Anda di halaman 1dari 15

Suspek HBV Pada Bayi dari Ibu Positif Hepatitis B

Maria Novia Oxa Solfani Dayuk


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
maria.102019087@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
yang besar di masyarakat, karena penularannya yang relatif mudah. Hepatitis B
merupakan penyakit menular yang serius dan umumnya menginfeksi hati yang
disebabkan oleh Virus Hepatitis B (HBV) yang dapat menyebabkan penyakit akut
maupun kronis. Selain itu penderita penyakit Hepatitis B disebabkan oleh infeksi
(virus, bakteri, parasit), obat-obatan termasuk obat tradisional, konsumsi alkohol,
lemak yang berlebih dan penyakit autoimun. Infeksi Hepatitis B tidak luput pada
wanita hamil. Dan ini juga berisiko menularkan pada bayi yang akan dilahirkan.
Penularan terbesar terjadi kepada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan positif
hepatitis B. Penularan terhadap bayi terjadi ketika masih dalam kandungan, saat
melahirkan dan setelah persalinan. Pencegahan hepatitis B dapat dilakukan dengan
melakukan skrining pada saat pemeriksaan kehamilan pertama. Untuk menurunkan
angka transmisi penularan hepatitis B, dianjurkan ibu hamil dengan positif hepatitis B
melakukan persalinan dengan metode sectio caesaria.

Kata kunci : Hepatitis B, infeksi virus, penularan.

Abstract

Hepatitis is an infectious disease that is a major health problem in the community


because of its relatively easy transmission. Hepatitis B is a serious infectious disease
and generally infects the liver caused by the Hepatitis B Virus (HBV) which can
cause acute and chronic disease. In addition, people with hepatitis B are caused by
infections (viruses, bacteria, parasites), drugs including traditional medicines,
alcohol consumption, excess fat and autoimmune diseases. Hepatitis B infection is not
spared in pregnant women. And this is also a risk of transmitting to the baby who will
be born. The largest transmission occurs to babies born to mothers who are positive
for hepatitis B. Transmission to babies occurs while still in the womb, during
childbirth and after delivery. Prevention of hepatitis B can be done by screening at
the time of the first pregnancy check. To reduce the transmission rate of hepatitis B
transmission, it is recommended that pregnant women who are positive for hepatitis
B give birth using the sectio caesaria method.

Key words : Hepatitis B, viral infection, transmission.


Pendahuluan
Infeksi virus hepatitis B (VHB) masih merupakan masalah yang besar di
Indonesia karena prevalensi yang tinggi dan komplikasinya. Di daerah dengan
endemic tinggi, infeksi VHB biasanya terjadi melalui infeksi perinatal atau pada awal
masa kanak-kanak. VHB sendiri biasanya tidak sitopatik. Infeksi kronik VHB
merupakan suatu proses dinamis dengan terjadi interaksi antara virus, hepatosit dan
sistem imun manusia.1 Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui
darah (penerima produk darah, pasien hemodialisa, pekerja kesehatan atau terpapar
darah). Virus hepatiitis B ditemukan di cairan tubuh yang memiliki konsentrasi virus
hepatitis B yang tinggi seperti semen, sekret servikovaginal, saliva, dan cairan tubuh
lainnya sehingga cara transmisi hepatitis B yaitu transmisi seksual. Cara transmisi
lainnya melalui penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa yaitu alat-alat yang
tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, tato,
akupuntur, tindik, alat kedokteran, dan lain-lain. Cara transmisi lainnya yaitu
transmisi maternal-neonatal, maternal-infant, akan tetapi tidak ada bukti penyebaran
fekal-oral.1
Pembahasan
Virus hepatitis B merupakan virus DNA yang tersusun dari partikel HbcAg,
HbsAg, dan HbeAg. Virus ini mengadakan replikasi dalam hati dan tetap berada
dalam serum selama periode yang relatif lama sehingga memungkinkan penularan
virus tersebut.2 Penularan Infeksi HBV kelompok yang beresiko tinggi tertular HBV
diantaranya: 1) Bayi dari ibu penderita hepatitis B, 2) bekerja dengan darah dan
produk darah (kecelakaan jarum suntik), 3) pengguna jarum suntik tidak
steril/bergantian (Penasun), 4) pengguna tato, tindik, pisau cukur, jarum perawatan
wajah, menicure/pedicure tidaksteril, 5) pengguna sikat gigi bergantian dengan
penderita. 6) pasangan homosex dan 7) sering berganti – ganti pasangan. Penularan
HBV perinatal menghasilkan frekuensi infeksi kronis yang tinggi, hingga 90% pada
bayi yang lahir dari wanita dengan HBeAg-positif. 2 Telah diterima secara luas bahwa
sebagian besar penularan perinatal terjadi pada atau dekat waktu kelahiran, karena
vaksinasi neonatal mencegah infeksi bayi baru lahir di sekitar 80-95% kasus. Risiko
untuk penularan HBV terjadi saat melahirkan yaitu paparan sekresi serviks dan darah
ibu.2
Transmisi virus HBV dapat terjadi dengan 2 cara yaitu penularan horizontal dan
vertikal. Penularan horizontal terdiri dari penularan perkutan, melalui selaput lendir
dan mukosa. Mother-to-child-transmission (MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil
yang menderita hepatitis B akut atau pengidap persisten HBV kepada bayi yang
dikandungnya atau dilahirkannya. Mekanisme penularan HbsAg terbagi menjadi:

1. Intrauterine Transmission (HBV in utero)


Transmisi HbsAg melalui intrauterin paling banyak terjadi. Penularan bisa melalui
transmisi seluler melalui sel plasenta dan terinfeksi dari transfer darah ibu ke dalam
sistem sirkulasi janin. DNA virus hepatitis B tinggi pada ibu dengan positif HbsAg
mampu meningkatkan resiko MTCT virus hepatitis B terutama dalam transmisi virus
hepatitis B intrauterin melalui kapiler vili. Kehamilan tidak akan memperberat infeksi
virus, akan tetapi jika terjadi infeksi akut dapat mengakibatkan hepatitis fulminan.
Polimorfisme pada beberapa gen sitokin, mengkode interferon-g dan faktor nekrosis
tumor-a, berkorelasi dengan risiko infeksi intra-uterus dengan virus hepatitis B3
2. Intrapartum Transmission
Selama proses persalinan, bayi baru lahir memiliki akan terpapar cairan tubuh atau
darah yang mengandung virus hepatitis B saat melalui jalan jalan lahir, terutama pada
kasus persalinan lama lebih dari 9 jam 4(Merry, 2001).
3. Puerperal Transmission
Penularan virus hepatitis B pada masa nifas terjadi akibat kontak dengan ASI ibu,
virus masuk melalui luka kecil dalam mulut bayi, cairan tubuh, darah, dan atau yang
lainnya. Upaya pencegahan penularan virus hepatitis B masa perinatal sejak tahun
2015 telah dilakukan Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu hamil di
pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) dan Jaringannya.4

Pemeriksaan Hepatitis B pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah


dengan menggunakan tes cepat/Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg. HBsAg
(Hepatitis B Surface Antigen) merupakan antigen permukaan yang ditemukan pada
virus hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi hepatitis B.5
Pemeriksaan rutin antepartum diantaranya adalah pemeriksaan infeksi hepatitis B
saat kunjungan awal di puskesmas, jika negatif bayi akan diberi vaksin saat lahir. Ibu
tidak perlu divaksinasi selama kehamilan, namun seorang ibu yang memiliki faktor
risiko tinggi sebaiknya diberikan. Jika ibu positif terinfeksi virus hepatitis pada awal
kehamilan, pemeriksaan untuk menentukan status hepatitis sebaiknya dilakukan,
seperti pemeriksaan faal hepar, serologi HBV, dan kadar trombosit. Jika pasien
memiliki Hepatitis B Virus (HBV) yang sangat aktif (kenaikan ALT secara signifikan
dengan viral load yang tinggi), atau jika curiga adanya sirosis hepar (kadar trombosit
rendah, atau pemeriksaan pencitraan sugestif), terapi sebaiknya diberikan tanpa
memperhatikan trimester. Akan tetapi, terapi tidak dianjurkan (penyakit inaktif
dengan ALT rendah dan viral load rendah) lanjutkan surveilan, karena kehamilan
dapat menyebabkan perkembangan hepatitis B, setelah kehamilan maupun beberapa
bulan setelah melahirkan.5
Ibu yang menderita virus hepatitis B direkomendasikan untuk melakukan
pemeriksaan kuantitas viral load HBV DNA saat menjelang akhir trimester kedua
(26-28 minggu kehamilan) sehingga keputusan akhir terhadap terapi dapat ditentukan.
Pemeriksaan viral load HBV DNA akan memberikan cukup waktu pada trimester
ketiga untuk menurunkan viral load secara signifikan setelah terapi diinisiasi,
sehingga menurunkan laju transmisi perinatal. Wanita dengan viral load yang tinggi
(>107/ml) sebaiknya mempertimbangkan terapi pada awal trimester ketiga (28-30
minggu), setelah mendiskusikan manfaat dan risiko. Terapi dilakukan selama masa
kehamilan dan dapat dihentikan setelah melahirkan. Keputusan untuk menghentikan
terapi sering dipengaruhi oleh keinginan wanita tersebut untuk kehamilan berikutnya.5

Differential diagnosis
1. Infeksi Cytomegalovirus
Cytomegalovirus (CMV) dikenal sebagai penyebab utama infeksi kongenital
dan sebagai infeksi berat dan mengancam nyawa pada orang dengan system
imun yang lemah. Virus ini menimbulkan sindrom klinis yang luas, pada bayi
baru lahir berkisar dari infeksi asimtomatik sampai ensefalitis fetal yang berat
dan kerusakan perkembangan system saraf pusat. Pada bayi bisa menimbulkan
pneumonia atau hepatitis. Kira-kira 95% bayi yang terinfeksi bersifat
asimptomatik saat lahir. Pada infeksi berat terdapat gejala klinis berupa
hepatomegaly, splenomegaly, icterus, peteki atau ruam purpura, mikrosefalus,
dan lainnya. Pada bayi yang asimptomatis, sampai usia 2 tahun 5-15% bayi
yang terinfeksi ini mengalami kelainan perkembangan termasuk kehilangan
pendengaran sensorineural, mikrosefalus, dan kelainan motorik seperti
diplegia atau kuadriplegia, retardasi mental, dan kelainan gigi. Untuk
mendiagnosis CMV dapat dilakukan isolasi pada biakan jaringan. Titer CMV
yang tinggi terdapat di dalam urine, saliva, atau darah bayi yang terinfeksi
secara kongenital atau pada pasien dengan system imun lemah. Oleh karena
itu virus dapat dideteksi pada biakan dalam beberapa hari hingga minggu (3-6
minggu). Dapat dilakukan pemeriksaan antibody monoclonal yang sepsifik
untuk antigen dini CMV. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu sekitar 18
jam.6
2. Autoimun hepatitis
Autoimun hepatitis adalah proses inflamasi hepatitis kronik yang masih belum
jelas etiologinya. Target dari proses inflamasi yaitu sel hepatosit dan epitel
duktus bilier dan mempunyai tendensi untuk menjadi sirosis. Gejalanya yaitu
mudah lelah, rasa tidak nyaman di abdomen bagian atas, gatal ringan,
anorexia, diare, dan lainnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegaly,
jaundice, splenomegaly, spider nevi, terkadang dapat ensefalopati dan asites.
Pada bayi akan ditemukan jaundice, kelemahan nonspesifik, anorexia, dan
nyeri abdomen. Untuk mendiagnosis dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium yaitu meningkatnya SGOT dan SGPT (1,5-50 kali nilai normal),
meningkatnya serum immunoglobulin terutama immunoglobulin G (IgG),
peningkatan ringan sampai sedang dari bilirubin dan ALF, hipoalbuminemia
dan pemanjangan masa prothrombin. Kemudian terdapat leukopenia ringan
dan trombositopenia.7
Etiologi
Virus hepatitis B adalah virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm
memiliki lapisan permukaan dan bagian inti dengan masa inkubasi sekitar 60 sampai
90 hari. Terdapat 3 jenis partikel virus yaitu : (1) Sferis dengan diameter 17 – 25 nm
dan terdiri dari komponen selubung saja dan jumlahnya lebih banyak dari partikel
lain. (2) Tubular atau filamen, dengan diameter 22 – 220 nm dan terdiri dari
komponen selubung. (3) Partikel virion lengkap atau partikel Dane terdiri dari genom
HBV dan berselubung, diameter 42 nm.8
Protein yang dibuat oleh virus ini bersifat antigenik serta memberi gambaran
tentang keadaan penyakit (pertanda serologi khas) adalah : (1) Surface antigen atau
HBsAg yang berasal dari selubung, yang positif kira-kira 2 minggu sebelum
terjadinya gejala klinis. (2) Core antigen atau HBcAg yang merupakan nukleokapsid
virus hepatitis B. (3) E antigen atau HBeAg yang berhubungan erat dengan jumlah
partikel virus yang merupakan antigen spesifik untuk hepatitis B.8
Patofisiologi
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah,
partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati
akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat
dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang
respon imun tubuh, yaitu respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik. VHB
merangsang pertama kali respon imun non-spesifik ini (innate immune response)
karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa
jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.9
Untuk proses eradikasi HBV lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik, yaitu
dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktifasi sel T CD8+ terjadi
setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida HBV-MHC kelas I
yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen
Presenting Cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah
mengalami kontak dengan kompleks peptida HBV-MHC kelas II pada dinding APC. 9
Peptida HBV yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen
sasaran respons imun adalah peptida kapsid yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CD8+
selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati yang terinfeksi.
Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan
menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping itu dapat juga
terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui
aktivitas Interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan
oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik). Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel
CD4+ akan menyebabkan produksi antibodi antara lain anti HBs, anti HBc dan anti
HBe. Fungsi anti HBs adalah netralisasi partikel HBV bebas dan mencegah masuknya
virus ke dalam sel. Dengan demikian anti HBs akan mencegah penyebaran virus dari
sel ke sel. Infeksi kronik HBV bukan disebabkan gangguan produksi anti HBs.
Buktinya pada pasien Hepatitis B kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti HBs
yang tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena anti HBs
bersembunyi dalam kompleks dengan HBsAg.9
Gejala Klinis
Pasien ini ditemukan gejala sklera ikterik dan ikterik generalisata dimana
menunjang temuan klinis kehamilan dengan hepatitis. Pada ibu hamil dengan ikterus,
waspadai kemungkinan infeksi akut HBV dan adanya hepatitis fulminan (sangat
ikterik, nyeri perut kanan atas, kesadaran menurun dan hasil periksaan urine (warna
seperti teh pekat, urobilin dan bilirubin positif, sedangkan pemeriksaan darah selain
urobilin dan bilirubin positip SGOT dan SGPT sangat tinggi (biasanya diatas 1000).10
Pada kasus ini, ditemukan hasil pemeriksaan HbsAg positif yang merupakan
suatu pertanda adanya infeksi pada hati oleh virus HBV, pertanda replikasi seperti
HbeAg dan DNA HBV, pertanda untuk mengetahui akut atau kronik yaitu IgM anti-
HBc yang menunjukkan adanya kerusakan hati. USG akan menampakkan pembesaran
hati serta bertambah densitas gama dari parenkim hati pada hepatitis akut-kronik.11
Diagnosis
Tes serologis antigen komersil tersedia untuk mendeteksi HBsAg dan HBeAg,
dimana Hepatitis B surface antigen akan terdeteksi selama masa infeksi akut. Jika
infeksi yang terjadi bersifat self-limited, maka HBsAg telah hilang sebelum serum
anti-HBs terdeteksi (menandakan window period dari infeksi).12
Jika seorang wanita yang akan melahirkan memiliki riwayat Hepatitis B akut tepat
sebelum atau saat kehamilannya, maka wanita tersebut akan dites segera saat
melahirkan, jika tes dilakukan 6 bulan atau lebih dari sejak wanita tersebut sakit,
maka tes dibutuhkan untuk menentukan status HBsAg yang terakhir (imun atau
karier), terutama jika tes sebelumnya belum lengkap. Wanita hamil dengan status
HBsAg negatif, namun dicurigai memiliki riwayat kontak Hepatitis B, maka status
HBsAg wanita tersebut harus diperiksa segera setelah melahirkan.12
Skrining untuk HBsAg maternal pada ibu karier merupakan salah satu
pemeriksaan rutin antenatal. Walaupun tidak ada bukti bahwa infeksi HBV kronis
memiliki efek samping terhadap kehamilan, namun ditemukan bahwa infeksi HBV
kronis berhubungan dengan beberapa peningkatan kejadian pada fetal distress,
kelahiran prematur, dan peritonitis akibat aspirasi mekonium. Patofisiologi pada
fenomena ini belum jelas, namun faktor perbedaan etnik dan aktifitas penyakit pada
ibu karier HBsAg juga berperan.13
Kriteria ibu mengidap Hepatitis B kronis:
1. Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan
tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan.
2. Bila status HBsAg positif disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT, ,maka
status ibu adalah pengidap Hepatitis B.
3. Bila diseertai dengan peningkatan SGOT/SGPT pada lebih dari lebih dari 3 kali
pemeriksaan dengan interval pemeriksaan antara 2-3 bulan, maka status ibu
adalah penderita Hepatitis B kronis.
4. Status HBsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HbeAg positif.14
Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan hepatitis B dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
ujiserologi, serta tes laboratorium untuk menentukan derajat kerusakan hati.
Pada uji serologi dilakukan pemeriksaan antigen antibody terhadap virus
hepatitis B yaitu HBsAg, anti-HBs, HBeAg, anti-HBe, dan anti HBc.15
● Antigen permukaan hepatitis (HBsAg)
Indikator paling awal untuk mendiagnosis infeksi virus hepatitis B adalah
antigen permukaan hepatitis B (HBsAg). Penanda serum ini dapat muncul
sekitar 2 minggu setelah penderita terinfeksi, dan akan tetap ada selama fase
akut infeksi sampai terbentuk anti-HBs. Jika penanda serum ini tetap ada
selam 6 bulan, hepatitis dapat menjadi kronis dan penderita dapat menjadi
carrier. Vaksin hepatitis B tidak akan menyebabkan HBsAg positif. Penderita
HBsAg positif tidak boleh mendonorkan darah.15
● Antibodi antigen permukaan hepatitis B (anti-HBs)
Fase akut hepatitis B biasanya berlangsung selama 12 minggu. Oleh karena
itu, HBsAg tidak didapati dan terbentuk anti-HBs. Penanda serum ini
mengindikasikan pemulihan dan imunitas terhadap virus hepatitis B. IgM anti-
HBs akan menentukan apakah penderita masih dalam keadaan infeksius. Titer
anti-HBs >10 mIU/ml dan tanpa keberadaan HBsAg, menunjukkan bahwa
penderita telah pulih dari infeksi HBV.15
● Antigen e hepatitis B (HBeAg)
Penanda serum ini hanya akan terjadi jika telah ditemukan HBsAg. Biasanya
muncul 1 minggu setelah HBsAg ditemukan dan menghilang sebelum muncul
anti-HBs. Jika HBeAg serum masih ada setelah 10 minggu, penderita
dinyatakan sebagai carrier kronis.15
● Antibodi antigen HBeAg (anti-HBe)
Bila terdapat anti-HBe, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemulihan
dan imunitas terhadap infeksi HBV.15
● Antibodi antigen inti (anti-HBc)
Anti HBc terjadi bersamaan dengan temuan HBsAg positif kira-kira 4-10
minggu pada fase HBV akut. Peningkatan titer IgM anti-HBc
mengindikasikan proses infeksi akut. Anti-HBc dapat mendeteksi penderita
yang telah terinfeksi HBV. Penanda serum ini dapat tetap ada selama
bertahun-tahun dan penderita yang memiliki anti-HBc positif tidak boleh
mendonorkan darahnya. Pemeriksaan anti-HBc dan IgM anti-HBc sangat
bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi HBV selama “window period” antara
hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs.15
Pada tes fungsi hati dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase dan Serum Glutamic-Pyruvic-Transaminase)
atau yang sekarang dikenal sebagai AST dan ALT (Aspartate Aminotransferase dan
Alanine Aminotransferase) sebagai penanda kerusakan sel hati, Alkali Fosfatase
(ALF) dan Gamma Glutamil-Transferase (GGT) sebagai penanda kolestasis, dan
albumin, bilirubin, dan masa prothrombin sebagai tes fungsi hati.15
Nilai normal dari SGOT pada pria adalah 6-34 U/L, pada wanita adalah 8-40
IU/L dan SGPT adalah 20-60 IU/L. Pada hepatitis B akut didapatkan kadar SGOT dan
SGPT meningkat hingga > 500 IU/L bisa mencapai ribuan, sedangkan pada hepatitis
B kronik yang aktif terjadi peningkatan yang menetap atau intermitten dari SGOT dan
SGPT.15
Nilai normal dari ALF pada pria yaitu 50-190 IU/L pada wanita 40-190 IU/L.
Pada hepatitis B akut ALF normal atau sedikit meningkat. Nilai normal GGT pada
pria yaitu 15-90 IU/L pada wanita 10-80 IU/L. Pada hepatitis B akut terjadi sedikit
kenaikan pada hasil GGT.15
Nilai normal albumin yaitu 32-52 g/L sedangkan pada hepatitis akut albumin
normal atau sedikit menurun. Nilai normal dari bilirubin total yaitu 0,3-1,0 mg/dL,
bilirubin direk yaitu 0,1-0,3 mg/dL. Pada hepatitis akut bilirubin meningkat dan
jarang > 10 mg/dL kecuali kolestasis. Pada hepatitis akut masa prothrombin normal
atau sedikit meningkat.Selain itu dilakukan pula pemeriksaan darah tepi dengan hasil
normal atau leukopeni ringan.15
Penatalaksanaan
Evaluasi untuk terapi
Evaluasi awal pasien dengan infeksi VHB meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dengan penekanan khusus pada faktor-faktor risiko terjadinya infeksi gabungan,
penggunaan alcohol, riwayat keluar ga dengan infeksi VHB, dan kanker hati.
Pemeriksaan laboratorium harus mencakup pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan
darah lengkap. Tes replikasi VHB seperti HBsAg HBeAg/anti-HBe dan HBV DNA.16

Pemantauan
Apabila seseorang mengalami infeksi HBV, tidak selalu perlu diterapi akan tetapi
cukup dilakukan saja pemantauan untuk menilai apakah perlu dilakukan intervensi
dengan antiviral sewaktu. Pemantauan dilakukan apabila pada pasien didapatkan
keadaan :16
a. Hepatitis B kronik dengan HBeAg +, HBV DNA > 10 5 copies/mL, dan ALT
normal. Pada pasien ini dilakukan tes SGPT setiap 3-6 bulan. Jika kadar SGPT naik >
1-2 kali Batas Atas Nilai Normal (BANN), maka ALT diperiksa setiap 1-3 bulan. Jika
dalam tindak lanjut SGPT naik menjadi > 2 kali BANN selama 3-6 bulan disertai
HBeAg (+) dan HBV DNA > 10 5 copies/mL, dapat dipertimbangkan untuk biopsy
hati sebagai pertimbangan untuk memberikan terapi antiviral.

b. Pada infeksi HBsAg inaktif (HBeAg, dan HBV DNA) dilakukan pemeriksaan ALT
setiap 6-12 bulan. Jika ALT naik menadji > 1-2 kali BANN, periksa serum HBV
DNA dan bila dapat dipastikan bukan disebabkan oleh hal yang lain maka dapat
dipertimbangkan terapi antiviral.16

Terapi
- Interferon α (IFN- α)
Pada pasien HBeAg + dengan SGPT yang lebih besart 3x dari BANN, respons
angka keberhasilan terapi interferon adalah sekitar 30-40% dibandingkan 10-20%
pada kontrol. Pemberian interferon 4,5 mu atau 5 mu seminggu 3x selama 4-6 bulan
dapat efektif. Apabila pengobatan diberikan selama 12 bulan makan angka
serokonversi HBeAg akan lebih meningkat. Pasien hepatitis B kronik aktif dengan
HBeAg negatif, anti HBe positif, HBV DNA positif juga memberikan respons selama
terapi interferon, tetapi biasanya terjadi relaps pada akhir terapi. Pengobatan ulangan
dengan IFN- α menunjukkan angka keberhasilan respons 20-40% baik pada HBeAg
positif maupun negative.16

- Lamivudine
Lamivudine efektif untuk supresi HBV DNA, normalisasi SGPT dan perbaikan
secara histologist baik pada HBeAg positif dan HBeAg negatif/HBV DNA positif.
Pada pasien dengan HBeAg (+) yang diterapi selama satu tahun dengan lamivudine
(100 mg per hari) menghasilkan serokonversi HBeAg dengan perbandingan kadar
SGPT sebelum terapi : 64% (vs. 14% sebelum terapi) pada pasien dengan SGPT
dengan 5x BANN, 26% (vs. 5% sebelum terapi) pada pasein dengan SGPT 2-5x
BANN, dan hanya 5% (vs. 2% sebelum terapi) pada pasien dengan SGPT <2x
BANN.16
Pencegahan
Pencegahan umum hepatitis B berupa uji tapis donor darah dengan uji diagnosis
yang sensitif, sterilisasi instrumen secara adekuat-akurat. Alat dialisis digunakan
secara individual, dan untuk pasien dengan HVB disediakan mesin tersendiri. Jarum
disposable dibuang ke tempat khusus yang tidak tembus jarum. Pencegahan untuk
tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan sarung tangan. Dilakukan penyuluhan
agar para penyalah guna obat tidak memakai jarum secara bergantian, perilaku
seksual yang aman. Mencegah kontak mikrolesi, menghindari pemakaian alat yang
dapat menularkan HVB (sikat gigi, sisir), dan berhati-hati dalam menangani luka
terbuka. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ketiga
kehamilan, terutama ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HVB. Ibu hamil dengan HVB
(+) ditangani terpadu. Segera setelah lahir, bayi diimunisasi aktif dan pasif terhadap
HVB. Melakukan skrining pada populasi risiko tinggi tertular HVB (lahir di daerah
hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti-ganti, tenaga
medis, pasien dialisis, keluarga dari pasien HVB kronis, dan yang berkontak seksual
dengan pasien HVB).17
Imunisasi untuk HVB dapat aktif dan pasif. Untuk imunisasi pasif digunakan
hepatitis B immuneglobulin (HBIg), dapat memberikan proteksi secara cepat untuk
jangka waktu terbatas yaitu 3-6 bulan. Pada orang dewasa HBIg diberikan dalam
waktu 48 jam setelah terpapar VHB.17
Imunisasi aktif diberikan terutama kepada bayi baru lahir dalam waktu 12 jam
pertama. Vaksinasi juga diberikan pada semua bayi dan anak, remaja, yang belum
pernah imunisasi (catch up immunization), individu yang berisiko terpapar VHB
berdasarkan profesi kerja yang bersangkutan, orang dewasa yang berisiko tertular
VHB, tenaga medis dan staf lembaga cacat mental, pasien hemodialisis (imunisasi
diberikan sebelum terapi dialisis dimulai), pasien yang membutuhkan transfusi atau
produk darah secara rutin, pada penyalahgunaan obat, pada homoseksual dan
biseksual, pekerja seks komersial, orang yang terjangkit penyakit akibat seks (STD),
heteroseksual dengan pasangan berganti-ganti, kontak serumah dan kontak seksual
dengan pengidap HVB, populasi dari daerah dengan isiden tinggi VHB, calon
transplantasi hati. Untuk mencapai tingkat serokonversi yang tinggi dan konsentrasi
anti-HBs protektif (10 mIU/ml), imunisasi diberikan 3 kali dengan jadwal 0,1,6
bulan.18
Komplikasi
Gagal hati akut dengan koagulopati, ensefalopati dan edema serebral sering
terjadi bersamaan dengan HBV dibandingkan virus hepatotropik lainnya. Resiko dari
gagal hati akut kemudian meningkat ketika ada koinfeksi atau superinfeksi dengan
HDV. Kematian karena gagal hati akut > 30%. Transplantasi hati merupakan satu-
satunya intervensi yang efektif, dan transplantasi hati sejak dini dapat menyelamatkan
hidup pasien. Infeksi HBV juga dapat menyebabkan hepatitis kronik, yang dimana
dapat menjadi sirosis dan karsinoma hepatoselular primer. Kemudian untuk
komplikasi yang cukup jarang adalah glomerulonephritis membranosa.19
Prognosis
Perjalanan HBV pada bayi yang tertulari berbeda dengan orang dewasa, yang
umumnya mempunyai prognosis tidak baik. Pada umumnya bayi yang tertular, akan
mengidap HBsAg tanpa gejala dan menunjukkan perkembangan tubuh yang normal.
Timbulnya HBsAg positif pada bayi tergantung pada masa tunas dari virus B. Pada
infeksi perinatal, beberapa minggu pertama setelah kelahiran bayi biasanya HBsAg
masih negatif, baru positif setelah berusia 3-5 bulan. Pada infeksi HBV intrauterin
sudah dapat ditemukan HBsAg positif pada umur satu bulan pertama. HBsAg
biasanya baru positif setelah beberapa waktu, dan akan menetap berada dalam darah
dalam jangka waktu yang lama. Sebagian dari penderita ini, titer dari e-antigen akan
menunjukkan penurunan sesuai dengan pertumbuhan umur bayi, tetapi tidak jarang
bahkan sebagian besar masih menunjukkan HBsAg positif pada dewasa muda, bahkan
menetap sampai uisa lanjut. Selama HBsAg masih menetap di dalam darah, maka
akan merupakan pengidap yang infeksius. Apalagi kelak menjadi seorang ibu maka
akan menyebabkan terjadinya penularan vertikal kepada bayi yang dilahirkan dan
juga menyebabkan penularan horizontal kepada sekelilingnya yaitu melalui hubungan
seksual dengan suaminya, melalui saliva (bercium-ciuman), inokulasi serum, dan lain-
lain. Dengan demikian jumlah pengidap HBV akan terus bertambah.20
Selain daripada itu bayi yang tertulari HBV akibat penularan vertikal hampir
sepertiganya akan menderita penyakit hati kronis yang akan menjurus kearah sirosis
hepatis atau karsinoma hati primer (KHP) pada masa akhir hidupnya. Pada umumnya
perjalanan penyakit HBV pada bayi lebih buruk daripada orang dewasa. Terjadinya
KHP menurut laporan akibat HBV berkisar 7-12 tahun, dan ada pula yang
melaporkan sekitar 20 tahun. Penyembuhan sempurna dari HBV pada bayi yang
tertulari secara vertikal umumnya rendah bila dibanding dengan orang dewasa.
Penularan vertikal ini sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi atau pemberian
HBIg pada bayi yang dilahirkan.20

Kesimpulan
Di daerah dengan endemic tinggi, infeksi VHB biasanya terjadi melalui
infeksi perinatal atau pada awal masa kanak-kanak. Faktor resiko terbesar terjadinya
infeksi HBV pada bayi dan anak-anak adalah melalui transfer perinatal dari ibu
dengan status HBsAg positif (penularan vertikal) yaitu penularan bisa melalui
transmisi seluler sel plasenta dan terinfeksi dari transfer darah ibu ke dalam sistem
sirkulasi janin, kemudian melalui jalan lahir yaitu persalinan pervaginam (cairan).
Dan pada masa nifas terjadi akibat kontak dengan ASI ibu, virus masuk melalui luka
kecil dalam mulut bayi, cairan tubuh, darah, dan atau yang lainnya. Infeksi kronis
pada anak umumnya bersifat asimtomatik. Di satu pihak, anak tersebut tidak
menyadari bahwa dirinya sakit. Di pihak lain, anak tersebut merupakan sumber
penularan yang potensial. Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B,
maka kunci utama adalah imunisasi Hepatitis B segera setelah lahir, terutama pada
bayi-bayi dengan ibu yang memiliki status HbsAg positif.
Daftar Pustaka

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, dkk.


Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Ed 6. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing;
2017.h.1952-5, 1965-71.
2. Ahmad, N, Kusnanto, H (2017). Prevalensi infeksi virus Hepatitis B pada bayi
& anak yang dilahirkan ibu dengan HBsAg positif. Berita kedokteran
Masyarakat.
3. Han.G.R, Xu.C.L, Zhao.W, Yang.YF, (2012). Management of chronic
hepatitis B in pregnancy, World J. Gastroenterol. WJG 18.
4. Merry, V. (2001). Pengelolaan Hepatitis B Dalam Kehamilan Dan
Persalinan.
5. Infodatin (2017). Situasi Penyakit Hepatitis B di Indonesia tahun 2017, ISSN
2442-7642.
6. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatric Rudolph. Ed 20.
Vol. 1. Jakarta; EGC; 2006.h.705-7.
7. Wolf DC. Autoimmune hepatitis. Updated: Sep 25, 2017. [cited Mei 17, 2021]
8. Aini R, Susiloningsih J. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Hepatitis B pada Pondok Pesantren Putri Ibnul Qoyyim Yogyakarta Risk Factor
Associated with Hepatitis B Incidence in Pondok Pesantren Putri Ibnul Qoyyim
Yogyakarta. Sains Med. 2013.
9. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, dkk.
Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Ed 6. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing;
2017.h.1952-5, 1965-71.
10. Lu LL, Chen BX, Wang J, Wang D, Ji Y, Yi HG, et al. Maternal transmission
risk and antibody levels against hepatitis B virus e antigen in pregnant women. Int
J Infect Dis. 2014;28:41-4.
11. Schaefer E, Koeppen H, Wirth S. Low level virus replication in infants with
vertically transmitted fulminant hepatitis and their anti-HBe positive mothers.
Euro J Pediatr. 1993.
12. Freij BJ, Sever JL. 1999, Hepatitis B. In: Avery GB, Fletcher MA, MacDonald
MG, eds. Neonatology, Pathophysiology and Management of the Newborn. 5th
ed. Philadelphia: Lippincott-Williams and Wilkins; p1146-9.
13. Zhang SL, et.al., 2004, Mechanism of intrauterine infection of hepatitis B
virus,http://www.wjgnet.com/1007-9327/9/108.asp. [cited Mei 15, 2021]
14. Matondang CS, Akib AAP, 1984, Hepatitis B, eds. Ikterus Pada Neonatus,
FKUI, h73-9.
15. Kosasih EN. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Ed 2. Tangerang:
Karisma Publishing; 2008.h.299-304.
16. Ter Borg MJ, Leemans WF, de Man RA, Janssen HL. (2008). Exacerbation of
chronic hepatitis B infection after delivery. J Viral Hepatitis. 15(1):37-41.
17. Cahyono JBSB, PD S. Hepatitis B. Kanisius; 2010
18. Manuaba IBG. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana
untuk pendidikan bidan. In EGC; 1998
19. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson textbook of pediatrics. 20th Ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2016
20. Hadi S. Hepatologi. Bandung: Penerbit Mandar Maju; 2000.h.33-34.

Anda mungkin juga menyukai