Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Sosial


Dari segi bahasa pendidikan berasal dari kata education yang memiliki arti yang beragam yaitu
upbringing (pengembangan), teaching (pengajaran), instruction (perintah), pedagogy (pembinaan
kepribadian), breeding (memberi makan), raising of animal (menumbuhkan). Sedangkan pengertian
pendidikan dalam Islam dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu al-tarbiyah, Penggunaan kata
altarbiyah berasal dari kata Rabb. kata al-tarbiyah yang dapat diartikan proses menumbuhkan dan
mengembangkan potensi yang terdapat pada diri seseorang, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun
spiritual. Selain itu kata tarbiyah juga dapat berarti menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik,
memperbaiki (aslaha) menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makna,
mengasuh, memiliki, mengatur, dan menjaga kelangsungan maupun eksistensi.
Menurut John Dewey, pendidikan merupakan proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental, emosional ke arah alam, dan sesama manusia. Adapun M.J. Langeveld, berpendapat
bahwa pendidikan adalah usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak
agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Begitu juga Frederick J. McDonald, pendidikan adalah suatu
proses atau kegiatan yang diarahkan untuk mengubah tabiat (behavior) manusia. Kemudian H. Horne,
mendefinisikan pendidikan adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang
secara fisik dan mental yang sadar dan bebas kepada tuhan. Adapun Ki Hajar Dewantara, menyatakan
pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya[ CITATION Sai20 \l 1033 ].
Pendidikan adalah usaha sadar memfasilitasi orang sebagai pribadi yang utuh sehingga
teraktualisasi dan terkembangkan potensinya mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang
dikehendaki melalui belajar.1 [ CITATION Eff15 \l 1033 ]
Kata sosial kalau dirujuk asal usulnya, salah satunya dapat berakar dari kata latin, yaitu socius,
yang berarti bersama-sama, bersatu, terikat, sekutu, berteman atau socio yang bermakna
menyekutukan, menjadikan teman, mengikat atau mempertemukan. Dari pengertian dua kata tersebut,
maka sosial dapat dipahami sebagai pertemanan atau masyarakat[ CITATION Mut \l 1033 ] Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “sosial ialah berkenaan dengan khalayak, berkenaan dengan
masyarakat, berkenaan dengan umum, suka menolong dan memperhatikan orang lain. Sedangkan

1
Munandir, Ensiklopedia Pendidikan,Malang, UM Press, 2001,h.229
pengertian sosial, menurut Kamus Sosiologi dan Kependudukan, ialah hubungan seorang individu
dengan yang lainnya dari jenis yang sama; atau pada sejumlah individu yang membentuk lebih
banyak atau lebih sedikit kelompok-kelompok yang terorganisir, juga tentang
kecenderungankecenderungan dan impuls-impuls yang berhubungan dengan yang lainnya.[ CITATION
Sai20 \l 1033 ] Sosial adalah yang mengenai masyarakat.2 Manusia sebagai makhluk sosial berarti
manusia hidup dalam wadah bagi pergaulan hidup dimana individu saling berinteraksi dan
berinterelasi sosial.3 [ CITATION Eff15 \l 1033 ].
Maksud dari pendidikan sosial dalam Ulwan (1981: 391) adalah pendidikan yang sejak kecil agar
terbiasa mengerjakan dan menjalankan adab sosial yang baik dan dasar-dasar psikis yang mulia dan
bersumber pada akidah Islamiyah yang abadi dan perasaan keimanan yang mendalam, agar di dalam
masyarakat nanti ia bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik, berkesinambungan yang
matang dan tindakan yang bijaksana. Adapun pendapat para ahli pendidikan menafsirkan pendidikan
sosial sebagai berikut:
Menurut Abdul Hamid al- Hasyimi Pendidikan sosial adalah bimbingan orang dewasa terhadap
anak dengan memberikan pelatihan untuk pertumbuhan kehidupan sosial dan memberikan macam-
macam pendidikan mengenai perilaku sosial dari sejak dini, agar hal itu mejadi elemen penting dalam
pembentukan sosial yang sehat. Menurut St. Vembriarto pendidikan sosial adalah suatu usaha melalui
proses untuk mempengaruhi dan mengembangkan sikap sosial pada anak dalam arti mengarahkan
kegiatan (aktifitas) pada sosialisasi anak dalam lingkungan sosialnya.
Jadi pendidikan sosial menurut beberapa pendapat di atas adalah suatu proses yang diusahakan
oleh orang dewasa terhadap anak, secara sengaja dalam masyarakat untuk mendidik, membina,
membangun individu dalam lingkungan sosial supaya ditengah-tengah masyarakat kelak anak mampu
bergaul dan berperilaku yang baik terhadap sesama, tentunya selalu berpegang pada aqidah dan
keimanan yang kokoh.[ CITATION Mut \l 1033 ]
2.2 Tujuan Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial bertujuan untuk menganalisis proses sosialisasi anak baik dalam keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini, harus diperhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan
masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam
keluarga yang religius, setelah dewasa akan cenderung menjadi manusia yang religius pula. Anak
yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cenderung memilih dan mengutamakan jalur
intelektual pula dan sebagainya[ CITATION Sai20 \l 1033 ].

2
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, PN Balai Pustaka, 1984, h.961
3
Soejono, Pengantar Sosiologi, Bandung, Alumni,1976, h.40
Sedangkan tujuan pendidikan menurut Omar at Toumy AsySyaibani ialah perubahan yang
diinginkan dan diusahakan oleh proses dan usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah
laku individu dan pada kehidupan pribadinya, kahidupan masyarakat dan alam sekitar di mana
individu itu hidup, serta pada proses pendidikan itu sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu
aktivitas yang asasi dalam masyarakat.
Sedangkan tujuan umum pendidikan sosial dalam pandangan alSyaibani (1989: 410) merupakan
tujuan yang berkaitan dengan pembinaan masyarakat Islam dengan mengembangkan aspek spiritual,
kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik[ CITATION Mut \l 1033 ]
2.3 Pentingnya Pendidikan Sosial
Nilai Pendidikan sosial sebagai pedoman hidup bagi masyarakat untuk hidup harmonis, disiplin,
demokrasi dan bertanggung jawab. Sebaliknya tanpa nilai-nilai sosial suatu masyarakat tidak akan
dapat kehidupan harmonis, disiplin, dan demokratis. Dengan demikian nilai-nilai sosial sangat
penting pada kehidupan masyarakat. [ CITATION Sai20 \l 1033 ]
Adapun pentingnya pendidikan sosial menurut Al Ustadz Hasan Hafidz, dan kawan-kawan
adalah:
1. Mempersiapkan anak agar dapat melakukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, yakni
agar ia mempunyai kecakapan atau ketrampilan. Misalnya, masyarakat butuh akan tenaga
guru, dokter, insinyur, pedagang, tukang kayu/ tukang batu dan lain-lain. Pendidikan di sini
berarti memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dari beberapa segi.
2. Mempersiapkan anak untuk mampu berkecimpung di tengah-tengah masyarakat dengan mau
menerima kenyataan yang ada, baik itu masyarakat kecil, keluarga, sekolah, teman sejawat
atau masyarakat lainnya.
3. Membekali anak dengan ide-ide yang sehat (baik) dan kebiasaan-kebiasaan yang mulia untuk
dapat hidup di masyarakat serta meningkatkan kemampuannya berinteraksi sosial sehingga
menjadi teladan bagi masyarakatnya, berakhlak mulia, menjaga keluarga, berpegang teguh
pada tingkah laku yang baik, berdisiplin, tolong menolong, mendahulukan kepentingan
umum, bertanggungjawab, menjunjung tinggi norma-norma dan undang-undang yang
berlaku.
4. Memberikan pengertian pada anak tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus
dijaga dan dilaksanakan.
5. Meningkatkan kehidupan bernegara dan membina generasi penerus yang bertanggungjawab
dan mempunyai nasionalisme yang tinggi dengan membekali budaya bangsa , menjunjung
tinggi cita-cita luhur bangsa dan negaranya, menanamkan dan menumbuh suburkan rasa
harga diri, jiwa bebas dan merdeka.
6. Mengenalkan pada anak tentang problem-problem ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat
sekitar serta menanamkan kecenderungan, kemauan dan kemampuan untuk memecahkan
problemproblem tersebut secara baik dan efisien.
7. Mempelajari situasi dan kondisi masyarakat, menunjukkan kebaikan-kebaikannya dan
bagaimana cara melestarikannya. Disamping itu juga kejelekan kekurangan-kekurangannya
dan bagaimana mengatasinya, mengikuti perubahan-perubahan sosial dan mengadakan
pengabdian masyarakat demi perbaikan dan peningkatan tarap hidup kehidupan masyarakat.
[ CITATION Mut \l 1033 ]
2.4 Pendekatan dalam Pendidikan Sosial
Pendekatan dalam pendidikan sosial dimaksudkan agar pelaksanaan pendidikan sosial dapat
memenuhi sasaran dan harapan yang telah dicapai dan yang ditentukan, sehingga berhasil dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Adapun pendekatan –pendekatan tersebut meliputi:
a. Pendekatan ditinjau dari segi sasarannya.
Dalam pendekatan ini, ditujukan pada apa yang terkena oleh pendekatan tersebut yakni
manusia dan lingkungannya dimana progam pendidikan sosial ini meliputi serta akan
dilaksanakan pada umumya.
Pendekatan ini meliputi:
1. Pendekatan Mentalistik.
Pendekatan Mentalistik yaitu suatu usaha pendekatan terhadap anak didik dalam rangka
mempengaruhi dan mengubah sikap dan tingkah lakunya dengan cara mempengaruhi dan
mengubah sikap dan tingkah lakunya dengan cara mempengaruhi secara langsung mental
anak didik yang bersangkutan. Pendekatan ini dapat di tempuh dengan beberapa tehnik
antara lain: home visit yaitu (suatu metode dengan cara mendatangi rumah-rumah),
ceramah yaitu (metode yang digunakan dengan cara menerangkan kepada anak didik),
wawancara (metode dengan cara tanya jawab), penyuluhan (metode dengan cara
memberikan pengetian yang sejelas-jelasnya) dan sebagainya.
2. Pendekatan Kondisional
Pendekatan kondisional yaitu usaha pendekatan dengan cara mengubah kondisi dan
situasi disekitar anak didik yang bersangkutan, yang mempunyai pengaruh langsung
terhadap penghayatannya.
b. Pendekatan ditinjau dari segi pelaksanaannya.
Pendekatan ini dapat ditempuh dengan tiga cara yaitu:
1. Cara Pendekatan Memaksa (force).
Yaitu untuk pendidikan ini dilaksanakan dengan memaksa kehendaknya, rencananya
kepada masyarakat dan masyarakat harus menerima apa yang telah ditentukan.
2. Cara pendekatan menyesuaikan (persuasion).
Dalam cara ini dilaksanakan dengan menyediakan alat perlengkapan tertentu. Seperti
film penerangan, siaran radio yang seluruhnya mengenai rencana-rencana dan cara-
cara serta pelaksanaannya yang ditujukan kepada masyarakat.
3. Cara pendekatan mendorong (stimulation).
Cara pendekatan ini ditempuh dengan jalan mendorong, merangsang masyarakat agar
inisiatifnya timbul dan kemudian dengan sukarela melaksanakan program daerahnya
dan untuk masyarakatnya. [ CITATION Mut \l 1033 ]

2.5 Tafsir Ayat Al-Qur’an Tentang Pendidikan Sosial


2.5.1 Nilai-Nilai Pendidikan Sosial dalam al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 134

Dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 134 terkait dengan pendidikan sosial adalah
berinfak, menahan marah, memaafkan orang lain dan berbuat kebaikan. Tentu orang yang
masuk surga bukanlah orang baik hanya dalam hubungan dengan Allah (hablumminallah)
saja, tetapi baik juga hubungannya dengan sesama manusia (hablumminannas) dalam
kehidupan sosial masyarakat.

a. Berinfaq
Infaq berasal dari pecahan kata “Anfaqa, yunfiqu, infaq” yang artinya
membelanjakan. Maksud arti membelanjakan sebagian harta yang ia miliki untuk
kepentingan dijalan Allah (fisabilillah).
Ibnu Katsir menjelaskan dalam Kitab Tafsir al-Qur’an al-Azhim kalimat:

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun


sempit. (Q.S. Ali Imran, 3:134)
Yakni bermakna dalam keadaan susah dan dalam keadaan makmur, dalam keadaan
suka dan dalam keadaan duka, dalam keadaan sehat dan juga dalam keadaan sakit.
Dengan kata lain, mereka rajin berinfak dalam semua keadaan.
Orang yang telah menginfakkan hartanya secara baik berarti ia telah menanamkan
investasi untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu agama menganjurkan manusia agar
menginfakkan hartanya secara terangterangan atau diam-diam, dan pada saat susah
maupun senang. Dalam berinfak ini hendaknya diajuhi sifat riya’, mengharapkan pujian
orang lain atau motivasi keduniaan lainnya.
b. Menahan Marah
Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan potongan ayat berikutnya,

dan orang-orang yang menahan amarahnya. (Q.S. Ali Imran, 3:134)


Yakni mereka tidak melampiaskan kemarahannya kepada orang lain, melainkan
mencegah dirinya agar tidak menyakiti orang lain, dan ia lakukan hal tersebut demi
mengharapkan pahala Allah Swt.
Ibnu Katsir melanjutkan, apabila mereka mengalami emosi, maka mereka
menahannya (yakni memendamnya dan tidak mengeluarkannya); selain itu mereka
memaafkan orang-orang yang berbuat jahat kepada mereka.
Marah (ghadlab) merupakan fitrah yang telah diberikan Allah kepada setiap
manusia. Setiap manusia pasti pernah merasakan marah. Namun, Islam telah
memerintahkan umatnya agar bisa menahan amarah. Sebagaimana firman Allah Swt.
ayat 134.
Ayat ini menjelaskan bahwa mengendalikan amarah adalah salah satu sifat orang-
orang yang bertakwa. Bahkan akan lebih utama lagi apabila ia memaafkan orang yang
telah berbuat salah. Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan bahwa Nabi Musa as.,
pernah bertanya kepada Allah Swt., “Ya Rabbi ! Siapakah diantara hamba-Mu yang
lebih mulia menurut pandangan-Mu? Allah berfirman, “Orang yang ketika berhasil
menguasai musuhnya dan memaafkannya.”
Orang yang bisa bersabar/menahan amarah dan mampu memaafkan orang lain
yang menyakitinya inilah orang yang kuat. Betapa tidak kuat, meski dia mampu
membalas orang yang menyakitinya, akan tetapi semua itu tidak dilakukannya karena
Allah semata. Atas dasar inilah, orang memiliki kemuliaan tinggi adalah orang yang
mampu meamaafkan musuhmusuhnya. Sungguh, memaafkan orang-orang yang telah
menyakiti dan memusuhi kita merupakan perkara yang sangat berat dan membutuhkan
pengendalian emosi yang kuat.
c. Pemaaf
Pemaaf adalah sikap yang suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa
ada sedikit pun rasa benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah salah satu
manifestasi dari ketakwaan kepada Allah Swt. Jadi, takwa berarti membawa kita pada
mulia. Sebagaimana Allah Swt. berfirman:

dan memaafkan (kesalahan) orang. (Q.S. Ali Imran, 3:134)


Ibnu Katsir menjelaskan maksud potongan ayat ini, yaitu selain menahan diri, tidak
melampiaskan kemarahannya, mereka juga memaafkan orang yang telah berbuat
aniaya terhadap dirinya, sehingga tiada suatu uneg-uneg pun yang ada dalam hati
mereka terhadap seseorang. Hal ini merupakan akhlak yang paling sempurna.
Islam mengajarkan untuk bersikap pemaaf dan suka memaafkan kesalahan orang
lain tanpa menunggu permohonan maaf dari orang yang berbuat salah kepada kita.
Karenanya, tidak ditemukan satu ayat yang menganjurkan untuk meminta maaf, tetapi
yang ada adalah perintah untuk memberi maaf.
Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk bersifat pendendam. Rasulullah
Saw menegaskan bahwa al-mukminu laisa bihaqd (orang beriman itu tidak punya sifat
pendendam). Dengan kata lain, Islam tidak mengenal ungkapan “Tiada maaf bagimu”.
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim kita harus menghilangkan segala sifat dendam
dan menebarkan sifat pemaaf.
d. Berbuat Baik
Sebagaimana firman Allah dalam akhir ayat surat Ali Imran ayat 134 disebutkan:

Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S. Ali Imran, 3:134)
Berbuat baik atau sering kita kenal juga dengan sebutan ihsan. Lubis (2019: 105)
mengatakan ihsan menurut bahasa berarti kebaikan yang memiliki dua sasaran.
Pertama, ia memberikan berbagai kenikmatan atau manfaat kepada orang lain. Kedua,
ia memperbaiki tingkah laku berdasarkan apa yang diketahuinya yang manfaatnya
kembali kepada diri sendiri. al-Qur’an menekankan agar manusia tidak hanya berbuat
ihsan kepada Allah, tetapi juga berbuat ihsan kepada seluruh makhluk Allah, yakni
manusia dan alam, termasuk hewan dan tumbuhan.
2.5.2 Nilai-Nilai Pendidikan Sosial dalam al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 159

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran[3]: 159)
Dari berbagai aspek yang terkandung dalam surat Ali Imran Ayat 159 nilai-nilai
pendidikan sosial yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 159 adalah sebagai berikut:
1. Lemah-Lembut
Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 159 yang pertama
ialah sifat lemah lembut, sifat lemah lembut selalu dicontohkan Nabi, Kepribadian
beliau dibentuk sehingga bukan hanya pengetahuan yang Allah limpahkan kepada
beliau melalui wahyu-wahyu al-Qur’an, tetapi juga qalbu beliau disinari, bahkan
totalitas wujud beliau yang merupakan rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan
agar kita senantiasa menebarkan kebaikan. Sikap lemah lembut sebenarnya tidak hanya
dianjurkan kepada saudara seiman saja tapi juga kepada semua orang termasuk juga
pemeluk agama lain dan orang-orang yang telah berbuat jelek kepada kita.
Berbuat baik kepada manusia secara umum ialah dengan berkata lemah lembut
kepada mereka, mempergauli mereka dengan pergaulan yang baik setelah sebelumnya
menyuruh mereka kepada kebaikan, melarang mereka dari kemungkaran, memberi
pertunjuk kepada orang yang tersesat di antara mereka, mengajari orang bodoh diantara
mereka, mempergauli hak-hak mereka, tidak mengganggu mereka dengan mengerjakan
tindakan yang membahayakan mereka, dan sebagainya
2. Pemaaf
Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 159 yang kedua
ialah sifat pemaaf, memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain, artinya
memaafkan menghapus bekas-bekas luka di hatinya. Bukanlah memaafkan namanya,
apabila masih ada tersisa bekas luka itu di dalam hati, bila masih ada dendam yang
membara. Boleh jadi, ketika itu, apa yang dilakukan baru sampai pada tahap “menahan
amarah”. Usahakan untuk menghilangkan segala noda itu, sebab dengan begitu baru
bisa dikatakan memaafkan orang lain.
Di dalam QS.Al Imran ayat 134 Allah mengemukakan adanya tiga tingkatan
manusia dalam jenjang sikapnya. Pertama, yang mampu menahan amarahnya, yakni
seseorang berusaha menahan dirinya untuk tidak membalas dengang perbuatan negatif.
Kedua adalah tingkatan yang lebih tinggi yakni yang memaafkan. Kata maaf di sini
juga bisa diartikan menghapus. Seseorang yang telah memaafkan orang lain berarti ia
menghapus bekas luka hatinya akibat kesalahan yang dilakukan orang lain. Ketiga,
adalah berbuat baik kepada orang yang telah pernah melakukan kesalahan sebab Allah
sangat menyukai sikap tersebut.
3. Musyawarah
Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 159 yang ketiga
adalah musyawarah, Islam memandang musyawarah sebagai salah satu hal yang amat
penting bagi kehidupan insani, bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
melainkan dalam kehidupan berumah tangga dan lain-lainnya. Ini terbukti dari
perhatian al-Qur’an dan Hadis yang memerintahkan atau menganjurkan umat
pemeluknya supaya bermusyawarah dalam memecah berbagai persoalan yang mereka
hadapi.
Musyawarah menjadi keharusan karena manusia mempunyai kekuatan dan
kelemahan yang tidak sama dari individu ke individu yang lain. Kekuatan dan
kelemahan dalam bidang yang berbeda-beda membuat individu-individu manusia
berlebih dan berkurang. Adanya kelebihan dan kekurangan itu tidak mengganggu
kesamaan manusia dalam hal harkat dan martabat. Tetapi ia melahirkan keharusan
adanya penyusunan masyarakat melalui organisasi (pendidikan), dengan kejelasan
pembagian kerja antara para anggotanya.
2.5.3 Nilai-Nilai Pendidikan Sosial dalam al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 71

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka
taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orangorang mukmin,
lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai,
kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempattempat yang bagus di surga 'Adn. dan
keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.”
1. Tolong Menolong
Ta’awun berasal dari bahasa Arab Ta’awana, Yata’awuna, Ta’awunan, yang
artinya tolong-menolong, gotong-royong, bantu-membantu dengan sesama manusia
(Muhammad Asroruddin Al-Jumhuri, 2015: 211). Tolong menolong (ta’awun) adalah
salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan, karena tidak ada orang yang bisa
menanggung beban hidup sendirian. Dengan semangat tolong-menolong, kesejahteraan
dan kemaslahatan bisa merata di kalangan masyarakat. Karena itu, Allah S.W.T.
memerintahkan hambanya agar saling menolong dalam kebaikan, serta melarang saling
menolong dalam keburukan.
2. Amar Makruf Nahi Mungkar
Amar makruf nahi munkar merupakan salah satu pilar ajaran Islam yang sangat
fundamental. Amar makruf nahi munkar ibarat dua sisi dari satu keping mata uang
yang sama. Amar ma’ruf mengandung anasir nahi munkar dan nahi munkar
mengandung anasir amar ma’ruf. Amar ma’ruf mengandung arti memerintahkan orang
untuk beriman kepada Allah S.W.T., dan Rasul-Nya dan melaksanakan syariatNya.
Nahi munkar mengandung arti mencegah dari kemusyrikan, mendustakan Nabi
S.A.W., dan mencegah dari apa yang dilarang-Nya.
Peran amar makruf nahi mungkar sangatlah penting dan menjadi pilar utama
masyarakat Islam. Penegakan amar makruf nahi munkar yang dilakukan di masyarakat
yang sesuai dengan etika dan tuntunan Islam yang benar akan mengantarkan kepada
terwujudnya suatu kondisi yang mendorong manusia untuk berlomba-lomba dalam
berbuat baik, dan saling menjaga serta melindungi dari segala bentuk keburukan.
Bahkan meningkatkan kualitas hidup di berbagai aspek kehidupan manusia, ibadah,
mualamah, politik, ekonomi, budaya, keamanan, ilmu pengetahuan, teknologi, industri,
hasil bumi, kekayaan alam dan sektor kehidupan lainnya.
3. Solidaritas Sosial
Solidaritas sosial adalah perasaan emosional dan moral yang terbentuk pada
hubungan antar individu atau kelompok berdasarkan rasa saling percaya, kesamaan
tujuan dan cita-cita, adanya kesetiakawanan dan rasa sepenanggungan. Solidaritas
sosial dapat terbentuk melalui ibadah salat. Berkumpul dalam barisan salat jamaah
yang rapat dan rapi bukan hanya sarana untuk saling mengenal antara sesama muslim.
Melainkan juga efektif dalam menyatukan hati dan menghilangkan kedengkian.
4. Persaudaraan
Salah satu konsep terpenting dalam sistem sosial Islam adalah konsep Ukhuwwah
(persaudaraan), baik persaudaraan seiman seagama (Ukhuwwah imaniyah), maupun
saudara sesama umat manusia (Ukhuwwah basyariyah). Persaudaraan adalah ikatan
kejiwaan yang mendalam tentang kasih sayang, kecintaan, dan penghormatan terhadap
setiap orang yang diikat oleh perjanjianperjanjian akidah Islamiah, keimanan dan
ketakwaan. Persaudaraan yang benar ini melahirkan perasaan-perasaan mulia di dalam
jiwa muslim, seperti saling tolongmenolong, mengutamakan orang lain, saling
menyayangi, dan memberi maaf. Di samping itu juga dapat menjauhkan sikapsikap
negatif, seperti menjauhi setiap hal yang membahayakan manusia di dalam diri, harta,
dan kehormatan mereka.
2.6 Unsur-Unsur Pendidikan Sosial
Unsur-unsur pendidikan sosial adalah hal yang memungkinkan terselenggaranya proses
pendidikan, unsur tersebut memiliki hubungan yang erat antara satu unsur dengan unsur yang
lainnya. Dalam pendidikan sosial tidak dijelaskan secara khusus tentang unsur-unsur pendidikan
sosial, melainkan merupakan penjabaran atas unsur-unsur pendidikan secara umum kemudian
diarahkan kepada pendidikan sosial. Di dalam buku pengantar pendidikan, dijelaskan beberapa
unsur pokok pendidikan yaitu: Subjek yang dibimbing (peserta didik), orang yang membimbing
(pendidik), interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif), ke arah mana
bimbingan ditujukkan (tujuan pendidikan), pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi
pendidikan), cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).4
Berdasarkan pendidikan tersebut di atas maka unsur-unsur yang harus ada dalam
pendidikan sosial adalah:
1. Subjek Yang Di Bimbing (Peserta Didik)
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung
menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau
pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki
ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus
guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik, yaitu:
a. Individu yang Memiliki Potensi Fisik dan Psikis yang Khas, sehingga menjadi
Insan yang Unik.
Anak sejak lahir telah memiliki potensi-potensi yang ingin
dikembangkan dan diaktualisasikan. Unuk mengaktualisasikannya membutuhkan
bantuan dan bimbingan.
b. Individu yang Sedang Berkembang
Yang dimaksud dengan perkembangan disini ialah perubahan yang
terjadi dalam diri peserta didik secara wajar, baik ditujukan kepada diri sendiri
maupun ke arah penyesuaian dengan lingkungan.
c. Individu Yang Membutuhkan Bimbingan Individual Dan Perlakuan Manusiawi.
Dalam proses perkembangannya peserta didik membutuhkan bantuan
dan bimbingan. Bayi yang baru lahir secara badani dan hayati tidak terlepas dari
ibunya, seharusnya setelah ia tumbuh berkembang menjadi dewasa ia sudah
dapat hidup sendiri. Tetapi kenyataannya untuk kebutuhan perkembangan
hidupnya, ia masih menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang dewasa,
sepanjang ia belum dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri peserta didik
ada dua hal yang menggejala, yaitu:

4
Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan,..... 51-52.
1) Keadaannya yang tidak berdaya menyebabkan ia membutuhkan bantuan.
Hal ini menimbulkan kewajiban orang tua untuk membantunya.
2) Adanya kemampuan untuk mengembangkan dirinya, hal ini
membutuhkan bimbingan. Orang tua berkewajiban untuk
membimbingnya. Agar bantuan dan bimbingan itu mencapai hasil maka
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
d. Individu yang Memiliki Kemampuan untuk Mandiri
Dalam perkembangan peserta didik ia mempunyai kemampuan untuk
berkembang ke arah kedewasaan. Pada diri anak ada kecenderungan untuk
memerdekakan diri. Hal ini menimbulkan kewajiban pendidik dan orang tua (si
pendidik) untuk setapak demi setapak memberikan kebebasan dan pada akhirnya
mengundurkan diri. Jadi, pendidik tidak boleh memaksakan agar peserta didik
berbuat menurut pola yang dikehendaki pendidik. Ini dimaksud agar peserta
didik memperoleh kesempatan memerdekakan diri dan bertanggung jawab sesuai
dengan kepribadiannya sendiri. Pada saat ini si anak telah dapat berdiri sendiri
dan bertanggung jawab sendiri.5
Menurut M. Ngalim Purwanto, mengapa mendidik itu dikatakan
memimpin perkembangan anak, dan bukan membentuk anak? Memang, kata
“memimpin” di sini tepat. Anak bukanlah seumpama segumpal tanah liat yang
dapat di remas-remas dan dibentuk dijadikan sesuatu menurut kehendak si
pendidik. Jika sekiranya betul demikian, sudah tentu kita dapat mengharapkan
bahwa nanti manusia itu akan menjadi “baik” semua. Sebab menurut kenyataan
hampir semua manusia diusahakan dididik, baik oleh orang tuanya maupun oleh
masyarakat dan negara. Sehingga akhirnya mungkin pemerintah atau negara
tidak perlu lagi mengadakan polisi dan penjara. Pendidikan disebut pimpinan
karena dengan perkataan ini tersimpul arti bahwa si anak aktif sendiri,
memperkembangkan diri, tumbuh sendiri, tetapi di dalam keaktifannya itu harus
dibantu dan di pimpin.6
2. Orang yang Membimbing (Pendidik)
Yang dimaksud dengan pendidik adalah orang yang bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami
pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

5
Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan,..... 52-53.
6
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,.... 15.
dan lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu yang bertanggungjawab terhadap pendidikan
ialah orang tua, guru dan masyarakat. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama
bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.
Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.
Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari
kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara
kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi
pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan
pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. 7
Sementara tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan
tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan generasi kualitas masa depan
bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
tugasnya harus tetap tegar dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru. Pendidikan
adalah proses yang direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran.
Guru sebagai pendidik harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata
nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Tata nilai termasuk norma,
moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik siswa sebagai pribadi
dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan
akan menghasilkan sikap mental, watak, dan kepribadian siswa yang kuat. Guru dituntut
harus mampu membelajarkan kepada siswanya tentang kedisiplinan diri, belajar
membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi
aturan/tata tertib dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil
apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. 8 Sedangkan
tanggungjawab masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan
anak, terutama para pemimpin mayarakat atau penguasa yang ada didalamnya. Pemimpin
masyarakat agamis tentu saja menghendaki agar setiap anak didik menjadi anggota yang
taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota
sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan
menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, warga kota dan warga negara. 9
Dengan demikian, dipundak mereka terpikul keikutsertaan membimbing
pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini berarti bahwa orang tua, guru, dan

7
Zakiah Darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam,.... 35
8
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), h. 55.
9
Zakiah Darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam,..... h. 45.
pemimpin/penguasa dari masyarakat ikut bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan
pendidikan. Sebab tanggungjawab pendidikan pada hakikatnya merupakan
tanggungjawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan maupun
sebagai kelompok sosial.
3. Interaksi antara Peserta Didik dengan Pendidik (Interaksi Edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta
didik dan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan
secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanipulasi isi,
metode serta alat-alat pendidikan.
4. Pengaruh yang Diberikan dalam Bimbingan (Materi Pendidikan)
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah disiapkan dalam kurikulum
yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti
maupun muatan lokal. Materi ini bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian
dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan
kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan. Dengan demikian jiwa
dan semangat bhineka tunggal ika dapat di tumbuh kembangkan.
5. Cara Yang Digunakan Dalam Bimbingan (Alat Dan Metode)
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat
melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektivitasnya. Alat dan metode
diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk
mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas yang preventif dan yang
kuratif.
a. Yang bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga
hukuman.
b. Yang bersifat kuratif, yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan,
contoh, nasihat, dorongan, pemberian kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan
juga hukuman. Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Kesesuaian denggan tujuan yang ingin dicapai
2) Kesesuaian dengan peserta didik
3) Kesesuaian dengan pendidik
4) Kesesuaian dengan situasi dan kondisi saat digunakannya alat tersebut
Persyaratan tersebut perlu diperhatikan agar jangan sampai salah. Sebab
kesalahan pemakaian alat dan metode menjadikan peserta didik frustasi. Salah
satu alat pendidikan yang sangat istimewa dan bersifat khusus yaitu hukuman.
Sebab karena hukuman menimbulkan penderitaan, sehingga penggunaan
hukuman harus dipertimbangkan dengan seksama, baru boleh digunakan
manakala sudah tidak ada alat lain yang berkhasiat. Itu pun harus diperhitungkan
sedemikian rupa sehingga hukuman dapat menimbulkan efek jera sesuai dengan
kemampuan si pelaku untuk memikulnya. Inilah yang dimaksud dengan
hukuman yang pedagogis. Hanya hukuman yang demikian bersifat memperbaiki
yaitu menjadikan si pelaku menyadari kesalahannya, menyesali perbuatannya,
dan memperbaiki dirinya.10

Sebagai alat pendidikan, hukuman hendaklah: senantiasa merupakan


jawaban atas suatu pelanggaran, sedikit-banyaknya selalu bersifat tidak
menyenangkan, selalu bertujuan ke arah perbaikan; hukuman itu hendaklah
diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri, Ngalim Purwanto menyatakan
bahwa maksud orang memberi hukuman itu bermacam-macam. Hal ini sangat
bertalian erat dengan pendapat orang tentang teori-teori hukuman.

1) Teori Pembalasan
Teori inilah yang tertua. Menurut teori ini, hukuman diadakan
sebagai pembalasan dendam terhadap kelainan dan pelanggaran yang
telah dilakukan seseorang. Tentu saja teori ini tidak boleh dipakai dalam
pendidikan di sekolah.
2) Teori Perbaikan
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi
kejahatan. Jadi, maksud hukuman itu ialah untuk memperbaiki si
pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semaacam itu lagi. Teori inilah
yang lebih bersifat pedagogis karena bermaksud memperbaiki si
pelanggar, baik lahiriah maupun batiniahnya.
3) Teori Perlindungan
Menurut teori ini hukuman diadakan untuk melindungi
masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya

10
Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan,.... h. 52-56.
hukuman ini, masyarakat dapat dilindungi dari kejahatan yang telah
dilakukan oleh si pelanggar.
4) Teori Ganti Rugi
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti kerugian
yang telah diderita akibat dari kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman
ini banyak dilakukan dalam masyarakat atau pemerintahan. Dalam
proses pendidikan, teori ini masih belum cukup. Sebab dengan hukuman
semacam itu anak mungkin menjadi tidak merasa bersalah atau berdosa
karena kesalahannya itu telah terbayar dengan hukuman.
5) Teori Menakut-nakuti
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk menimbulkan
perasaan takut kepada si pelanggar akan akibat perbuatannya yang
melannggar itu sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatan itu
dan mau meninggalkannya. Teori ini masih membutuhkan teori
perbaikan. Sebab dengan teori ini besar kemungkinan anak
meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena takut, bukan keinsafan
bahwa perbuatannya memang sesat atau memang buruk. Dalam hal ini
anak tidak terbentuk kata hatinya.11
2.7 Metode dan Strategi Pendidikan Sosial
Pemilihan strategi pembelajaran (pendidikan) yang tepat sangatlah penting. Artinya,
bagaimana guru dapat memilih kegiatan pembelajaran yang paling efektif dan efisien untuk
menciptakan pengalaman belajar yang baik, yaitu yang dapat memberikan fasilitas kepada peserta
didik mencapai tujuan pembelajaran. Namun perlu diingat bahwa tidak satu pun strategi
pembelajaran yang paling sesuai untuk semua situasi dan kondisi yang berbeda, walaupun tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai sama. Artinya dibutuhkan kreativitas dan keterampilan guru
dalam memilih dan menggunakan strategi pembelajaran, yaitu yang disusun berdasarkan
karakteristik peserta didik dan sesuai kondisi yang diharapkan.
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah suatu rencana untuk mencapai tujuan. Terdiri
dari metode, teknik, dan prosedur yang mampu menjamin peserta didik benar-benar akan dapat
mencapai tujuan akhir kegiataan pembelajaran (pendidikan). 12

11
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,.... h.187-188.
12
Hamzah B. Uno, Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM (Jakarta: Bumi Aksara
2011), h. 6.
Terkait dengan strategi pendidikan sosial penyusun berupaya menggabungkan dengan
metode pendidikan sosial, hal ini dikarenakan karena metode adalah bagian dari strategi
pendidikan.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan, metode pendidikan sosial ini berkisar pada hal-hal
berikut ini:
1. Penanaman Dasar-Dasar Psikis yang Mulia
Islam telah menegaskan dasar-dasar pendidikan yang utama di dalam jiwa
individu-individu, baik kecil maupun besar, laki-laki maupun wanita, orang tua maupun
pemuda, di atas dasar-dasar kejiwaan yang mulia dan mapan. Untuk menanamkan dasar-
dasar psikhis di dalam diri individu dan kelompok, Islam telah menetapkan arahan-arahan
yang sangat berharga, demi tercapainya kesempurnaan pendidikan sosial, dari segi makna
maupun tujuannya. Berikut ini beberapa dasar psikis terpenting yang diutamakan Islam
untuk ditanamkan antara lain:
a. Takwa
Takwa ialah membersihkan hati dari kotoran dan membersihkan badan
dari dosa, baik dosa tangan, kaki, kemaluan, mulut, mata, hidung, maupun
telinga. Takwa ialah waspada dan berhati-hati dari penyimpangan apa pun. Orang
tanpa dosa itulah orang yang benarbenar bertakwa. 13 Takwa merupakan suatu
nilai akhir dan hasil alami dari perasaan keimanan secara mendalam yang
berhubungan dengan ingat kepada Allah, takut kepada murka dan siksa-Nya serta
harapan akan ampunan dan pahala-Nya. Menurut definisi para ulama, takwa
adalah Allah tidak melihatmu di dalam apa saja yang diperintahkanNya
kepadamu. Menurut sebagian ulama lain, takwa adalah menghindarkan adzab
Allah Swt, dengan jalan melaksanakan amal saleh, dan takut kepada Allah, baik
dalam keadaan sembunyisembunyi maupun terang-terangan. 14
Di samping dapat menguasai hati orang mukmin dengan ketakutan
kepada Allah dan selalu mengingat-Nya, takwa juga merupakan sumber,
keutamaan sosial, bahkan satu-satunya jalan untuk menghindar berbagai
kerusakan, kejahatan, dosa dan duri. Bahkan ia merupakan sarana pertama yang
mewujudkan kesadarannya di dalam diri individu secara sempurna terhadap
masyarakat dan seluruh makhluk hidup yang ditemuinya.
b. Persaudaraan
13
Muchlis M. Hanafi (ed), Spiritualitas dan Akhlak, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran,
2010), h. 78.
14
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,.... h. 274.
Persaudaraan adalah ikatan kejiwaan yang mewarisi perasaan mendalam tentang
kasih sayang, kecintaan dan pengorbanan terhadap setiap orang yang diikat oleh
perjanjian-perjanjian akidah islamiyah, keimanan dan ketakwaan. Perasaan
persaudaraan yang benar ini melahirkan perasaan-perasaan mulia di dalam jiwa
muslim untuk membentuk sikap-sikap positif, seperti saling tolong menolong,
mengutamakan orang lain, kasih sayang, dan pemberian maaf serta menjauhi
sikap-sikap negatif, seperti menjauhi setiap hal yang membahayakan manusia di
dalam diri, harta dan kehormatan mereka. Islam telah menganjurkan
persaudaraan ini di jalan Allah, dan telah menjelaskan segala permasalahan dan
kelazimannya di dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadits. 15 Sebagai hasil dari
persaudaraan dan percintaan dijalan Allah ini mereka saling kasih mengasihi,
saling mengutamakan kepentingan orang lain, saling tolong menolong dan saling
memberi jaminan.
c. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah suatu kelembutan di dalam hati, perasaan halus di
dalam hati nurani, dan suatu ketajaman perasaan yang mengarah pada perlakuan
lemah lembut terhadap orang lain, keturutsertaan di dalam merasakan kepedihan,
belas kasih terhadap mereka dan upaya menghapus air mata kesedihan dan
penderitaan. Ia merupakan suatu perasaan yang menyerukan orang mu’min untuk
lari dari penderitaan, menjauhi kejahatan menjadi suatu sumber kebaikan,
kebajikan dan keselamatan bagi seluruh umat manusia. menjauhi kejahatan
menjadi suatu sumber kebaikan, kebajikan dan keselamatan bagi seluruh umat
manusia.16
d. Mengutamakan Orang Lain
Masalah ini merupakan suatu perasaan psikologis yang lebih
mengutamakan orang lain dibanding dirinya sendiri dalam berbagai kebaikan dan
kepentingan pribadi yang bermanfaat. Mengutamakan orang lain merupakan
suatu perangai mulia yang apabila dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan
Allah, ia akan menjadi salah satu dasar kejiwaan berdasarkan kebenaran iman,
ketulusan niat dan kesucian diri. Pada waktu yang bersamaan, ia merupakan
salah satu sendi yang kuat bagi jaminan sosial dan perwujudan kebaikan bagi
umat manusia.17
15
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,... h. 276.
16
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,... h. 278.
17
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,... h. 280.
e. Pemberian Maaf
Pemberian maaf merupakan suatu kemuliaan perasaan psikologis yang
meliputi rasa toleransi penyerahan hak, sekalipun orang yang memusuhi itu
adalah orang zalim. Dengan syarat, bahwa orang teraniaya itu mampu membalas
dendam bukan terhadap kehormatan ad-din dan kesucian Islam. Jika tidak
demikian, maka pemberian maaf disini bermakna suatu kehinaan, penyerahan
diri dan sikap tunduk. Maaf dengan makna dan persyaratan ini merupakan tabiat
akhlak secara murni yang menunjukkan dalamnya keimanan dan ketinggian adab
Islami.18
f. Keberanian
Keberanian merupakan suatu kekuatan psikologis yang diserap oleh
orang mukmin dari keimanan terhadap Tuhan yang diyakini sebagai kebenaran
yang ia peluk, keabadian yang ia yakini, qadar yang ia serahkan dirinya
kepadanya, tanggungjawab yang ia sadari dan pendidikan yang
menumbuhkannya. Kadar kekuatan keberanian dan mengatakan kalimat yang
haq yang dimiliki oleh seorang mu’min sesuai dengan kadar keimanannya
kepada Allah yang tiada terkalahkan, kebenaran yang tiada terabaikan, qadar
yang tidak berubah, tanggungjawab yang tiada pernah lelah dan pendidikan yang
tiada membosankan.19
2. Memelihara Hak – Hak Orang – Orang Lain
Hak – hak sosial terpenting yang harus disampaikan sebagai upaya pendidikan
kepada anak agar ia dapat melaksanakannya secara baik adalah: hak terhadap kedua
orang tua, hak terhadap saudara-saudara, hak terhadap guru, hak terhadap teman, hak
terhadap orang besar. Tugas pendidik hendaknya mengajarkan dan menanamkan semua
itu kepada anak-anak didik.
Sehingga setahap demi setahap anak dapat menghormati orang yang lebih tua
dan orang tua. Di samping itu, sejak kecilnya ia sudah dapat memahami hak orang yang
usianya lebih tua dibanding dirinya, serta berlaku sopan terhadap orang-orang yang
mempunyai kelebihan di dalam ilmu, keutamaan dan kedudukan. Jika pendidik
meletakkan dasar-dasar kesopanan dan berbuat baik kepada anak-anak, maka tidak
diragukan lagi mereka akan menghormati orang-orang yang mempunyai keutamaan,
terutama orang tua.

18
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,... h. 282.
19
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,... h. 285.
Untuk ini kita sangat membutuhkan para pendidik dan guru yang memahami
hakekat-hakekat pendidikan dalam Islam, di samping gigih di dalam menanamkan sistem
ini, maka umat Islam akan dapat mencapai akhlak sosial dan adab islami yang tinggi. Dan
ketika itu seluruh kaum mu’minin akan merasa gembira dengan terciptanya generasi yang
tumbuh, masyarakat yang mulia dan ketenteraman yang diharapkan. 20
3. Melaksanakan Adab-adab Sosial
Adab-adab sosial berkait erat dengan penanaman dasar-dasar psikhis.
Pelaksanaan adab-adab sosial secara umum berpijak pada landasan akidah iman dan
takwa, persaudaraan, kasih sayang, lebih mengutamakan orang lain dan sopan santun,
sehingga pendidikan sosial akan mencapai tujuannya yang paling tinggi. Bahkan ia akan
tampil di masyarakat dengan perangai, akhlak dan interaksi yang sangat baik sebagai
insan yang lurus, cerdas, bijak dan harmonis.
Contoh dari adab-adab sosial adalah adab makan dan minum, adab memberi
salam, adab meminta izin, adab di dalam majelis, adab berbicara, adab bergurau, adab
mengucapkan selamat, adab menjenguk orang sakit, adab bertakziyah, adab bersin dan
menguap.21
4. Pengawasan Dan Kritik Sosial
Di antara dasar sosial terpenting di dalam membentuk perangai dan mendidik
kehidupan sosial anak, adalah membiasakan anak sejak kecil untuk mengadakan
pengawasan dan kritik sosial, membina setiap individu yang dipergauli, diikuti atau
mengikuti, dan memberikan nasehat kepada setiap individu yang tampaknya
menyimpang dan menyeleweng.22 Ringkasnya, membiasakan anak sejak masa
pertumbuhannya untuk melaksanakan kewajiban memerintahkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran, yang merupakan salah satu dasar Islam yang fundamental di dalam
memelihara pendapat umum, memerangi kerusakan dan penyimpangan serta memelihara
nilai, keteladanan dan akhlak umat Islam.
Kata kunci dalam pengawasan dan kritik sosial adalah introspeksi dan menerima
kritikan orang lain. Menurut Khalil al-Musawi Introspeksi adalah salah satu bentuk
penghitungan diri, dan merupakan alat penting bagi manusia dalam memperbaiki
kesalahan-kesalahannya. Bila orang tidak mempunyai penasehat dari dalam dirinya,
maka nasihat apapun tidak bermanfaat baginya. Bila orang tidak mau menerima kritikan
dari nuraninya sendiri, maka ia tidak akan dapat menerimanya dari orang lain. Lebih
20
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,... h. 290.
21
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,... h. 300.
22
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam,... h. 310.
lanjut Khalil menyatakan, disamping melakukan introspeksi diri, seseorang juga harus
mau menerima kritikan yang dilontarkan orang lain. Orang yang mau menerima kritikan
orang lain adalah orang yang memiliki jiwa positif dan konstruktif. Mau menerima
kritikan orang lain adalah pertanda kelapangan dada, kesabaran, kemampuan
mengendalikan diri, kedalaman akal dan hikmah. 23

23
Khalil al-Musawi, Terapi Akhlak, (Jakarta: Zaytuna, 2011), h. 102-103.

Anda mungkin juga menyukai