Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retinoblastoma merupakan penyakit tumor ganas pada intraokular yang sering pada anak-anak. Retinoblastoma

umumnya dideteksi pada anak berusia 2 tahun (Nelson, 2011). Retinoblastoma disebabkan oleh faktor herediter atau

non herediter. Retinoblastoma herediter dapat bermanifestasi multifokal dan bilateral, retinoblastoma non herediter

dapat bermanifestasi unifokal dan unilateral. Gejala klinis Retinoblastoma dapat berupa leukokoria,strabismus,

protopsis ataupun uveitis (Depkes, 2015). Retinoblastoma terjadi karena seorang individu mewarisi gen protein

retinoblastoma (RB1) (Robbins, 2015). Walaupun survival rate pada retinoblastoma di dunia tinggi, tetapi penglihatan

kabur dan efek samping dari terapi retinoblastoma tetap saja menjadi perhatian bagi para klinisi (Nelson, 2011).

Retinoblastoma mencakup 4% dari keseluruhan tumor anak-anak. Insidens dari retinoblastoma di dunia adalah

kurang lebih 1 dari 15.000 kelahiran dengan perkiraan 7.000 sampai 8.000 kasus baru, 90% kasus retinoblastoma

didiagnosis sebelum anak berusia 5 tahun. Secara keseluruhan, dua pertiga hingga tiga perempat anak-anak penderita

retinoblastoma mempunyai tumor unilateral, dan sisanya tumor bilateral (Nelson, 2011).

Di Indonesia, epidemiologi retinoblastoma tidak diketahui secara pasti disebabkan minimnya laporan penelitian

pada populasi Indonesia. Akan tetapi, hasil penelitian di RS Dr. Soetomo menunjukkan terdapat 15 kasus

retinoblastoma yang terdiagnosa melalui histopatologi (Soebagjo et all, 2011). Data di Departemen Ilmu Kesehatan

Anak FKUI/ RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 2000-2005 berkisar 137 kasus. Data di RS Kanker Dharmais pada

tahun 2006- 2010 menunjukkan 30 kasus baru (Depkes, 2011). Data distribusi kanker anak di RSK Dharmais pada

tahun 2014 menunjukkan terdapat 7 kasus retinoblasto dari 163 kasus kanker anak (4,3%) (Depkes, 2015). Data di

RSUP H. Adam Malik pada tahun 2005-2009 menunjukkan terdapat 67 kasus retinoblastoma pada anak (Rosdiana,

2011).

Pilihan terapi pada anak penderita retinoblastoma bergantung pada jumlah, ukuran, lokasi, dan tipe tumor

intraokular. Focal Therapy berupa laser dan cryotherapy dilakukan apabila anak mengidap tumor ekstramakular

diskrit tunggal, tanapa adanya tumor seeding. Plaque radiation therapy dilakukan apabila anak mengidap tumor

berukuran sedang pada salah satu atau kedua mata. Terapi kombinasi farmakologi (Carboplatin IV) dan kemoterapi

digunakan apabila terdapat tumor yang besar dan mata menonjol. External beam radiation therapy (EBRT), dahulu

terapi definitif retinoblastoma bilateral, sekarang dipakai pada sisa-sisa tumor Rb atau retinoblastoma rekuren

(Vaughan & Ashbury 2013).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis “Tetralogi of fallot” pada anak.

2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada “Tetralogi of fallot” pada anak.

BAB II
TUJUAN PUSTAKA

a. Konsep
1. Definisi

Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi dan anak dan

merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma dan meduloblastoma

(Skuta et al. 2011).

2. Etiologi

Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus

14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat

padaDNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase S. Jadi mengakibatkan perubahan

keganasan dari sel retina primitif sebelum berakhir. (Skuta et al. 2011).

Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen.

Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya; apabila alel

pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit

yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi

spontan (Yanoff, 2009).

3. Patofisiologi

Teori tentang histogenesis dari retinoblastoma yang paling banyak dipakai adalah secara umum berasal dari sel

prekursor multipotensial mutasi pada lengan panjang kromosom pita 13, yaitu 13q14 yang dapat berkembang pada

beberapa sel retina dalam atau luar. Pada intraokular, tumor tersebut dapat memperlihatkan berbagai pola pertumbuhan

yang akan dipaparkan di bawah ini.

Pola Penyebaran Tumor (Skuta et al. 2011).

1. Pola pertumbuhan

Retinoblastoma intraokular dapat menampakkan sejumlah pola pertumbuhan, pada pola pertumbuhan endofitik,

ini tampak sebagai gambaran massa putih sampai coklat muda yang menembus membran limiting interna.

Retinoblastoma endofitik kadang berhubungan dengan vitreus seeding. Sel-sel dari retinoblastoma yang masih dapat

hidup terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya dapat menimbulkan perluasan tumor melalui mata.

Vitreous seeding sebagian kecil meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous seeding mungkin

juga memasuki bilik mata depan, dimana dapat berkumpul di iris membentuk nodule atau menempati bagian inferior
membentuk pseudohypopyon.

Tumor eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang subretinal, jadi mengenai pembuluh darah

retina yang sering kali terjadi peningkatan diameter pembuluh darah dan lebih pekat warnanya. Pertumbuhan

retinoblastoma eksofitik sering dihubungkan dengan akumulasi cairan subretina yang dapat mengaburkan tumor dan

sangat mirip ablasio retina eksudatif yang memberi kesan suatu Coats disease lanjut. Sel retinoblastoma mempunyai

kemampuan untuk implant dimana sebelumnya jaringan retina tidak terlibat dan tumbuh. Dengan demikian membuat

kesan multisentris pada mata dengan hanya tumor primer tunggal. Sebagaimana tumor tumbuh, fokus kalsifikasi

yang berkembang memberikan gambar khas chalky white appearance. Invasi saraf optikus; dengan penyebaran tumor

sepanjang ruang subarachnoid ke otak. Sel retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan menginvasi saraf

optikus dan meluas kedalam ruang subrahnoid.

2. Diffuse infiltration retina

pola yang ketiga adalah retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi luas yang biasanya unilateral, nonherediter,

dan ditemukan pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pada tumor dijumpai adanya injeksi conjunctiva, anterior

chamber seeding, pseudohypopyon, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi retina, karena masa

tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan dengan keadaan inflamasi seperti pada uveitis

intermediate yang tidak diketahui etiologinya. Glaukoma sekunder dan rubeosis iridis terjadi pada sekitar 50% kasus.

Penyebaran metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan tulang .(Kanski:2007) (Vaughan, 2010). Sel

tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui slera untuk masuk ke orbita. Perluasan ekstraokular dapat

mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi

trabecular messwork, memberi jalan masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar limfe preauricular dan

cervical yang dapat teraba. (Skuta et al. 2011).

Di Amerika Serikat, pada saat diagnosis pasien, jarang dijumpai dengan metastasis sistemik dan perluasan

intrakranial. Tempat metastasis retinoblastoma yang paling sering pada anak mengenai tulang kepala, tulang distal, otak,

vertebra, kelenjar limphe dan viscera abdomen (Clinical Opthalmology, 2007).

4. Manifestasi Klinik

Tanda-tanda retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria (white pupillary reflex) yang

digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye appearance, strabismus dan inflamasi okular.

Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti heterochromia, hyfema, vitreous hemoragik, sellulitis, glaukoma, proptosis

dan hypopion. Tanda tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan visus jarang
karena kebanyakan pasien anak umur prasekolah (Skuta et al. 2011).

Tanda Retinoblastoma :
 Pasien umur < 5 tahun
 Leukokoria (54 – 62 %)
 Strabismus (18%-22%)
 Hypopion
 Hyphema
 Heterochromia
 Spontaneous globe perforation
 Proptosis
 Katarak
 Glaukoma
 Nystagmus
 Tearing
 Anisocora
 Pasien umur > 5 tahun
 Leukokoria (35%)
 Penurunan visus (35%)
 Strabismus (15%)
 Inflamasi (2%-10%)
 Floater (4%)
 Nyeri (4%)

5. Komplikasi

Dalam penanganan kanker, gejala umum harus diketahui misalnya saja untuk  kanker mata

(retinoblastoma), akan muncul bintik putih (seperti pada mata kucing), dan bola mata tampak lebih besar,

mata menonjol, pendarahan pada mata secara spontan, hingga mata mendadak juling Ini bisa dialami

pada usia anak di bawah empat tahun&ejala lain seperti pembengkakan hati, limfa, dan kelenjar getah

bening enderita akan mengalami juga penurunan kesadaran, gangguan keseimbangan, kejang, kelumpuhan

anggota gerak hingga otak.

6. Pemeriksaan Penunjang

Tujuannya untuk menegakkan diagnosa dan grup secara pasti.

a. USG orbita, biasanya digunakan untuk menentukan ukuran tumor. USG orbita dapat juga mendeteksi kalsifikasi

diantara tumor dan berguna untuk menyingkirkan diagnose Coat’s disease (Kanski 2015).

b. Fotografi lapangan lebar, berguna untuk survey dan dokumentasi, dan memberikan kelebihan dalam

penatalaksanaan retinoblastoma (Kanski 2015).

c. CT-scan dan MRI orbita dan kepala, sangat berguna untuk mengevaluasi seluruh komponen mata, dan keterlibatan
SSP (IDAI 2011). CT-scan dapat mendeteksi kalsifikasi sedangkan MRI tidak bisa. MRI lebih berguna dalam

evaluasi nervus optikus, deteksi Rb trilateral dan Rb ekstraokular (Kanski 2015).

d. Aspirasi biopsi jarum halus, hanya direkomendasikan pada kasus yang diagnosisnya masih meragukan dan

merupakan langkah yang dilakukan untuk mencegah penyebaran ekstraokular dari sel tumor (IDAI 2011).

e. Studi genetik pada sampel tumor dan sampel darah dari pasien dan keluarga (Kanski 2015).

7. Penatalaksanaan / Terapi Pengobatan

Saat retinoblastoma pertama di terapi yang paling penting dipahami retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat

penyakit ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan penyebaran

ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi,

sasaran pertama yang harus adalah menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya

menyelamatkan visus. Managemen modern retinoblastoma intraokular sekarang ini dengan menggabungkan

kemampuan terapi yang berbeda mencakup enukleasi, eksenterasi, kemoterapi, photocoagulasi, cryoteerapi, external-

beam radiation dan plaque raditherapy (Skuta et al. 2011).

Penatalaksanaan retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus berkembang. External

Beam radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama retinoblastoma intraokular karena berhubungan dengan

deformitas kraniofacial dan tumor sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada retinoblastoma unilateral lanjut

masih direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari manipulasi yang tidak

diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke ekstraokular (Skuta et

al.2011).

1. Enukleasi

Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk retinoblastoma, pada kebanyakan kasus operasi reseksi yang

menyeluruh dari penyakit, khususnya enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika,

 Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata

 Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus

 Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa glaukoma neovaskular.

2. Kemoterapi

Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal

terapi dengan laser, cryotherapy atau radiotherapy, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi
kedua tumor otak dan metastasis retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti

carboplatin, vincristine, etoposide dan cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap

3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi.

Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang secara lebih sering

digunakan vision- sparing tecnique. Kebanyakan studi chemoreduction untuk retinoblastoma menggunakan vincristine,

carboplatin, dan epipodophyllotoxin, lainya etoposide atau teniposide, tambahan lainya cyclosporine. Agen pilihan

sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila

digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal (cryotherapy, laser photocoagulation, thermotherapy atau

plaque radiotherapy) dapat digunakan tanpa khemoterapi. Efek samping terapi chemoreduction antara lain hitung darah

yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Pemberian kemoterapi lokal sedang

diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.

3. Periocular Chemotherapy

Periocular chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada data terbaru

penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya

baik vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit

myositis pernah dilaporkan setelah pemberian carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan

reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan.

4. Photocoagulation dan Hyperthermia

Xenon dan orgon laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi retinoblastoma yang tinggi apek

kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran photocoagulation merusak suplai darah

tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor.

Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan

temperatur tumor sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan

kemoterapi dan radioterapi.

5. Cryotherapy

Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm.

Cryotherapy digunakan dengan visualisasi langsung dengan triple freeze-thaw technique. Khususnya laser

photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih

anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan
tumor atau komplikasi terapi.

6. External-beam Radiation Therapy

Tumor retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi

megavoltage, sering memakai lens-sparing technique, untuk melepaskan 4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih

dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi pada anak retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap laser atau

cryoterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi

oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder.

Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan external beam radiohterapy dengan teknik sekunder adalah :

1. Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada resiko kedua, tidak tergantung pada

keganasan primer (seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh paparan external beam radiotherapy.

2. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan radiotheraphy meliputi midface hypoplasia, radiation induced-

cataract, dan radiation optic neuropathy dan vasculopathy.

Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan external beam radiotherapy dosis

rendah dan chemotherapy diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola mata dengan menurunkan morbiditas

radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan external beam

radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi

sekunder sewaktu anak berumur satu tahun.

7. Plaque Radiotherapy (Brachytherapy)

Radioactive plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi penyelamatan bola

mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran

tumor relatif kecil sampai sedang. Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal

kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan ruthenium 106.

8. Prognosis

Anak-anak dengan retinoblastoma intraokular yang mendapat perawatan medis modern mempunyai prognosis

yang baik untuk bertahan hidup. Dinegara berkembang laju keselamatan hidup pada anak lebih dari 95%. Kebanyakan

faktor resiko penting yang dihubungkan dengan kematian adalah tumor yang meluas ke ekstraokular, secara lansung

melalui sclera, atau yang lebih sering dengan invasi saraf optikus, khususnya pada pembedahan reseksi margin. Anak

yang bertahan dengan retinoblastoma bilateral meningkatkan insiden keganasan non okular dikemudian hari. Kira-kira

waktu laten untuk perkembangan tumor sekunder 9 tahun dari penatalaksaan retinoblastoma primer. Mutasi RBI
dihubungkan dengan insiden 26,5% perkembangan tumor sekunder dalam 50 tahun pada pasien yang di terapi tanpa

terpapar terapi radiasi.

External beam radiotherapy menurunkan periode laten, meningkatkan insidensi tumor sekunder pada 30 tahun

pertama kehidupan, sebagaimana proporsi tumor meningkat baik pada kepala dan leher. Jenis tumor sekunder yang

paling sering tampak pada pasien ini adalah osteogenic sarcoma. Keganasan sekunder lain yang relatif sering adalah

pinealoma, tumor otak, cutaneous melanoma, soft tissue sarcoma, dan tumor-tumor primitive yang tidak

diklasifikasikan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal

pengkajian, Do register, dan diagnosa medis. Retinoblastoma unilateral dan bilateral paling banyak pada

kelompok usia 0-5 tahun sebanyak 40.6% dan 46.9% laki-laki lebih banyak dari perempuan pada yang

unilateral (34.4 : 12.5%) dan bilateral (34.4% : 18.7%).

b. keluhan utama

Keluhan dapat berupa perubahan persepsi penglihatan, demam, kurang nafsu makan, gelisah,

cengeng, nyeri pada luka post operasi, terjadi infeksi pada luka post op, serta perawatan dan pengobatan

lanjutan dari tindakan operasi. umumnya pasien datang dengan keluhan mata merah dan sakit 31.3%, leukokoria

28.1%, strabismus 21.9% dan proptosis 18.8%.

c. Riwayat kesehatan

• Riwayat kesehatan Sekarang, gejala awal yang muncul pada anak Bisa berupa bintik putih pada

mata tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar

• Riwayat kesehatan asa lalu berkaitan dengan kemungkinan memakan makanan/minuman yang

terkontaminasi, infeksi ditempat lain missal: pernapasan.

• Riwayat kesehatan keluarga berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya ada

anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.


d. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan

Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata 8rauma

sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan

e. Penyakit mata sebelumnya

kadang-kadang dengan mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat meenerangkan

tambahan gejala-gejala penyakit yang dikeluhkan pederita.. Seperti glaukoma yang mengakibatkan TIO

meningkat

f. Penyakit lain yang sedang diderita bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat

pula memperburuk keadaan klien.

g. Riwayat psikologi

a. Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami pasien cemas, takut,
gelisah, sering menangis, sering bertanya.
b. Mekanisme koping
h. Pemeriksaan khusus mata
a. Pemeriksaan tajam pengeliharan
Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga dapat merusak semua
organ di mata yang menyebabkan tajam penglihatan sangat menurun.

b. Pemeriksaan gerakan bola mata

pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat merusak  saraf tersebut

dan apabila mengenai saraf III, IV dan VI maka akan menyebabkan mata juling.

c. pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal

pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungti4a, kornea, bilik  mata depan, iris,

lensa dan pupil ada retinoblastoma didapatkan

- Leukokoria
Yaitu reflek pupil yang berwarna putih
- Hipopion
Haitu terdapatnya nanah di bilik mata dep an
- Hifema
- Yaitu terdapatnya darah pada pembuluh darah, biasanya terjadi karena trauma.
- Uveitis
d. Pemeriksaan pupil

Leukokoria (reflek pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling sering

ditemukan pada penderita dengan retinoblastoma.

e. Pemeriksaan funduskopi

Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papi saraf optik, dan retina. Pada

retinoblastoma ditemukan refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak dalam badan

kaca.

f. Pemeriksaan tekanan bola mata

Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata meningkat.

2. Diagnosa

 Diagnosa 5eperawatan:

a. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari

organ penerima.

b. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai prosedur operasi3 Dyeri berhubungan

dengan perlukaan akibat insisi jaringan.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.

d. .Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan pasca operasi.

e. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan aktivitas dalam proses

hospitalisasi.

3. Intervensi Keprawatan

a. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori

dari organ penerima.

Tujuan: Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.

Kriteria hasil:

1) Berpartisipasi dalam program pengobatan,

2) Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap pengobatan, dan

3) Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.


Intervensi:

a) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakan satu atau kedua mata yang terlibart.

R/ kebutuhan individu dan pilihan intervensi sangat bervariasi sebab kehilangan

penglihatan terjadi lambat dan progresif ila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang

berbeda.

b) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya

R/ memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, dan menurunkan cemas.

c) Letakkan barang yang dibutuhkanposisi bel pemanggil dalam jangkauan.

R/ memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk

pertolongan bila diperlukan.

d) Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangankemungkinan kehilangan

penglihatan.

R/ Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan atau

mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total. Meskipun kehilangan

penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki, kehilangan lebih lanjut dapat dicegah.

e) Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan,

contoh, atur perabot/permainan, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.

R/ menurunkan bahaya keamanan, sehubungan dengan perubahan lapang

pandang/kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.

f) Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi: enukleasi.

R/ pengangkatan bola mata, dilakukan apabila tumor sudah mencapai seluruh vitreous dan visus

nol, dilakukan untuk mencegah tumor bermetastasis lebih jauh.

g) Siapkan pelaksanaan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik.

R/ dilakukan apabila tumor masih intraokuler, untuk mencegah pertumbuhan tumor  akan

mempertahankan visus.
b. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai prosedur operasi.

Tujuan: kecemasan teratasi.

Kriteria hasil:

1) Tampak rileks dan melaporkan cemas menurun sampai tingkat dapat teratasi.

2) Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.

3) Klien mendiskusikan rasa cemasnya.

Intervensi:

a) Obervasi tingkat ansietas:

R/ faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri dan potensial siklus

ansietas.

b) Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan dengan keluarga prosedur, manfaat

dan dampak operasi.

R/ menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datang

dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tantang pengobatan.

c) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.

R/ memberikan kesempatan kepada pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan

pemecahan masalah.

d) Beri penjelasan dan support pada klien pada saat setiap melakukan tindakan.

R/ mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.

c. Nyeri berhubungan dengan perlukaan akibat insisi jaringan

Tujuan nyeri teratasi.

Kriteria hasil:

1) enunjukkanmelaporkan hilangnya nyeri maksimal.

2) Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan maksimal.

3) Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi

individu.

Intervensi:

a) Tentukan riwayat nyeri, misalnya lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas (skala0-10)

dan tindakan penghilangan yang digunakan.

R/ Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan


intervensi.

b) Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi) dan aktivitas hiburan.

R/ meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.

c) Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misalnya: teknik relaksasi,

visualisasi, bimbingan imaginasi), tertawa, musik, dan sentuhan terapeutik.

R/ memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol.

d) Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien dan dokter.

R/ rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk kontrol nyeri 8erutama dengan

nyeri kronis, pasienorang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen

nyeri di rumah.

e) Berikan analgesic sesuai indikasi (misalnya: morfin, metadon).

R/ nyeri adalah komplikasi sering dari kanker, meskipun respon individual berbeda. Saat

perubahan penyakitpengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan.

f) Evaluasi/sadari terapi tertentu. Misalnya pembedahan, kemoterapi, bioterapi, ajarkan

pasien/orang terdekat apa yang diharapkan.

R/ Ketidaknyamanan rentang luas adalah umum (misalnya nyeri insisi, sakit kepala).

tergantung pada prosedur/agen yang digunakan.

g) Evaluasi penglihatan nyeri/kontrol nilai aturan pengobatan bila perlu.

R/ bertujuan untuk mengontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.

Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan dan sesudah

pembedahan.

Kriteria hasil: RR normal (16-22)

Temperature normal (37-37,5oC)

Intervensi:

1) Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan bebas dari kontaminasi lingkungan luar.

R/ Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infeksius.

2) Jaga area kesterilan luka operasi.

R/ mencegah dan mengurangi transmisi kuman.


3) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

R/ Melindungi klien dari sumber-sumber infeksi dan mencegah infeksi silang.

4) Lakukan teknik aseptic dan disinfeksi secara tepat dalam merawat luka.

R/ Mencegah kontaminasi pathogen.

5) Kolaborasi pemberian antibiotic.

R Mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.

e. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan pasca operasi.

Tujuan: tidak terjadi gangguan citra diri.

Kriteria hasil: Menyatakan penerimaan situasi diri.

Memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negative.

Intervensi:

1) Gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya.

R/ meningkatkan keterbukaan klien.

2) Dukung sosialisasi dengan orang-orang di sekitar klien.

R Meningkatkan harga diri klien.

3) Anjurkan untuk memakai kacamata hitam.

R/ menutupi kekurangan dan meningkatkan citra diri klien.

4) Memberikan umpan balik positif terhadap perasaan anak.

R/ umpan balik dapat membuat klien berusaha lebih keras lagi mengatasi

masalahnya.

f. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan aktivitas dalam proses

hospitalisasi.

Tujuan: Tidak terjadi keterlambatan perkembangan.

Kriteria Hasil: 1. Nyaman dalam proses hospitalisi,

2. Tidak terjadi regresi, dan

3. Tidak ngompol.

Intervensi:

1) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak.


R/ Meningkatkan kemampuan kontrol diri.

2) Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit.

R/ Mengorientasikan situasi rumah sakit.

3) Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.

R/ upaya mencegah meminimalkan dampak perpisahan.

4) Memrikan kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan

kegiatan.

R/ keluarga dapat membantu proses perawatan selama hospitalisasi.

5) Buat jadwal untuk prosedur terapi dan latihan.

R/ Menurunkan tingkat kejenuhan selama hospitalisasi.

6) akukan pendekatan melalui metode permainan.

R/ Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik

dalam dirinya yang tidak disadari.

Anda mungkin juga menyukai