Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa:

RAMA ARDI N

Kasus/Diagnosa
Medis:

Pneumothoraks

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMOTHORAKS

A. Definisi
Pneumothoraks terjadi bila udara masuk kedalam rongga pleura, akibatnya
jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan. Lebih
tepat kalau dikatakan paru kolaps ( jaringan paru elastis ). ( Tambayong,
2000). Pneumotoraks, atau collaps paru-paru, adalah pengumpulan udara
dalam ruang di sekitar paru-paru. Penumpukan udara menempatkan tekanan
pada paru-paru, sehingga tidak dapat memperluas sebanyak biasanya. (Matt
Vera, 2012)

Pneumothoraks adalah udara atau gas dalam kavum pleura yang memisahkan
pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan.
Pneumothorak dapat terjadi sekunder akibat asma, bronchitis kronis,
emfisema. ( Hinchllift, 1999 : 343 )
Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi
sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru.
( Corwin, 2009 : 550 )

Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura, dapat terjadi


spontan atau karena trauma. ( British Thoracic Society : 2003 )
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumothoraks adalah
pengumpulan udara didalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal napas
yang dapat terjadi secara spontan atau karena trauma.

Pneumotoraks didefinisikan sebagai kehadiran udara antara rongga pleura


parietalis dan mendalam. Ketegangan Pneumotoraks merupakan akumulasi
dari udara di bawah tekanan dalam ruang pleura. Kondisi ini berkembang
ketika jaringan terluka bentuk 1-arah katup, memungkinkan udara untuk
masuk ke dalam ruang pleura dan mencegah udara dari melarikan diri secara
alami. Kondisi ini dengan cepat berkembang ke insufisiensi pernapasan,
runtuhnya kardiovaskular dan akhirnya kematian jika, tidak dikenal dan tidak
diobati. Pasien memerlukan diagnosis mendesak dan manajemen segera.

B. Etiologi
1. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi
pada orang-orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau terjadi
dalam ketiadaan cedera traumatis dada atau paru-paru
2. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-
paru, emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis
(TB), Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru
3. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi
thoracentesis, trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan,
ventilasi mekanik tekanan positif, sengaja intubasi bronkus kanan
mainstem
4. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan hemothorax,
disebabkan oleh trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera
tumpul atau menembus. (Matt Vera: 2012).

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan


penyebabnya:
a. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer
terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru.
Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil
berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit
ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40
tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat
keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder
merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru
obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan).

b. Pneumotoraks traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat
menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan
kendaraan bermotor).
Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis
tertentu
(misalnya torakosentesis).
c. Pneumotoraks karena tekanan
 Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-
paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa
menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga
terjadi syok.

Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya dengan hubungan luar


menjadi :
a. Open pneumotorak
b. Closed pneumotorak
Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar yang
hampir sama. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding
alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura
visceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan
udara masuk ke dalam cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi
rongga dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang
kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon
yang dihisap.

Pengembangan paru menyebabkan tekanan intralveolar menjadi negatif


sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan, paru-paru kolaps,
udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan
intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi
cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat
ekspirasi mediastinal kembali lagi keposisi semula. Proses yang terjadi ini
dikenal dengan mediastinal flutter.

Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru
sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja
dengan sempurna. Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai
gejala pre-shock atau shock dikenal dengan simple pneumotorak.
Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan
dengan lingkungan luar dikenal dengan closed
pneumotorak.

Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya
bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada
saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi
udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup
tertutup, terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang
sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-
shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal
dengan tension pneumotorak.

Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan


lingkungan luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi.
Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura
parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit
pada saat inspirasi udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura.
Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak
negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke
mediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter.

Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi


hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka
yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya
dapat timbulah gejala preshock atau shock oleh karena penekanan vena
cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.

C. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan
dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis
(layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien
masih mampu bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan
udara di dalam rongga pleura akan kembali normal.

Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman
dapat terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis.
Jenis kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum,
chorinebacterium Spp, dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk
exudat yang bersifat pnukopurulent, purulent akan serosanguineus yang
disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus.
Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika
tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan
koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area
cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kaca superior dan
inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac
output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin berat dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Beberapa pneumothoraks
spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada
permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum
pleura. Pneumathoraks. Robekan pada percabangan trakeobronkial
menyebabkan kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak
sakit.

Pathway

Pecahnya blebs Trauma / Luka tembus IntervensiMed


cedera dada ismedis

Pneumathoraks spontan, traumatic,


iatrogenik

Udara masuk ke Sucking chest wound Pergeseran Mediastinum


dalam kavum pleura

hipoksia
Penyumbatan aliran vena
Meningkatkan kava superior dan inferior
tekanan intra pleura
Kehilangan
kesadaran
Mengurangi Cardiac Preload
Kemampuan dilatasi
alveoli menurun koma

Menurunkan cardiac
atelektasis Intoleransi aktivitas output

Sesak Hambatan Mobilitas


Fisik kematian
napas

Pola Napas tidak


efektifefektif Intoleransi
Nafsu makan
menurun aktivitas

Intoleransi aktivitas
Napas tidak efektif Gangguan pola
Nutrisi kurang dari tidur
kebutuhan tubuh
D. Manifestasi Klinis
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps.
Gejalanya bisa berupa :
1. Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
2. Sesak nafas
3. Dada terasa sempit
4. Mudah lelah
5. Denyut jantung cepat
6. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur.
Gejala lain yang mungkin ditemukan :
a. Hidung tampak kemerahan
b. Cemas, stress, tegang
c. Tekanan darah rendah (hipotensi)

E. Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru
yang sehat juga dapat terkena dampaknya.

Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian


menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat.
Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu
pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy,
trachea berubah.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya
penurunan suara
2. Foto ronthogen
3. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
4. Pemeriksaan EKG
5. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural,
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
6. Torasentensis : menyatakan darah / cairan serosanguinosa
7. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
8. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
9. Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan
tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih.
Pembalut plastik yang steril merupan alat yang baik, namun plastik
pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga digunakan. Pita selofan
dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebuka untuk
memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk
mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan
terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan
mengembang.
2. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru,
perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan
untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
3. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
4. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk
mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera
dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih
lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk
dukungan ventilasi mekanik.
5. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan
skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi,
subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted
Thoracoscopic Surgery (VATS).

H. Proses asuhan keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien/asuransi
kesehatan.
Keluhan utama meliputi sesak napas , bernapas terasa berat pada dada,
dan keluhan susah untuk melakukan pernapasan.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat,
tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya
dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti
peluru yang menembus dada dan paru. Ledakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak
menyebabkan tekanan dalam paru meningkat. Kecelakaan lalu lintas
biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda
tajam langsung menembus pleura.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB
paru di mana sering terjadi pada pneumotoraks spontan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorak seperti
kanker paru,asma, TB paru dan lain-lain.
e. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien pada
tindakan yan dilakukan terhadap dirinya.
2. Pemeriksaan Umum
a. Pengkajian Fisik
Aktivitas Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, frekuensi tak teratur, disritmia, irama jantung
gallop. Nadi apical berpindah, hipertensi, hipotensi.
c. Integritas Ego
Tanda : Ketakutan, gelisah, bingung, ansietas
d. Makanan dan cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral nfuse tekanan
e. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk,
tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan. Tajam dan nyeri,
menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, dan
mengerutkan wajah
f. Pernapasan
Kesulitan bernapas, lapar napas batuk, Riwayat bedah dada, trauma,
inflamasi, infeksi paru, Pneumothorak spontan sebelumnya, PPOM.
Takipnea, bunyi napas menurun atau tidak ada, Peningkatan kerja
napas, Fremitus menurun, Hiperresonan (udara), bunyi pekak
(cairan), Gerakan dada tidak sama. Kulit pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan.
g.Keamanan
Adanya trauma dada, Radiasi, kemoterapi untuk keganasan.
3. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
(akumulasi cairan / udara), gangguan musculoskeletal, inflamasi nyeri.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan
akan ketahanan nyeri.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

4. Rencana Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi Aktivitas


O

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen  Posisikan klien


polanafas tindakan pernafasan untuk
berhubungan keperawatan …x 24 memaksimalkan
dengan jam menunjukan ventilasi
penurunan keefektifan pola  Identifikasi klien
ekspansi paru nafas dengan perlunya
(akumulasi cairan kriteria hasil: pemasangan alat
/ udara), jalan nafas
 Menunjukan
gangguan  Lakukan
jalan nafas
musculoskeletal, fisioterapi dada
yang paten
inflamasi nyeri jika diperlukan
 Mendemonstra
 Keluarkan sekret
sikan batuk
dengan batuk
efektif dan
suara nafas atau suction
yang bersih,  Monitor ststus
mampu respirasi dan O2
mengeluarkan  Berikan
sputum mampu bronkodilator
bernafas jika diperlukan
dengan mudah.  Auskultasi suara
 Tanda tanda nafas catat
vital dalam adanya suara
batas normal tambahan.

2 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi  Kolaborasi


aktivitas tindakan aktifitas dengan tenaga
berhubungan keperawatan …. X rehabilitasi
dengan 24 jam diharapkan medik dalam
kelemahan klien bertoleran merencanakan
umum, terhadap aktifitas program terapi
penurunan akan dengan kriteria dengan tepat
ketahanan nyeri hasil:  Bantu klien
untuk
 Berpartisipasi
mengidentifikasi
dalam aktifitas
aktifitas yang
fsisk tanda
mampu
disetai
dilakukan
peningkatan
 Bantu klien
tanda vital
untuk memilih
 Keseimbangan
aktifitas
aktifitas dan
konsisten yang
istirahat
sesuai dengan
 Mampu
kemampuan fisik
melakukan
 Bantu klien
aktifitas secara
untuk
mandiri
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktifitas
 Bantu untuk
mengidentifikasi
aktifitas yang
disukai
 Bantu klien
untuk membuat
jadwal latihan
 Monitor respon
fisik, emosi,
social, dan
spiritual

3 Nutrisi kurang Setelah dilakukan Manajemen  Kaji adanya


dari kebutuhan tindakan nutrisi alergi makanan
tubuh keperawatan …. X  Kolaborasi
berhubungan 24 jam menunjukan dengan ahli gizi
dengan anoreksia keseimbangan untuk
nutrisi dengan menentukan
kriteria hasil: jumlah kalori dan
nutrisi yang
 Adanya
dibutuhkan
peningkatan
 Anjurkan klien
berat badan
untuk
sesuai tujuan
meningkatkan
 Mampu
asupan nutrisi
mengidentifikasi
 Yakinkan diet
kebutuhan nutrisi
yang dimakan
 Tidak ada tanda
mengandung
tanda malnutrisi
banyak serat
untuk mencegah
kontifasi
 Ajarkan klien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian
 Berikan
informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta :


EGC
Mansjoer, Arif. dkk . 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
Syaifuddin, H . 2006 . anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi
3. Jakarta : EGC
Tambayong, Jan . 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system
pernapasan.Salemba Medika: Jakarta.2008
Sudoyo, Aru W 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV.Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai