Anda di halaman 1dari 35

Nama : Muniaty Sulam Ng

Kelas : Alpha 2019

Kelompok : A2

LI : PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Tanda Vital

Tanda vital sangat penting sebagai dasar untuk menentutkan status kesehatan dan
melakukan diagnosis. Tanda vital yang biasanya diukur adalah sebagai berikut (Bickley, 2012):

a. Tekanan darah,

Pada pemeriksaan tekanan darah, alat yang umumnya digunakan adalah tensimeter atau
disebut juga Sfigmomanometer. Manset yang terlalu pendekatau terlalu sempit dapat
memberikan hasil pengukuran yang tinggi dan salah (falsely high). Pemakaian manset dengan
ukuran reguler pada lenganyang gemuk dapat menghasilkandiagnosis hipertensi yang keliru.
Berikut cara memilih tensimeter yang benar (Bickley, 2012):

a. Lebar balon yang dapat digembungkan datam manset harus sekitar 40% dari
lingkaran lengan atas (sekitar 12-14 cm pada rata - rata orang dewasa).
b. Panjang balon tersebut harus sekitar 80% dari lingkaran lengan atas (hampir cukup
panjang untuk mengelilingi lengan).
c. Jika tensimeter itu jenis aneroid, lakukanlah kalibrasi secara berkala sebelum
digunakan.
Sumber: Bickley, 2012

Sebelum melakukan pemeriksaan berikut adalah hal yang perlu diperhatikan (Bickley, 2012):

 ldealnya, minta kepada pasien untuk menghindari rokok atau rninuman yang
mengandung kafein selama 30 menit sebelum tekanan darah diukur dan beristirahat
selama sedikitnya 5 menit.
 Lakukan pengecekan dan pastikan ruang sudah tenang dan hangat.
 Pastikan bahwa lengan yang akan diperiksa tidak terbungkus pakaian. Tidak boleh
ada fistula arteriovenosa untuk dialisis, sikatriks bekas insisi arteri brakialis, atau
tanda-tanda limfedema (terlihat sesudah diseksi kelenjar timfu aksilaris atau terapi
radiasi).
 Lakukan palpasi arteri brakialis untuk memastikan bahwa arteri memiliki denyut yang
aktif.
 Atur posisi lengan agar arteri brakialis pada fosa antekubiti terletak setinggi jatung
(sela iga ke-4 pada titik pertemuannya dengan os sternum).
 Jika pasien duduk, letakkan lengannya pada meja yang sedikit lebih tinggi daripada
pinggang pasien; iika pasien berdiri, cobalah menyangga lengan pasien setinggi
dadanya.
Ketelah memeriksa, pasang balon manset di tengah arteri brakialis. Batas bawah manset
harus sekitar 2,5 cm di atas fosa antekubiti. Posisi lengan pasien diatur dalam kedudukan agak
fleksi pada sendi sikunya. Untuk menentukan seberapa tinggi tekanan dalam manset harus
naikkan, pertama-tama perkirakan tekanan sistolik melalui palpasi. Ketika denyut arteri radialis
pasien sudah teraba, pompa tensimeter sampai denyut arteri radialis tersebut tidak teraba lagi.
Baca tekanan ini pada manometer dan tambahkan 30 mmHg pada angka yang terlihat. Gunakan
penjumlahan angka ini sebagai target agar pemompaan manset berikutnya tidak menimbulkan
gangguan kenyamanan. Penggunaan angka tersebut juga demi menghindari kesalahan akibat jeda
(gap) auskultatori-masa jeda (interval) tanpa suara yang dapat terjadi di antara tekanan sistolik
dan diastolik (Bickley, 2012).

Letakkan stetoskop bagran bell dengan tekanan yang ringan di daerah arteri brakialis dan
pastikan tidak ada udara yang masuk ke dalam sungkup stetotoskop (kedap udara). Pompa
manset dengan cepat untuk melawan tinggi tekanan (level) yang baru saja ditentukan dan
kemudian kempiskan secara perlahan-lahan dengan kecepatan sekitar 2 hingga 3 mmHg per
detik. Perhatikan tinggi tekanan saat mendengar sedikitnya dua bunyi denyutan yang berturutan.
Tinggi tekanan ini merupakan tekanan sistolik. Lanjutkan penurunan tekanan dengan perlahan
sampal bunyi yang terdengar menjadi redup dan kemudian menghilang. Setelah hilang, pastikan
lagi dan dengarkan ketika tekanan diturunkan sebesar 10 hingga 20 mmHg lagi. Kemudian,
kempiskan manset dengan cepat hingga angka nol. Titik hilangnya bunyi biasanya hanya
beberapa mmHg di bawah titik terdengarnya bunyi yang redup. Bunyi terakhir sebelum hilang
adalah tekanan diastolik pada orang dewasa (Bickley, 2012).

Sumber: Bickley, 2012


Pada sebagian orang, titik redup dan hilangnya bunyi terpisah dengan jarak yang lebih
jauh. Kadang-kadang bunyi tersebut tidak pernah menghilang, seperti pada regurgitasi aorta. Jika
terdapat perbedaan yang melebihi l0 mmHg, catat kedua angkanya (misalnya 154/80/68). Pada
pasien yang menggunakan obat-obat antihipertensi atau yang memiliki riwayat sinkop, pening
ketika berdiri (posturat dizziness) atau mungkin pula deplesi volume darah, lakukanlah
pengukuran tekanan darah dalam tiga posisi-berbaring, telentang, duduk, dan berdiri. Normalnya
ketika pasien berubah posisi dari posisi horizontal keposisi berdiri, tekanan sistolik akan turun
sedikit atau tetap tidak berubah sementara tekanan diastolik sedikit naik (Bickley, 2012).

b. Frekuensi Jantung

Arteri radialis sering digunakan untuk menentukan frekuensi jantung. Dengan permukaan
ventral jari telunjuk dan jari tengah tangan, tekan arteri radialis sampai terasa pulsasi yang
maksimal. Jika iramanya teratur dan frekuensinya terasa normal, hitung frekuensi denyut arteri
radialis selama 15 detik dan kemudian kalikan perhitungan ini dengan 4. Namun, jika
kecepatannya sangat tinggi atau rendah yang abnormal, hitung frekuensi denyut nadi arteri
tersebut selama 60 detik (Bickley, 2012).

Usia Kecepatan jantung (BPM)


Bayi baru lahir (newborn) 70‐170
1‐6 tahun 75‐160
6‐12 tahun 80‐120
Dewasa 60‐100
Usia Lanjut 60‐100
Atlet yang terkondisi baik 50‐100

Denyut nadi normal pada dewasa umunya adalah 60 – 100 denyut per detik. Denyut
jantung dapat meningkat akibat olahraga.

Jika iramanya tidak teratur (irreguler), lakukan evaluasi dengan auskultasi jantung, irama
ireguler yang tidak teratur merupakan indikasi fibrilasi atrium yang dapat diandalkan dan dan
kontraksi prematur atrium atau ventrikel. Untuk semua pola ireguler dan jenis aritmia lainnya
diperlukan pemeriksaan EKG (Bickley, 2012).

c. Frekuensi pernapasan

Hitung jumlah respirasi selama satu menit dengan inspeksi visual atau auskultasi
pernapasan pada trakea. Normalnya, orang dewasa akan menarik napas sebanyak14-20 kali per
menit dengan pola reguler tanpa mengeluarkan suara. Tarikan napas dalam (menghela napas)
yang terkadang terjadi merupakan keadaan normal. Lakukan pengecekan untuk melihat apakah
ekspirasi memanjang. Kecepatan pernafasan normal bervariasi tergantung usia (Bickley, 2012).

Usia Pernafasan (rpm)


2‐6 tahun 21‐30
6‐10 tahun 20‐26
12‐14 tahun 18‐22
Dewasa 12‐20
Lanjut usia 12‐20
Respirasi normal disebut eupnea (laki-laki : 12 – 20 x/menit), perempuan : 16-20
x/menit)
 RR > 24 x/menit : Takipnea
 RR < 10 x/menit : Bradipnea

d. Suhu tubuh

Suhu oral rata-rata biasanya ditetapkan pada 37 C (98,6 F) dan suhu ini cukup
berfluktuasi. Pada pagi hari, suhu tubuh dapat turun sampai 35,8 C (96,4 F), dan pada senja hari
(menjelang malam) atau malam harinya,suhu tubuh dapat naik sampai 37,3 C (99,1 F). Suhu
rektal lebih tinggi daripada suhu oral dan selisihnya rata-rata sebesar 0,4-0,5 C (0,7 - 0,9 F),
tetapi perbedaan ini juga cukup bervariasi. Sebaliknya suhu aksila lebih rendah daripada suhu
oral yang selisihnya lebih-kurang 1 derajat, tetapi memerlukan pengukuran selama 5-10 menit
(Bickley, 2012).

Sumber: Cambridge University Press

Pengukuran suhu oral menggunakan termometer kaca atau elektronik. jika menggunakan
termometer kaca, guncangkan dahulu thermometer agar garis air raksanya turun hingga 35 C
Kemudian letakkan ujung termometer di bawah lidah dan tunggu selama 3-5 menit. Baca
hasilnya dan jiga meninggi maka masukan dan tunggu selama 1 menit kemudai baca kembali
hasilnya. Pada penggunaan thermometer elektronik, langkahnya sama tetapi waktu menunggu
hanya 10 detik (Bickley, 2012).
Pada pengukuran rektal, pasien berbaring dengan sendi paha difleksikan. Pilih
termometer rektal dengan bagian ujung yang pendek, lumasi ujung ini dan masukkan sedalam 3 -
4 cm kedalam saluran anus dengan arah yang menuju umbilikus. Cabut ujung termometer setelah
didiamkan selama 3 menit, kemudian baca hasil pengukurannya. Pada termometer elektronik,
sama juga yaitu penutup ujung probe dilumasi lalu dimasukkan kedalam anus dan tunggu10
detik sampai muncul angka digital (Bickley, 2012).

Pada pengukuran membrane timpani, pastikan bahwa di dalam kanalis auditorius


eksterna tidak terdapat serumen. Atur posisi ujung (probe) di dalam kanalis auditorius agar
pancaran sinar infra merah tertuju ke membran timpani, tunggu selama 2-3 detik. Metode ini
mengukur suhu inti tubuh (body core temperatute) yang lebih tinggi sekitar 0.8 C (1,4 F)
dibandingkan dengan suhu oral yang normal (Bickley, 2012).

Sumber: Tekcoplus Ltd.

e. Saturasi Oksigen
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam
arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 –100 %. Pada tekanan parsial oksigen yang
rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi (Hidayat, 2007).
Alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode pengemisi cahaya
(satu cahaya merah dan satu cahaya inframerah) pada satu sisi probe, kedua diode ini
mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati pembuluh darah, biasanya pada ujung
jari atau daun telinga, menuju fotodetektor pada sisi lain dari probe (Welch,2005).

3.2 Pemeriksaan Kepala pada Bagian Mata


Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi dan juga dengan bantuan alat-alat
seperti pen-light, funduskopi dan peta Snellen. Pada saat meninspeksi perhatikan apakah bola
mata tampak melotot dan menonjol (Eksoftalmus) atau malah tertarik kedalam (Enoftalmus).
Selain itu gerakan mata juga dicek untuk memastikan apakah pasien mengalami strabismus
konkomitan (kerusakan saraf mata), strabismus paresis (kelumpuhan saraf-saraf penggerak
mata), strabismus divergen ataupun konvergen. Minta pasien melirik ketahui apakah pasien tidak
dapat melirik kearah lain (Deviation conjuge), disisi lain perhatikan juga kecepatan gerak mata
agar tau apakah mata pasien cepat, lambat, nistagmus atau mengalami gejala lain. Selain gerakan
dan bentuk mata secara keseluruhan, periksa juga secara detail dari setiap bagian mata.

a. Kelopak
 Ptosis: kelopak mata tampak jatuh, fissura palpebrae menyempit. Terlihat seperti
bengkak muka pada penyakit ginjal. Terjadi karena kelumpuhan m.levator palpebrae
yang disarafi saraf otak III.
 Xantelasma: bercak kekuningan pada kulit kelopak dihubungkan dengan peninggian
kadar antelasıma: bercak kekuningan pada kulit kel lemak dalam darah.
 Blefaritis: radang pada kelopak mata
 Edema: kelopak mata membengkak, kada kadang mata hampir tertutup.
 Perdarahan: akibat trauma dan sebagainya
b. Pupil
 Isokor: kedua pupil sama besar dan bentuknya
 Miosis: pupil yang mengecil, kadang-kadang amat kecil (pinpoint), dijumpai
misalnya pada intoksikasi morfin
 Midriasis: pupil yang dilatasi misalnya pada kerusakan saraf otak III.
 Refleks pupil terhadap cahaya diperiksa dengan meminta pasien melihat obyek yang
jauh, kemudian diberi rangsangan cahaya.
c. Konjungtivita
 Pinguekula: bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat, berjalan pada kedua
sisi kornea. Biasanya pada hiperlipidemia
 Fliten: nodul kecil, banyak satu atau lebih, warna abu agak kuning, pada beberapa
bagian konjungtiva dan kornea
 Bercak Bitot: bercak segitiga pada kedua sisi kornea. Warna pucat keabu-abuan,
berisi epitel yang kasar dan kering kadang - kadang juga mikroor ganisme.
Didapatkan pada avitaminosis A.
 Radang: adanya warna merah, air mata dan kadang-kadang sekret mukopurulen.
 Anemia: warna pucat, kadang-kadang amat pucat pada anemia berat.
d. Kornea
 Xeroftalmia: keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea menjadi kering, kesannya
menjadi lunak.
 Arkus (anulus): garis lengkung putih keabu-abuan yang melingkari kornea. Biasanya
terdapat pada usia tua (arkus senilis)
 Ulkus: terdapat perselubungan seperti awan disertai tanda-tanda radang. Pasien
biasanya mengeluh silau (foto fobia), bila melihat cahaya terang.
e. Lensa
 Katarak: lensa yang keruh seperti awan, Dijumpai pada orang tua dan pasien diabetes
melitus
 Sklera: diperiksa ikterus tidaknya.
 Fundus: retinopati (pada diabetes, hipertensi), edema papil atau hemoragi. Ketiga hal
ini hanya dapat ditentukan dengan funduskopi.

3.3 Pemeriksaan Leher

Pemeriksaan leher berorientasi pada M. Sternokleidomastoideus, trakea, manubrium


sterni dan organ-organ arteri/vena/kelenjar yang terdapat sekitar leher, seperti arteri karotis, vena
jugularis, dan lainnya. kelenjar tiroid, dan kelenjar parotis. Pada inspeksi leher tentukan adakah :

 Asimetri karena pembengkakan. Pembengkakan dapat disebabkan aneurisma arteri


karotis, pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri pada
daerah tersebut.
 Pulsasi yang abnormal. Bendungan vena, bila terdapatbendungan aliran darah ke vena
torakalis; vena-vena jugularis akan tampak mcnonjol. Hal ini tampak misalnya pada
tumor intratorakal (sindrom vena jugularis), gagal jantung kanan.
 Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan adanya pembengkakan leher.
Kekakuan pada leher, misalnya kaku kuduk pada meningitis, tetanus.
 Tumor misalnya pada limfoma (biasanya unilateral), tumor kista brakialis,
pembesaran kelenjar tiroid
 Tortikolis: pada keadaan ini leher miring pada arah yang sakit dan sukar digerakkan
karena rasa nyeri. Misalnya pada infeksi m. sternokleidomastoideus atau m.trapezius,
tuberculosis vertebra servikali
 Kelenjar limfe: pembesaran kelenjar limfe dapat dijumpai pada tuberkulosis kelenjar,
leukemia, limfoma malignum. Bila didapati, dituliskan besarnya, konsistensi, serta
nyeri tekan. Mungkin pula didapati fistula.
 Kelenjar tiroid (struma): dinyatakan besar dan bentuknya (normal, difusa, nodular),
konsistensi (kenyal, keras, kista), dan ada tidaknya bising auskultasi.

3.3.1 Pengukuran JVP

Pemeriksaan dilakukan pada vena jugularis eksterna kanan karena ia merupakan


hubungan (sambungan) langsung dari vena kava superior. Pada gagal jantung kanan,
bendungan di ventrikel kanan diteruskan ke atrium kanan dan vena kava superior
sehingga tekanan vena laris meninggi. Pada gagal jantung kiri, bendungan ventrikel kiri
diteruskan ke atrium kiri dan vena pulmonalis dan kemudian tertampung dalam paru.
Cara pengukuran tekanan vena jugularis adalah dengan cara langsung dan tidak langsung

a. Cara Langsung
Titik-titik pengukuran:
 Titik acuan adalah bidang horizontal melalui tempat sambungan iga ke-2 dengan
sternum.
 Titik nol adalah tempat di mana tekanan sama dengan nol, yaitu setinggi tengah-
tengah atrium kanan.
 Jarak titik acuan-titik nol pada orang dewasa adalah 5 cm (R).
Pada pengukuran, pasien berbaring dengan lengan diletakkan 5 cm di bawah titik
acuan (jadi setinggi atrium kanan). Jarum dimasukkan dalam vena brakialis dani
dihubungkan dengan manometer air.
b. Cara Tidak Langsung
Menurut Lewis Borst, sebagai pengganti manometer dipakai vena jugularis.
Pasien berbaring dan leher harus lemas. Tentukan vena jugularis eksterna kanan. Vena
tidak boleh dikosongkan dengan mengurutnya. Vena ditekan 1 jari mula-mula di sebelah
bawah (proksimal) dekat klavikula disebelah atas (distal) dekat mandibula dengan jari
lain, kemudian tekanan oleh jari pertama dilepaskan. Lihat sampai di mana vena terisi
waktu inspirasi biasa. tingginya diukur dari titik acuan.
Misalnya pada pemeriksaan tekanan vena 2 cm lebih dari titik acuan. Karena
jarak titik acuan-titik nol sama dengan R (atau 5 cm), maka tekanan vena adalah R + 2
cm H2O atau 5+ 2 cm H2O. Lebih baik tidak ditulis 7 cm H2O untuk memperlihatkan
jarak R adalah 5 cm H2O. Tekanan vena normal menurut cara ini: 3 cm H2O
Letak kepala atau posisi leher pasien harus sedemikian rupa sehingga vena
jugularis terisi sampai kira-kira di pertengahan mandibula dan klavikula. Jika pada gagal
jantung kanan hebat dengan vena jugularis yang terisi penuh sampai mandibula, pasien
harus ditinggikan letak kepalanya. Harus dingat pula bahwa kepala dan leher pasien
selalu dalam keadaan lemas.
Pada keadaan normal dengan tekanan vena normal, kadang - kadang kepala harus
diturunkan agar vena dapat terisi sampai kira-kira di pertengahan leher. Peninggian dan
penurunan letak kepala pasien tidak akan mengubah tekanan vena oleh karena jarak R
merupakan jari-jari konstan suatu bola dengan pusat atrium kanan sebagai titik pusatnya.
Pengukuran tekanan vena di leher (cara tidak langsung tidak dapat dipercaya pada
anak-anak karena leher terlalu pendek atau pada pasien dengan struma mungkin menekan
vena jugularis. Tekanan vena meninggi pada gagal jantung kanan, perikarditis eksudativa
dengan tamponade jantung, atau perikarditis konstriktiva. Bendungan vena kava superior
dapat diketahui dan diukur di vena jugularis dengan cara Lewis Borst (pengukuran
tekanan vena).
Bendungan di vena pulmonalis (gagal jantung kiri) tidak dapat diukur dengan cara
Lewis Borst atau dengan cara langsung (menggunakan manometer air pada vena
brakialis), tetapi harus menggunakan penyadapan jantung kanan (dengan menggunakan
kateter Swan-Ganz).

3.4 Pemeriksaan Fisis Jantung

Saat akan melakukan pemeriksaan fisis jantung, pemeriksa membayangkan aliran darah
di dalam keempat rongga jantung, kapan membuka, dan menutupnya katup katup jantung
tersebut. Pemeriksaan fisis pada jantung dilakukan dengan inspeksi.palpasi, perkusi,dan
auskultasi.

a. Inspeksi

Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal terhadap diameter


anteroposterior adalah kurang lebih (2:1) dan simetris. Kemudian, perhatikan juga pulsasi. Pada
orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak pulsasi yang disebut iktus kordis pada
ruang sela iga 5, biasanya tampak di sela iga sedikit sebelah medial garis midklavikula kiri,
sesuai dengan letak apeks kordis. Daerah pulsasi mempunyai diameter ± 2 cm, dengan punctum
maximum di tengah-tengah daerah tersebut.

Pulsasi terjadi kurang lebih bersamaan dengan denyut sistolik pada arteri karotis yang
dapat diraba di bagian bawah leher. Iktus kordis terjadi karena kontraksi ventrikel pada waktu
sistolik yang disertai putaran ke arah depan dan sedikit medial. Jika iktus kordis tersebut
letaknya menggeser ke kiri dan tampaknya lebih melebar, maka dapat diduga adanya
pembesaran ventrikel kiri ke lateral. Bila pada iktus kordis, saat sistolik terjadi retraksi ke dalam
dan pada waktu diastolik terjadi pulsasi ke luar, maka keadaan ini disebut iktus kordis negatif,
terjadi pada pericarditis adhesiva.

Kadang-kadang di bagian lain daerah prekordial pada orang yang kurus terlihat retraksi
sistolik yaitu terdapat retraksi sela iga yang sesuai dengan sistolik jantung. Keadaan ini
disebabkan letak jantung yang sangat berdekatan dengan dinding toraks, sehingga pada sistolik
ventrikel kanan menguncup sambil mengadakan putaran ke dalam. Hal ini akan menarik
sebagian dinding toraks di daerah prekordium.

Bila terdapat pelebaran aorta torakalis dalam rongga dada (aneurisma aorta) maka akan
tampak pulsasi di bagian lain dinding toraks yang biasanya terdapat di kiri atau kanan bagian
atas sternum. Kadang-kadang tampak juga adanya pulsasi di manubrium sterni. Pulsasi yang kuat
di daerah sela iga 3 kiri dapat disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis, misalnya pada ductus
botalli persistent atau aneurisma arteri pulmonalis. Adanya pulsasi yang kuat di daerah lekuk
suprasternum mungkin disebabkan kuatnya denyut aorta atau meninggi tekanan nadi dalamnya
aorta. Pada keadaan hipertrofi ventrikel kanan, tampak pulsasi yang kuat pada sela iga 4 di garis
sternum atau di daerah epigastrium.

Tanda Broadbent menggambarkan adanya retraksi sistolik pada beberapa sela iga
terbawah dan dapat dilihat di bagian samping dan belakang dinding toraks sampai sekitar sela iga
11 pada garis aksilaris posterior dan kadang-kadang disertai oleh retraksi sistolik dari ujung
sternum. Keadaan ini terdapat pada perikarditis adhesiva di mana terjadi perlekatan perikarditis
dengan jaringan sekitarnya. Hal yang sama terlihat juga pada hipertrofi jantung tanpa perlekatan
Pada stenosis ismus aorta, terdapat peninggian tekanan darah dalam arteri interkostalis, sehingga
terjadi pelebaran dari arteriarteri tersebut, dan kadang-kadang dapat dilihat pulsasi arteri
interkostalis pada dinding toraks, terutama dapat terlihat di daerah punggung. Keadaan ini dapat
juga terjadi pada koarktasio yang berat, di mana terlihat juga adanya pulsasi pada leher bawah
dekat skapula.
b. Palpasi

Palpasi dapat dilakukan dengan meletakkan seluruh telapak tangan pada dinding toraks
dengan tekanan yang lembut. Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi selanjutnya
dikonfirmasikan/ diperjelas dengan cara palpasi. Kadang-kadang iktus kordis atau pulsasi-pulsasi
pada dinding toraks yang tidak ditemukan pada inspeksi, dapat ditemukan secara palpasi dan
dengan demikian akan lebih jelas lokalisasi punctum maximum pulsasi tersebut, (tertutama bila
daerah pulsasi-pulsasi, dengan palpasi harus pula dapat ditetapkan kuat angkat, luas serta
frekuensi dan kualitas dari pulsasi yang teraba).

Pulsasi ada yang bersifat menggelombang di bawah telapak tangan disebut ventricular
heaving. Biasanya daerah pulsasi pada keadaan ini lebar dan terdapat pada keadaan beban
diastolik (diastolic overload ), misalnya pada insufisiensi mitral dapat diraba di daerah ventrikel
kiri. Contoh lain ialah pada aneurisma ventrikel. Pulsasi ada pula yang lebar dan bersifat pukulan
pukulan serentak disebut ventricular lift, keadaan ini terjadi pada beban sistolik ventrikel kanan
(misalnya pada stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal, teraba di daerah ventrikel kanan).
Bagian paling lateral dari iktus kordis dapat dianggap sebagai batas jantung kiri secara kasar.
Dengan palpasi dapat pula ditentukan gesekan pericardial (pericardial friction rub) di
daerah prekordium, yang teraba sebagai gesekan atau fremitus yang sinkron dengan denyut
jantung, dan tidak berubah menurut pernapasan. Keadaan ini terdapat pada pericarditis fibrinosa
di mana terjadi geseran-geseran perikardium viseral dan parietal yang masing-masing
permukaannya menjadi kasar. Kalau diantara kedua perikardial tersebut terdapat cairan, maka
geseran perikardial menghilang.

Pada palpasi mungkin juga diraba adanya vibrasi di samping pulsasi, yang disebut
sebagai getaran (thrill). Getaran tersebut seringkali terdapat pada kelainan katup yang
menyebabkan adanya aliran turbulen yang kasar dalam jantung atau dalam pembuluh - pembuluh
darah besar, dan biasanya sesuai dengan adanya bising jantung yang kuat pada tempat yang
sama. Dalam hal ini harus ditentukan kapan getaran itu terjadi (sistolik atau diastolik).

Lokalisasi harus pula ditetapkan, misalnya getaran sistolik di basal yang terjadi pada
stenosis aorta dan lain-lainnya. Kadang-kadang terdapat getaran sistolik di apeks pada
insufisiensi mitral.

c. Perkusi

Perkusi jantung dimaksudkan terutama untuk menentukan besar dan bentuk jantung
secara kasar. Perkusi sebaiknya dilakukan dengan melekatkan jari tengah tangan kiri sebagai
pleksimeter (landasan) pada dinding toraks, letaknya tegak lurus pada arah jalannya perkusi dari
lateral ke medial menuju daerah prekordial dan jari tengah kanan sebagai palu perkusi dengan
gerakan-gerakan yang cukup luwes pada sendi pergelangan tangan kanan. Kadang-kadang
perkusi dilakukan sepanjang ruang sela iga dengan landasan sejajar dengan ruang sela iga dari
lateral ke medial. Ini dikerjakan misalnya pada orang kurus dengan sela iga cekung. Ketukan
diatur dan tidak boleh terlalu keras. Kekuatan ketukan harus tetap sehingga dapat membedakan
perubahan bunyi ketukan, umpamanya dari suara sonor menjadi redup. Perubahan bunyi ketukan
tersbut diambil sebagai batas-batas jantung. Dengan cara ini dapat di tentukan daerah redup
jantung. Kalau perkusi diteruskan sesuai arahnya semula, maka bunyi redup berubah menjadi
pekak, sehingga dapat ditentukan daerah prekordial dengan pekak jantung. Secara praktis hal ini
tak banyak dipergunakan kecuali pada emfisema paru di mana pekak jantung akan menghilang.
Tempat ketukan pada landasan sebaiknya tepat di atas proksimal dari pangkal kuku jari tengah
tangan kiri (pada falang I).

Batas jantung normal adalah:

- Batas paru hepar : ICS ke-6 dextra (Perkusi mulai dari ICS 2 di linea midclavicular)
- Batas jantung kanan : ICS ke-5 linea parasternalis dextra
- Batas jantung kiri : ICS ke-5 linea midclavicula sinistra
- Batas jantung atas : ICS ke-2 linea parasternalis sinistra

Pada dasarnya untuk menentukan besar dan bentuk jantung, perkusi dapat dilakukan dari
semua arah mendekati letak jantung. Batas-batas sisi kanan dan kiri dengan perkusi dari arah
lateral ke medial, batas atas dengan perkusi dari atas ke bawah atau dari lateral atas ke medial
bawah. Namun agar ada patokan - patokan tertentu yang menjadi proyeksi jantung pada dinding
toraks, maka setiap melakukan perkusi jantung dibuat suatu kesepakatan sebagai berikut:

- Untuk menentukan batas jantung kanan, ditentukan lebih dulu batas paru hati pada garis
midklavikula kanan, kemudian ± 2 jari di atas tempat tersebut dilakukan perkusi lagi ke
arah sternum sampai terdengar perubahan suara sonor menjadi redup. Perubahan yang
normal terjadi pada tempat di antara garis midsternum dan sternum kanan. Bila batas ini
terdapat di sebelah kanan garis sternum kanan, mungkin sekali hal ini disebabkan
pembesaran ventrikel kanan atau atrium kanan.
- Untuk mendapatkan batas jantung kiri, ditentukan lebih dulu batas bawah paru kiri pada
garis aksilaris anterior kiri, kemuadian ± 2 jari diatasnya dilakukan perkusi ke arah
sternum sampai terdengar perubahan bunyi ketukan dari sonor menjadi redup. Normal
terdapat di tempat sedikit sebelah medial dari garis midklavikula kiri. Bila batas ini ada di
sebelah kiri garis midklavikula, mungkin sekali ada pembesaran ventrikel kiri. Bila
ternyata batas paru sebelah kiri sukar ditentukan, dapat dilakukan perkusi dari lateral kiri
ke arah sternum setinggi tempat perkusi pada waktu menentukan batas kanan jantung (±
2 jari di atas batas paru-hati).
- Untuk menggambarkan pinggang jantung dilakukan perkusi dari arah atas ke bawah pada
garis parasternum kiri. Batas normal terdapat pada ruang sela iga 3 kiri. Bila letaknya
lebih ke atas, mungkin karena adanya pembesaran atrium kiri (misalnya pada stenosis
mitral).

Ketiga tempat yang didapatkan dengan cara perkusi tersebut dapat dijadikan titik-titik
untuk menentukan keadaan jantung, dan merupakan batas jantung relatif. Bila perkusi diteruskan
menurut arah seperti pada cara-cara di atas, maka suara redup akan berubah menjadi pekak atau
pekak absolut jantung, yaitu bagian jantung yang langsung berhubngan dengan dinding toraks.
Menghilangnya atau mengecilnya daerah pekak absolut jantung tersebut adalah tanda dari
emfisema paru dan melebarnya daerah ini adalah tanda pembesaran jantung. Ketiga titik
pemeriksaan di atas, merupakan titik yang mutlak harus diperiksa setiap melakukan perkusi
jantung.
Setelah mendapatkan batas jantung dari ketiga titik tadi, lebih lanjut dapat ditentukan
konfigurasi atau kontur jantung dengan melakukan perkusi dari lateral kanan, lateral kiri dan
arah kranial menuju ke jantung. Biasanya perkusi dilakukan pada semua sela iga dan di atas iga,
dengan jari plessimeter sejajar dengan sela iga, sehingga didapat banyak titik yang merupakan
batas perubahan suara perkusi dari sonor ke redup. Titik-titik ini bila dihubungkan akan
membentuk konfigurasi jantung. Kita juga, bisa melakukan perkusi dengan arah yang tidak
sejajar dengan sela iga, tapi dapat dilakukan dari segala arah (sejajar atau miring terhadap sela
iga).
Setelah batas-batas dan konfigurasi ditentukan,harus pula dilakukan perkusi terhadap
pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Perkusi dilakukan setinggi ruang sela iga 2 dari
lateral ke medial menuju manubrium sterni, di antara garis sternum kiri dan kanan. Pada keadaan
normal terdengar suara redup. Bila daerah redup ini melebar mungkin sekali disebabkan adanya
aneurisma aorta atau kelainan-kelainan di dalam mediastinum bagian atas. Adanya aneurisma
aorta dapat pula disokong dengan adanya tracheal-tug yaitu tarikan-tarikan yang teraba sesuai
dengan sistolik dengan sedikit dorongan ke atas pada tulang krikoid, yang tampak lebih jelas
pada sikap duduk atau berdiri tengadah.
Perkusi pada ruang sela iga 3 dan 4 dari sebelah kanan menuju sternum untuk
menentukan pembesaran atrium kanan. Normal suara redup mulai pada garis sternum kanan.
Perkusi pada ruang sela iga 5 kiri untuk menentukan batas luar apeks kordis. Normal suara redup
mulai terdapat pada jarak 7-9 cm dari garis mid-sternum. Biasanya hal ini terdapat pada ± 1,5
cm, sebelah kiri iktus kordis, dipakai untuk mendapat gambaran kasar tentang besarnya ventrikel
kiri.
d. Auskultasi

Auskultasi merupakan bagian pemeriksaan fisis jantung yang sangat penting. Jantung
sebagai organ tubuh yang selalu berkontraksi untuk memompakan darah akan menghasilkan
bunyi, yang bisa kita deteksi dengan stetoskop. Dalam keadaan normal kita dapat membedakan
bunyi jantung I dan bunyi jantung II, bahkan bunyi jantung III dan IV. Apabila ada kelainan
struktural jantung, misalnya, kelainan katup jantung atau sekat jantung (septum interatrial atau
septum interventrikular), maka akan timbul turbulensi aliran darah intrakardiak, yang dapat
menimbulkan suara tambahan/ bunyi jantung abnormal (kardiak murmur).

Adanya thrill pada saat pemeriksaan palpasi, bisa diperjelas dengan ditemukannya
murmur atau bising jantung pada pemeriksaan auskultasi. Posisi pasien adalah posisi tidur
terlentang dengan kepala ditinggikan dengan membentuk sudut 300. Posisi lain adalah lateral kiri
dekubitus, bertujuan untuk memperjelas palpasi apeks, atau untuk memperjelas auskultasi apeks.
Posisi duduk sambil menunduk dan ekspirasi maksimal untuk memperjelas insufisiensi aorta.
Untuk memperjelas bunyi jantung saat auskultasi, pasien diminta untuk menahan napas sebentar,
yang bertujuan mencegah interferensi antara bunyi jantung dengan bunyi napas. Posisi pemeriksa
adalah di sebelah kanan pasien.

Tempat auskultasi bunyi jantung (cara konvensional):

- Pada iktus kordis untuk bunyi jantung 1 yang berasal dari katup mitral.
- Pada ruang sela iga 2 di tepi kiri sternum untuk BJ yang berasal dari katup pulmonal.
- Pada ruang sela iga 2 di tepi kanan sternum untuk BJ yang berasal dari katup aorta.
- Pada ruang sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau pada bagian ujung
sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.

Bunyi jantung yang didengar saat melakukan auskultasi ada:

- BJ I – bunyi sistolik: Katup mitral dan katup trikuspid tertutup secara serentak, pada
saat yang bersamaan katup aorta dan pulmonal terbuka secara serentak dan ini
semuanya membentuk bunyi jantung pertama atau bunyi sistolik.
- BJ II – bunyi diastolik: Sebaliknya katup aorta dan katup pulmonal menutup secara
serentak, dan pada saat yang bersamaan katup mitral dan katup tricuspid terbuka
secara serentak, dan ini membentuk bunyi jantung kedua atau bunyi diastolic.
- BJ III dengan intensitas rendah kadang-kadang dapat terdengar pada orang dewasa
muda, dalam keadaan normal BJ III terdengar kurang lebih 0,015-0,017 detik sesudah
BJ II. Bunyi jantung I, BJ II bersama-sama BJ III memberi suara derap kuda, disebut
juga gallop rhythm. Bila BJ III terdapat pada orang tua dengan intensitas keras, maka
keadaan ini hampir selalu menunjukkan keadaan jantung memburuk, bunyi disebut
protodiastolic gallop. Protodiastolic gallop yang terdengar di apeks menunjukkan
perubahan-perubahan pada ventrikel kiri (pada gagal jantung kiri), dan bila terdengar
di daerah dekat ujung sternum, menunjukkan perubahan-perubahan ventrikel kanan
(pada gagal jantung kanan).
- BJ IV (disebut juga atrial gallop) kadang-kadang dapat terdengar pada orang dewasa,
0,08 detak sebelum BJ I dengan intensitas rendah. BJ IV pada orang tua dapat terjadi
pada blok A-V, hipertensi sistemik atau infark miokardia. Bunyi jantung IV terjadi
karena kontraksi atrium yang lebih kuat.

Bunyi - bunyi jantung lain yang abnormal dan hanya muncul pada kondisi tertentu juga
dapat terdengar dengan auskultasi. Bising jantung (cardiac murmur) terjadi karena getaran-
getaran dalam jantung atau dalam pembuluh-pembulu darah besar dekat jantung akibat aliran
darah yang melalui suatu penyempitan atau akibat aliran darah balik yang abnormal (regurgitasi).
Dalam pemeriksaan bising jantung harus diperhatikan:

- Fase di mana bising itu terjadi dan saat bising tersebut,


- Intensitas dan nada bising
- Bentuk (tipe) bising serta lama dan saatnya bising,
- Lokasi bising dengan punctum maximum-nya serta arah penjalaran bising
(punctum maximum) adalah tempat di mana bisisng itu terdengar lebih keras,
- Apakah bising yang terdengar berubah-ubah menurut posisi badan atau
pernapasan.

Bising jantung dibagi menjadi bising sistolik dan bising diastolik. Bising jantung tidak
selalu menunjukkan keadaan sakit. Pada anak - anak seringkali teredengar bising sistolik yang
innocent. Pada keadaan anemia dan keadaan demam seringkali terdengar bising jantung faali,
dalam hal ini kita sebut hemic murmur yang tidak menunjukkan kelainan jantung organik. Hal
ini disebabkan aliran darah yang menjadi lebih cepat dari biasa dan kepekatan darah yang
menurun. Bising jantung faali biasanya mempunyai punctum maximum di ruang sela iga 3 dan 4
kiri dengan kualitas bising seperti bunyi tiupan (blowing).
Bising sistolik terdengar dalam fase sistolik (di antara BJ I dan BJ II) sesudah bunyi
jantung I. Pada garis besarnya dikenal 2 macam bising sistolik:
- Tipe Ejeksi (ejection systolic) yang timbul akibat aliran darah yang dipompakan
(ejected) melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik.
Misalnya pada stenosis aorta di mana bising tersebut mempunyai puctum
maximum di daerah aorta dan mungkin menjalar ke apeks kordis.
- Tipe pansistolik (pansystolic) yang timbul sebagai akibat aliran balik yang
melalui jantung yang masih terbuka (seharusnya dalam keadaan tertutup pada
kontraksi jantung) dan mengisi seluruh fase sistolik. Misalnya pada insufisiensi
mitral terdengar dengan punctum maximum di apeks dan menjalar ke lateral
bawah. Waktu dan bentuk serta macam dari suatu bising turut menunjukkan
macam perubahan hemodinamik yang menyebabkan terdengarnya bising jantung.
Bising diastolik terdengar dalam fase diastolik (di antara BJ II dan BJ I) sesudah BJ II.
Macam-macam bising jantung diastolik menurut saatnya:
- Mid-diastolic yang terdengar kurang lebih pada pertengahan fase
diastolik. Bila terdengar dengan punctum maximum di apeks,
menunjukkan adanya stenosis mitral.
- Early diastolic yang terdengar segera sesudah BJ II. Bila bising ini
terutama terdengar di daerah basal jantung, mungkin sekali disebabkan
insufisiensi aorta. Bising ini timbul sebagai akibat aliran balik pada
katup aorta.
- Pre-systolic terdengar pada akhir fase diastolik, tepat sebelum BJ I.
Bising jantung tersebut terdapat pada stenosis mitral dengan punctum
maximumnya biasanya di apeks kordis.
Nada dan kualitas bising sebaliknya juga diperhatikan. Bising dengan nada rendah (low
pitched) pada umumnya berkualitas kasar (rumbling quality). Bising dengan nada tinggi (high
pitched) kadang – kadang juga berkualitas seperti bunyi tiupan. Kadang-kadang bising jantung
sedemikian nyaringnya sehingga terdengar seperti musink. Bising semacam ini disebut sebagai
sea-gull (elang laut) murmur. Dari nada dan kualitas bising tidaklah dapat dibedakan bising faali
atau bising yang terjadi karena kelainan jantung organis. Intensitas (kerasnya) bising, tergantung
terutama pada :
- kecepatan aliran darah melalui tempat terbentuknya bising itu.
- banyaknya aliran darah melalui tempat timbulnya bising itu.
- Keadaan kerusakan-kerusakan yang terdapat pada daun-daun katup atau beratnya
penyempitan.
- kepekatan darah.
- daya kontraksi miokardium.
Lokalisasi suatu bising adalah tempat bising itu paling keras terdengar ( punctum
maximum). Punctum maximum suatu bising tententu perlu ditentukan untuk membedakan bising
itu dengan bising lain yang mungkin terdengar juga di tempat yang sama karena penyebaran dari
tempat lain. Selain itu, punctum maximum dan penyebaran suatu bising berguna untuk menduga
dari mana bising itu berasal. Misalnya dengan punctum maximum pada apeks kordis yang
menyebar ke lateral sampai ke belakang, biasanya adalah bising yang berasal dari katup mitral.
Gesekan perikardium (pericardial friction rub) adalah bunyi yang timbul akibat gesekan
dari perikardium viseral dan perikardium parietal yang masing-masing menebal dan
permukaannya menjadi kasar akibat proses peradangan pada perikarditis. Gesekan perikardium
terdengar sebagai bunyi gesekan (rasping), yang mungkin terdengar pada fase sistolik dan
diastolik, kadang-kadang hanya fase diastolik saja. Bunyi kadang-kadang hanya terdengar pada
satu waktu tertentu dan kemudian hilang lagi.

3.5 Pemeriksaan Fisis Pulmo


b. Inpeksi

Pada saat inspeksi, perhatikan postur bentuk, kesimetrisan serta warna kulit,
perbandingan bentuk dada anterior, posterior, dan transversal pada bayi 1: 1, dewasa 1: 2.
Periksa apakah ada bentuk abnormal pada kondisi tertentu seperti barrel chest, pigeon
chest, funnel chest dan lainnya. Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan:

- Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.


- Sifat bernapas: pernapasan perut atau dada.
- Adakah retraksi dada, jenis: retraksi ringan, sedang, dan berat
- Ekspansi paru simetris ataukah tidak
- Irama pernapasan: pernapasan cepat atau pernapasan dalam (pernapasan
kussmoul)
- Pernapasan biot: pernapasan yang ritme maupun amplitudenya tidak
teratur diselingi periode apnea
- Cheyne stokes : pernapasan dengan amplitude mula-mula kecil makin
lama makin besar kemudian mengecil lagi diselingi peripde apnea.
c. Palpasi
Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada dinding dada, adanya nyeri tekan,
masssa, kesimetrisan ekspansi paru dengan menggunakan telapak tangan atau jari
sehingga dapat merasakan getaran dinding dada dengan meminta pasien mengucapkan
tujuh puluh tujuh secara berulang –ulang, getaran yang diraskan disebut : vocal fremetus.
Perabaan dilakukan diseluruh permukaan dada (kiri,kanan depan, belakang) umumnya
pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang
bergetar, adanya kondisi pendataan paru akan terasa lebihbergetar, adanya kondisi
pemadatan paru akan terasa lebih bergetar seperti pnimonia, keganasan pada pleural
effusion atau pneumathorakakan terasa kurang bergetar.
d. Perkusi

Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari tengah, tangan kanan
pada jari tengah tangan kiri yang ditempeklan erat pada dinding dada celah interkostalis.
Perkusi dindng thorak bertujuan untuk mengetahui batas jantung, paru, serta suara
jantung maupun paru. Suara paru normal yang didapat dengan cara perkusi adalah
resonan atau sonor, seperti dug, dug, dug, redup atau kurang resonan suara perkusi
terdengar bleg, bleg, bleg. Pada kasus terjadnya konsolidasi paru seperti pneumonia,
pekak atau datar terdengar mengetuk paha sendiri seperti kasus adanya cairan rongga
pleura, perkusi hepar dan jantung . hiperesonan/tympani suara perkusi pada daerah
berongga terdapat banyak udara seperti lambung, pneumothorax dan coverna paru
terdengar dang, dang, dang.
e. Auskultai
Auskultasi paru adalah menedengarkan suara pada dinding thorax menggunakan
stetoskope karena sistematik dari atas ke bawah dan membandingkan kiri maupun kanan.
Suara yang didengar adalah :
Suara napas
- Vesikuler: suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang normal,
bersifat halus, nada rendah,inspirasi lebih panjang dari ekspiasi.
- Brancho vesikuler: tedrdengar di daerah percabangan bronchus dan trachea
sekitar sternum dari regio inter scapula maupun ICS 1: 2. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi.
- Brochial: terdengar di dzerah trachea dan suprasternal notch bersifat kasar,
nada tinggi, inspirasi lebih pendek, atau ekspirasi
Suara tambahan
- Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara
nyaring, musikal,suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara
dengan melalui jalan napas yang menyempit.
- Ronchi: terdngar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengan
perlahan,nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan
sekresi kental dan peningkatan produksi sputum

3.5 Pemeriksaan Abdomen


Pemeriksaan abdomen terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Cara
melakukan inspeksi, pemeriksa disebelah kanan. Untuk melihat kontur perut, peristaltic,
pemeriksa berjongkok sejajar perutsehingga bisa melihat perut secara tangensial. Berikut ini
adalah yang harus diperhatikan

- Permukaan dinding perut: datar, cekung, cembung, lihat juga daerah femoral dan
inguinal.
- Kulit dinding perut: erupsi, ikterus, spider angioma, venectasi (kolateral), striae,
pigmentasi, tumor, umbilicus cekung atau datar atau menonjol, hernia, ekimosis (pada
penyakit pankreatitis hemoragik strangulasi usus, tanda ini disebut tanda gray tuner),
tanda cullen adalah umbilicus kebiru-biruan yang disebabkan karena
hemoperitonium, cicatrix, gambaran dan gerakan usus.
- Bentuk perut: simetris/asimetris, perut bentuk perut katak (frog’s like appearance)
pemeriksa melihat sejajar ujung kaki
- Saat bernafas apakah ada organ perut yang membesar
- Lihat apakah terlihat gambaran peristaltic (pada kasus obstruksi dan pasien sangat
kurus).

Kemudian sebelum mengetuk dan mempalpasi abdomen, sebaiknya lakukan tahap


auskultasi dulu. Yang diperiksa saat auskultasi adalah sebagai berikut:

- Diperiksa bunyi khusus (peristaltic): normal, melemah sampai menghilang, mengeras


sampai terdengar suara logam (metelic sound). Peristaltic normal kira-kira tiap 2-5
detik.
- Bising usus normal: 5-35 kali per menit.
- Diperiksa murmur/bruit yang disebabkan adanya turbulensi aliran darah dikarenakan
proses atherosclerosis dengan cara menempelkan stetoskop pada lokasi organ yang
dicurigai terdapat bruit. Jangan lupa memeriksa bruit hepar sebagai tanda adanya
neovaskularisasi padapasien hepar kronis/karsinoma.

Selanjutnya lakukan perkusi untuk mendeteksi adanya distensi gas, cairan, atau massa
padat. Perkusi masing-masing kuadran untuk mengetahui distribusi udara. Timpani merupakan
bunyi perkusi yang paling sering ditemukan pada abdomen. Bunyi timpani ini disebabkan
adanya gas dalam lambung, usus halus dan kolon. Daerah supra pubis mungkin redup/pekak
pada perkusi apabila kandung kemih penuh urine pada wanita yang uterusnya membesar.
Lakukan juga perkusi hati, limpa dan ascites.

Palpasi abdomen dapat dilakukan dengan cara palpasi ringan dan palpasi dalam. Palpasi
ringan digunakan untuk menentukan nyeri tekan, daerah spasme otot dan rigiditas. Rigiditas
adalah spasme involunter otot-otot perut dan menunjukan iritasi peritoneum. Cara palpasi ringan
dilakukan perlahan disemua kuadran, identifikasi organ yang terasa nyeri. Pada daerah yang
sukar dipalpasi misal pada orang gemuk dapat melakukan palpasi dengan 2 tangan, tangan 1
berada dibawah dan lainnya diatas tangan yang lain. Palpasi dalam digunkan untuk menentukan
ukuran organ dan adanya masa dalam abdomen yang abnormal. Palpasi dalam menggunakan
permukaan Palmaris dan jari. Bila ada massa identifikasi lokasi, ukuran, massa bentuk, mobilitas
terhadap jaringan sekitar dan nyeri tekan.

Palpasi hati (hepar) ditentukan hati teraba atau tidak, bila teraba berapa ukuranya,
bagaimana tepinya, permukaanya, konsistensinya nyeri tekan atau tidak. Pembesaran hati dapat
disebabkan oleh kongesti vascular, hepatitis, neoplasma, atau sirosis permulaan.
Pada palapsi hepar, pasien harus tidur terlentang. Tangan kiri diletakkan setinggi costa
XI-XII sambil mendorong kedepan. Tangan kanan berada diperut sebelah kanan, di lateral
musculus rectus, pada daerah batas pekak dan timpani. Mintalah pasien menarik nafas,
Intepretasikan.

Selain melakukan palpasi hati, palpasi limpa juga dilakukan mulai dari SIAS kanan
melewati umbilicus hingga samapai arcus costa kiri, jalur palpasi dibagi 8 bagian (sufner 0-8).
Penderita dimiringkan 45 derajat kearah pemeriksa. Tangan kiri dibelakang arcus costa,
mendorong. Tangan kanan memeriksa tepi arcus costa kiri. Penderita menarik nafas. Apabila
teraba, pastikan itu limpa dengan mencari incisura lienalisnya.
Daftar Pustaka

Bickley, Lynn S. dkk. 2012. Bates’ Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Markum, H.M.S. 2011. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: FKUI

Analisis Masalah
a. Berapa indeks massa tubuh mr.N?
Mr. N : BH 168 cm, BW 76 kg
BMI : 76/1,682 = 76/2.8224 = 26.92
Klasifikasi : Overweight

Sumber: Bates Edisi 11


b. Bagaimana intepretasi dan nilai normal pemeriksaan fisik tersebut?

Pemeriksaan Umum Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


Kesan Moderately ill Normal Tidak
Normal
Kesadaram Compos Mentis Compos Normal
Mentis
Saturasi Oksigen 99% 95 – 100% Normal
Suhu 36,3oC 35,8 - 37,3°C Normal

Laju Nadi 89 x menit/reguler 60-100x/menit Normal


Tekanan Darah (TD) 177/89 mmHg 120/80 mmHg Tidak
Normal
(Hipertensi)
Respiration Rate (RR) 20 x/menit 16-24 Normal
kali/menit

Pemeriksaan Fisik Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


Kepala Mata Anemia konjungtiva (-) (-) Normal
Sklera Ikterus (-) (-) Normal
Leher Kelenjar Limfa Pembesaran (-) (-) Normal
JVP 5-1 cmH2O 5+2 cmH2O Normal
Jantung Suara murmur / (-) (-) Normal
gallop
S1-S2 reguler dan (+) (+) Normal
normal splitting
Batas Jantung Kiri ICS VI linea axialis ICS V linea Tidak
anterior sinistra midclavicularis Normal
sinistra
Paru Vesikuler (+) (+) Normal
Rhonki/Whezzing (-) (-) Normal
Abdomen Dinding Perut (-) (-) Normal
Lemas
Bising Usus (+) (+) Normal
Hati & limpa Tak teraba Tak teraba Normal
Ekstremitas Oedema (-) (-) Normal
Akral hangat (+) (+) Normal

c. Mengapa batas kiri jantung abnormal? Perhatian sekre A2,, aku GANTI SOALNYA
agar
Pada penderita ACS salah satu komplikasi yang terjadi adalah pembesaran jantung
atau hipertrofi yang bisa disebabkan berbagai hal seperti peningkatan tekanan darah
sehingga otot jantung membesar. Pembesaran ini paling umum ditemukan pada
ventrikel kiri yaitu ventrikel yang memompa darah keseluruh tubuh. Pembesaran
ventrikel kiri menyebabkan penemuan batas kiri jantung yang abnormal karena batas
jantung diperiksa dengan mempalpitasi dada sehingga pada dada yang berisi
hipertrofi ventrikel kiri maka akan ditemukan batas kiri mendekati daerah lateral
tubuh dan agak kebawah (pada kasus ini yaitu ICS VI linea axialis anterior sinistra).

d. Bagaimana patofisiologi dari hipertensi? Ini juga ak ganti soal

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari


angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
dihati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin
I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretic (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteksadrenal. Aldosteron


merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.

Faktor risiko penyebab hipertensi:

Anda mungkin juga menyukai