Anda di halaman 1dari 23

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2021


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ASPEK LABORATORIUM ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA


KEHAMILAN

Disusun Oleh :
A. Muh. Risal C014202248
Wa Ode Irma Nuraini C014202250
Andi Thalia Resky Aulia C014202253

Residen Pembimbing:
dr. Budi

Supervisor :
Prof. dr. Mansyur Arif., PhD., Sp.PK(K)

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

17
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

A. Muh. Risal C014202248


Wa Ode Irma Nuraini C014202250
Andi Thalia Resky Aulia C014202253

Judul Referat : Aspek Laboratorium Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juli 2021


Mengetahui,
Supervisor Pembimbing

Prof. dr. Mansyur Arif., PhD., Sp.PK(K)

Residen Pembimbing

dr. Budi

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3

2.1 Definisi dan Epidemiologi Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan ............ 3

2.2 Faktor Risiko Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan ................................. 4

2.3 Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi ............................................................. 4

2.4 Manifestasi Klinis dan Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan .... 5

2.5 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan ....................................... 6

2.5.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik........................................................... 6

2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium ...................................................................... 7

2.6 Diagnosis Banding ........................................................................................ 11

2.7 Managemen Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan ................................. 14

2.7.1 Edukasi Diet ........................................................................................... 14

2.7.2 Suplemen Besi Oral ............................................................................... 14

2.7.3 Terapi Besi Parenteral ............................................................................ 15

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan dunia yang
mempengaruhi sekitar sepertiga populasi dunia atau sekitar 2 miliar penduduk
dunia. Selama kurun waktu dari 1990 sampai 2010, angka prevelensi anemia
menurn 40,2% menjadi 32,9%, tetapi penurunan ini lebih banyak untuk kasus pada
laki laki. Meskipun penyebab anemia ini berbeda, termasuk hemoglobinopati,
defisiensi mikronutrien (asam folat, vitamin B12, riboflavin), infeksi parasite usus,
infeksi akut dan kronis, dan peyakit gagal ginjal kronis. World health organization
(WHO) memperkirakan anemia defisiensi besi menyumbang lebih dari 50% dari
keseluruhan kasus anemia. Kebanyakan kasus anemia defisiensi besi terjadi di
daerah dengan malnutrisi kronis sekitar 50-80% kasus. Pravelensi defisiensi besi
dapat bervariasi seperti yang terjadi pada defisiensi nutrisi lainnya. Wanita dan anak
kecil lebih berisiko mengalami anemia defisiensi besi. Gangguan ini terjadi pada
masa bayi (47%), ibu hamil (42%), dan wanita usia produksi (30%)1.

Pada ibu hamil, anemia merupakan masalah yang umum dijumpai dalam
perawatan selama kehamilan. Setiap hemoglobin yang dibawah 10,5 g/dl dapat
dianggap sebagai anemia pada ibu hamil tanpa memandang usia kehamilannya.
Penyebab anemia pada kehamilan terutama kekurangan nutrisi, infeksi parasit dan
bakteri dan kelainan sel darah merah bawaan seperti thalasemia. Penyebab utama
anemia pada kehamilan adalah defisiensi besi, yang memiliki prevelensi di seluruh
dunia diperkirakan 20-80% dan terutama populasi wanita yang mengalaminya.
Anemia pada kehamilan dapat diperburuk oleh berbagai kondisi selama kehamilan
seperti perdarahan uterus atau plasenta, perdarahan gastrointestinal, dan perdarahan
selema persalinan. Selain konsekuensi yang umum dari anemia dapat terjadi selama
kehamilan, juga terdapat beberapa resiko khusus yang dapat terjadi selama
kehamilan untuk ibu dan janin seperti Intrauterine Growth Retardation (IUGR),
kehamilan prematur, dan resiko tinggi transfusi selama persalinan2.

Mengingat dampak dari anemia defisiensi besi yang dapat merugikan ibu
dan janin secara signifikan, diagnosis dini dan pengobatan kondisi klinis dari

1
anemia defisiensi besi sangatlah penting. Oleh karena itu, tes laboratorium
direkomendasikan dilakukan dari trisemester pertama untuk mengevaluasi status
zat besi sehingga dapak mencegah dampak dari anemia defisiensi besi ini1.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Epidemiologi Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan absolut jumlah eritrosit di
dalam sirkulasi, yang secara tidak langsung diukur melalui pemeriksaan
konsentrasi Hb, Hct atau jumlah sel darah merah. Berdasarkan pedoman
yang dikeluarkan oleh WHO, nilai ambang batas terendah Hb ibu pada
kehamilan adalah 11 mg/dL tanpa melihat usia kehamilan. Sementara itu
karena adanya penurunan Hb sekitar 0,5 mg/dL pada trimester kedua, CDC
menetapkan nilai ambang Hb ibu hamil berada pada 10,5 mg/dL.3,4
Angka prevalensi kejadian anemia selama kehamilan di negara
berkembang berkisar dari 53%-61% untuk wilayah Afrika, 44%-53% untuk
wilayah Asia Tenggara, dan 17%-53% untuk daerah Eropa dan Amerika
Utara.2
Penyebab tersering anemia pada kehamilan adalah anemia defisiensi
besi dan anemia megaloblastik. Sedangkan penyebab lain dari anemia pada
kehamilan adalah anemia aplastik, anemia hemolitik, thalassemia dan
infeksi parasit. Sekitar 75% anemia yang didiagnosis selama masa
kehamilan adalah anemia defisiensi besi.2,3,5
Anemia defisiensi besi didefinisikan sebagai penurunan kemampuan
darah membawa oksigen (oxygen lowering capacity) yang disebabkan oleh
rendahnya kadar Besi dalam tubuh. Zat besi di dalam tubuh tidak hanya
berperan dalam transportasi O2 melainkan juga dalam berbagai reaksi
enzimatik tubuh.6
Selama kehamilan, kebutuhal total rata-rata besi pada wanita hamil
dengan berat badan 55 kg adalah sebanyak 1200 mg. Zat besi utamanya
digunakan untuk meningkatkan jumlah eritrosit ibu (450 mg), plasenta (90-
100 mg), kebutuhan fetus (250-300 mg), kehilangan secara umum (200-250
mg) dan kehilangan darah saat proses melahirkan sekitar 150 mg. Studi lain
mengatakan sekitar 40% wanita memulai masa kehamilannya dengan
jumlah cadangan besi yang rendah bahkan tidak ada, yang mana hal ini

3
sangat bertolak belakang dengan peningkatan kebutuhan besi selama masa
kehamilan dan melahirkan. Kebutuhan penyerapan besi pada trimester
pertama kehamilah adalah sekitar 0,8 mg/hari dan meningkat menjadi 7,5
mg.hari pada trimester tiga kehamilan.2
2.2 Faktor Risiko Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kejadian
anemia defisiensi besi pada kehamilan, diantaranya2 :
a. Perubahan fisiologis tubuh selama kehamilan
b. Kurangnnya intake Besi
c. Peningkatan kebutuhan Besi oleh besitus
d. Absobsi Besi yang buruk/tidak maksimal selama kehamilan
e. Kehamilan ganda atau kehamilan berturut-turut dengan jarak
kurang dari dua tahun
f. Multipara
g. Kehamilan pada ibu usia remaja
h. Jumlah total Besi yang rendah sebelum kehamilan
i. Kehilangan darah yang berlangsung kronik
j. Rendahnya status sosioekonomi
2.3 Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
Besi dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu besi
fungsional dan simpanan zat besi. Besi fungsional memainkan banyak peran
penting dalam tubuh manusia. Besi dapat ditemukan dalam hemoglobin
yang membawa oksigen dari paru paru kejaringan tubuh dan di otot sebagai
myoglobin. Besi berperan dalam reaksi enzimatik, sintesis DNA,
pembentukan energi di mitokondria, dan prolibesirasi sel. Simpanan besi
dapat ditemukan dalam ferritin, hemosiderin, dan transferrin. Homeostatis
besi sangat penting bagi tubuh dan diatur melalui diet, absorbsi besi di
gastrointestinal dan daur ulang besi dalam sel darah merah. Total simpanan
besi di dalam tubuh sekitar 3,5 g untuk pria dan 2,5 g untuk Wanita. Sekitar
20-25 mg zat besi dibutuhkan untuk produksi sel darah merah dan proses
lainnya yang terjadi dalam tubuh. Penyerapan besi dari makanan terbatas

4
sekitar 1-2 mg/hari. Kebutuhan harian ini terjadi akibat daur ulang besi dari
sel darah merah yang sudah tua oleh makrofag.7
Pada ibu hamil kebutuhan zat besi secara keseluruhan mengalami
peningkatan yang signifikan lebih tinggi daripada wanita yang tidak hamil.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan zat besi untuk memperluas
volume plasma, produksi sel darah merah yang lebih banyak, pertumbuhan
janin dan plasenta, dan kompensasi hilanganya besi saat melahirkan.
Peningkatan kebutuhan ini meyebabkan simpanan besi makin menurun.
Jika simpanan besi menurun keadaan ini disebut iron depleted state yang
ditandai dengan menurunnya kadar ferritin serum, peningkatan absorbsi
besi diusus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila
kekurangan besi berlanjut terus maka simpanan besi menjadi kosng sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi gejala klinis anemia
belum terjadi dimana keadaan ini di sebut iron deficient erythropoiesis. Pada
fase ini, kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free
protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferrin menurun dan Total Iron
Binding Capacity (TIBC) meningkat. Apabila jumlah besi menurun terus
menerus ,aka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin
mulai menurun akibatnya timbul anemia mikrositik hipokrom. Pada saat
inijuga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang
dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbafai
gejala lainnya. 1,8

2.4 Manifestasi Klinis dan Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
Manifestasi klinis anemia defisiensi Fe yang umum dijumpai adalah
kelesuan dan kelelahan, mesikupun kondisi ini juga dapat ditemukan pada
kehamilan normal. Glositis, pucat dan inflamasi pada bibir (cheilitis)
merupakan manifestasi klinis defisiensi Fe, sedangkan koilonikia (kuku
sendok) adalah temuan yang jarang dijumpai. Gejala lain seperti sakit
kepala, parestesia, sensasi terbakar pada lidah, dan pica dapat muncul pada

5
kondisi anemia berat. Studi lain menjelaskan anemia defisiensi Besi dapat
menyebabkan banyak gejala, diantaranya kelehahan, penurunan kinerja
fisik dan kebugaran, peningkatan stess kardiovaskular (takikardi, penurunan
tekanan darah), penurunan termoregulasi, meningkatnya resiko infeksi,
fungsi tiroid dan sinetsis tiroksin juga dipengaruhi oleh jumlah Besi dalam
tubuh wanita hamil.2,8
Anemia defisiensi Fe yang terjadi selama masa kehamilan dikaitkan
dengan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas ibu dan neonatus.
Selama masa kehamilan, toleransi ibu terhadap kehilangan darah menjadi
berkurang. Sehingga resiko kematikan ibu bergantung pada tingkat
keparahan anemia defisiensi besi yang dialami. Kematian ini dapat
disebabkan oleh kegagalan kardiovaskular, tingginya resiko syok
hemoragik, resiko infeksi yang lebih tinggi selama masa nifas, dan
penyembuhan luka yang terganggu.2
Kondisi anemia ini juga turut berpengaruh terhadap fetus/janin.
Dimana fetus dari ibu yang mengalami anemia defisiensi besi memiliki
resiko mengalami pertumbuhan yang lambat selama fase intrauterine
(IUGR), lahir dengan kondisi premature, kematian janin dalam kandungan,
infeksi dan feto-placental miss ratio. Defisiensi Besi yang dialami ibu saat
masa kehamilan juga dapat menyebabkan kegagalan perkembangan
kognitif pada masa kanak-kanak. Sebuah penelitian menemukan bahwa
seorang anak yang lahir dari ibu usia remaja yang mengalami defisiensi besi
memiliki prevalensi yang lebih tinggi mengalami newborn anemia dan
rendahnya ketersediaan cadangan Besi dalam tubuh.2,9
2.5 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
2.5.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala umum anemia atau sindroma anemia biasanya
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar
hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang kunang serta
telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena

6
penurunan kadar hemoglobin yang terjadi seca perlahan
sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok jika
dibandingkan dengan anemia lainnya yang penurunan kadar
hemoglobinnya terjadi lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh
mekanisme kompensasi tubuh yang dapat berjalan dengan
baik. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin telah
turun dibawah 7-8 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dapat
dijumpai pasien yang tampak pucat, terutama pada
kongjuntiva dan jaringan dibawah kuku.8
Gejala khas yang dapat dijumpai pada pemeriksaan
fisik anemia defisiensi besi yaitu koilonikia dimana kuku
tampak seperti sendok dan menjadi rapuh bergaris garis dan
cekung. Selain itu, permukaan lidah pasien juga dapat
menjadi licin dan mengkilap dikarenakan papil lidah yang
menghilang. Stomatitis angularis dan disfagia juga dapat
mencul pada pasien anemia defisiensi besi. Pica juga
merupakan gejala khas dari anemia defisiensi besi yaitu
keinginan pasien untuk memakan bahan yang tidak lazim
seperti tanah liat, lem dan lain lain.8
2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium
Mengingat banyaknya komplikasi yang bisa dialami
oleh ibu dan janin sebagai akibat dari anemia pada kehamilan,
maka pemeriksaan laboratorium untuk mengklarifikasi
diagnosis dan penanganan merupakan hal yang penting
untuk dilakukan. Pada pemeriksaan darah lengkap, kita
dapat mengetahui hitung jumlah eritrosit dan konsentrasi Hb.
Konsentrasi Hb < 11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga,
dan <10,5 g/dL pada trimester kedua menunjukkan
kemungkinan anemia pada kehamilan namun tidak spesifik
mengidentifikasi anemia defisiensi Fe. Karena banyaknya
etiologi yang bisa mendasari anemia pada kehamilan, maka

7
penegakkan diagnosa anemia tidak hanya didasarkan pada
rendahnya kadar Hb dan memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.4,7
Pemeriksaan morfologi sel darah merah dapat
membantu untuk mengetahui etiologi yang mendasari.
Anemia yang disebabkan oleh defisinsi Fe akan memberikan
gambaran eritrosit yang mikrositik (memiliki ukuran yang
lebih kecil dari normalnya) dengan penurunan MCV (main
corpuscular volume) dan gambaran eritrosit yang hipokrom
dengan penurunan MCH (main corpuscular haemoglobin)
sehingga warnanya menjadi lebih pucat.4

Gambar 1. Morfologi sel darah merah pada apusan


darah tepi anemia defisiensi Fe10

Ini adalah gambaran morfologi eritrosit mikrositik


hipokrom, pada apusan darah tepi kasus anemia defisiensi
besi yang memiliki berbagai sel poikilosit, yakni sel pensil
(panah biru) Sel pensil adalah sel eritrosit dengan bentuk
elips, memiliki panjang tiga kali lipat dari lebarnya.
Umumnya sel pensil merupakan gambaran khas anemia
defisiensi besi, namun pada beberapa keadaan dapat pula

8
dijumpai pada kasus talasemia minor dan anemia penyakit
kronis, namun hal ini jarang.10

Pemeriksaan kadar ferritin serum memiliki


sensitivitas dan spesifisitas tertinggi untuk mendeteksi
adanya defesiensi Fe, sehingga pemeriksaan ini merupakan
gold standar. Ketika kadar ferritin <20 ng/mL maka
seseorang dapat didiagnosis mengalami defisiensi Fe. Kadar
ferritin diantara 20-50 ng/mL menunjukkan hasil yang ragu-
ragu, sedangkan jika kadar ferritin serum > 50 ng/mL maka
diagnosis defisiensi Fe dapat disingkirkan. Disisi lain perlu
pula diingat bahwa proses inflamasi dapat menyebabkan
jumlah ferritin serum menjadi false normal atau false high,
karena ferritin merupakan salah satu parameter acute phase
reaction. Oleh karena itu sangat direkomendasikan untuk
dilakukan pemeriksaan ferritin serum bersamaan dengan
pemeriksaan C-Reactive protein (CRP).4,11
Pemeriksaan ferritin serum disamping pemeriksaan
haemoglobin pada awal masa kehamilan adalah salah satu
strategi yang baik untuk dilakukan. Jika didapatkan kadar
ferritin serum ibu pada awal masa kehamilan <30 ng/mL,
maka diperkirakan 90% simpanan cadangan besi ibu akan
habis walaupun mungkin belum menunjukan manifestasi
secara klinis.4
Selain pemeriksaan pemeriksaan diatas, biasanya
juga dilakukan pemeriksaan Fe serum dan kadar transferrin.
Namun, pada kebanyakan kasus, pemeriksaan Fe serum dan
kadar trasnferin (yang biasanya diwakili oleh TIBC) tidak
memberikan banyak manfaat dalam penegakkan diagnosis
defisiensi Fe, sekalipun dalam kehamilan, mengingat kadar
Fe serum sangat dipengaruhi oleh faktor diurnal dan variasi

9
antar-individu. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
saturasi transferrin.4
Apabila didapatkan kadar ferritin normal, namun
saturasi transferrin kurang dari 15%, maka hal ini
mengindikasikan adanya defisiensi Fe laten, mengingat
dalam kondisi ini Fe akan dilepaskan ke sirkulasi dalam
jumlah yang tinggi untuk mempertahankan eritropoiesis.
Perlu pula diingat bahwa fluktuasi Fe serum dapat
mempengaruhi hasil perhitungan saturasi transferrin, dan
memberikan interpretasi yang salah. Oleh karena itu
pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari
setelah puasa semalam, mengingat konsumsi makanan
mengandung Fe dapat mempengaruhi perhitungan saturasi
transferrin.11
Berbagai studi saat ini telah menjelaskan bahwa
pemeriksaan soluble transferrin receptor (sTfR) atau
reseptor trasnferrin adalah indikator yang sensitive dan
spesisik terhadap perubahan Fe. Nilai reseptor transferrin
akan meningkat saat terjadi defisiensi Fe atau ketika
kebutuhan intraseluler akan Fe meningkat. Sebuah penelitian
pada ibu hami membuktikan adanya peningkatan nilai
reseptor transferrin selama kehamilan yang distimulasi oleh
eritropoiesis dan kebutuhan Fe untuk proliferasi sel yang
meningkat. Pemeriksaan parameter ini akan sangat
bermanfaat pada situasi yang tidak jelas pada kehamilan
(misalnya didapatkan kadar ferritin normal namun kadar
CRP meningkat). Reseptor transferrin umumnya tidak
dipengaruhi oleh proses infeksi, berbeda dengan ferritin,
sehingga pemeriksaan ini lebih bermanfaat untuk
mengetahui kadar ferritin serum.11

10
Gambar 2. Parameter hasil laboratorium pada kasus
anemia defisiensi Fe11
2.6 Diagnosis Banding
2.6.1 Anemia Megaloblastik
Mayoritas anemia makrositik selama kehamilan dikarenakan
difisiensi asam folat dan vitamin B12. Pendekatan diagnosis untuk
anemia megaloblastik melibatkan pemeriksaan analisis darah tepi
untuk menilai morfologi sel darah merah dan pemeriksaan darah
rutin untuk menilai Mean Corpusular Volume (MCV) serta
identifikasi defisiensi vitamin spesifik seperti uji serum vitamin B12
dan kadar asam folat. Suplementasi multivitamin dan asam folat
dapat mengurangi risiko solusio plasenta dan keguguran yang
berulang. Kebutuhan asam folat meningkat dari 50 g/hari pada
wanita yang tidak hamil menjadi 150 g/hari selama masa kehamilan.
Center for Disease and Prevention (CDC) merekomendasikan
suplementasi 400 mikrogram asam folat untuk mencegah kecacatan
pada janin. Defisiensi asam folat dapat didiagnosis dengan
mengukur kadar homosistein dan asam methylmalonic didalam
plasma.14
2.6.2 Thalasemia
Anemia pada wanita dengan thalassemia dapat memburuk
selama masa kehamilan, namun sebagian dari mereka tetap tidak
terdiagnosis tanpa skrining, karena gejala anemia bisa ringan atau
tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, masa kehamilan mereka
biasanya akan lancar dan selesai. Thalasemia dan anemia gestasional
sebagian menyebabkan komplikasi yang berbeda pada ibu hamil

11
dengan thalasemia seperti Intrauterine Growth Retardation (IUGR)
dan kelahiran prematur. Gambaran laboratorium ibu hamil dengan
thalasemia pada analisa darah tepi dapat menunjukkan gambaran
mikrositik hipokrom poilkilositosis, sel target, eliptosit, termasuk
kemungkinan ditemukannya peningkatan eritrosit stippled. Dan
pada elektoforesis Hb ditemukan HbA2 yang meningkat.8,15

Gambar 3. Apusan darah tepi pasien thalasemia beta minor,


didapatkan mikrositosis (M), anisopoikilositosis (P) dan sel target
(T)16
2.6.3 Anemia Sideroblastik

Anemia sideroblastik adalah kelompok kenalinan sumsum


tulang yang diwariskan atau didapat, ditandai dengan adanya
akumulasi patologis Fe pada mitokondria prekursor eritrosit
(eritroblas berinti). Pada eritroblas yang terkena, mitokondria akan
mengelilingi nukleus sehingga menimbulkan ciri morfologi anemia
sideroblastik, yakni cincin sideroblas (sideroblast ring).16

1 2

12
Gambar 4. Gambaran cincin sideroblas (gambar 1) dan
Pappenheimer bodies (gambar 2) 16

Pada pemeriksaan darang lengkap, seringkali didapatkan


anemia derajat sedang. Indeks eritrosit umumnya menunjukkan
MCV yang rendah dengan gambaran mikrositik, sedangkan
normositik, makrositik dan dimorfik jarang ditemukan. Pada apusan
darah tepi, kita dapat melihat siderosit dengan Pappenheimer bodies
(eritrosit hipokrom dengan deposit Fe basofilik), yang merupakan
sideroblas matur. Pemeriksaan Fe serum dan Ferritin serum biasanya
didapatkan hasil yang meningkat, sedangkan TIBC menurun.
Pemeriksaan saturasi transferin meningkat.16

Tabel 1. Perbandingan hasil laboratorium diagnosis banding anemia defisiensi Fe

Fe Ferritin Saturasi
Penyakit Hb MCV TIBC
serum serum trasnferrin
Anemia ↓ ↑ N N N N
megaloblastik
Thalasemia16 ↓ ↓ N N N N
Anemia ↓ ↓ ↑ ↑ ↓ ↑
sideroblastik17

13
2.7 Managemen Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
2.7.1 Edukasi Diet
Rata rata asupan zat besi harian wanita sekitar 10,5
mg. dan sekitar 15% dari zat besi diabsorbsi dari makanan.
Kebutuhan zat besi pada ibu hamil meningkat 3 kali lipat
daripada wanita yang sedang menstruasi. Kebutuhan ini
terus meningkat seiring dengan usia kehamilan. Angka
kecukupan gizi (AKG) zat besi yang direkomendasikan pada
trisemester kedua kehamilan adalah 30 mg. dan penyerapan
zat besi meningkat 3 kali lipat pada trisemster 3 dan
kebutuhan zat besi meningkat dari 1-2 mg/hari menjadi 6
mg/hari.12
Jumlah penyerapan zat besi sangat tergantung dari
jumlah zat besi dalam makanan, bioavaibilitas, dan
kebutuhan zat besi individu. Sumber utama besi hem adalah
hemoglobin dan myoglobin dari daging, ikan, dan unggas.
Besi hem lebih mudah diserap daripada besi non-hem.
Daging juga mengandung senyawa organik yang dapat
meningkatkan penyerapan besi non-hem yang
bioavaibilitasnya rendah. Namun sekitar 95% asupan zat
besi berasal dari makanan berasal dari besi non-hem.
Pemberian vitamin C secara signifikan meningkatkan
penyerapan zat besi dari makanan non-heme. Kacang
kacangan juga dapat meningkatkan bioavaibilitas besi non-
hem dengan mengurangi kandungan fitat makanan, yang
dapat menghambat absorbsi zat besi. Tanin dalam teh dan
kopi menghambat penyerapan zat besi saat dikomsumsi
sehabis makan. Sehingga edukasi dan konseling mengenai
diet makanan pada ibu hamil dapat meningkatkan asupan
dan penyerapan besi.12
2.7.2 Suplemen Besi Oral

14
Ibu hamil yang mengalami defisiensi besi selama
kehamilan, kebutuhan zat besi melalui diet tidak dapat
dipastikan sehingga suplemen besi oral mungkin dibutuhkan.
Suplemen besi oral merupakan cara yang efektif, murah, dan
aman untuk menggantikan kebutuhan besi. ferrous sulfat
hanya menunjukkan perbedaan yang kecil dalam hal
efisiensi penyerapan besi. Dosis ferrous sulfat yang
direkomendasikan adalah 3x200 mg. Dosis yang lebih tinggi
tidak direkomendasikan karena mengurangi penyerapan dan
meningkatnya efek samping.8,12
Suplemen besi oral sebaiknya dikomsumsi sebelum
makan, hal ini dikarenakan penyerapan mungkin berkurang
atau terganggu oleh makanan yang dikomsumsi. Respon
suplemen besi oral dianggap baik apabila hemoglobin
mengalami kenaikan 2 gr/dl dalam 3 sampai 4 minggu.12,13
2.7.3 Terapi Besi Parenteral
Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi memiliki
resiko yang lebih besar dan biaya yang lebih mahal. Oleh
karena itu, terapi besi parenteral hanya diberikan
berdasarkan indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi
parenteral yaitu sebagai berikut.8
a. Intoleransi terhadap pemberian besi oral
b. Kepatuhan minum obat yang rendah
c. Gangguan pencernaan seperti colitis ulseratif yang
kambuh jika diberikan besi,
d. Penyerapan besi yang terganggu seperti pada pasien
pasca gastrektomi
e. Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak
sehingga tidak dapat dikompensasi dengan suplemen
besi oral seperti pada hereditary hemorragic
teleangiectasis

15
f. Kebutuhan besi besar dalam waktu yang pendek
seperti pada kehamilan trisemester ke tiga atau
sebelum operasi
g. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian
eritropoietin pada anemia gagal ginjal kronik
Preparat besi parenteral yang tersedia adalah iron
dextran complex, iron sorbitol citric acid, iron ferric
gluconate, dan iron sucrose. Pemberian preparate besi
parenteral dapat diberikan secara intramuscular dan
intravena pelan.8,13

16
BAB III
KESIMPULAN
Selama proses kehamilan terjadi peningkatan yang masif akan kebutuhan
Fe oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin, sehingga wanita hamil
rentan untuk mengalami anemia defisieni besi pada masa kehamilan, terlepas dari
berbagai faktor lain yang turut berkontribusi.

Mengingat peran penting Fe dalam berbagai jalur metabolisme dalam tubuh


serta berbagai dampak yang ditimbulkan akibat kondisi anemia defisiensi Fe pada
kehamilan, maka diagnosis dini meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan parameter laboratorium merupakan hal yang krusial untuk
diperhatikan. Perlu dilakukan investigasi yang teliti untuk mengetahui etiologi yang
mendasari kondisi anemia pada kehamilan. Hal ini penting dilakukan untuk
mencegah/meminimalisir dampak morbiditas dan mortalitas ibu dan janin.

Suplementasi zat besi merupakan tatalaksana dari kondisi anemia defisiensi


Fe. Suplementasi Fe secara oral lebih sering dilakukan mengingat efektivitas dan
harga yang lebih terjangkau. Sedangkan pemberian suplementasi Fe secara
parenteral dilakukan pada kasus anemia sedang-berat, ketika suplementasi secara
cepat diperlukan.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Garzon S, Cacciato PM, Certelli C, Salvaggio C, Magliarditi M, Rizzo G.
Iron Deficiency Anemia in Pregnancy: Novel Approaches for an Old
Problem. Oman Med J. 2020 Sep;35(5):e166.
2. Breymann C. Iron Deficiency Anemia in Pregnancy. Semin Hematol
[Internet]. 2015;52(4):339–47. Available from:
http://dx.doi.org/10.1053/j.seminhematol.2015.07.003
3. Di Renzo GC, Spano F, Giardina I, Brillo E, Clerici G, Roura LC. Iron
deficiency anemia in pregnancy. Women’s Heal. 2015;11(6):891–900.
4. Breymann C, Honegger C, Hösli I, Surbek D. Diagnosis and treatment of
iron-deficiency anaemia in pregnancy and postpartum. Arch Gynecol
Obstet. 2017;296(6):1229–34.
5. The Prevalence of Anemia Among Pregnant Women at Booking in Enugu,
South Eastern Nigeria . Retrieved July 16, 2021,
https://www.medscape.com/viewarticle/558358_5

6. Percy L, Mansour D, Fraser I. Iron deficiency and iron deficiency anaemia


in women. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2017;40(2017):55–67.
7. Evans S. Iron deficiency anemia. In: Conn’s Current Therapy 2021.
Elsevier; 2021. p. 437–9.
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
4318 p.
9. Means RT. Iron deficiency and iron deficiency anemia: Implications and
impact in pregnancy, fetal development, and early childhood parameters.
Nutrients. 2020;12(2).
10. Harrington AM, Kroft SH. Pencil cells and prekeratocytes in iron
deficiency anemia. Am J Hematol. 2008;83(12):927.
11. Breymann C, Auerbach M. Iron deficiency in gynecology and obstetrics:
Clinical implications and management. Hematology. 2017;2017(1):152–9.
12. Pavord S, Myers B, Robinson S, Allard S, Strong J, Oppenheimer C.
Guidelines On The Management Of Iron Deficiency In Pregnancy. Br
Committe Stand Haematol. 2011;1–34.
13. Kilpatrick SJ, Kitahara S. Anemia and Pregnancy. In: Creasy and Resnik’s
Maternal-Fetal Medicine: Principles and Practice. Eighth Edi. Elsevier Inc.;
2021. p. 991-1006.e3.
14. Al-Khaffaf A, Frattini F, Gaiardoni R, Mimiola E, Sissa C, Franchini M.
Diagnosis of anemia in pregnancy. J Lab Precis Med. 2020;5(1):9–9.

18
15. Petrakos G, Andriopoulos P, Tsironi M. Pregnancy in women with
thalassemia: challenges and solutions. Int J Womens Health. 2016
Sep;8:441.
16. Beta Thalassemia Workup: Approach Considerations, Laboratory Studies,
Prenatal Diagnosis. (n.d.). Retrieved July 15, 2021, from
https://emedicine.medscape.com/article/206490-workup#c7
17. Sideroblastic Anemias Workup: Approach Considerations, Complete Blood
Cell Count and Peripheral Smear, Iron and Other Laboratory Studies.
(n.d.). Retrieved July 15, 2021, from
https://emedicine.medscape.com/article/1389794-workup

19
17

Anda mungkin juga menyukai