Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN

Fraktur dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur yang mengenai
lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal,dan ulna
distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-
stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada
daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis
femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang
Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses
penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,hal
ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak
yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga
dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang
dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-
anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan
kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan
metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian
paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung
tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan
bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung
sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal
tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan
keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan.
Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan
kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.
Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan
orang dewasa, yaitu :
 Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah
dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini
menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap
deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan
mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.
 Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang
bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus
mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar.
Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.
 Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami
robekan dibandingkan orang dewasa.
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih
besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai
perbedaan fisiologi, yaitu :
§ Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang,
karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.
§ Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi.
§ Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel
dibandingkan orang dewasa.

C. ETIOLOGI
Fraktur dapat disebabkan karena oleh :
1. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma
langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu,
sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya
fraktur bergantian.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang,
non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis, anatomis,
klinis dan fraktur yang khusus pada anak.
 Klasifikasi Radiologi
- Fraktur Buckle atau torus
- Tulang melengkung
- Fraktur green-stick
- Fraktur total
 Klasifikasi Anatomis
- Fraktur epifisis
- Fraktur lempeng epifisis
- Fraktur metafisis
- Fraktur diafisis
 Klasifikasi Klinis
- Traumatik
- Patologik
- Stress

E. FRAKTUR KHUSUS PADA ANAK


1. Fraktur akibat trauma kelahiran
Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan
bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan karena
tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong.
2. Fraktur salter-Haris
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal
tibia dibagi menjadi lima tipe :
 Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih
utuh.
 Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama
sekali dari metafisis.
 Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi
 Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram
epifisis
 Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan
kematian dari sebagian cakram tersebut.
Beberapa jenis fraktur khusus pada anak
Ada 2 jenis fraktur khusus pada anak yaitu di daerah epifisis dan di lempeng epifisis.
Fraktur epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng epifisis, yang
dibagi dalam :
1. Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen
2. Fraktur kompresi yang bersifat komunitif
3. Fraktur osteokondral
Fraktur pada lempeng epifisis merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak.
Lempeng epifisis berupa diskus tulang rawan yang terletak diantara epifisis dan
metafisis.
Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis, yaitu menurut Poland, Salter-Harris,
Aitken, Weber, Rang dan Ogend. Tapi yang paling sering digunakan adalah menurut
Salter-Harris karena paling mudah, praktis dan memenuhi syarat untuk terapi dan
prognosis.
Klasifikasi menurut Salter-Harris dibagi dalam lima tipe, yaitu :
 Tipe I
Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.
 Tipe II
Garis fraktur melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga disebut tanda Thurston-
Holland.
 Tipe III
Garis fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang
garis lempeng epifisis.
 Tipe IV
Merupakan fraktur intra-intraartikuler yang melalui permukaan sendi memotong
epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut pada sebagian metafisis.
 Tipe V
Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari
sebagian cakram tersebut.

F. DIAGNOSA
Diagnosis fraktur ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan alloanamnesis dimana
ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pembengkakan,
perubahan bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu
ditanyakan adalah waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma.
Bila tidak ada riwayat trauma berarti merupakan fraktur patologis.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan :
1. Look (Inspeksi)
- Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi,
perpendekan atau perpanjangan).
- Bengkak atau kebiruan.
- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
2. Feel (Palpasi)
- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.
- Krepitasi.
- Nyeri sumbu.
3. Move (Gerakan)
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
4. Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus urinarius dan
pelvis.
5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang berupa
pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler (Capillary
refil test), sensasi motorik dan sensorik.
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan Radiologi. Untuk
melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen
minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan lateral.

G. PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA ANAK


Proses penyembuhan fraktur adalah suatu proses biologis alami yang akan terjadi pada
setiap fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Proses penyembuhan mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan bila
lingkungannya memadai maka bisa sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis seperti
imobilisasi sangat penting untuk penyembuhan, selain itu faktor biologis juga sangat
esensial dalam penyembuhan fraktur.
Proses penyembuhan fraktur berbeda-beda pada tulang kortikal (pada tulang panjang),
tulang kanselosa (pada metafisis tulang panjang dan tulang-tulang pendek) dan pada
tulang rawan persendian.
Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
a. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur
dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar
diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan
akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke
dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal
dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel
osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus
dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radiolusen.
c. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.
Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk
tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.
d. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur
lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
e. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian
dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa faktor,
yaitu :
1. Vaskularisasi yang cukup.
2. Terdapat permukaan yang lebih luas.
3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat.
4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur.
Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis pada tulang panjang, tulang pendek
serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang
kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada anak-anak proses
penyembuhan pada daerah korteks juga memegang peranan penting. Proses osteogenik
penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk
membentuk woven bone primer didalam daerah fraktur yang disertai hematoma.
Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur
pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi kontak langsung diantara kedua
permukaan fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua
fraktur maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang
lamelar dan tulang mengalami konsolidasi.
Penyembuhan fraktur pada tulang rawan persendian
Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk regenerasi.
Pada fraktur intraartikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi
terbentuk melalui fibrokartilago.
Waktu penyembuhan fraktur
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa.
Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan
endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodelling tulang pada anak sangat aktif
dan makin berkurang apabila umur bertambah. Selain itu fragmen tulang pada anak
mempunyai vaskularisasi yang baik dan penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Waktu
penyembuhan anak secara kasar adalah setengah kali waktu penyembuhan pada orang
dewasa.

H. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan fraktur, yaitu : mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.
1. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan
anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma
fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen
proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya
fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan.
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang
gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton
Russel/traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan
beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka
diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi
skeletal berupa balanced traction.
2. Terapi Operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (image
intensifier, C-arm) :
 Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang
alat fiksasi eksterna.
 Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan
pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti
pinning dan immobilisasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur
dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka
frakturnya.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
 Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah :
- Reposisi anatomis.
- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
1) Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya:
- Fraktur talus.
- Fraktur collum femur.
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :
- Fraktur avulsi.
- Fraktur dislokasi.
3) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
- Fraktur Monteggia.
- Fraktur Galeazzi.
- Fraktur antebrachii.
- Fraktur pergelangan kaki.
4) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya : fraktur femur.
 Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :
- Fraktur caput radii pada orang dewasa.
- Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.
 Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau
yang lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka
sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi
otot dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan
operasi karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi
yang berarti.
3. Pengobatan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
segera.
Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit :
-Pembidaian
-Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
-Menghentikan perdarahan besar dengan klem
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma.
Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team
work).

I.  FRAKTUR FEMUR
Femur merupakan tulang terpanjang yang ada dalam tubuh manusia. Fraktur tulang femur
dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot dan kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang atau osteoporosis
1. Pembagian Fraktur Femur
a. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur mempunyai insidens yang cukup tinggi diantara jenis-jenis
patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur1/3 tengah. Fraktur
di daerah kaput, kolum, trokanter, subtrokanter, suprakondilus biasanya memerlukan
tindakan operatif.
Manifestasi klinis
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio
laesa, nyeri tekan, dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral
atau angulasi anterior, endo/eksorotasi. Ditemukan adanya perpendekan tungkai
bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula
kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum di daerah
lutut. Selain itu periksa juga keadaan nervus siatika dan arteri dorsalis pedis.
Penatalaksanaan
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi
dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah
Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif atau operatif.
Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non operatif, karena
akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena
dikemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini
dimungkinkan karena daya proses remodeling pada anak-anak
Komplikasi
Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok, dan emboli lemak.
Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union,
malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi, dan gangguan saraf perifer akibat traksi
yang berlebihan.
b. Fraktur kolom femur
Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dengan posisi miring dan
trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalanan. Pada truma
tidak langsung fraktur kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang
tulangnya sudah mengalami osteoporosis
Fraktur kurang stabil bila arah sudut garis patah lebih besar dari 30 0 (tipe II atau
tipe III menurut Pauwel), fraktur subkapital yang kurang stabil atau fraktur pada
pasien tua lebih besar kemungkinannya untuk terjadinya nekrosis avaskular
Manifestasi Klinis
Pada pasien muda biasanya mempunyai riwayat kecelakaan berat, sedangkan
pasien tua biasanya hanya riwayat trauma ringan, misalnya terpleset. Pasien tidak
dapat berdiri karena sakit pada panggul. Posisi pada panggul dalam keadaan fleksi
dan endorotasi. Tungkai yang cedera dalam posisi abduksi, fleksi dan eksorotasi,
kadang juga terjadi pemendekan. Pada palpasi sering ditemukan adanya hematoma
di panggul. Pada tipe impaksi biasanya pasien masih bisa berjalan disertai rasa sakit
yang tidak begitu hebat. Tungkai masih tetap dalam posisi netral
Penatalaksanaan
Konservatif dengan traksi kulit selama 3 minggu, dilanjutkan latihan jalan dengan
tongkat (do nothing) atau operasi Prostesis Austin Moore hemi artoplasti (do
something)
c. Fraktur korpus femoris pada anak-anak
Sampai umur 3 tahun dang tergantung pada berat badan anak, traksi kulit
dilakuakn pada kedua tungkai bawah yang digantung kerekan pada bingkai atas
kepala. Beban yang sesuai digunakan untuk mengangkat sakrum dari kasur.
Perawatn dan pengawasan yang cermat diperlukan karena sirkulasi kaki mungkin
terganggu dan memang pernah terjadi gangren. Maka, pada anak yang lebih besar
dan berat, lebih disukai traksi kulit dengan bidai Thomas.
Penyambungan fraktur ini berlangsung cepat dan sesudah traksi selam 4 minggu,
bidai-bidai dilepas tetapi menopang berat badan tidak diperbolehkan selama 6
minggu kecelakaan.
d. Fraktur epiphysis pada femur anak-anak
Pada awal kedewasaan, tergesarnya letak epiphysis femur bagian atas dapat
terjadi tanpa trauma yang berat, dan sering terjadi secara bertahap. Penderita seorang
anak yang gemuk dengan rasa nyeri pada sendi panggul atau lutut dan berjalan
pincang. Pengenalan dan tindakan yang awal mencegah timbulnya catat yang nyata.
Epiphysis femur bagian bawah dapat terpisah dengan menceng ke lateral dan
kedepan. Ini terjadi akibat trauma hiperekstensi dan apabila terdapat gangguan
sirkulasi, reposisi segera sangat diperlukan. Lutut yang fleksi ditarik dan fragmen
didorong kedepan dengan tekanan kuat ibu jari. Kaki di imobilisasi selama 6 minggu
dalam gips dari pangkal paha hingga ujung jari-jari kaki. Trauma pada jaringan
epiphysis dapat menyebabkan pemendekan dikemudian hari dan deformitas pada
kaki.
2. Penyembuhan fraktur :
a. Fase Peradangan :
Pada saat fraktur ada fase penjendalan dan nekrotik di ujung atau sekitar fragmen
fraktur, proses peradangan akut faktor eksudasi dan cairan yang kaya protein ini
merangsang lekosit PMN dan Makrofag yang fungsinya fagositosis jendalan darah
dan jaringan nekrotik
b. Fase Proliferasi :
Akibat jendalan darah 1 – 2 hari terbentuk fibrin yang menempel pada ujung –
ujung fragmen fraktur, dimana fibrin ini berfungsi sebagai anyaman untuk
perlekatan sel – sel yang baru tumbuh sehingga terjadi neovaskularisasi dan
terbentuk jaringan granulasi atau procallus yang semakin lama semakin memadat
sehingga terjadi fibrocartilago callus yang bertambah banyak dan terbentuklah
permanen callus yang tergantung banyak atau sedikitnya celah pada fraktur.
c. Fase Remodelling
Permanen callus diserap dan diganti dengan jaringan tulang sedangkan sisanya
direabsorbsi sesuai dengan bentuk dan anatomis semula.
3. Indikasi Operasi
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia
baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5
tahun dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan
hemispica.
Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan
hemispica gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan
intamedullary nails atau plate dan screw.

4. Follow up
Pada pasien anak, follow up dengan roentgen, jika sudah terjadi clinical union,
pasang hemispica dan pasien boleh kontrol poliklinik.

Asuhan Keperawatan Pada Fraktur Femur


Manifestasi klinis fraktur femur hampir sama dengan manifestasi klinis fraktur umum
tulang panjang, seperti nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas bawah
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah tempat fraktur, krepitasi,
pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada kulit akibat trauma dan perdarahan pada
fraktur. Tanda-tanda tersebut baru terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
1. Anamnesis
• Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
• Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat
 Provoking Incident: hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah trauma pada
bagian paha.
 Quality of Pain: klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk
 Region, Radiation, Relief: nyeri terjadi di bagian paha yang mengalami patah
tulang, nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat
 Severity (Scale) of Pain: secara subjektif, nyeri yang di rasakan klien antara 2-4
pada rentang skala pengukuran 0-4
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
• Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah
tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah berobat ke
dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, dapat diketahui
luka kecelakaan yang lain.
• Riwayat penyakit dahulu. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu
klien diabetes, dengan luka di kaki sangat berisiko mengalami osteomielitis akut dan
kronis dn penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
• Riwayat penyakit keluarga. Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang
paha adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dn kanker tulang yang cendrung diturunkan secara
genetik.
• Riwayat psikososialspiritual. Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dlam keluarga mapun dalam
masyarakat
2. Pemeriksaan Fisik.
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status general) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pmeriksaan setempat (lokal)
Keadaan umum. Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat
adalah kesadaran klien: (apatis, sopor, koma, gelisah, komposentis yang bergantung
pada keadaan klien) , kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang,
berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut), tanda-tanda vital tidak normal karena ada
gangguan lokal, baik fungsi maupun bentuk.
B1 (Breathing). Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien fraktur
femur tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palapasi toraks, didapatkan taktil
fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas
tambahan.
B2 (Blood). Inspeksi: tidak ada iktus jantung. Ppalpasi: nadi meningkat, iktus tidak
teraba. Auskultasi: suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur
B3 (Brain).
 Tingkat kesadaran, biasanya komposmentis.
 Kepala : tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala.
 Leher : tidak ada gangguan, yaitu: simetris, tidak ada penonjolan, refleks
menelan ada.
 Wajah :wajah terlihat menahan sakit, dan bagian wajah yang lain tidak ada
perubahan fungsi dan bentuk. Wajah simetris, tidak ada lesi dan edema
 Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (pada klien
dengan patah tulang tertutup karena tidak terjadi perdarahan). Klien fraktur
terbuka denganbanyaknya perdarahan yang keluar biasanya mengalami
konjungtiva anemis.
 Telinga :Tes Bisik atau Weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
 Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
 Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku
klien. Biasanya status mental tidak megalami perubahan.
 Pemeriksaan saraf kranial:
 Saraf I. Pada klien fraktur femur, fungsi saraf I tidak ada kelainan. Fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
 Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi normal.
 Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata
dan pupil isokor.
 Saraf V. Klien fraktur femur umumnya tidak mengalami paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea tidaka ada kelainan
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris
 Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
 Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indera pengecapan normal.
 Pemeriksaann refleks. Biasanya tidak didapatkan refleks-refleks patologis
 Pemeriksaan sensorik. Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indera yang lain dan kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur.
B4 (Bladder), kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine,
termasuk berat berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur dak mengalami kelainan
pada sistem ini.
B5 (Bowel), inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi: turgir
baik, tidak ada defens muskular dan hepar tidak teraba. Perkusi: suara timpani, ada
pantulan gelombang cairan. Auskultasi: peristaltik usus normal ±20 kali/menit.
Inguinal-genitalia-anus: tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, dan tidak ada
kesulitan BAB.
 Pola nutrisi dan metabolisme. Klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besu, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhantulang. Evalusi terhadap pola nutrisi klien
dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium atau
protein. Nyeri pada fraktur menyebabkan klien kadang mual-muntah sehingga
pemenuhan nutrisi menjadi berkurang.
 Pola eliminasi. Untuk kasus fraktur femur, klien tidak mengalami gangguan pola
eliminasi. Meskipun demikian, perawat perlu mengkaji frekuensi, konsistensi, serta
warna dan bau feses pada pola eliminasi alvi. Selain itu perawat perlu mengkaji
frekuensi kepekatan, warna, bau dan jumlah pada pola eliminasi urine. Pada kedua
pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.
B6 (Bone). Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik, maupun peredaran darah
Look. Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu di sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema, nyeri tekan. Perhatikan adanya pembengkakan yang
tidak biasa (abnormal) dan deformitas. Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada
bagian distal fraktur femur. Apabila terjadi fraktur terbuka, dapat ditemukan adanya
tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan integritas kulit. Fraktur oblik,
spiral, atau bergeser mengakibatkan pemendekan batang femur. Ada tanda-tanda
cedera dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovaskular (saraf dan pembuluh
darah) paha, seperti bengkak atau edema. Pengkajian neuromuskular awal sangat
penting untuk membedakan antara trauma akibat cedera dan komplikasi akibat
penanganan. Selain itu, didapatkan ketidakmampuan menggerakkan tungkai dan
penurunan kekuatan otot tungkai dalam melakukan pergerakan.
Pada keadaan tertentu, klien fraktur femur sering mengalami sindrom
komprtemen pada fase awal setelah patah tulang. Perlu dikaji apakah adanya
pembengkakan pada tungkai atas dapat mengganggu sirkulasi darah ke bagian
bawahnya. Terjebaknya otot, lemak, saraf, dan pembuluh darah dalam sindrom
kompartemen memerlukan perhatian secara khusus agar organ di bawah paha tidak
mengalami penurunan suplai darah atau nekrosis. Tanda khas sindrom kompartemen
pada fraktur femur adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal. Seperti jari-jari
kaki, tungkai bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan nyeri pada tungkai,
dan timbulnya bula yang banyak menyelimuti bagian bawah fraktur femur
Feel. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah paha
Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan dengan
menggerakkan ekstremitas, kemudian perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan muali dari titik 0 (posisi netral), atau dalam ukuran
metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau
tidak. Gerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. Berdasarkan pemeriksaan
didapatkan adanya gangguan / keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan
menggerakkan kaki, dan penurunan kekakuan otot ekstremitas bawah dalam
melakukan pergerakan.
 Pola aktivitas. Karena timbul rasa nyeri, gerak menjadi terbatas. Semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak bantuan
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien karena beberapa pekrjaan berisiko terjadinya fraktur.
 Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur merasakan nyeri dan geraknya
terbatas sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
dilakukan pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur

3. Diagnosis Keperawatan
Masalah keperawatan utama adalah fraktur femur, baik fraktur terbuka amaupun
tertutup adalah sebagai berikut.
a. Nyeri
b. Hambatan mobilitas fisik
c. Defisit perawatan diri
d. Risiko tinggi trauma
e. Risiko tinggi infeksi
f. Kerusakan integritas kulit
g. Ansietas

4. Rencana dan Implementasi Keperawatan


Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf,
cedera neruomuskular, trauma jaringan, dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan perawatan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi
Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang, atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah.
Skala nyeri 0-1 atau teratasi
Intervensi Rasional
MANDIRI
Kaji nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat
dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat
cedera
Atur posisi imobilisasi pada paha Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi
unsur utama penyebab nyeri pada daerah paha
Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
pencetus ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan
berbaring lama
Jelaskan dan bantu klien terkait dengan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan dan nonfarmakologi lainnya efektif dalam
noninvasif mengurangi nyeri.
Ajarkan relaksasi Teknik ini akan melancarkan peredaran darah
Teknik-teknik mengurangi ketegangan sehingga kebutuhan O2 pada jaringan
otot rangka yang dapat mengurangi terpenuhi dan nyeri berkurang.
intensitas nyeri. Tingkatkan relaksasi
masase
Anjurkan metode distraksi selama nyeri Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke
akut hal-hal yang menyenangkan
Berikan kesempatan waktu istirahat bila Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga
terasa nyeri dan berikan posisi yang akan meningkatkan kenyamanan
nyaman, misalnya waktu tidur, belakang
tubuh klien dipasang bantal kecil
Tingkatkan pengetahuan tentang sebab- Pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri
sebab nyeri dan hubungkan dengan berapa membantu mengurangi nyeri. Hal ini dapat
lama nyeri akan berlangsung membantu meningkatkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik
Observasi tingkat nyeri dan respon Dengan pengkajian yang optimal, akan
motorik klien 30 menit setelah pemberian didapatkan data yang objektif untuk mencegah
obat analgesik untuk mengkaji kemungkinan komplikasi dan melakukan
efektivitasnya dan 1-2 jam setelah inervensi yang tepat
tindakan perawatan selama 1-2 hari

KOLABORASI
Pemberian analgesik Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang
Pemasangan traksi kulit atau traksi tulang Traksi yang efektif akan memberikan dampak
pada penurunan pergeseran fragmen tulang
dan memberikan posisi yang baik untuk
penyatuan tulang
Operasi untuk pemasangan fiksasi internal Fiksasi internal dapat membantu imobilisasi
fraktur femur sehingga pergerakan fragmen
berkurang

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang,


nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan traksi
Tujuan perawatan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur
sendi, kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas
Intervensi Rasional
MANDIRI
Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
adanya peningkatan kerusakan. Kaji melakukan aktivitas
secara teratur fungsi motorik
Atur posisi imobilisasi pada paha Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi
unsur utama penyebab nyeri pada paha
Ajarkan klien melakukan latihan gerak Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernafasan
Bantu klien melakukan latihan ROM dan Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi
perawatan diri sesuai toleransi sesuai kemampuan
KOLABORASI
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk Kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat
latihan fisik klien ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim
fisioterapi

Defisit perawatan diri yang berhubungan dnegan kelemahan neuromuskuler dan


penurunan kekuatan paha
Tujuan Perawatan : Perawatan diri klien dapat terpenuhi
Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat
diri, mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, dan
mengidentifikasi individu/masyarakat yang dapat membantu
Intervensi Rasional
Kaji Kemampuan dan tingkat penurunan Membantu dalam mengantisipasi dan
dalam skala 0-4 untuk melakukan aktifitas merencanakan pertemuan untuk kehidupan
hidup sehari-hari individual
Hindari apa yang tidak dapat dilakuakn klien Hal ini dilakuakan untuk mencegah frustasi
dan bantu bila perlu dan menjaga harga diri klien
Ajak klien untuk berpikir positif terhadap Klien memerlukan empati. Perawat perlu
kelemahan yang dimilikinya. Berikan klien mengetahui perawatan yang konsisten dalam
motivasi dan ijinkan klien melakuakan tugas, menangani klien. Intervensi tersebut dapat
dan berikan umpan balik positif atas meningkatkan harga diri, memandirikan
usahanya klien, dan menganjurkan klien untuk terus
mencoba
Rencanakan tindakan untuk mengurangi Klien akan lebih mudah mengambil peralatan
pergerakan pada sisi paha yang sakit, seperti yang diperlukan karena lebih dekat dengan
tempatkan makanan dan peralatan dekat lengan yang sehat
dengan klien
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan Meningkatkan latihan dapat membantu
minum dan meningkatkan latihan mencegah konstipasi

Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port d’entree luka operasi
pada paha
Tujuan Perawatan: infeksi tidak terjadi selama perawatan
Kriteria Hasil: klien mengenal faktor-faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan atau
mengurangi faktor resiko infeksi, dan menunjukan atau mendemonstrasikan teknik-teknik
untuk meningkatkan lingkungan yang aman
Intervensi Rasional
MANDIRI
Kaji dan pantau luka operasi setiap hari Mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi
yang mungkin timbul sekunder akibat adanya
luka pasca operasi.
Lakukan perawatn luka secara steril Teknik perawatan luka secara steril dapat
mengurangi kontaminasi kuman.
Pantau atau batasi kunjungan Mengurangi resiko kontak infeksi dari orang
lain.
Bantu perawatan diri dan keterbatasan Menunjukan kemampuan secara umum,
aktifitas sesuai toleransi. kekuatan otot, dan merangsang pengembalian
Bantu program latihan. sistem imun
KOLABORASI
Berikan antibiotik sesuai indikasi Satu atau beberapa agen diberikan yang
bergantung pada sifat patogen dan infeksi yang
terjadi.

5. Evaluasi
Hasil asuhan keperawatn yang diharapkan adalah nyeri teratasi, terpenuhinya pergerakan atau
mobilitas fisik, terhindar dari resiko cedera, resiko infeksi pasca operasi dan ansietas
berkurang.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK”K” usia 3 tahun dengan Fraktur Femur
Anamnesa
1. Identitas
Nama :Anak”K” Nama orang tua: Ny “M” / Tn.”A”
Umur :3 tahun Umur : 25 th / 28 th
Jenis kelamin :Laki – laki Pekerjaan : Swasta/Pns
Alamat :Kedung Sroko Suku/Bangsa :jawa/ indonesia
Agama :islam
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan bahwa anaknya habis jatuh dari motor dan terbentur trotoar.
3. Riwayat penyakit sekarang
Os datang ke IRD menangis keras, Ibu mengatakan anak jatuh dari motor,dan paha
membentur tepi trotoar jalan, belum mendapat pertolongan apapun dan langsung dibawa
ke rumah sakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Ibu mengatakan bahwa anak tidak pernah menderita cidera sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan bahwa keluarga tidak mempunyai penyakit kronis
Pemeriksaan
1. Keadaan umum : baik kesadaran :composmentis
GCS :
TTV : Nadi : 105 x/menit
Pernapasan : 36 x/menit
Suhu : 36,8C
2. Pemeriksaan fisik
 Kepala : tidak ada darah, tidak ada memar, normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala.
 Leher : tidak ada gangguan, yaitu: simetris, tidak ada penonjolan, refleks
menelan ada.
 Wajah :wajah terlihat menahan sakit, dan bagian wajah yang lain tidak ada
perubahan fungsi dan bentuk. Wajah simetris, tidak ada lesi dan edema
 Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis.
 Telinga :Tes Bisik atau Weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan, tidak ada darah.
 Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada
darah.
 Mulut dan Faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
 Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan dan tingkah
laku: tidak mengalami perubahan.
 Pemeriksaan saraf kranial:
 Saraf I : Fungsi penciuman tidak ada kelainan.
 Saraf II : ketajaman penglihatan dalam kondisi normal.
 Saraf III, IV, dan VI : Tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata dan
pupil isokor.
 Saraf V : Tidak ada paralisis pada wajah dan refleks kornea tidak ada
kelainan
 Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris
 Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
 Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik.
 Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
 Saraf XII :Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indera pengecapan normal.
 Pemeriksaann refleks : Tidak didapatkan refleks-refleks patologis
 Pemeriksaan sensorik : anak tidak mampu menggerakkan kaki kiri pada
bagian distal fraktur, dan merasakan nyeri di daerah tersebut.
B5 (Bowel), inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada defens muskular dan hepar tidak teraba. Perkusi: suara timpani,
ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi: peristaltik usus normal ±20 kali/menit.
Inguinal-genitalia-anus: tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, dan tidak ada
kesulitan BAB.
 Pola nutrisi dan metabolisme. Klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besu, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhantulang. Evalusi terhadap pola nutrisi klien
dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium atau
protein. Nyeri pada fraktur menyebabkan klien kadang mual-muntah sehingga
pemenuhan nutrisi menjadi berkurang.
 Pola eliminasi. Untuk kasus fraktur femur, klien tidak mengalami gangguan pola
eliminasi. Meskipun demikian, perawat perlu mengkaji frekuensi, konsistensi, serta
warna dan bau feses pada pola eliminasi alvi. Selain itu perawat perlu mengkaji
frekuensi kepekatan, warna, bau dan jumlah pada pola eliminasi urine. Pada kedua
pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L. 2003. “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik-Ed 4”. Jakarta:EGC
Spear, Kathleen Morgan. 2007. “Rencana asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical
Pathways –Ed 3”. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai