Anda di halaman 1dari 18

SERIAL KEPUSTAKAAN

PENUAAN PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL

oleh:
dr. Gede Wirata, S.Ked (NIK. 1991280520170112001)

DEPARTEMEN ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
JANUARI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya artikel kepustakaan yang berjudul “Penuaan pada Sistem
Muskuloskeletal” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Tulisan kepustakaan ini disusun dalam perencanaan dasar untuk


pengembangan karya tulis bagian antomi sebagai salah satu bacaan bagi maasiswa
baru yang berminat pengetahuan mikroanatomi. Dalam penyusunan tulisan ini,
berbagai bantuan, petunjuk serta saran dan masukan penulis dapatkan dari banyak
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Pihak Dekanat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas bantuan


yang telah diberikan, baik secara moral maupun material.
2. Tim Departemen Anatomi FK UNUD yang kami hormati, atas masukan
dan bimbingan atas kajian ilmu lama untuk dikembangkan kembali.
3. Seluruh civitas akademika Universitas Udayana, yang penulis banggakan,
dan pihak-pihak yang turut mendukung baik secara moral maupun
material, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya,
kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan dalam rangka
penyempurnaan. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan, kesehatan dan pengetahuan secara luas.

Denpasar, 15 Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................


KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................
2.1 Penuaan ........................................................... ..............................
2.1.1 Definisi Penuaan .............................. ..............................
2.1.2 Efek Penuaan .................................... ..............................
2.1.3 Tahap Proses Penuaan ...................... ..............................
2.1.4 Teori Penuaan..................................................................
2.2 Perubahan Jaringan Otot Selama Proses Penuaan .......................
2.2 Penuaan pada Sistem Muskuloskeletal ........................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Biologi menegaskan bahwa banyak fungsi tubuh menurun seiring


bertambahnya usia. Semua sel, jaringan, dan organ dipengaruhi oleh penuaan,
dengan variabilitas yang terlihat antara individu karena perbedaan susunan genetik
dan gaya hidup. Tanda-tanda penuaan luar mudah dikenali. Kulit dan jaringan lain
menjadi lebih tipis dan kering, elastisitas berkurang, keriput dan tekanan darah
tinggi. Rambut berubah menjadi abu-abu karena folikel menghasilkan lebih
sedikit melanin, pigmen coklat rambut dan iris mata. Wajah terlihat lembek
karena serat elastis dan kolagen menurun di jaringan ikat dan otot hilang.
Kacamata dan alat bantu dengar dapat menjadi bagian dari kehidupan ketika indra
perlahan-lahan memburuk, semua karena elastisitas berkurang.
Tinggi keseluruhan menurun ketika tulang kehilangan kalsium dan
mineral lainnya. Dengan bertambahnya usia, cairan menurun pada diskus tulang
rawan fibrosa yang diselingi di antara vertebra di tulang belakang. Sendi
kehilangan tulang rawan dan kaku. Banyak jaringan, termasuk otot-otot,
kehilangan massa melalui proses yang disebut atrofi. Lumps dan kekakuan
menjadi lebih luas. Sebagai akibatnya, pembuluh darah, dan saluran udara
menjadi lebih kaku. Otak dan sumsum tulang belakang kehilangan massa. Syaraf
tidak mengirimkan impuls dengan kecepatan dan frekuensi yang sama seperti di
masa lalu. Beberapa kehilangan kejernihan pikiran dan ingatan dapat menyertai
penuaan. Masalah yang lebih berat tidak selalu terkait dengan proses penuaan dan
mungkin gejala penyakit yang mendasari.
Oleh karena itu, penting untuk dikaji secara mendasar bagaimana
perubahan histologis jaringan dasar yang terjadi mengikuti perkembangan proses
penuaan itu sendiri. Pada kenyataannya, proses penuaan adalah hal yang pasti
terjadi dalam hidup ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan
2.1.1 Definisi Penuaan
Tidak ada yang tahu bagaimana dan mengapa orang berubah saat
mereka bertambah tua. Beberapa teori menyatakan bahwa penuaan disebabkan
oleh luka dari sinar ultraviolet seiring waktu, kerusakan pada tubuh, atau produk
sampingan dari metabolisme. Teori-teori lain memandang penuaan sebagai proses
yang ditentukan sebelumnya yang dikendalikan oleh gen.
Tidak ada proses tunggal yang dapat menjelaskan semua perubahan
penuaan. Penuaan adalah proses kompleks yang bervariasi tentang bagaimana hal
itu mempengaruhi orang yang berbeda dan bahkan organ yang berbeda.
Kebanyakan ahli gerontologi (orang yang mempelajari penuaan) merasa bahwa
penuaan disebabkan oleh interaksi banyak pengaruh seumur hidup. Pengaruh-
pengaruh ini termasuk faktor keturunan, lingkungan, budaya, diet, olahraga dan
rekreasi, penyakit masa lalu, dan banyak faktor lainnya (Bccampus, 2018).
Tidak seperti perubahan masa remaja, yang dapat diprediksi dalam
beberapa tahun. Beberapa sistem mulai menua berawal sejak usia 30. Proses
penuaan lainnya tidak umum sampai jauh di kemudian hari. Beberapa perubahan
selalu terjadi pada penuaan serta perubahan-perubahan terjadi pada tingkat yang
berbeda dan pada tingkatan yang berbeda. Tidak ada cara untuk memprediksi
dengan tepat bagaimana seseorang akan menua.

2.1.2 Efek Penuaan


Sejumlah gejala penuaan yang khas dialami oleh mayoritas atau oleh
sebagian besar manusia selama masa hidup mereka, antara lain:
- Seseorang kehilangan kemampuan untuk mendengar suara berfrekuensi
tinggi di atas 20 kHz (Valliente, 2014).
- Pada pertengahan 20-an, penurunan kognitif dimulai (Desjardins dkk,
2012; Finkel dkk, 2013).
- Keriput berkembang terutama karena photoageing, terutama yang
mempengaruhi area yang terkena sinar matahari (wajah) (Thurstan dkk,
2012).
- Setelah memuncak pada pertengahan 20-an, kesuburan wanita menurun.
- Setelah usia 30 massa tubuh manusia menurun hingga 70 tahun dan
kemudian menunjukkan redaman osilasi (Gerasimov, 2004).
- Orang yang berusia di atas 35 tahun berisiko mengalami presbyopia dan
kebanyakan orang mendapat manfaat dari kacamata baca pada usia 45–50
tahun. Penyebabnya adalah pengerasan lensa dengan menurunkan tingkat
α-crystallin, suatu proses yang mungkin dipercepat oleh suhu yang lebih
tinggi (Pathai,dkk, 2013).
- Sekitar usia 50, rambut menjadi abu-abu (Phandi, 2013). Pola
kerontokan rambut pada usia 50 tahun mempengaruhi sekitar 30% -50%
laki-laki dan seperempat perempuan.
- Menopause biasanya terjadi antara 49 dan 52 tahun (Takahashi, 2015).
- Pada kelompok usia 60–64, insiden osteoartritis meningkat menjadi
53%. Hanya 20% yang melaporkan melumpuhkan osteoarthritis pada usia
ini (Elaine, 2014).
- Hampir setengah dari orang yang lebih tua dari 75 memiliki gangguan
pendengaran (presbycusis) menghambat komunikasi lisan.
- Pada usia 80, lebih seseorang berisiko menderita katarak atau pernah
menjalani operasi katarak.
- Frailty, didefinisikan sebagai hilangnya massa otot dan mobilitas,
mempengaruhi 25% dari mereka yang berusia di atas 85 tahun (Fried,
2001).
- Aterosklerosis diklasifikasikan sebagai penyakit penuaan. Ini
menyebabkan penyakit kardiovaskular (misalnya stroke dan serangan
jantung) yang secara global merupakan penyebab kematian paling umum
(Wang, 2012).

Demensia menjadi lebih umum seiring berkembangnya usia lanjut


(Larson, 2013). Sekitar 3% orang berusia antara 65 dan 74, 19% antara 75 dan 84,
dan hampir setengah dari mereka yang berusia lebih dari 85 tahun menderita
demensia (Umphred, 2012). Spektrum berkisar dari gangguan kognitif ringan
hingga penyakit neurodegeneratif Alzheimer, penyakit serebrovaskular, penyakit
Parkinson dan penyakit Lou Gehrig. Selain itu, banyak jenis memori menurun
seiring proses penuaan, tetapi tidak dengan memori semantik atau pengetahuan
umum seperti definisi kosakata, yang biasanya meningkat atau tetap stabil sampai
dewasa akhir (Schaie, 2005). Kecerdasan menurun dengan bertambahnya usia
lanjut, meskipun angka bervariasi tergantung pada jenisnya dan mungkin pada
kenyataannya tetap stabil sepanjang sebagian besar masa hidup.

2.1.3 Tahap-tahap Proses Penuaan


Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan
perubahan fisik dan psikis. Proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap sebagai
berikut (Pangkahila, 2011):
1. Tahap subklinik (usia 25 – 35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan hormon estrogen.
Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai
mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar.
Karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.

2. Tahap transisi (usia 35 – 45 tahun)


Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang
sebanyak satu kilogram tiap tahun. Pada tahap ini orang mulai merasa
tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai
merusak ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit seperti
kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan
diabetes.

3. Tahap klinik (usia 45 tahun keatas)


Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi
DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon
tiroid. Terjadi penurunan, bahkan hilangnya kemampuan penyerapan
bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata,
sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.

2.1.4 Teori Penuaan


Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses
penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu wear and tear theory dan programmed theory (Goldmann dan
Klatz, 2003)

Wear and Tear Theory


Teori wear and tear pada prinsipnya menyatakan tubuh menjadi lemah
lalu meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terakumulasi.
Teori ini telah lama diperkenalkan oleh Dr. August Weismann, seorang ahli
biologi dari Jerman pada tahun 1882. Menurut teori ini, tubuh dan sel yang
terdapat pada makhluk hidup menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan
disalahgunakan. Kerusakan tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi ke
tingkatan sel (Pangkahila, 2011).
Teori ini menyatakan bahwa walaupun seseorang tidak pernah merokok,
minum alkohol, dan hanya mengkonsumsi makanan alami, dengan menggunakan
organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya akan berujung pada terjadinya suatu
kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh akan membuat kerusakan terjadi lebih
cepat. Karena itu, tubuh akan menjadi tua, dimana sel juga merasakan
pengaruhnya, terlepas dari seberapa sehat gaya hidupnya. Sistem pemeliharaan
pola hidup yang baik pada masa muda dinilai dapat berpengaruh terhadap
perbaikan tubuh sebagai kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan
kerusakan normal berlebihan (Pangkahila, 2011).
Dengan menjadi tua, tubuh berangsur kehilangan kemampuan dalam
memperbaiki kerusakan karena penyebab apa pun. Banyak orang tua meninggal
karena penyakit yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini meyakini
bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat
membantu mengembalikan proses penuaan dengan mekanismenya adalah
merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan
organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2011).
Teori wear and tear meliputi:
a. Teori Kerusakan DNA
Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri
(DNA repair). Proses penuaan sejatinya memiliki arti sebagai proses
penyembuhan yang tidak sempurna dan sebagai akibat penimbunan
kerusakan molekul yang terus menerus. Kerusakan DNA yang
terakumulasi dalam waktu lama, dapat mencapai suatu keadaan dimana
basis molekul sudah mengalami kerusakan yang berat. Kerusakan
molekuler dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar, seperti
radiasi, polutan, asap rokok dan mutagen kimia (Pangkahila, 2011).
b. Teori Penuaan Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme dapat mengalami
penuaan dikarenakan adanya akumulasi kerusakan oleh radikal bebas di
dalam sel dalam jangka waktu tertentu. Radikal bebas adalah suatu atom
atau molekul yang mempunyai susunan elektron tidak berpasangan
sehingga bersifat sangat tidak stabil. Untuk menjadi stabil, radikal bebas
akan menyerang sel-sel untuk mendapatkan elektron pasangannya dan
terjadilah reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.
Molekul utama di dalam tubuh yang dapat dirusak oleh radikal bebas
adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohusodo, 2000). Dengan
bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan yang terjadi pada sel akibat
radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga dapat mengganggu
metabolisme sel, juga merangsang terjadinya mutasi sel, yang akhirnya
bisa berakibat kanker dan kematian. Pada kulit, radikal bebas dapat
merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit agar tetap
lembab, halus, fleksibel dan elastis. Jaringan tersebut akan mengalami
kerusakan akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di
mana akan terbentuk lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan
yang lama oleh radikal bebas (Goldmann dan Klatz, 2003).
Programmed Theory
Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam
biologik, yang dimulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu
model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio, janin,
masa bayi, anak-anak remaja, menjadi tua dan akhirnya meninggal.
a. Teori Terbatasnya Replikasi Sel
Teori ini mengatakan bahwa pada ujung chromosome strands
terdapat struktur khusus yang disebut telomer. Setiap replikasi sel telomer
mengalami pemendekan ukuran pada proses pembelahan pembelahan sel.
Dan setelah sejumlah pembelahan sel tertentu, telomer telah dipakai dan
pembelahan sel terhenti. Menurut Hayflick, mekanisme telomer tersebut
menentukan rentang usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia
organisme itu sendiri (Pangkahila, 2011).
b. Proses Imun
Rusaknya sistem imun tubuh seperti mutasi yang berulang atau
perubahan protein protein paska translasi, dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya
sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik dapat menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan
menyebabkan sistem imun dalam tubuh menganggap sel yang
mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya.
Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah
satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi
pada orang lanjut usia (Pangkahila, 2011).
c. Teori Neuroendokrin
Teori ini diperkenalkan Vladimir Dilman, PhD, dengan dasar
peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pada usia muda,
berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan berbagai
fungsi organ tubuh, sehingga fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal.
Seiring dengan menuanya seseorang maka tubuh hanya mampu
memproduksi hormon lebih sedikit, sehingga kadarnya menurun dan
berakibat pada gangguan berbagai fungsi tubuh. Terapi sulih
hormon dikatakan dapat membantu untuk mengembalikan fungsi hormon
tubuh sehingga dapat memperlambat proses penuaan (Goldmann dan
Klatz, 2003).

2.2 Perubahan Jaringan Otot pada Proses Penuaan


Perubahan utama yang terkait dengan penuaan adalah atrofi otot.
Kehilangan massa otot progresif dimulai sekitar usia 40 tahun; Diperkirakan
sekitar 8% per dekade hingga usia 70 tahun dan kemudian meningkat menjadi
15% per dekade (Kim, dkk, 2013). Pergeseran dalam komposisi serat otot terjadi
di usia lanjut dengan penurunan serat glikolitik cepat besar (Tipe II)(Fielding,
dkk, 2011). Perubahan neuron motorik juga telah diamati. Pada proses penuaan,
jumlah dan aktivitas unit motor mengalamai penurunan berujung pada kerusakan
kontrol motorik (Joseph, dkk, 2016). Perubahan jenis serat dapat terjadi ketika
myofibril tipe II dihidupkan kembali oleh neuron motorik tipe I.
Kehilangan massa otot bersifat multifaktorial dan tidak sepenuhnya
dipahami kondisi yang terjadi pada lansia dan beberapa penyakit sistemik
(Bonaldo dan Sandri, 2013). Meski agen penyebab utamanya termasuk
berkurangnya aktivitas fisik, perubahan hormonal, resistensi insulin, kerentanan
genetik, kehilangan nafsu makan dan kekurangan nutrisi, kontribusi mereka
terhadap hal proses penuaan yang normal belum sepenuhnya dipahami.
Kesinambungan fisiologis otot skeletal bergantung pada keseimbangan
antara faktor anabolik dan katabolik. Kehilangan massa otot hasil dari penurunan
yang tidak proporsional dalam sintesis protein otot dan/atau peningkatan dalam
pemecahan protein (Gambar 1) (Fielding, dkk, 2011). Ada bukti kuat bahwa
anabolic drive berkurang pada penuaan. Jalur anabolik yang penting
menginduksi sintesis protein melibatkan aktivasi phosphatidylinositol 3-kinase
(PI3K) / serine treonine kinase (Akt), yang menstimulasi mammalian target of
rapamycin (mTOR) (Bodine, dkk, 2001). Sebagian besar rangsangan anabolik,
seperti: insulin dan IGF-1, latihan, dan testosteron, meningkatkan regulasi jalur
tersebut (Ali dan Garcia, 2014).
Gambar 2.13. Efek penuaan pada jalur sinyal yang terkait dengan sintesis protein
dan degradasi protein. Merah: jalur katabolik. Biru: jalur anabolik. Garis putus-
putus: penghambatan. Garis putus-putus: tidak ada stimulasi. Perubahan utama
yang terkait dengan penuaan adalah atrofi otot. Kehilangan otot hasil dari
penurunan yang tidak proporsional dalam sintesis protein otot dan/atau
peningkatan kerusakan protein. Sintesis dan degradasi protein diatur oleh
beberapa rangsangan yang berbeda, yang mengaktifkan beberapa jalur
pensinyalan.

Peran katabolisme protein yang meningkat pada perubahan otot belum


dipahami sepenuhnya. Jalur proteolitik utama yang dapat ditemukan di otot
rangka: jalur lisosomal, jalur Ca2+ dependent, jalur caspase dependent, dan jalur
ubiquitin-proteasome dependent (Mangner, dkk, 2013). Sistem ubiquitin-
proteasome adalah salah satu jalur terpenting yang bertanggung jawab untuk
degradasi intraseluler protein otot lurik (Carter, dkk, 2015). Namun, perannya
masih kontroversial selama proses penuaan; data terbaru menunjukkan bahwa
degradasi protein lebih mungkin dimediasi oleh calpain tergantung Ca2+ dan jalur
autophagy dari sistem ubiquitin-proteasome (Bowen, dkk, 2015).
Di bawah kondisi fisiologis, proses autofagi diatur secara ketat;
penghambatan autophagy menyebabkan akumulasi sampah intraseluler,
sementara itu aktivasi berlebihan dikaitkan dengan kematian sel dan hilangnya
massa otot (Fan, dkk, 2016). Jalur PI-3K/Akt/mTOR serta perangsangan sintesis
protein, menghambat degradasi protein (Ali dan Garcia, 2014). PI-3K/Akt
menghambat faktor transkripsi kotak O (Fox-O), induktor kuat dari sistem
ubiquitin-proteasome, dan mTOR menurunkan aktivitas caspase. Selanjutnya,
aktivitas fisik menstimulasi Fox-O, yang juga dapat menghambat jalur mTOR.
Ditambah lagi dengan penurunan jumlah dan aktivitas neuron motorik yang lebih
rendah berkontribusi pada ketidakaktifan dan kerusakan otot (Joseph, dkk, 2016).
Sel-sel satelit adalah sumber utama regenerasi otot; Namun, tidak jelas
apakah penurunan jumlah atau kapasitas regeneratif mereka terlibat dalam
penuaan (Fry, dkk, 2015). Jalur lain yang mungkin terlibat dalam atrofi otot
adalah myostatin, anggota dari keluarga growth factor-β. Myostatin disekresikan
oleh sel otot jantung dan otot skeletal, dan bertindak secara lokal oleh modulasi
negatif massa otot skeletal. Myostatin menghambat jalur Akt/mTOR,
mengaktifkan Fox-O, dan menurunkan jumlah sel dan regenerasi sel (Sandri,
2008).
Mitokondria mengintegrasikan beberapa sinyal sel termasuk pasokan
energi, generasi ROS, dan apoptosis. Penurunan dalam jumlah dan fungsi
mitokondria diamati selama penuaan dan berkontribusi untuk mengurangi
bioenergetika mitokondria, peningkatan produksi ROS mitokondria, dan apoptosis
sel (Kang, dkk, 2013; Calvani, dkk, 2013). Apoptosis mengurangi ukuran otot
dengan mengurangi jumlah serat dan menurunkan rasio nukleus-ke-sitoplasma
dengan target penghilangan myonuclei. Mitophagy, penghapusan dan degradasi
bagian disfungsional mitokondria, juga berubah selama penuaan (Wawrzyniak,
2016). Peroxisome proliferator-activated receptor gamma coactivator 1-alpha
(PGC-1α) adalah pengatur biogenesis utama mitokondria dalam otot rangka. Data
terbaru menunjukkan bahwa pengurangan dalam pensinyalan PGC-1α dikaitkan
dengan Akt yang menurun dan ekspresi mTOR dalam penuaan (Wentz, 2009).
Selanjutnya, over ekspresi PGC-1α melemahkan mitokondria, apoptosis,
autophagy, aktivitas proteasome, dan kehilangan massa otot.
Perubahan dalam mitokondria dianggap sangat berkontribusi perubahan
otot terkait usia. Baru-baru ini, peran zat besi pada perubahan otot telah menarik
minat peneliti. Defisiensi zat besi telah dikaitkan dengan beberapa perubahan
seperti penurunan kapasitas fisik dan massa otot; perubahan ration serat oksidatif-
ke-glikolitik; penurunan mioglobin; penurunan mitokondria dan kepadatan cristae
mitokondria; dan mengurangi metabolisme oksidatif dengan peningkatan aktivitas
glikolitik (Pietrangelo, dkk, 2009).
Peradangan tidak dianggap sebagai faktor penting yang menyebabkan
hilangnya otot pada proses penuaan yang normal (Ebner, dkk, 2014). Meskipun
peningkatan kadar Interleukin-6 dapat terjadi pada usia lanjut, dan peningkatan
faktor nekrosis tumor alpha (TNF-α) pada individu lanjut usia telah dikaitkan
dengan berkurangnya kekuatan dan massa otot, tidak jelas apakah aktivasi
peradangan adalah karena penuaan saja atau komorbiditas lain yang
mendasarinya. Selanjutnya, peradangan jalur yang melibatkan NF-κB biasanya
tidak mengaktifkan pengecilan otot.

2.3 Penuaan pada Sistem Muskuloskeletal


Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun
setelah itu akan menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas
sedangkan aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn
over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu: modeling dan remodeling. Pada
keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling sebanding dengan
tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled sehingga masa tulang yang
hilang nol. Bila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang
ini disebut negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut.
Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier
yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih porous.
Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5
sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan pada
pria diatas 80 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula
dibanding dengan kortek. Pada pemeriksaan histologi wanita pasca menopouse
dengan osteoporosis spinal hanya mempunyai trabekula kurang dari 14%. Selama
kehidupan, laki-laki kehilangan 20-30% dan wanita 30-40% dari puncak massa
tulang (Nair, 2005).
Pada sinovial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan
sendi, terjadi celah, dan lekukan di permukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan
hialin menyebabkan pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen dan
jaringan peri artikuler mengalami degenerasi Semuanya ini menyebabkan
penurunan fungsi sendi, elastisitas dan mobilitas hilang sehingga sendi kaku,
kesulitan dalam gerak yang kompleks. Perubahan yang jelas pada sistem otot
adalah berkurangnya masa otot terutama mengenai serabut otot tipe II. Penurunan
ini disebabkan karena atropi dan kehilangan serabut otot. Perubahan ini
menyebabkan laju metabolik basal dan laju komsumsi oksigen maksimal
berkurang. Otot menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat.
Selain penurunan masa otot, juga dijumpai berkurangnya rasio otot dan jaringan
lemak (Nair, 2005).
Perubahan degeneratif yang dapat mempengaruhi fungsi sistem
vertebrobasiler adalah degenerasi discus veterbralis (kadar air sangat menurun,
fibrokartilago meningkat dan perubahan pada mukopoliskarida). Akibatnya diskus
ini menonjol ke perifer mendorong periosteum yang meliputinya dan lig.
intervertebralis menjauh dari corpus vertebrae. Bagian periost yang terdorong ini
akan mengalami kalsifikasi dan membentuk osteofit. Keadaan seperti ini dikenal
dengan nama spondilosis servikalis. Discus intervertebralis total merupakan 25%
dari seluruh collumna vertebralis sehingga degenerasi diskus dapat
mengakibatkan pengurangan tinggi badan pada usia lanjut. Spondilosis servikalis
berakibat 2 hal pada a.vertebralis, yaitu: osteofit sepanjang pinggir corpus
vetebrales dan pada posisi tertentu bahkan dapat mengakibatkan oklusi pembuluh
arteri ini; dan berkurangnya panjang kolum servikal berakiabat a. verterbalies
menjadi berkelok-kelok. Pada posisi tertentu pembuluh ini dapat tertekuk
sehingga terjadi oklusi (Nair, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Ali S, Garcia JM. Sarcopenia, cachexia and aging: Diagnosis, mechanisms and
therapeutic options. A minireview. Gerontology. 2014; 60: 294-305
Bccampus. Anatomy and Physiology. Chapter 4. The Tissue Level of
Organization; 2018. [Diakses: 20 Mei 2018]
https://opentextbc.ca/anatomyandphysiology/chapter/5-1-layers-of-the-skin/
Bodine SC, Stitt TN, Gonzalez M, Kline WO, Stover GL, Bauerlein R,
Zlotchenko E, Scrimgeour A, Lawrence JC, Glass DJ, Yancopoulos GD.
Akt/mTOR pathway is a crucial regulator of skeletal muscle hypertrophy and
can prevent muscle atrophy in vivo. Nat Cell Biol. 2001; 3: 1014-19.
Bonaldo P, Sandri M. Cellular and molecular mechanisms of muscle atrophy. Dis
Model Mech. 2013; 6: 25-39.
Bowen TS, Schuler G, Adams V. Skeletal muscle wasting in cachexia and
sarcopenia: molecular pathophysiology and impact of exercise training. J
Cachexia Sarcopenia Muscle. 2015; 6: 197-207.
Calvani R, Joseph AM, Adhihetty PJ, Miccheli A, Bossola M, Leeuwenburgh C,
Bernabei R, Marzetti E.Mitochondrial pathways in sarcopenia of aging and
disuse muscle atrophy. Biol Chem. 2013; 394: 393-414.
Carter HN, Chen CC, Hood DA. Mitochondria, muscle health, and exercise with
advancing age. Physiology. 2015; 30: 208-223.
Desjardins, Richard; Warnke, Arne Jonas . "Ageing and Skills". OECD Education
Working Papers; 2012. doi:10.1787/5k9csvw87ckh-en.
Ebner N, Elsner S, Springer J, von Haehling S. Molecular mechanisms and
treatment targets of muscle wasting and cachexia in heart failure: an overview.
Curr Opin Support Palliat Care. 2014; 8: 15-24
Elaine Thomas; Peat, George; Croft, Peter (2014). "Defining and mapping the
person with osteoarthritis for population studies and public health".
Rheumatology (Oxford). 53 (2): 338–345. doi:10.1093/rheumatology/ket346
Fan Y, Li Z, Han S, Lv C, Zhang B. The influence of gait speed on the stability of
walking among the elderly. Gait Posture. 2016; 47: 31-6
Fry CS, Lee JD, Mula J, Kirby TJ, Jackson JR, Liu F, Yang L, Mendias CL,
Dupont-Versteegden EE, McCarthy JJ, Peterson CA. Inducible depletion of
satellite cells in adult, sedentary mice impairs muscle regenerative capacity
without aff ecting sarcopenia. Nat Med. 2015; 21: 76-80.
Fielding RA, Vellas B, Evans WJ, Bhasin S, Morley JE, Newman AB, Abellan
van Kan G, Andrieu S, Bauer J, Breuille D, Cederholm T, Chandler J, De
Meynard C, et al. Sarcopenia: an undiagnosed condition in older adults.
Current consensus definition: prevalence, etiology, and consequences.
International Working Group on Sarcopenia. J Am Med Dir Assoc. 2011; 12:
249-56.
Finkel, Deborah; Reynolds, Chandra A. (9 July 2013). "Behavior Genetics of
Cognition Across the Lifespan". Springer Science & Business Media – via
Google Books.
Fried, LP; Tangen, CM; Walston, J; Newman, AB; Hirsch, C; Gottdiener, J;
Seeman, T; Tracy, R; Kop, WJ; Burke, G; McBurnie, MA (Mar 2001). "Frailty
in older adults: evidence for a phenotype". The Journals of Gerontology. Series
A, Biological Sciences and Medical Sciences. 56 (3): M146–56.
doi:10.1093/gerona/56.3.m146
Gerasimov, I.G.; Ignatov, D.Yu. (2004). "Age Dynamics of Body Mass and
Human Lifespan". Journal of Evolutionary Biochemistry and Physiology. 40
(3): 343–349. doi:10.1023/B:JOEY.0000042639.72529.e1
Joseph AM, Adhihetty PJ, Leeuwenburgh C. Beneficial effects of exercise on age-
related mitochondrial dysfunction and oxidative stress in skeletal muscle. J
Physiol. 2016; 594: 5105-23.
Kang C, Chung E, Diff ee G, Ji LL. Exercise training attenuates aging-associated
mitochondrial dysfunction in rat skeletal muscle: role of PGC-1α. Exp
Gerontol. 2013; 48: 1343-50
Kim TN, Choi KM. Sarcopenia: Definition, epidemiology, and pathophysiology. J
Bone Metab. 2013; 20: 1-10.
Larson, EB; Yaffe, K; Langa, KM (12 December 2013). "New insights into the
dementia epidemic". The New England Journal of Medicine. 369 (24): 2275–7.
doi:10.1056/nejmp1311405
Nair KS, 2005. Aging Muscle. Am J Clin Nutr 2005; 81:953-963.
Pandhi, D; Khanna, D (2013). "Premature graying of hair". Indian journal of
dermatology, venereology and leprology. 79 (5): 641–53. doi:10.4103/0378-
6323.116733
Pathai, S; Shiels, PG; Lawn, SD; Cook, C; Gilbert, C (March 2013). "The eye as a
model of ageing in translational research--molecular, epigenetic and clinical
aspects". Ageing research reviews. 12 (2): 490–508.
doi:10.1016/j.arr.2012.11.002. PMID 23274270
Pietrangelo L, D’Incecco A, Ainbinder A, Michelucci A, Kern H, Dirksen RT,
Boncompagni S, Protasi F. Agedependent uncoupling of mitochondria from
Ca2⁺ release units in skeletal muscle. Oncotarget. 2015; 6: 35358-71. doi:
10.18632/oncotarget.6139.
Rodriguez Valiente A, Trinidad A, Garcia Berrocal JR, Gorriz C, Ramirez
Camacho R (April 2014). "Review: Extended high-frequency (9–20 kHz)
audiometry reference thresholds in healthy subjects". Int J Audiol. 53 (8): 531–
545. doi:10.3109/14992027.2014.893375. PMID 24749665
Sandri M. Signaling in muscle atrophy and hypertrophy. Physiology. 2008; 23:
160-70.
Schaie, K. Warner (2005). Developmental Influences on Adult Intelligence.
doi:10.1093/acprof:oso/9780195156737.001.0001
Takahashi, TA; Johnson, KM (May 2015). "Menopause". The Medical clinics of
North America. 99 (3): 521–34. doi:10.1016/j.mcna.2015.01.006
Thurstan SA, Gibbs NK, Langton AK, Griffiths CE, Watson RE, Sherratt MJ
(2012). "Chemical consequences of cutaneous photoageing". Chem Cent J. 6
(1): 34. doi:10.1186/1752-153X-6-34. PMC 3410765  . PMID 22534143
Umphred, Darcy (2012). Neurological rehabilitation (6th ed.). St. Louis, Mo.:
Elsevier Mosby. p. 838. ISBN 978-0-323-07586-2.
Wang JC, Bennett M (2012). "Aging and atherosclerosis: mechanisms, functional
consequences, and potential therapeutics for cellular senescence". Circ Res.
111 (2): 245–59. doi:10.1161/CIRCRESAHA.111.261388
Wawrzyniak NR, Joseph AM, Levin DG, Gundermann DM, Leeuwenburgh C,
Sandesara B, Manini TM, Adhihetty PJ. Idiopathic chronic fatigue in older
adults is linked to impaired mitochondrial content and biogenesissignaling in
skeletal muscle. Oncotarget. 2016; 7: 52695-709.
doi:10.18632/oncotarget.10685
Wenz T, Rossi SG, Rotundo RL, Spiegelman BM, Moraes CT. Increased muscle
PGC-1alpha expression protects from sarcopenia and metabolic disease during
aging. Proc Natl Acad Sci USA. 2009; 106: 20405-10

Anda mungkin juga menyukai