Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

CRYpTOGAMAE

Dosen Pengampuh :
Dr. Sukmarayu Gedoan, M.Si

Disusun Oleh Kelompok X :


Vianney Indah Rorimpandey 19 507 034

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Berkat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Cryptogamae. Di dalamnya makalah ini
mengemukakan mengenai materi .
Penulis mengucapkan banyak terima kasih pada dosen mata kuliah Evolusi, yang
senantiasa memberikan ilmu dan pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini walaupun makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kitik dan saran
sangat kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita. Sekian dan terimah kasih.

Tondano,19 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. .................................................................................................................................
B. .................................................................................................................................
C. .................................................................................................................................
D. .................................................................................................................................
E. .................................................................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Rumusan Masalah

1)

2)

3)

4)

5)

C. Tujuan penulisan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tata Cara Penamaan Tumbuhan


A. Sejarah Tata Nama Tumbuhan
Nama adalah sesuatu yang dipakai untuk menunjukkan suatu benda, atau
sebagai cendra dari suatu benda. Betapa anehnya dan kacau kehidupan, seandanya
kita mengabaikan penggunaan nama. Perolehan dan penyampaian informasi tidak
mungkin berlangsung secara baik serta aktifitas kehidupan akan terhenti tanpa
menyebut nama.
Nama merupakan suatu yang mutlak diperlukan untuk menyebut apa yang
dimaksud, termasuk tumbuhan. Nama tumbuhan pertama-tama tidak muncul
dalam buku atau tulisan, melainkan dalam ingatan manusia. Pemberian nama
tumbuhan pada mulanya sebagai suatu keharusan dalam usaha memperthankan
hidup. Selain itu tidak mungkin untuk saling berkomunikasi mengenai tumbuhan
yang diperlukan tanpa memberi dan mengenal nama-namanya. Nama awal yang
diberikan untuk tumbuhan adalah nama dari bahasa induk pemberi nama. Dengan
demikian, satu jenis tumbuhan yang sama dapat mempunyai nama yang berbeda
berdasarkan bahasa dan daerah dimana tumbuhan tersebuttumbuh.
B. Tata Nama Tumbuhan
Unsur utama yang menjadi ruang lingkup Taksonomi Tumbuhan adalah
pengenalan (identifikasi), pemberian nama dan penggolongan atau klasifikasi.
Cara penamaan yang lebih sistematik dalam tata nama tumbuhan, pertama kali
diperkenalkan oleh CarolusLinnaeusdalam buku yang ditulisnya, yaitu Systema
Naturae("Sistematika Alamiah").
C. Tata Nama Binomial
Tata nama binomial (binomial berarti'dua nama') merupakan aturan
penamaan baku,bagi semua organisme (makhluk hidup) yang terdiri dari dua kata
dari sistem taksonomi (biologi), dengan mengambil nama genus dan nama
spesies. Nama yang dipakai adalah nama baku yang diberikan dalam bahasa Latin
atau bahasa lain yang dilatinkan. Aturan ini pada awalnya diterapkan untuk fungi,
tumbuhan dan hewanoleh penyusunnya (Carolus Linnaeus),namun kemudian
segera diterapkan untuk bakteri pula. Sebutan yang disepakati untuk nama ini
adalah 'nama ilmiah' (scientific name). Awam seringkali menyebutnya sebagai
"nama latin" meskipun istilah ini tidak tepat sepenuhnya, karena sebagian besar
nama yang diberikan bukan istilah asli dalam bahasa latin melainkan nama yang
diberikan oleh orang yang pertama kali memberi pertelaan atau deskripsi (disebut
deskriptor) lalu dilatinkan.
Penamaan organisme pada saat ini diatur dalam Peraturan Internasional
bagi Tata Nama Botani (ICBN) bagi tumbuhan, beberapa alga, fungi, dan lumut
kerak, serta fosil tumbuhan; Peraturan Internasional bagi Tata Nama Zoologi
(ICZN) bagi hewan dan fosil hewan; dan Peraturan Internasional bagi Tata Nama
Prokariota (ICNP). Aturan penamaan dalam biologi, khususnya tumbuhan, tidak
perlu dikacaukan dengan aturan lain yang berlaku bagi tanaman budidaya
(Peraturan Internasional bagi Tata Nama Tanaman Budidaya, ICNCP).

D. Aturan penulisan
a. Aturan penulisan dalam tatanama binomial selalu menempatkan nama
("epitet" dari epithet) genusdiawaldannama("epitet") spesies mengikutinya.
b. Nama genus selalu diawali dengan huruf kapital (huruf besar, uppercase) dan
nama spesies selalu diawali dengan huruf biasa (huruf kecil,lowercase).
c. Penulisan nama ini tidak mengikuti tipografi yang menyertainya (artinya,
suatu teks yang semuanya menggunakan huruf kapital/balok, misalnya pada
judul suatu naskah,tidak menjadikan penulisan nama ilmiah menjadi huruf
kapital semua) kecuali untuk hal berikut:
1. Penulisan nama ilmiah yang dicetak harus ditulis dengan huruf miring
(huruf italik). Contoh: Aspergilus wentii,Rhizopussp.
2. Penulisan nama ilmiah yang ditulis dengan tangan harus diberi garis
bawah yang terpisah untuk nama genus dan nama spesies.Contoh
Penicillium notatum.
d. Nama lengkap (untuk hewan) atau singkatan (untuk tumbuhan) dari deskriptor
boleh diberikan dibelakang nama spesies,dan ditulis dengan huruf tegak (latin)
atau tanpa garis bawah (jika tulisan tangan). Jika suatu spesies digolongkan
dalam genus yang berbeda dari yang berlaku sekarang, nama deskriptor ditulis
dalam tanda kurung. Contoh: Glycine max Merr.,Passer domesticus
(Linnaeus,1978)— yang terakhir semula dimasukkan dalam genus
Fringilla,sehingga diberi tanda kurung (parentesis).
e. Pada penulisan teks yang menyertakan nama umum/trivial ,nama ilmiah
biasanya menyusul dan diletakkan dalam tanda kurung.
Contoh pada suatu judul: "PENGUJIAN DAYA TAHAN KEDELAI (Glycine
max Merr.) TERHADAP BEBERAPA TINGKAT SALINITAS".
(Penjelasan: Merr. adalah singkatan dari deskriptor (dalam contoh ini E.D.
Merrill) yang hasil karyanya diakui untuk menggambarkan Glycine max .
Nama Glycine max diberikan dalam judul karena ada spesies lain, Glycine
soja, yang juga disebut kedelai.).
f. Nama ilmiah ditulis lengkap apabila disebutkan pertama kali. Penyebutan
selanjutnya cukup dengan mengambil huruf awal nama genus dan diberi titik
lalu nama spesies secara lengkap. Contoh: Tumbuhan dengan bunga terbesar
dapat ditemukan di hutan-hutan Bengkulu,yang dikenal sebagai padma
raksasa( Rafflesiaarnoldii ). DiPulau Jawa ditemukan pula kerabatnya, yang
dikenal sebagai R. patma, dengan ukuran bunga yang lebih kecil. Sebutan E.
coli atau T. rex berasal dari konvensi ini.
g. Singkatan "sp." (zoologi) atau "spec." (botani) digunakan jika nama spesies
tidak dapat atau tidak perlu dijelaskan. Singkatan "spp." (zoologi dan botani)
merupakan bentuk jamak. Contoh: Canis sp., berarti satu jenis dari genus
Canis; Adiantum spp., berarti jenis- jenis Adiantum.
h. Sering dikacaukan dengan singkatan sebelumnya adalah "ssp." (zoologi) atau
"subsp." (botani) yang menunjukkan subspesies yang belum diidentifikasi.
Singkatan ini berarti "subspesies", dan bentuk jamaknya "sspp." atau "subspp.
i. Singkatan "cf." (dari confer) dipakai jika identifikasi Contoh: Corvuscf.
splendens berarti "sejenis burung mirip dengan gagak (Corvus splendens) tapi
belum dipastikan sama dengan spesies ini".
j. Penamaan fungi mengikuti penamaantumbuhan.
k. Tatanama binomial dikenal pula sebagai "Sistem Klasifikasi Binomial"
Penentuan nama baru dan tingkat-tingkat takson harus mengikuti aturan yang
ada dalam Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan (international Code of
Botanical Nomenclature)
1) Cara Menulis Nama Jenis
Ketentuan - ketentuan yang harus dipenuhi dalam menulis nama jenis
dengan sistem tata nama binomial adalah sebagai berikut :
 Huruf pertama dari kata yang menyebutkan marga (genus) ditulis dengan
huruf besar, edangkan untuk kata penunjuk spesies ditulis dengan huruf
kecil semua . Contoh: Zea mays; Zea = genus mays = spesies
 Bila nama jenis ditulis dengan tangan atau ketik, harus diberi garis bawah
pada kedua kata nama tersebut. Namun bila dicetak harus memakai huruf
miring (tanpa garis bawah). contoh: Zea mays bila dicetak; Zea mays bila
diketik.
 Bila nama penunjuk jenis pada tumbuhan lebih dari dua kata , kedua kata
tersebut dirangkaikan dengan tanda penghubung. Contoh: Hibiscus rosa
sinensis menjadi Hibiscus rosa-sinensis.
2) Nama Marga (Genus)
Nama marga (genus) terdiri atas satu kata tunggal yang dapat diambil dari
kata apa saja. Huruf pertamanya ditulis dengan huruf besar. Contohnya :
Solanum (terung - terungan).
3) Nama Suku (Famili)
Nama Famili diambil dari nama genus organisme yang bersangkutan
ditambah akhiran acceae bila itu tumbuhan. Contohnya : famili Solanaceae
dari solanum + aceae (terung-terungan).
4) Nama Kelas
Adalah nama genus + nae, contoh : Equisetum + nae, menjadi kelas
Equisetinae.
5) Nama Ordo
Adalah nama genus + ales , contoh : Zingiber + ales, menjadi ordo
Zingiberales.

E. Tata Cara Pemberian Nama Ilmiah


1. Sistem Binomial Nomenclature
Pada pertengahan abad ke-18 (1707-1778) Carolus Linnaeus mengajukkan
sistem penamaan makhluk hidup dalam tulisannya “Systema nature” dengan
istilah “Binomial nomenclatur” (bi= dua, nomen=nama) yang artinya tata nama
seluruh organisme ditandai dengan nama ilmiah yang terdiri dari dua kata latin
atau yang dilatinkan. Bahasa latin dipilih karena bahasa ini dimengerti semua
ilmuwan pada saat itu dan tidak ada perubahan tata bahasa atau kosa katanya.
Kata pertama pada sistem penamanaan makluk hidup menunjukkan genus,
yang penulisannya dimulai dengan hurup besar, sedangkan kata kedua merupakan
“epitethon spesificum“ artinya penunjukkan jenis (spesies) yang penulisannya
dimulai dengan huruf kecil. Misalnya untuk nama ilmiah jagung Zea mays. Zea
menunjukkan genus, sedangkan mays merupakan ciri khususnya, yang berarti
sejenis hewan yang dipelihara di dalam rumah (domestik).
2. Aturan Pemberian Nama Ilmiah
Peraturan nama ilmiah memuat aturan sebagai berikut:
a. Setiap organisme mempunyai nama ilmiah tertentu.
b. Untuk nama ilmiah digunakan bahasa latin atau yang dilatinkan.
c. Tidak ada dua organisme atau lebih yang mempunyai nama spesies yang sama
atau hampir sama.
d. Nama genus harus terdiri dari satu kata dan penulisannya selalu dimulai
dengan hurup besar
e. Nama spesies terdiri dari dua kata. Kata pertama merupakan nama genus dan
kata kedua merupakan petunjuk spesies. Contoh nama ilmiah padi:
Oryza sativa
1 2
1 = nama genus
2 = nama petunjuk spesies
1 + 2 = nama spesies
f. Penulisan nama spesies harus ditulis menggunakan huruf miring atau digaris
bawahi. Garis bawah kata pertama dan kedua harus terpisah. Selain itu juga
dapat dicetak tebal. Contoh nama ilmiah padi:
Oryza sativa (cetak miring)
Oryza sativa (cetak tebal)
Oryza sativa (digaris bawah)
g. Nama penemu boleh dicantumkan dibelakang nama spesies, seperti: Oryza
sativa L., Rosa hybrida Hort, dsb. L dan Hort merupakan singkatan nama atau
nama penemunya.
h. Untuk pemberian nama suku (famili) terdiri dari satu kata majemuk dibentuk
dari salah satu nama genus yang dibawahinya ditambah akhiran –ceae untuk
tumbuhan dan akhiran –idea untuk hewan. Seperti:
Solanum + aceae = Solanaceae
Felis + idae = Felidae
i. Jika tidak diketahui penunjukkan jenis (spesies) maka nama spesiesnya adalah
setelah genus ditulis sp. dengan huruf kecil dan tidak dicetak miring, digaris
bawah atau dicetak tebal.

2.2 Pendekatan Molekuler dalam Taksonomi


Kemajuan baru dalam teknik biologi molekuler menambah kelengkapan data
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan oleh ahli sistematika dalam penggolongan tumbuhan.
Suatu pendekatan dalam menginterpretasikan kekerabatan antara organisme dengan
menggunakan data molekuler yang berupa data makromolekul telah menciptakan sistem
klasifikasi berbasis molekuler. Penggunaan data molekuler untuk sistematika tumbuhan
sering dianggap lebih baik karena beberapa alasan, antara lain:
1. Sekuen protein dan DNA umumnya berevolusi lebih teratur sehingga memudahkan
dalam membuat model matematika untuk pengolahan datanya;
2. Data molekuler lebih sesuai dengan perlakuan kuantitatif;
3. Karena sekuen DNA dan RNA terdiri dari empat macam nukleotida maka jumlah
data molekuler lebih melimpah;
4. Data molekuler merupakan data genetik yang lebih baik untuk analisa kekerabatan;
dan
5. Data molekuler terbuka untuk berbagai macam organisme sehingga dapat digunakan
untuk membandingkan organisme pada tingkat kekerabatan jauh atau antara
organisme dengan karakter morfologi yang sangat berbeda. Selain itu, dengan teknik
molekuler memungkinkan dapat diperolehnya data rincian fosil sebagai pembanding
karakter tumbuhan yang masih hidup dengan tumbuhan fosil yang diduga sebagai
nenek moyangnya.
Sifat dari hasil kerja data molekuler dapat mendukung data lain seperti morfologi dan
anatomi, sehingga memungkinkan para ahli sistematika untuk memilih di antara hipotesis
kekerabatan yang sudah diajukan, dan memungkinkan menempatkan taksa yang masih
menjadi masalah. tetapi pemakaian data molekuler jarang menemukan hal baru. Tipe data
yang banyak digunakan dalam sistematika molekuler meliputi sekuen asam amino dalam
protein dan sekuen nukleotida dalam asam nukleat.
Di antara protein pertama yang dianalisa dalam studi taksonomi adalah sitokrom c,
salah satu molekul pembawa elektron dalam rantai transpor elektron. Molekul sitokrom c
dari berbagai macam organisme disekuen, dan ditentukan jumlah asam aminonya. Jumlah
persamaan dan perbedaan antara sekuen asam amino dari setiap organisme cenderung
berbeda kemudian dievaluasi hubungan evolusinya. Semakin kecil perbedaan, semakin
dekat hubungan antara dua organisme.
Dari data protein yang dikumpulkan menunjukkan bahwa, walaupun struktur protein
merupakan parameter berguna tetapi hasilnya sulit untuk diinterpretasikan. Beberapa ahli
biologi berpendapat bahwa perubahan asam amino terjadi secara teratur dan acak, sebagai
hasil mutasi dan tidak mewakili hasil seleksi sehingga perbedaan asam amino dalam
protein homolog dari setiap organisme berbeda. Perbedaan yang dimaksud tidak
mewakili perbedaan fungsional, melainkan mewakili perbedaan dalam jumlah substitusi
asam amino yang sudah terjadi dalam protein homolog sejak mulai memisah dari
common ancestor. Oleh karena itu, penggunaan protein homolog untuk menduga
hubungan evolusi sangat dihindari.
Keragaman menginterpretasikan kekerabatan tumbuhan dengan beberapa alasan,
antara nukleat lebih banyak digunakan dalam asam lain:
1. Analisa sekuen asam nukleat menyediakan data kuat untuk pemahaman hubungan
evolusi;
2. Banyak perbedaan gen, dengan variasi kecepatan perubahan, dapat digunakan untuk
mempelajari evolusi dalam garis evolusi berbeda; dan
3. Sekuen non-coding menyediakan marker netral yang merefleksikan kejadian evolusi
di masa lalu. Sekuen DNA merupakan data yang paling bagus untuk
menginterpretasikan hubungan kekerabatan tumbuhan. Data sekuen DNA
menunjukkan urutan nukleotida dalam wilayah DNA yang diteliti. Pembandingan
wilayah homolog dari DNA antara organisme menghasilkan karakter dan ciri yang
dapat digunakan untuk menginterpretasikan hubungan kekerabatan.
Pada tumbuhan, ada 3 sumber data DNA yaitu inti (NDNA), kloroplas (cpDNA), dan
mitokondria (mtDNA). Pemakaian data sekuen DNA kloroplas terbukti sangat berguna
untuk melihat hubungan kekerabatan pada takson tingkat tinggi maupun rendah. Gen
kloroplas yang sudah disekuen secara umum adalah atpB, rbcL, matK, ndhF. Data sekuen
DNA inti jarang digunakan dalam sistematika tumbuhan. Beberapa gen inti seperti
alkohol dehidrogenase (Adh) dahulu sering digunakan melalui studi enzim, dan sekarang
banyak digunakan melalui sekuennya. Satu tipe lagi sekuen DNA inti yang banyak
digunakan adalah wilayah internal transcribed spacer (ITS) yang bagus untuk melihat
hubungan kekerabatan pada takson tingkat rendah, seperti spesies yang berkerabat dekat.
Contoh paling menonjol dalam penggunaan sekuen nukleotida adalah analisa sekuen
subunit kecil ribosom RNA (rRNA) menyediakan kejadian pertama bahwa makhluk
hidup dikelompokkan dalam tiga grup besar yaitu bakteria, eukarya, dan archaea.
disekuen secara lengkap. Hasil dari sekuen DNA mendukung lebih lanjut adanya tiga
domain dalam kehidupan dan menunjukkan bahwa archaea dan eukarya memiliki garis
evolusi sama dan terlepas dari kelompok bakteria. Contoh lain dalam mempelajari
filogeni adalah studi yang lebih menyeluruh dari filogeni tumbuhan berbiji didasarkan
pada variasi dalam sekuen nukleotida dari gen rbcL (gen kloroplas). Gen rbcL mengkode
subunit besar dari enzim Rubisco dari siklus Calvin, khususnya sesuai untuk analisa
kelompok tumbuhan yang luas. Gen ini merupakan gen kopi tunggal, berevolusi lambat,
tidak memiliki intron, dan cukup besar untuk menyimpan karakter informatif secara
filogeni.
Data molekuler sendiri mungkin tidak menyediakan hasil yang paling akurat tentang
hubungan kekerabatan. Oleh karena itu, beberapa ahli sistematika berpikir bahwa semua
data yang tersedia, baik dari molekul, morfologi, anatomi, dikombinasikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menginterpretasikan filogeni antara organisme.

2.3 Sumber-sumber Bukti Taksonomi


Sifat dan ciri taksonomi sangat penting sebagai sumber bukti taksonomi untuk
memecahkan berbagai permasalahan taksonomi. Sifat-sifat yang dipakai sebagai bukti
taksonomi dalam mendeterminasi, mencirikan dan menggolongkan jenis-jenis tumbuhan
dapat berasal dari seluruh bagian dan dari semua fase serta proses pertumbuhan
tumbuhan itu.
Berikut ini akan diungkapkan beberapa cabang biologi yang dapat dijadikan
sebagai sumber bukti taksonomi:
 Morfologi
Data morfologi hingga sekarang masih tetap dipakai karena mudah diamati dan
praktis digunakan untuk kunci determinasi. Ciri morfologi mempunyai faedah yang
besar , bahkan pada pengamatan specimen-spesimen herbarium, cirri-ciri
menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menyusun klasifikasi. Sifat yang
mantap pada data morfologi adalah organ generatif→ bunga dan buah. Data
morfologi berupa organ vegetatif yang sering dipakai antara lain: habit, akar banir,
penyebaran bulu pada bagian-bagian tumbuhan. Data morfologi sering menunjukkan
cara-cara tumbuhan tersebut mengadaptasikan diri dengan lingkungannya dan
evolusinya. Penggunaan: Melastomataceae ditentukan berdasarkan bentuk morfologi
daunnya Cucurbitaceae ditentukan berdasarkan sulurnya.
 Beberapa ciri morfologi yang sering diabaikan, yaitu:
- Sulit dilihat , misal kelenjar madu, lodicula, tangkai benang sari
- Sulit dibuat koleksi , misal pangkal daun dari suku palmae
 Ciri-ciri Vegetatif
Ciri yang memiliki nilai taksonomi, yaitu :
1) Perawakan (Habitus)
Perawakan berhubungan dengan ciri, seperti ukuran , percabangan,
penyebaran, kerapatan, bentuk, ukuran serta tekstur daun, sistem perakaran,
cara perkembangbiakkan, serta kehidupan dan periodisitas. Dalam taksonomi ,
dapat diartikan :
o Digunakan untuk menguraikan dan membandingkan bermacam-
macam sifat perawakan tumbuhan yang berbeda
o Untuk memperkirakan tingkat adaptasi dan penyesuaian ekologis
terhadap habitat.
o Contoh bentuk pohon tergantung bentuk tajuknya (bulat dan rimbun,
bulat memanjang, dan bentuk panjang ).
2) Organ – organ dalam tanah
Organ dalam tanah memberikan ciri yang berharga untuk pemisahan
taksonomi, misal taksonomi marga Raninculus. Dalam marga Aristolochia
bentuk akar (bulat, bulat telur, silindris, bentuk tombak, bentuk napiformis)
merupakan sifat yang konstan dan penting untuk menentukan jenis.
3) Daun
Bentuk daun menunjukan variasi yang sangat luas mulai dari pangkal
sampai ujung daun, terutama tunas dari berbagai jenis pohon. Ptiksis adalah
cara penggulungan atau pelipatan organ yang berdiri sendiri seperti daun atau
petela pada waktu kuncup. Sifat ini sebagai sumber bukti Taksonomi pada
takson tertentu misal marga primula suku Rosaceae.Bentuk pangkal daun ,
morfologi stipila , pertulangan daun dan sifat tertentu seperti epidermis daun
dan jumlah stomata penting sebagai bukti taksonomi untuk takson tertentu.
 Embriologi
Banyak macam data embriologi yang digunakan untuk memecahkan masalah
taksonomi. Data tersebut berasal dari beberapa sumber baik yang berkaitan dengan
struktur maupun proses, seperti: kepala sari, gametofit jantan, gametofit betina, bakal
biji, pembuahan, endosperma, kulit biji, apomiksis dan poliembrio. Pembagian utama
Dikotil dan Monokotil didasarkan pada satu sifat embrio (lembaga), tapi untuk taksa
rendah masih jarang digunakan. Ada beberapa macam tipe bakal biji, yaitu
orthotropous bila mikropil terletak di bagian atas, sedangkan hilumnya di bagian
bawah; amphitropous, yaitu bakal biji yang tangkai bijinya membengkok sehingga
ujung bakal biji dan tangkai dasarnya berdekatan satu sama lain. Anatropous, yaitu
bakal biji yang mempunyai mikropil membengkok sekitar 180o, dan campylotropous,
yaitu bakal biji yang membengkok 90o sehingga tali pusar tampak melekat pada
bagian samping bakal biji.
 Anatomi
Data anatomi antara lain dapat dipergunakan untuk tujuan praktis, misalnya
identifikasi, penggolongan atau mempelajari arah filogenetik dan tingkat kekerabatan.
Peranan anatomi perbandingan batang dalam taksonomi antara lain:
a) Mempunyai nilai untuk pengenalan dan untuk menentukan kekerabatan dan arah
evolusi spesialisasi
b) Sebagai ciri-ciri identifikasi, sifat-sifat anatomis mungkin dapat dipergunakan
pada semua tingkat taksonomi, tetapi pada tingkat jenis dan di atas tingkat suku
dalam Angiospermae cenderung kurang dapat dipercaya.
c) Di atas tingkat suku pada Angiospermae, heterogenitas struktur anatomis
mengingatkan asal “polyphyletic”
d) Kriteria endomorfik tidak mempunyai nilai yang sama pada seluruh taksa
e) Faktor-faktor lingkungan dapat menyebabkan variasi pada sifat-sifat anatomis.
f) Sistematik anatomi dalam pendekatan taksonomi melengkapi eksomorfologi
Dalam mendeterminasi, menunjukkan kecondongan evolusi atau kekerabatan
secara filogeni. Data anatomi ini banyak digunakan untuk mendeterminasi kayu-kayu
ekonomis. Beberapa contoh pemakaian data anatomi dalam taksonomi:
 Orang menyimpulkan keprimitifan suku-suku Ranales diperkuat dengan tidak
adanya pembuluh tapis; sifat ini juga dimiliki Gymnospermae dan Pteridophyta.
 Susunan sel pelindung stomata berbeda-beda dan mantap untuk marga atau di
atasnya.
 Kerapatan stomata bisa membantu sampai jenis
 Anatomi bunga; adanya bekas-bekas ikatan pembuluh meski bunga tereduksi,
sehingga orang dapat membuktikan adanya bekas-bekas mahkota pada Fagaceae,
sehingga memperkuat dugaan bahwa suku tersebut dan sebangsanya mempunyai
bunga yang tidak primitif.

 Palinologi
Palinologi adalah studi tentang serbuk sari dan spora. Serbuk sari menjadi sumber
taksonomi yang penting. Variasi yang diperlihatkan serbuk sari antara lain adalah
jumlah dan letak alur dan lubang di permukaannya, bentuk ukiran eksin (lapisan luar
serbuk sari) serta bentuk umum dan ukurannya. Serbuk sari bisa khas untuk jenis,
marga atau suku. Ciri-ciri utama butir polen yang mempunyai nilai taksonomi adalah
jumlah dan posisi alur, jumlah, posisi dan kekompleksan apertura serta bentuk
pahatan eksin. Tipe butir polen pada Angiospermae ada 2 tipe poko yaitu :
a) Monocolpate : butir polen yang dilengkapi suatu alur tunggal yang terdapat pada
satu sisi butir polen yang jauh dari titik hubungan setrad.
b) Trocolpate : butir polen dengan tiga alur meridional. Rangkaian spesialisasi
diawali dari monocolpate maupun tricolpate kemudian mencapai puncaknya pada
acolpate (tanpa alur) dan pancolpate (beralur banyak).
 Sitologi
Data sitologis umumnya berasal dari nukleus, jumlah dan morfologi kromosom,
dan kelakuan kromosom pada waktu meiosis. Sitotaksonomi adalah disiplin ilmu
yang mempelajari variasi dan menerangkan ketidaksinambungan variasional dan
kekerabatan dalam batas-batas sitologi. Sitologi adalah ilmu tentang seluk beluk sel.
Meskipun istilah sitologi menyangkut semua aspek sel, namun bila dikaitkan dengan
taksonomi, pembahasan difokuskan pada kromosom dan berbagai atributnya.
Berbagai data kromosom yang digunakan untuk tujuan taksonomi, yaitu: jumlah,
ukuran dan bentuk, perilaku pada waktu meiosis: diambil kariotipe (keadaan
kromosom pada tingkat metaphase dalam proses mitosis), meliputi ukuran panjang
kromosom, letak sentromer, ada tidaknya satelit.
- Ukuran kromosom mantap untuk jenis
- Jumlah kromosom semua individu yang tergolong satu jenis itu umumnya sama,
kecuali dalam beberapa jenis tertentu.

 Fisiologi
Data-data fisiologi tidak dipakai secara langsung untuk keperluan bukti-bukti
taksonomi. Musim berbunga, keperluan cahaya, pola perkawinan, penyebaran
geografis penting untuk mempertegas perbedaan jenis-jenis tumbuhan.
 Fitokimia
Cari kimiawi dapat mempunyai nilai taksonomi yang tinggi jika dapat
menunjukkan konstan, tidak menyebar pada seluruh takson secara sama, tidak mudah
terpengaruh satu dengan yang lainnya. Ciri kimiawi dapat digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu :
- Secara langsung dapat dilihat seperti butiran pati dan rafid
- Berupa hasil tumbuhan seperti alkaloid, flavonoid dan terpenoid
- Serologi dan elektroforesis protein
Substansi kimiawi yang secara langsung dapat dilihat :
1. Butiran-butiran pati
Butiran-butiran pati terdapat didalam plastisida-plastisida. Butiran-butiran
dapat tunggal atau majemuk, mereka bervariasi dalam bentuk dan sering
menunjukkan lapisan. Bentuk butiran-butiran pati bersama-sama dengan jumlah
kromosom dan ciri lainnya telah digunakan untuk mengklasifikasikan Gramineae
Genera dalam tribus Hordeae mempunyai butiran-butiran tunggal sedangkan
Nardus, Lolium dan Parapholis mempunyai butiran-butiran majemuk.
2. Rafid
Yaitu tukalan-tukalan Kristal kalsium yang terkandung dalam sel-sel
besar, dalam tumbuhan. Tukalan-tukalan Kristal kalsium oksalat ini terbatas pada
kelompok tumbuhan tertentu dan mempunyai nilai sebagai bukti hubungan
kekerabatan. Rafid terdapat dalam kira-kira 35 suku dari Angiospermae. Baik
pada Dicotyledoneae maupun Monocotyledoneae. Ada tidaknya rafid ini telah
digunakan oleh para ahli taksonomi sebagai tanda-tanda taksonomois yang sangat
berharga. Adanya rafid tadi sudah membantu penyusunan system klasifikasi yang
lebih alamiah dalam suku Rubiaceae, Liliaceae dan Compositae.
 Hasil Tumbuhan
Penelitian hasil tumbuhan alami telah banyak dilakukan oleh para ahli
farmokologi untuk kepentingan ekonomi. Jumlah subtansi kimiawi yang diteliti untuk
sistematika dalam Angiospermae masih sedikit. Substansi yang telah diketahui
dengan baik adalah alkaloid2, glikosida2, substansi fenol karbohidrat dan minyak-
minyak esensial dan sebagainya.
Ciri Kimiawi dapat digunakan pada semua tingkat hirarki taksonomis. Tumbuhan
yang tergolong dalam satu suku dianggap mengandung substansi kimia serupa. Hal
ini dapat digunakan sebagai keterkaitan jauh dekatnya hubungan kekerabatan.
 Penyebaran Geografis
Memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu kelompok populasi
perlu diperlakukan sebagai jenis tersendiri atau cukup sebagai sub spesies, varietas
atau forma. Erat hubungannya dengan factor ekologi yang menentukan beberapa sifat
biologi Mempelajari asal usul, sejarah perkembangan dan evolusi takson Dengan peta
penyebaran, setiap jenis dapat diselidiki daerah paling banyak jumlah jenis dan paling
besar variasi ciri-cirinya yang dianggap sebagai pusat keanekaragaman dan sering
dianggap tempat asal evolusi takson itu.

2.4 Preparasi Spesimen dan Pengelolaan Herbarium


A. Preparasi Sampel/Spesimen
 Pengertian Preparasi Sampel
Preparasi sampel adalah proses persiapan sampel agar layak untuk di uji di
laboratorium. Tujuan reparasi disini yaitu untuk menyiapkan suatu zat yang akan
di analisis di laboratorium. Hal ini karena dalam analisis kimia ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi sebelum sampel tersebut di uji, antara lain ukuran
sampel harus hanya ada mesh atau mikrometer. Jadi, sampel yang akan di analisa
harus memiliki ukuran yang sesuai dengan standar yang menjadi metode dalam
analisa tersebut, sehingga hasil analisa menjadi akurat dan presisi.
 Tujuan dilakukannya Preparasi Sampel
Teknik preparasi sampel dilakukan dengan tujuan khusus untuk
memisahkan analit dari matriks sampel yang sangat komplek, memekatkan analit
sehingga diperoleh analit dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari semula, dan
mengubah analit menjadi senyawa lain yang dapat dianalisis dengan instrumentasi
yang tersedia. Proses yang terakhir ini disebut derivatisasi. Pengubahan senyawa
menjadi senyawa lain untuk:
- Meningkatkan sensitifitas pengukuran, pengukuran secara spektrofotometri
secara spektrofotometri tentu menghasilkan hasil yang lebih ion besi diubah
menjadi ion FeII dan direaksikan dengan orto fenan ion besi (III) direaksikan
dengan ion tiosianat. Hal ini disebabkan reaksi antara ion besi dengan
pengomplek tersebut akan menghasilkan senyawa komplek baru yang
berwarna.
- Menghasilkan senyawa yang lebih mudah menguap, misalnya asam lemak
yang berantai panjang tentunya lebih sulit dianalisis dengan kromatografi gas
(GC) karena titik didihnya relatif tinggi. Untuk menurunkan titik didihnya
maka asam lemak tersebut direaksikan dengan alkohol (metano atau etanol)
sehingga terbentuk metil ester atau etil ester yang titik didihnya lebih rendah.
- Menghasilkan senyawa yang lebih termo stabil, misalnya analisis senyawa
dengan GC memungkinkan terjadinya degradasi senyawa oleh pemanasan di
injection port. Karena itu, analit harus direaksikan dengan senyawa lain
sehingga terbentuk senyawa baru yang termo stabil.

 Preparasi Sampel
1. Perencanaan analisis
Sebelum melakukan analisis kuantitatif, maka perlu memperhati-kan
dua hal berikut ini;
- Informasi analisis apa yang diperlukan
Dalam hal ini perlu diperhatikan tingkat ketepatan dan ketelitian
hasil analisis yang diperlukandan tipe sampel yang akan dianalisis
- Metode analisis yang harus digunakan
Untuk mendapatkan hasil analisis dengan tingkat ketepatan dan
ketelitian tertentu memerlukanmetode analisis tertentu. Selain itu untuk
memilih metode analisis, diperlukan bahan kimia dan peralatan tertentu
2. Tahap Pengambilan
Sampel Tahapan ini sangat penting dilakukan terutama sekali jika akan
melakukan analisis dengan metode kuantitatif. Sampel yang diambil dalam
tahapan ini harus mewakili keseluruhan materi yang nantinya akan dianalisis,
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah titik
pengambilan sampel, jarak antara titik pengambilan sampel, dan
penghomogenan terhadap sampel hasil sampling
3. Persiapan Sampel sebelum di Analisis
Sampel di ambil dari lokasi yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya
pengambilan sampel daun dapat dilakukan di hutan. Sampel yang di ambil
jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Untuk pengambilan sampel
daun bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu menggunakan tas plastik sebagai
wadah.
Teknik pengambilan sampel harus dilakukan dengan benar. Jika tidak
tepat dalam pengambilan sampel, hasil analisis kimia yang diperoleh tidak
dapat menggambarkan kondisi yang representatif atau dari bahan yang akan
dianalisis. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam pengambilan sampel
perlu diperhatikan beberapa parameter sebagai berikut :
a. Homogenitas Sampel
Efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadap
homogenitas bahan, dimana bagian yang berukuran dan berat lebih besar
cenderung akan berpisah dengan bagian yang lebih kecil dan ringan
(segregasi). Oleh karena itu sebelum sampel diambil, bahan harus
dicampur secara merata atau sampel diambil secara acak dari beberapa
bagian baik bagian dasar, tengah, atau bagian atas sehingga diperoleh
sampel yang representatif.
b. Cara Pengambilan Sampel
Sampel dari bahan dapat diambil secara non-selektif atau selektif.
Non- selektif adalah pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan
bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan bagian dari bahan tersebut.
Misalnya dalam pengambilan sampel rumput gajah, sampel diambil dari
seluruh bagian rumput, baik daun maupun batang, kemudian dipotong-
potong dan dicampur secara merata agar diperoleh bahan yang homogen.
Selektif artinya sampel diambil secara acak dari bagian tertentu suatu
bahan. Misalnya sampel rumput gajah tadi dipisahkan pengambilan
sampel batang dan daun.
c. Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang diambil sangat berpengaruh terhadap tingkat
representatif sampel yang diambil. Jumlah sampel yang diambil
tergantung dari kebutuhan untuk evaluasi dan jumlah bahan yang diambil
sampelnya. Sebagai pedoman jumlah sampel yang diambil adalah 10%
dari jumlah bahan.
d. Penanganan Sampel
Sampel yang telah diambil harus segera diamankan agar tidak
rusak atau berubah sehingga mempunyai sifat yang berbeda. Misalnya
terjadi penguapan air, pembusukan ataupun tumbuhnya jamur. Sampel
yang mempunyai kadar air rendah (< 15%) terjadinya kerusakan sampel
kemungkiannya sangat kecil. Sampel lalu dapat langsung dimasukkan ke
kantong plastik dan dibawa ke laboratorium. Sampel dengan kadar air
tinggi seperti silase, maka kemungkinan terjadinya penguapan air sangat
besar, sehingga untuk mengontrol penguapan air, maka sampel yang telah
diambil harus segera ditimbang, dimasukkan ke dalam kantong plastik
kedap udara, dibawa ke laboratorium dan segera dianalisis kadar bahan
keringnya. Jika tidak dianalisis segera maka sampel yang telah diambil
segera timbang, dikeringkan atau dijemur sampai beratnya konstan.
Kemudian baru dibawa ke laboratorium.
e. Prosesing Sampel
Untuk tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis, kimia
dan biologis, semua sampel harus digiling sehingga diperoleh sampel yang
halus.
f. Penentuan Kadar Air Sampel Segar
Sampel dapat berasal dari tumbuh-tumbuahan seperti rumput-
rumputan, biji-bijian, buah-buahan, hasil produksi pertanian dan pangan
maupun yang berasal dari hewan. Sebelum dikeringkan bahan segar
dipotong- potong untuk mendapatkan partikel yang leih kecil agar cepat
kering.
Contoh: Sejumlah sampel ditimbang sebanyak A gram kemudian
dijemur hingga kering di bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam
oven dengan temperature 50 - 60°C sekitar +24 jam. Setelah kering,
sampel tadi ditimbang dan diperoleh berat sebesar B gram. Sampel
kemudian digiling atau diperhalus lagi bentuknya untuk analisis lebih
lanjut. Selisih antara bobot sampel sebelum dan sesudah dikeringkan
merupakan kadar air (KA) sampel segar dan selanjutnya dapat ditentukan
bahan kering (BK) udara sampel. Untuk mengetahui bahan kering
sesungguhnya untuk mengetahui bahan kering sesungguhnya, maka bahan
kering udara dikali dengan bahan kering oven.

4. Tahap Preparasi
Preparasi sampel adalah pengukuran massa dan ukuran dari gross sampel
sampai pada massa dan ukuran yang cocok untuk analisa di laboratorium.
Tahap-tahap preparasi adalah sebagai berikut :
a. Pengeringan Udara (air drying)
b. Pengecilan Ukuran Butir
c. Pencampuran (mixing)
d. Pembagian (dividing)
e. Metode
f. Pengabuan
g. Penggerusan
h. Pelarutan
i. Pengenceran
j. Penambahan Pereaksi
k. Penyaringan

5. Pengukuran Sampel
Tahapan pengukuran merupakan tahapan yang paling penting dalam
melakukan analisis kimia. Konsep dasar yang harus dipahami dalam
melakukan pengukuran adalah sifat dari suatu zat yang akan dianalisis itu
sendiri. Baik itu sifat kimia maupun sifat fisikanya. Pengukurannya dapat
dilakukan dengan metode analisis volumetri (volum) atau analisis gravimetri
(berat). Selain itu dapat juga dilakukan pengukuran dengan menggunakan
instrumen laboratorium yang lebilh canggih.
6. Perhitungan, Pelaporan, dan Evaluasi Hasil Analisis
Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui kadar analit yang terdapat dalam
suatu sampel. Apabila hasil perhiatungan sudah dapat
dipertanggungjawabkan, maka harus dilakukan pelaporan data. Biasanya data
yang dilaporkan harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan mencantumkan
hasil analisisnya.

B. Pengelolaan Herbarium
Bagi dunia ilmu pengetahuan, koleksi herbarium merupakan objek studi utama
yang tidak ternilai harganya. Sehingga gedung-gedung penyimpan koleksi itu
merupakan bangunan yang megah, dengan tokoh-tokoh kenamaan. Sesuai dengan
ruang yang tersedia dalam gedung herbarium, koleksi herbarium baik yang kering
maupun yang basah dipisah-pisahkan dan ditata diruang yang tersedia untuk masing-
masing takson menurut klasifikasi yang dibuat para ahli dalam lembaga tersebut. Ada
ruangan untuk Cryptogamae, Phaneogamae, Algae, Bryophyta, pteridophyta,
dipisahkan pula antara Gymnospermae dan Angiospermae. Selanjutnya koleksi
disusun lagi berdasarkan takson yang lebih rendah dan ditata menurut abjad.
Dalam herbarium-herbarium tertentu, specimen herbarium yang disimpan
dimasukkan dalam map/sampul dengan yang berbeda-beda, yang warna masing-
masing menunjukkan wilayah geografis asal specimen-specimen tadi. Dengan
demikian ini berarti bahwa dari jenis-jenis tumbuhan yang specimen-specimennya
tersimpan dalam herbarium itu, tersedia pula informasi mengenai distribusi
geografisnya.
Koleksi herbarium basah disimpan dalam ruang tersendiri yang terpisah dari
ruang untuk herbarium kering. Penataan dalam ruang diatur seperti dilakukan
terhadap koleksi herbarium kering, yaitu dipisah-pisah menurut takson kategori besar,
selanjutnya dalam masing-masing takson kategori di bawahnya disusun menurut
abjad.
Bila herbarium basah itu meruakan sebagian specimen yang sebagian lainnya
diproses sebagai herbarium kering (misalnya, bunga, buah atau organ lain yang
terlepas dan dianggap perlu untuk tetap dipertahankan dalam koleksi dalam bentuk
herbarium basah), baik nomor urut maupun informasi-informasi yang harus
dicantumkan dalam tabel selain yang langsung menyangkut sifat-sifat bahan yang
diawetkan secara basah itu sendiri (nama kolektor, data taksonomi, dan lain-lain)
harus disesuaikan dengan yang dimuat dalam label pada herbarium kering.
Pembuatan herbarium merupakan suatu aktifitas pengawetan tanaman untuk
keperluan penelitian lebih lanjut. Fungsi dari herbarium adalah membantu
identifikasii tumbuhan lainnya yang sekiranya memiliki persamaan ciri-ciri
morfologinya. Dengan kata lain, herbarium merupakan tumbuhan yang diawetkan
yang nantinya dapat dijadikan perbandingan dengan tumbuhan yang akan
diidentifikasi . Pembuatan herbarium terdiri dari 4 tahap yaitu pengawetan,
pengidentifikasian, pembuatan kunci determinasi, serta pembuatan monograf dan
deskripsi. Herbarium memiliki dua jenis yang cukup dikenal yaitu herbarium basah
dan herbarium kering. Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi
yang sudah diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Sedangkan
herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeeringan, namun tetap
terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan
perbandingan pada saat determinasi selanjutnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Lumowa, sonja V.T. 2012 . bahan ajar botani tingkat tinggi. Universitas mulawarman:samarinda
Tjitrosoepomo, Gembong. 1993. Taksonomi Umum Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan. Gadjah
Mada University Press ; Yogyakarta.
https://www.pustakamadani.com/2019/12/sumber-bukti-taksonomi.html? m=1
Anonim.2012. Teknik Preparasi Sampel. [Online]. https://ganden-fst.web.unair.ac.id/artikel
detail-67282-Ilmiah-Teknik%20preparasi%20sampel%20(bagian%201).html diakses pada 25
Februari 2019
Sugiarto, Djaja. 2017. Preparasi Sampel. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada
Suyitno, A.L.2004. Penyiapan Specimen Awetan Objek Biologi. Yogyakarta: Jurusan Biologi
FMIPA UNY.
http://heriawa.blogspot.com/2012/05/makalah-botani-tumbuhan-tingkattinggi.html?m=1
https://metaluwitasari.wordpress.com/ipa-1/klasifikasi-zat/pendahuluan/

Anda mungkin juga menyukai