertentu
2. Tahap Pengambilan
Sampel Tahapan ini sangat penting dilakukan terutama sekali jika akan
melakukan analisis dengan metode kuantitatif. Sampel yang diambil dalam
tahapan ini harus mewakili keseluruhan materi yang nantinya akan dianalisis,
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah titik
pengambilan sampel, jarak antara titik pengambilan sampel, dan
penghomogenan terhadap sampel hasil sampling
3. Persiapan Sampel sebelum di Analisis
Sampel di ambil dari lokasi yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya
pengambilan sampel daun dapat dilakukan di hutan. Sampel yang di ambil
jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Untuk pengambilan sampel
daun bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu menggunakan tas plastik sebagai
wadah.
Teknik pengambilan sampel harus dilakukan dengan benar. Jika tidak
tepat dalam pengambilan sampel, hasil analisis kimia yang diperoleh tidak
dapat menggambarkan kondisi yang representatif atau dari bahan yang akan
dianalisis. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam pengambilan sampel
perlu diperhatikan beberapa parameter sebagai berikut :
a. Homogenitas Sampel
Efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadap
homogenitas bahan, dimana bagian yang berukuran dan berat lebih besar
cenderung akan berpisah dengan bagian yang lebih kecil dan ringan
(segregasi). Oleh karena itu sebelum sampel diambil, bahan harus
dicampur secara merata atau sampel diambil secara acak dari beberapa
bagian baik bagian dasar, tengah, atau bagian atas sehingga diperoleh
sampel yang representatif.
b. Cara Pengambilan Sampel
Sampel dari bahan dapat diambil secara non-selektif atau selektif.
Non- selektif adalah pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan
bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan bagian dari bahan tersebut.
Misalnya dalam pengambilan sampel rumput gajah, sampel diambil dari
seluruh bagian rumput, baik daun maupun batang, kemudian dipotong-
potong dan dicampur secara merata agar diperoleh bahan yang homogen.
Selektif artinya sampel diambil secara acak dari bagian tertentu suatu
bahan. Misalnya sampel rumput gajah tadi dipisahkan pengambilan
sampel batang dan daun.
c. Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang diambil sangat berpengaruh terhadap tingkat
representatif sampel yang diambil. Jumlah sampel yang diambil
tergantung dari kebutuhan untuk evaluasi dan jumlah bahan yang diambil
sampelnya. Sebagai pedoman jumlah sampel yang diambil adalah 10%
dari jumlah bahan.
d. Penanganan Sampel
Sampel yang telah diambil harus segera diamankan agar tidak
rusak atau berubah sehingga mempunyai sifat yang berbeda. Misalnya
terjadi penguapan air, pembusukan ataupun tumbuhnya jamur. Sampel
yang mempunyai kadar air rendah (< 15%) terjadinya kerusakan sampel
kemungkiannya sangat kecil. Sampel lalu dapat langsung dimasukkan ke
kantong plastik dan dibawa ke laboratorium. Sampel dengan kadar air
tinggi seperti silase, maka kemungkinan terjadinya penguapan air sangat
besar, sehingga untuk mengontrol penguapan air, maka sampel yang telah
diambil harus segera ditimbang, dimasukkan ke dalam kantong plastik
kedap udara, dibawa ke laboratorium dan segera dianalisis kadar bahan
keringnya. Jika tidak dianalisis segera maka sampel yang telah diambil
segera timbang, dikeringkan atau dijemur sampai beratnya konstan.
Kemudian baru dibawa ke laboratorium.
e. Prosesing Sampel
Untuk tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis, kimia
dan biologis, semua sampel harus digiling sehingga diperoleh sampel yang
halus.
f. Penentuan Kadar Air Sampel Segar
Sampel dapat berasal dari tumbuh-tumbuahan seperti rumput-
rumputan, biji-bijian, buah-buahan, hasil produksi pertanian dan pangan
maupun yang berasal dari hewan. Sebelum dikeringkan bahan segar
dipotong- potong untuk mendapatkan partikel yang leih kecil agar cepat
kering.
Contoh: Sejumlah sampel ditimbang sebanyak A gram kemudian
dijemur hingga kering di bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam
oven dengan temperature 50 - 60°C sekitar +24 jam. Setelah kering,
sampel tadi ditimbang dan diperoleh berat sebesar B gram. Sampel
kemudian digiling atau diperhalus lagi bentuknya untuk analisis lebih
lanjut. Selisih antara bobot sampel sebelum dan sesudah dikeringkan
merupakan kadar air (KA) sampel segar dan selanjutnya dapat ditentukan
bahan kering (BK) udara sampel. Untuk mengetahui bahan kering
sesungguhnya untuk mengetahui bahan kering sesungguhnya, maka bahan
kering udara dikali dengan bahan kering oven.
4. Tahap Preparasi
Preparasi sampel adalah pengukuran massa dan ukuran dari gross sampel
sampai pada massa dan ukuran yang cocok untuk analisa di laboratorium.
Tahap-tahap preparasi adalah sebagai berikut :
a. Pengeringan Udara (air drying)
b. Pengecilan Ukuran Butir
c. Pencampuran (mixing)
d. Pembagian (dividing)
e. Metode
f. Pengabuan
g. Penggerusan
h. Pelarutan
i. Pengenceran
j. Penambahan Pereaksi
k. Penyaringan
5. Pengukuran Sampel
Tahapan pengukuran merupakan tahapan yang paling penting dalam
melakukan analisis kimia. Konsep dasar yang harus dipahami dalam
melakukan pengukuran adalah sifat dari suatu zat yang akan dianalisis itu
sendiri. Baik itu sifat kimia maupun sifat fisikanya. Pengukurannya dapat
dilakukan dengan metode analisis volumetri (volum) atau analisis gravimetri
(berat). Selain itu dapat juga dilakukan pengukuran dengan menggunakan
instrumen laboratorium yang lebilh canggih.
6. Perhitungan, Pelaporan, dan Evaluasi Hasil Analisis
Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui kadar analit yang terdapat dalam
suatu sampel. Apabila hasil perhiatungan sudah dapat
dipertanggungjawabkan, maka harus dilakukan pelaporan data. Biasanya data
yang dilaporkan harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan mencantumkan
hasil analisisnya.
B. Pengelolaan Herbarium
Bagi dunia ilmu pengetahuan, koleksi herbarium merupakan objek studi utama
yang tidak ternilai harganya. Sehingga gedung-gedung penyimpan koleksi itu
merupakan bangunan yang megah, dengan tokoh-tokoh kenamaan. Sesuai dengan
ruang yang tersedia dalam gedung herbarium, koleksi herbarium baik yang kering
maupun yang basah dipisah-pisahkan dan ditata diruang yang tersedia untuk masing-
masing takson menurut klasifikasi yang dibuat para ahli dalam lembaga tersebut. Ada
ruangan untuk Cryptogamae, Phaneogamae, Algae, Bryophyta, pteridophyta,
dipisahkan pula antara Gymnospermae dan Angiospermae. Selanjutnya koleksi
disusun lagi berdasarkan takson yang lebih rendah dan ditata menurut abjad.
Dalam herbarium-herbarium tertentu, specimen herbarium yang disimpan
dimasukkan dalam map/sampul dengan yang berbeda-beda, yang warna masing-
masing menunjukkan wilayah geografis asal specimen-specimen tadi. Dengan
demikian ini berarti bahwa dari jenis-jenis tumbuhan yang specimen-specimennya
tersimpan dalam herbarium itu, tersedia pula informasi mengenai distribusi
geografisnya.
Koleksi herbarium basah disimpan dalam ruang tersendiri yang terpisah dari
ruang untuk herbarium kering. Penataan dalam ruang diatur seperti dilakukan
terhadap koleksi herbarium kering, yaitu dipisah-pisah menurut takson kategori besar,
selanjutnya dalam masing-masing takson kategori di bawahnya disusun menurut
abjad.
Bila herbarium basah itu meruakan sebagian specimen yang sebagian lainnya
diproses sebagai herbarium kering (misalnya, bunga, buah atau organ lain yang
terlepas dan dianggap perlu untuk tetap dipertahankan dalam koleksi dalam bentuk
herbarium basah), baik nomor urut maupun informasi-informasi yang harus
dicantumkan dalam tabel selain yang langsung menyangkut sifat-sifat bahan yang
diawetkan secara basah itu sendiri (nama kolektor, data taksonomi, dan lain-lain)
harus disesuaikan dengan yang dimuat dalam label pada herbarium kering.
Pembuatan herbarium merupakan suatu aktifitas pengawetan tanaman untuk
keperluan penelitian lebih lanjut. Fungsi dari herbarium adalah membantu
identifikasii tumbuhan lainnya yang sekiranya memiliki persamaan ciri-ciri
morfologinya. Dengan kata lain, herbarium merupakan tumbuhan yang diawetkan
yang nantinya dapat dijadikan perbandingan dengan tumbuhan yang akan
diidentifikasi . Pembuatan herbarium terdiri dari 4 tahap yaitu pengawetan,
pengidentifikasian, pembuatan kunci determinasi, serta pembuatan monograf dan
deskripsi. Herbarium memiliki dua jenis yang cukup dikenal yaitu herbarium basah
dan herbarium kering. Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi
yang sudah diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Sedangkan
herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeeringan, namun tetap
terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan
perbandingan pada saat determinasi selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lumowa, sonja V.T. 2012 . bahan ajar botani tingkat tinggi. Universitas mulawarman:samarinda
Tjitrosoepomo, Gembong. 1993. Taksonomi Umum Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan. Gadjah
Mada University Press ; Yogyakarta.
https://www.pustakamadani.com/2019/12/sumber-bukti-taksonomi.html? m=1
Anonim.2012. Teknik Preparasi Sampel. [Online]. https://ganden-fst.web.unair.ac.id/artikel
detail-67282-Ilmiah-Teknik%20preparasi%20sampel%20(bagian%201).html diakses pada 25
Februari 2019
Sugiarto, Djaja. 2017. Preparasi Sampel. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada
Suyitno, A.L.2004. Penyiapan Specimen Awetan Objek Biologi. Yogyakarta: Jurusan Biologi
FMIPA UNY.
http://heriawa.blogspot.com/2012/05/makalah-botani-tumbuhan-tingkattinggi.html?m=1
https://metaluwitasari.wordpress.com/ipa-1/klasifikasi-zat/pendahuluan/