Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

MIOPIA SIMPLEX OCULAR DEXTRA


ASTIGMAT MIOPIA SIMPLEX OCULAR SINISTRA

Disusun oleh:
MUHAMMAD FAJAR RAMADHAN
NPM 1102012172

Pembimbing :
dr. Yulika Harniza Sp. M, MARS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE 26 APRIL - 15 MEI 2021
BAB I
PENDAHULUAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. S
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tambun Selatan Kab. Bekasi
Tanggal pemeriksaan : 26 April 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama
Penglihatan mata kanan dan kiri buram
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
kedua matanya buram untuk melihat jarak jauh sejak 6 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Bila melihat jauh pasien harus memicingkan kedua mata. Keluhan
kedua mata buram ini dirasakan mengganggu dan pasien juga mengeluh saat
melihat suatu benda jauh seperti berbayang. Pasien juga mengeluh pusing jika
melihat layar komputer terlalu sering ketika bekerja. Pasien belum pernah
memakai kacamata. Selama ini pasien bekerja di depan komputer selama kurang
lebih 6 jam per harinya, dan pasien memiliki kebiasaan melihat layar telephone
genggam(smartphone) terutama pada saat ingin tidur dengan kondisi ruangan
kamar gelap. Keluha lain seperti mata merah atau riwayat terkena debu disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, Riwayat DM, alergi obat, trauma pada mata, riwayat operasi
mata disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, Riwayat DM, alergi obat, trauma pada mata,riwayat operasi
mata dan penggunaan kacamata pada keluarga disangkal.

1
III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS OPHTALMOLOGIS
KETERANGAN OD OS
1. VISUS

- Visus 6/7,5à PH 6/6 6/7,5à PH 6/6


- Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

- Ortoforia
- Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
- Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviasi Tidak ada Tidak ada
- Gerakan Bola mata

3. SUPERSILIA

- Warna Hitam, distribusi normal, Hitam, distribusi normal,


- Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA

- Edema Tidak ada Tidak ada


- Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
- Ekteropion Tidak ada Tidak ada
- Entropion Tidak ada Tidak ada
- Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
- Trikiasis Tidak ada Tidak ada
- Punktum Lakrimal Normal, tidak Normal, tidak
membengkak,hiperemis (-) membengkak,hiperemis (-)
- Fissura Palpebra Normal Normal
- Milia Palpebra Tidak ada Tidak ada

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

- Hiperemis Tidak ada Tidak ada

2
- Folikel Tidak ada Tidak ada
- Papil Tidak ada Tidak ada
- Sikatrik Tidak ada Tidak ada
- Hordeolum Tidak ada Tidak ada
- Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

- Sekret Tidak ada Tidak ada


- Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
- Injeksi perikorneal
- Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
- Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Subkonjungtiva
- Pterigium Tidak ada Tidak ada
- Pinguekula Tidak ada Tidak ada
- Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
- Lithiasis Tidak ada Tidak ada

7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik Tidak ada Tidak ada
- Injeksi episklera Tidak ada Tidak ada
- Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Jernih Jernih
- Sensibilitas Normal Normal
- Infiltrat Tidak ada Tidak ada
- Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada
- Sikatrik Tidak ada Tidak ada
- Ulkus Tidak ada Tidak ada
- Perforasi Tidak ada Tidak ada
- Edema Tidak ada Tidak ada

9. BILIK MATA DEPAN

- Kedalaman Sedang Sedang


- Kejernihan Jernih Jernih
- Hyfema Tidak ada Tidak ada
- Hipopion Tidak ada Tidak ada

10. IRIS

- Warna Hitam kecoklatan Hitam kecoklatan


- Sinekia Tidak ada Tidak ada

3
11. PUPIL

- Letak Sentral Sentral


- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 3mm 3mm
- Refleks cahaya + +
langsung
- Refleks cahaya tidak + +
langsung

12. LENSA

- Kejernihan Jernih Jernih


- Letak Sentral Sentral
- Tes shadow Negatif Negatif

IV. RESUME
Kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu pasien merasa kedua matanya buram untuk
melihat jarak jauh. Bila melihat jauh pasien harus memicingkan kedua mata. Keluhan
kedua mata buram ini dirasakan mengganggu. Pasien kesehariannya bekerja di depan
komputer selama kurang lebih 6 jam dan memmiliki kebiasaan melihat layar ketika
sebelum tidur. Pasien tidak pernah memakai kacamata.

STATUS OFTALMOLOGI :
KETERANGAN OD OS

VISUS

- Visus 6/7,5 6/7.5

- Koreksi Sfrs -1 à 6/6 Cyl -0.75 axis 180oà 6/6

- Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

Status oftalmologis lain dalam batas normal

V. DIAGNOSIS KERJA

Miopia Simplex OS
Astigmat Miopia Simplex OD
VI. USULAN PEMERIKSAAN
- Autorefraktometer
4
- Keratometer

VII. PENATALAKSAAN
1. Kacamata à

OD OS Visus (Koreksi)
Sferis -1,0 6/6
Cyl -0.75 6/6
Axis 180o

2. Edukasi

- Sebaiknya pasien jangan membaca terlalu dekat dan dalam keadaan gelap
- Penjelasan mengenai kontrol rutin mata setiap 6 bulan sekali.

VIII. PROGNOSIS

OD OS
Ad Vitam : bonam bonam
Ad Fungsionam : bonam bonam
Ad Sanationam : bonam bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan
retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi
refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di
depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani “muopia” yang memiliki
arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah “nearsightedness”

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis
pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.

2.2 Epidemiologi

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus
kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah
penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa.

Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis
kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi miopia bervariasi
berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara.
Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian
astigmat bervariasi antara 30%-70%.

6
2.3 Anatomi Dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan didalamnya.
Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya
tidak bulat sempurna.

Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot
ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk
menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik
kanal.

2.3.1 Media Refraksi


Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan

7
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi atau istirahat melihat jauh.
2.3.2 Fisiologi Refraksi

Gambar 2. Fisiologi refraksi.


Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk
difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan
yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi
ketika berkas berpindah dari satu medium dengankepadatan (densitas) tertentu ke medium
dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya
misalnya : kaca, air. Ketika  suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang
lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah
arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar
perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di
medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling
penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea,
struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar
dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari
pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi
kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah.
Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya
sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus
diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan

8
mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak
kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai
mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih
dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang
lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena
berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata
tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan
dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama),  harus dipergunakan lensa yang lebih kuat
untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.

2.4 Etiologi
Miopia
Menurut Ilyas (2006) miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam
mata untuk panjangnya bola mata akibat :
1. Kornea terlalu cembung
2. Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan dibiaskan kuat
3. Bola mata terlalu panjang
Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga membentuk
bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar yang datang dari benda
yang jauh terletak di depan retina. Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau
sinar datang tidak sejajar. Etiologi miopia masih belum diketahui secara pasti. Namun miopia
diduga berasal dari faktor genetik dan faktor lingkungan.

Astigmatismus
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:
i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan
kornea.
9
ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang
dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat
menyebabkan astigmatismus.
iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty

iv. Trauma pada kornea

v. Tumor

2.5. Faktor Risiko

Miopia

Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor risiko terjadinya miopia, yaitu
berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan, faktor lingkungan, dan gizi (6).

2.5.1. Faktor Herediter atau Keturunan

Faktor risiko terpenting pada pengembangan miopia sederhana adalah riwayat


keluarga miopia. Beberapa penelitian menunjukan 33 -60% prevalensi myopia pada anak-
anak yang kedua orang tuanya memiliki miopia, sedangkan pada anak -anak yang salah satu
orang tuanya memiliki miopia, prevalensinya adalah 23-40%. Kebanyakan penelitian
menemukan bahwa ketika orang tua tidak memiliki miopia, hanya 6-15% anak-anak yang
memiliki miopia.

2.5.2. Faktor Lingkungan

Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah banyak dibuktikan
sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya miopia. Hal ini telah ditemukan,
misalnya terdapat tingginya angka kejadian serta angka perkembangan miopia pada
sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja terutama pada pekerjaan
dengan jarak pandang yang dekat secara intensive. Beberapa pekerjaan telah dibuktikan dapat
mempengaruhi terjadinya miopia termasuk diantaranya peneliti, pembuat karpet, penjahit,
guru, manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan telekomunikasi seperti televisi, komputer,
video game dan lain -lain, secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan
aktivitas melihat dekat.

10
Konsumsi sayuran dan buah juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia. Adapun
sayuran dan buah yang diketahui mempengaruhi, yaitu wortel, pisang, pepaya, jeruk, buah
merica dan cabai. Hal ini dikarenakan pada sayuran dan buah tersebut memiliki kandungan
beta karoten yang tinggi, yang nantinya akan dikonversikan menjadi vitamin A (retinol)
untuk tubuh.

2.6 Klasifikasi
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia dapat
dibagi menjadi dua yaitu miopia simpleks dan miopia patologis. Miopia simpleks yaitu
terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini berupa kresen miopia
yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan
dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan
refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6,00 D. Keadaan ini disebut juga dengan
miopiafisiologi. Miopia patologis disebut juga sebagai miopia degeneratif,miopia maligna
atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresivitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat
peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi
yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6,00 D (Ilyas, 2007).

Miopia secara klinis dapat terbagi lima yaitu miopia simpleks, miopia nokturnal,
pseudomiopia, miopia degeneratif, dan miopia induksi. Miopia simpleks merupakan miopia
yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu panjang atau indeks bias kornea
maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi. Miopia nokturnal merupakan miopia yang hanya
terjadi pada saat kondisi di sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata
seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya
penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak
cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia. Pseudomiopia
merupakan mioipia yang diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot-otot siliar yang memegang lensa kristalina.
Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya sementara
sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh terburu–
buru memberikan lensa koreksi. Miopia degeneratif disebut juga sebagai miopia degeneratif,
miopia maligna atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam
11
penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini
bertambah buruk dari waktu ke waktu. Miopia induksi merupakan miopia yang diakibatkan
oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis
pada nukleus lensa dan sebagainya

Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk


mengkoreksikannya yaitu ringan, sedang, dan berat. Miopia ringan menggunakan lensa
koreksi -0,25 sampai dengan -3,00 dioptri. Miopia sedang menggunakan lensa koreksi -3,25
sampai dengan -6,00 dioptri. Miopia berat menggunakan lensa koreksi > -6,00
dioptri (Ilyas, 2007). Klasifikasi miopia berdasarkan umur ada 4 yaitu kongenital,
onset anak-anak, onset awal dewasa, dan onset dewasa. Miopia kongenital merupakan
miopia yang terjadi sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak. Miopia onset anak-anak
merupakan mioipia yang terjadi di bawah umur 20 tahun. Miopia onset awal dewasa
merupakan miopia yang terjadi di antara umur 20 sampai 40 tahun. Miopia onset dewasa
merupakan miopa yang terjadi di atas umur 40 tahun (Ilyas, 2007).

Menurut Ilyas (2009) dikenal beberapa bentuk miopia seperti :

a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak
intumessen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama
dengan miopia bias atau myopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media
penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea
dan lensa yang normal.

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :


a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1 -3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3 -6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :


a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, miopia yang bertamb ah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata

12
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina
dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif.
Menurut American Optometric Association, miopia terbagi dalam:

Tabel
2.2. Sistem klasifikasi Miopia

Astigmatismus
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat
koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan
penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.

13
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada
retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik
fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.
Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di belakang
retina.

14
Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Miopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara titik
A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di antara
titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.
Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

15
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di belakang
retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X
Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau
notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
Gambar 7. Astigmatisme Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :

1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus rendah tidak
perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka
koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak
diberikan kacamata koreksi.

16
2.7 Patofisiologi
Miopia
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan disebut
sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang tinggi atau akibat
indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini disebut sebagai miopia
refraktif .
Akibat daripada kelelahan mata menyebabkan kelelahan pada otot mata. Otot mata
berhubungan dengan bola mata hingga menyebabkan bentuk mata menjadi tidak normal.
Kejadian ini adalah akibat akomodasi yang tidak efektif hasil dari otot mata yang lemah dan
tidak stabil. Pada mata miopia, bola mata terfiksasi pada posisi memanjang menyulitkan
untuk melihat objek jauh.
Astigmatisme
Astigmatisme adalah kornea atau lensa yang bentuknya tidak beraturan yang
menghalangi cahaya untuk fokus dengan baik pada retina, permukaan peka cahaya di bagian
belakang mata. Permukaan kornea lebih berbentuk bola daripada bulat seperti bola basket dan
mata tidak dapat memfokuskan sinar cahaya ke satu titik. Dalam hal ini, penglihatan menjadi
tidak fokus pada jarak berapa pun. Selain itu, kelengkungan lensa di dalam mata bisa
berubah, sehingga terjadi peningkatan atau penurunan astigmatisme. Perubahan ini sering
terjadi pada masa dewasa dan dapat mendahului perkembangan katarak yang terjadi secara
alami.

2.8 Tanda Dan Gejala

Miopia
Gejala
Gejala klinis pada miopia antara lain adalah :
1. Menurunnya penglihatan bahkan dengan koreksi refraksi
2. Penderita merasa tidak nyaman ketika menggunakan lensa koreksi, dimana kacamata untuk
miopia tinggi biasanya berat dengan distorsi yang bermakna di tepi lensa, lapang pandangan
juga terbatas
17
3. Dijumpai degenerasi vitreus, dimana vitreus ini lebih cair dan mempunyai prevalensi yang
tinggi untuk pelepasan vitreus posterior (PVD)

Tanda-tanda
1. Status refraksi
Curtin melaporkan bahwa 55% penderita miopia kongenital akan berkembang
menjadi miopia progresif, 30% tetap stabil dan 15% akan menjadi regresif. Francois dan
Goes menunjukan bahwa semakin awal onsetnya semakin besar pula progresivitasnya.

2. Status okulomotor
Banyak penderita dengan miopia patologi mengalami strabismus atau nistagmus.
Nistagmus biasanya menetap walaupun dilakukan koreksi kesalahan refraksinya.

3. Segmen anterior
Pada sebagian besar penderita, mata akan menjadi lebih besar, kornea akan lebih datar
dan tipis, pupil akan mengalami dilatasi, bilik mata depan akan lebih dalam. Banyak
penderita akan mengalami sklera yang transfusen dan tampak biru. Badan siliaris biasanya
terletak lebih posterior, lebih panjang, datar dan atrofi.

4. Lensa
Prevalensi katarak pada miopia adalah dua kali lipat dari populasi normal, dan terjadi
pada usia-usia awal, umumnya nuklear a tau subkapsuler.

5. Vitreus
Vitreus mengalami degenerasi dan pencairan. Semakin tua penderita, semakin tinggi
derajat miopia, semakin besar derajat keparahan degenerasi vitreus. Degenerasi vitreus ini
menghasilkan filamen -filamen vitreus yang tampak sebagai vitreus floaters. Pencairan
vitreus menyebabkan terjadinya posterior vitreus detachment (PVD). Perubahan-perubahan
pada vitreus ini meningkatkan prevalensi terjadinya retinal tears, retinal haemorrhages,
retinal detachment. Kelainan-kelainan ini sering terjadi di area supero temporal retina.

6. Perubahan pada diskus optikus


Ukuran dan bentuk diskus optikus meningkat, menjadi lebih besar dan bentuknya oval
vertikal. Rasio mangkok pada diskus (CD ratio) meningkat, tapi kedalamannya normal.

18
Terdapat tarikan pada permukaan nervus optikus nasal sehingga akan mengangkat bagian
-bagian nasal dari diskus optikus. Perubahan ini disebut supertraksinasal.
7. Perubahan pada retina perifer
Elemen-elemen retina mengalami proses peregangan dan menurut suplai darah, arteri
vena retina. Tampak lebih lurus, retina akan mengalami penipisan. Epitel pigmen retina, akan
mengalami penipisan, pigmen -pigmen menggumpal dan bergerak ke innerlayer retina.
Semua perubahan tersebut disebut lattice degeneration.

8. Sklera
Karena sklera tidak memberikan dukungan yang memadai bagi bola mata pada
miopia, mata memanjang kearah posterior dan semua lapisan bola mata pada kutub posterior
mengalami perubahan degeneratif yang semakin bertambah seiring berjalannya waktu, salah
satu yang terjadi adalah staf iloma posterior. Ini biasanya berkembang antara usia 9 sampai
dengan 26 tahun.

9. Koroid
Perubahan pada koroid terutama terjadi pada fase lanjut. Proses yang pasti dari
degenerasi dan atrofi koroid masih belum diketahui, tetapi hal ini terkait dengan
pemanjangan aksial mata.

10. Perubahan pada area makula


Terdapat penipisan pada retina, kehilangan sel -sel rods dan sel-sel cones serta area
makula lebih datar. Terjadi degenerasi kistik serta atrofi. Perubahan yang sering terjadi pada
area makula adalah bintik Fuch s, bintik ini merupakan degenerasi terlokalisir, terkait dengan
pertumbuhan jaringan neovaskuler koroid menjadi ruang epitel pigmen subretina dan
proliferasi epithelium pigmen retina pada jaringan. Pemunculan bintik biasanya terkait
dengan pendarahan dari jaringan neovaskuler (Widodo dan Prillia, 2007).

Astigmatismus

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala


sebagai berikut :
- Penglihatan buram

19
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala


sebagai berikut :
- Penglihatan buram
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.

2.9 Diagnosis
Miopia
Untuk menegakan diagnosa pada pasien miopia, dapat dilakukan melalui 3
tahap, yaitu: Riwayat pasien, Pemeriksaan klinis dan Pemeriksaan tambahan.

Riwayat pasien
Komponen utama dari riwayat pasien yaitu identifikasi masalah dan keluhan-
keluhan utama seperti keluhan visual, okular, dan riwayat kesehatan umum pasien,
riwayat keluarga dan perkembangan, dan alergi obat -obatan.

- Miopia sederhana
Gejala yang terdapat pada miopia sederhana yaitu penglihatan yang tidak jelas
atau kabur. Dalam hal ini pemeriksa harus menanyakan apakah penglihatan yang
tidak jelas tersebut menetap atau hanya sementara. Klinisi harus menyadari bahwa
pada miopia pada anak-anak sulit didiagnosa karena anak-anak sulit menyampaikan
penglihatan yang kabur.

20
- Miopia nokturnal
Gejala utama pada miopia nokturnal adalah penglihatan kabur pada jarak
yang jauh dengan pencahayaan yang redup. Pasien mungkin mengeluhkan sulit untuk
melihat rambu-rambu lalu lintas saat berkendara pada malam hari.

- Pseudomiopia
Pandangan kabur yang bersifat sementara, terutama setelah bekerja dalam
jarak dekat, mungkin di indikasikan adanya daya akomodasi yang tidak adekuat atau
pseudomiopia.

- Miopia degeneratif
Dalam miopia degeneratif, didapati pandangan kabur yang dipengaruhi oleh
jarak karena derajat miopia biasanya signifikan. Pasien harus menahan “nearpoint-
objects” sangat dekat dengan mata, karena myopia yang tidak terkoreksi.

- Miopia yang didapat


Pasien dengan miopia yang didapat juga melaporkan pandangan kabur. Gejala
lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien tergantung pada penyebab terjadinya
miopia tersebut. Misalnya, pupil yang konstriksi ketika penyebab dari miopia didapat
adalah terpapar oleh agen agonis kolinergik (American Optometric Association,
2006).

Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Dalam melakukan pemeriksaan refraksi ada 2 cara, yaitu :


1. Refraksi subjektif
Memeriksa kelainan pembiasan mata pasien dengan memperlihatkan kartu
optotipi Snellen dan memasang lensa yang sesuai dengan hasil pemeriksaan bersama
pasien.
Pada pemeriksaan subjektif diperlukan hubungan atau komunikasi yang baik
antara pemeriksa dengan pasien. Dalam pemeriksaan ini, optotype diletakan sejauh 5
atau 6 pasien yang akan diperiksa karena pada jarak 5 meter sinar –sinar datang
dianggap merupakan sinar sejajar dan pasien yang diperiksa matanya dalam keadaan
istirahat atau tidak berakomodasi. Keadaan penerangan dalam ruang pemeriksaan

21
tidak terlalu cerah. Dilihat kontra s kartu Snellen cukup baik. Mata yang biasa
diperiksa terlebih dahulu adalah mata kanan.
a. Letakkan bingkai uji coba ( trial frame) pada posisi yang tepat
b. Dilihat apakah titik tengah terletak tepat di depan mata
c. Pasang penutup (occluder) pada mata yang tidak diperiksa (mata kiri)
d. Catat tajam penglihatan mata yang dibuka
Untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan khusus untuk miopia.
Pada mata miopia dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Bila penglihatan kurang dari 6/6 diletakan lensa pada bagian kacamata coba dengan
kekuatan S +0,5 atau S -0,5.
2. Ditanyakan dengan lensa mana yang terlihat lebih jelas. Tajam penglihatan dapat
lebih kurang dari 6/10 sehingga penambahan lensa diberikan yang lebih berat.
3. Penambahan lensa lanjut, bila lebih terang dengan lensa S - 0,5 maka pemeriksaan
selanjutnya dilakukan dengan lensa S – yang dinaikan perlahan sehingga terdapat
penglihatan yang paling jelas.
4. Lensa ditambahkan perlahan sampai tajam penglihatan maksimal.

Resep kaca mata yang diberikan adalah lensa negatif yang paling tidak berat.

Pemeriksaan miopia pada anak diperlukan rujukan berikut :


1. Pemeriksaan dengan sikloplegik harus dilakukan pada pemeriksaan mata
anak, anak dengan juling esotropia dan miopia sangat tinggi (>10 D).
2. Koreksi sebaiknya dilakukan se cara total pada kelainan refraksi dan
astigmatismatnya.
3. Rencana koreksi kurang (under correction) pada miopia dengan juling ke
dalam atau esotropia untuk mengurangi esotropia sudut tidaklah begitu
ditoleransi.
4. Koreksi lebih (over correction) dapat dilakukan untuk memperbaiki
deviasi juling ke dalam (esotropia).
5. Pada anak dengan miopia tinggi dan anisometropia yang mengakibatkan
aniseikonia dapat dipertimbangkan (Ilyas, 2006).

22
2. Refraksi Objektif
Melakukan pemeriksaan kelainan pembiasan mata pasien dengan alat tertentu
tanpa perlunya kerjasama dengan pasien.
Pemeriksaan objektif dipakai alat :
 Refrationometer apa yang disebut pemeriksaan dengan komputer
 Streak retinoskopi

Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan tambahan dapat dibutuhkan untuk mengidentifikasi kondisi yang


berkaitan dengan perubahan retina pada pasien dengan miopia degeneratif.
Pemeriksaan tambahan tersebut dapat berupa : Fotografi fundus, Ultrasonografi A-
dan B-scan, Lapangan pandang, Tes seperti gula darah puasa (misalnya untuk
mengidentifikasi penyebab dari miopia yang didapat) (American Optometric
Association, 2006).

Astigmatismus
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan,
atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin
hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik.
Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.

2) Uji refraksi
i. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan
visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan

23
lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau
mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti
dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai
tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat.
Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6

ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.

3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.
Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan
sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-
lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi
astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua
juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa
negatif sampai pasien melihat jelas.

24
Gambar 8. Kipas Astigmat.

4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring”
tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.

5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.

2.10 Terapi
Astigmatismus
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena
dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar
sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.

2) Orthokeratology

25
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus
irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan
memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.

3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9
· Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan
tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
· Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi.
Miopia
Penatalaksanaan miopia terdiri dari :

i. Koreksi refraksi
Langkah pertama yang dilakukan adalah koreksi dengan lensa oftalmik atau lensa kontak.

ii. Modifikasi lingkungan


Beberapa penelitian mendukung efektivitas diet dalam pengelolaan miopia,
dianjurkan pada penderita miopia yang terpapar secara genetic untuk meningkatkan
konsumsi protein hewani, mengurangi karbohidrat dan gula. Duke Elder menyarankan diet
kay a vitamin D dan kalsium untuk penderita miopia ini. Aktivitas yang dianjurkan adalah
olahraga luar ruang misalnya jogging, namun aktivitas lain yang cenderung meningkatkan
tekanan intra kranial dan stress sebaiknya dihindari, misal angkat berat.

26
iii. Tindakan operatif
Tindakan operatif kornea tidak disarankan pada penderita miopia patologi,
misal tindakan LASIK, namun implantasi IOL merupakan tindakan bedah
refraksi yang disarankan.

iv. Fotokoagulasi laser


Bila terdapat choroidal neovascularization membran dilakukan argon laser
photokoagulasi, tetapi harap dipertimbangkan bahwa pada miopia patologi ini terdapat
pemanjangan dan peregangan bola mata sehingga sikatrik yang diakibatkan oleh laser
akan menambah peregangan bola mata .tersebut.

v. Pengawasan Tekanan Intra Okuler (TIO)


Tekanan intra okuler (TIO) harus dipantau secara cermat. Curtin melaporkan
bahwa TIO ini berperan secara mekanik dalam pemanjangan aksial bola mata. Black
merekomendasikan bahwa TIO dibawah 20 mmHg.

vi. Pendidikan penderita


Penderita dengan miopia patologi cenderung mengalami koroid yang tipis dan
rapuh sehingga trauma pada mata atau bahkan gosokan keras pada membran Bruch dan
mengakibatkan perdarahan. Penderita harus disarankan untuk memeriksakan mata jika
mengalami kilatan cahaya terang, berbentuk seperti busur atau peningkatan jumlah
floaters. Faktor pendidikan penderita lainnya adalah konseling genetik. Penderita dengan
miopia memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memiliki anak dengan miopia pula.
Jika kedua orang tua menderita miopia terdapat kemungkinan yang lebih besar anak
-anaknya akan menderita myopia.

2.11. Prognosis dan Komplikasi

2.11.1. Prognosis

Prognosis untuk koreksi miopia sederhana sangat baik. Pasien memiliki lapangan
pandang yang lebih jauh dengan koreksi. Bergantung dengan derajat miopia, astigmatismat,
anisometropia, dan daya akomodasi pasien, pasien memiliki kemungkinan untuk dapat

27
melihat dengan jarak dekat ataupun tidak melalui koreksi mata. Anak-anak dengan miopia
sederhana harus diperiksa secara berkala. Anak-anak dengan derajat perkembangan miopia
yang tinggi harus diperiksa 6 bulan sekali. Orang dewasa yang memiliki miopia harus
diperiksa setidaknya setiap 2 tahun sekali. Kontrol harus dilakukan lebih sering apabila
pasien memiliki faktor risiko yang lebih besar. Pasien dengan miopia nocturnal harus
diperiksa 3-4 minggu setelah menerima koreksi untuk daya lihat pada malam hari, untuk
memeriksa apakah koreksi tersebut telah menghilangkan gejala-gejala sulit melihat saat gelap
dan kesulitan berken dara pada malam hari.
Prognosis pada miopia nokturnal adalah baik. Prognosis untuk pseudomiopia biasanya
baik tapi biasanya waktu yang dibutuhkan untuk koreksi lebih lama. Prognosis pada pasien
dengan miopia degeneratif bervariasi tergantung pada perubahan retina dan okuler. Pada
kasus miopia didapat, baik prognosis maupun pemeriksaan berkala dilakukan berdasarkan
ada atau tidaknya kondisi yang menjadi pemicu terjadinya miopia (9).

2.11.2. Komplikasi

Komplikasi yang timbul pada miopia adalah akibat dari proses degenerasi,
yaitu :

a) Floaters
Kekeruhan badan kaca yang disebabkan proses pengenceran dan organisasi, sehingga
menimbulkan bayangan pada penglihatan.
b) Skotoma
Defek pada lapang-pandangan yang diakibatkan oleh atrofi retina.
c) Trombosis koroid dan perdarahan koroid
Sering terjadi pada obliterasi dini pembuluh darah kecil. Biasanya terjadi
di daerah sentral, sehingga timbul jaringan parut yang mengakibatkan penurunan tajam
penglihatan.
d) Ablasio retina
Merupakan komplikasi yang tersering. Biasanya disebabkan karena didahului dengan
timbulnya hole pada daerah perifer retina akibat proses -
proses degenerasi di daerah ini.
e) Glaukoma sederhana
Komplikasi ini merupakan akibat atrofi menyeluruh dari koroid.
f) Katarak
28
Merupakan komplikasi selanjutnya dari miopia degeneratif, terjadi setelah usia 40
tahun. Biasanya adalah tipe pole posterior. Sering dihubungkan pula dengan adanya
degenerasi koroid (9)

29
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Dari anamnesis didapatkan pasien muda yaitu usia 21 tahun datang dan memiliki
keluhan pasien merasa kedua matanya buram untuk melihat jarak jauh yang terjadi
secara perlahan sejak kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu. Lalu keluhan kedua mata
buram ini dirasakan mengganggu. Pasien kesehariannya bekerja di depan komputer
selama kurang lebih 6 jam dan memiliki kebiasaan melihat layar ketika sebelum tidur.
Pasien tidak pernah memakai kacamata. Dari anamnesis tersebut, artinya pasien dicurigai
termasuk kategori penderita mata tenang dan visus turun perlahan. Hal ini dibuktikan
dengan terjadinya mata buram perlahan dan tidak adanya mata merah pada pasien.

Kemudian pada pemeriksaan visus ditemukan visusnya hanya sampai 6/7,5 pada
kedua mata. Dan ketika diuji pinhole test, pasien mengalami kemajuan artinya pasien
mengalami kelainan refraksi. Pada mata kanan pasien terdapat kemajuan dengan
menggunakan lensa sferis, dan didapatkan nilai dioptri yang optimal yaitu -1,0 D.
Kemudian pada mata kiri setelah pinhole dikoreksi dengan lensa sferis tetapi tak kunjung
sampai visus 6/6 dan sehingga dicari lensa yang cocok yaitu lensa silinder dengan nilai
-0,75 D axis 180o. Pemeriksaan lainnya seperti segmen anterior, posterior, kedudukan
bola mata, uji lapang pandang, tes hirschburg dalam batas normal. Dari pemeriksaan
tersebut dipastikan pada mata kiri pasien mengalami miopia simplex karena keluhan
tidak terjadi saat kondisi ruangan sedikit cahaya atau tidak terjadi secara cepat.
Kemudain pada mata kanan pasien kemungkinan pasien mengalami astigmatisme
simplex karena mata pasien dapat dikoreksi dengan lensa silinder saja yang menandakan
bahawa daya bias terlemah pasien jatuh tepat di retina sedangkan daya bias terkuat
pasien jatuh di depan retina.

Penyebab pasien mengalami ini kemungkinan pasien bekerja di depan layar komputer
dengan waktu kurang lebih 6 jam perharinya dan pasien memiliki kebiasaan meilhat
layar smartphone ketika ingin tidur dengan kondisi ruangan gelap. Dengan hal ini pasien
dianjurkan untuk menggunakan kacamata sebaiknya pasien jangan membaca terlalu
dekat dan dalam keadaan gelap. Pasien juga harus dijelaskan untuk kontrola mata rutin
tiap 6 bulan sekali.

30
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. 2009. Basic Clinical Science and Course 2005-
2006. New York: American Academy of Ophthalmology
Guyton, A.C, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC
Ilyas, S, 2015, Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-6 , Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition. USA. McGraw-
Hill. 2003.
Riordan-Eva P & Augsburger JJ 2009, General Opthalmology 19th Ed, USA: Lange
Medical
Sloane, A.E, 2008, Manual of Refraction, USA: Brown and Company

31

Anda mungkin juga menyukai