Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST

OPERASI CRANIOTOMY

Oleh :
Sandi Candra Pratama
G3A018084

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN CRANIOTOMY

A. KOMSEP DASAR CRANIOTOMY


1. DEFINISI
Menurut Brown CV (2004), Craniotomy adalah operasi untuk membuka
tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki
kerusakan otak.
Menurut Hamilton M (2007), Craniotomy adalah operasi pengangkatan sebagian
tengkorak.
Menurut Chesnut RM (2006), Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus luka
di otak melalui lubang di tengkorak (kranium).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
Craniotomy adalah operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui
dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.

2. INDIKASI
Operasi Craniotomy dilakukan untuk pengangkatan tumor pada otak, untuk
menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari
pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi
arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak,
untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk
memeriksa otak.

3. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddarth (2000:65) gejala-gejala yang ditimbulkan pada
klien dengan craniotomy dibagi menjadi 2 yaitu
a. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF), seperti
sakit kepala, nausea atau muntah proyektit, pusin, perubahan mental, kejang.
b. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari
otak)
1) Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan,
tanda-tanda papil edema.
2) Perubahan bicara, msalnya: aphasia
3) Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
4) Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
5) Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan
konstipasi.
6) Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
7) Perubahan dalam seksual.

4. KOMPLILASI
a. Edema cerebral
b. Syok Hipovolemik
c. Hydrocephalus
d. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
e. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post
operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis
timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran
darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu
latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
f. Infeksi Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism
garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi
luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic dan
antiseptic.
g. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisiensi luka atau eviserasi.
Dehisiensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah
keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau
eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian
dilakukan.
a. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan
jejas tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.
b. MRI membantu mendiagnosis tumor. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor
yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumortumor
didalam batang otak dan daerah hipofisis.
c. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk
mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar
pengobatan dan informasi prognosis.
d. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan
letak tumor serebral.
e. Elektroensefalogram (EEG) untuk mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang.

6. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pada post craniotomy adalah
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan klien pulang Tindakan keperawatan post operasi craniotomy:
1) Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
2) Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
3) Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati jangan
sampai drain tercabut.
4) Perawatan luka operasi secara steril
5) Makanan
Pada klien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi
adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada
proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan
membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya
makanan baru diberikan jika perut tidak kembung, peristaltik usus normal,
flatus positif, bowel movement positif
6) Mobilisasi Klien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus.
7) Pemenuhan kebutuhan eliminasi Control volunteer fungsi perkemihan kembali
setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal anesthesia, infus IV,
manipulasi operasi untuk mengetahui ada tidaknya retensio urine.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer
1) Airway
Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi
kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan
oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku
dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas
tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan
airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan memperhatikan
kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi servikal sampai
terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan napas dari segala sumbatan,
benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain.
Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) <
8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai
90%. Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi
(suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
2) Breathing
Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada
yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest
dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)
sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan
harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk
dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke
dalam paru.
Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau
tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda
akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang
cepat-takipneu mungkin menunjukkan kekurangan oksigen. Gunakan pulse
oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan
perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang
adekuat.

3) Circulation
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-
tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut
tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE
(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan
atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK
(Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.

4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak

5) Exposure dengan menghindari hipotermia.


Semua pakaian yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada
cedera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus
dilakukan secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi

b. Pengkajian skunder
1) Biodata klien
2) Berisi tentang :
Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No. Medical
Record, NamaSuami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat,
TanggalPengkajian.
3) Keluhan utama :
klien dengan meningioma biasanya mengeluh nyeri kepala, muntah,
papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau
penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
hilangnya ketajaman atau diplopia.
4) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, seperti adakah riwayat jatuh,
atau angota keluarga yang menderita meningioma.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS <
15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang
positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus
cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak
karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V,
VII, IX, XII.
b) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
c) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
d) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat tumor pada otak. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
e) Bladder pada post craniotomy sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
f) Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
g) Bone
Pada klien dengan meningioma sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu
dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

c. Diagnose Keperawatan
Menurut Nurarif (2013) diagnosa keeprawatan yang muncul adalah sebagai
berikut:
Pre operasi
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK,
edema serebri, hematoma.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan medulla oblongata.
3) Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya operasi

Intra operasi
1) Perdarahan berhubungan dengan insisi pembedahan
Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal,
distensi kandung kemih/abdomen.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah.

d. Intervensi
1) Pre operasi
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
TIK, edema serebri, hematoma.
Tujuan: perfusi jaringan baik
Kriteria hasil: Tanda vital stabil (TD: 120/80-140/90 mmHg, Nadi:60-100
x/mnt, RR: 16-24x/mnt), tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (pupil edema,
muntah proyektil, nyeri kepala ), orientasi baik.
Intervensi:
a) Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan
otak dan potensial peningkatan TIK.
b) Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK.
c) Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar GCS.
d) Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
e) Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
f) Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
g) Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan
yang tenang.
h) Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
i) Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat
ditoleransi.
j) Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
k) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
l) Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan,
analgetik, sedatif, antipiretik.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan medulla
oblongata.
Tujuan : pola napas normal.
Kriteria hasil: pola nafas efektif dibuktikan dengan status pernapasan, status
ventilasi, dan pernapasan tidak terganggu), GDA dalam batas normal (pH:
7.35-7.45, PCO2: 35-45, HCO3: 21-26), tidak terjadi sianosis.
Intervensi:
a) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
b) Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien
untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
c) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
d) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien
sadar.
e) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15
detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
f) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
g) Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
h) Lakukan ronsen thoraks ulang.
i) Berikan oksigen.
j) Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya operasi
Tujuan : Ansietas dapat teratasi
Kriteria Hasil :
 Pasien tampak siap untuk menjalankan operasi
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif
 Pasien mengetahui tujuan dilakukannya operasi

Intervensi:
a) Kaji tingkat kecemasan pasien
b) Berikan informasi yang adekuat tentang prosedur operasi
c) Ajarkan teknik relaksasi
d) Berikan semangat dan motivai kepeda pasien

2) Intra operasi
Perdarahan berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan : perdarahan minimal atau tidak terjadi
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda syok akibat perdarahan yang berlebihan
Intervensi :
a) Siapkan kantong darah sesuai golongan darah pasien untuk transfusi klien
b) Siapkan suction pump atau kassa untuk menekan perdarahan agar
perdarahan tidak lebih banyak.
c) Monitor keluaran darah/perdarahan.
d) Post Operasi
Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek
hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuan : Nyeri berkurang
Kriteria hasil :
 Nyeri hilang atau terkontrol (skala nyeri 1-0).
 Tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.
 Ekspresi wajah menyeringai
Intervensi :
a) Kaji nyeri dengan PQRST, catat lokasi, karakteristik, beratnya skala (0-
10).
b) Kontrol lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap nyeri seperti suhu,
suara, dll.
c) Ajarkan pasien teknik non farmakologis seperti nafas dalam.
d) Berikan aktivitas hiburan.
e) Kolaborasi dengan berikan analgesik sesuai indikasi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah.
Tujuan : tidak terjadi infeksi dan tidak adanya tanda-tanda infeksi, suhu tubuh
dalam batas normal (36.5 0C-37.5 0C).
Intervensi :
a) Monitor tanda-tanda infeksi sistemik maupun lokal.
b) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
c) Pertahankan lingkungan aseptik dalam melakukan tindakan ganti balut
luka post operasi craniotomy.
d) Batasi pengunjung bila perlu.
e) Dorong intake nutrisi yang cukup pada klien.
f) Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik.

e. Evaluasi
1) Pre Operasi
 Perfusi jaringan baik
 Pola nafas efektif.
 Ansietas berkurang.
2) Intra Operasi
 Perdarahan minimal
3) Post Operasi
 Nyeri berkurang
 Tidak terjadi infeksi dan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
DAFTAR PUATAKA

Brain Trauma Foundation, AANS, Joint Section of Neurotrauma and Critical Care. Guidelines
for the management of severe head injury. J Neurotrauma.

Brown CV, Weng J, Oh D, et al. Does routine serial computed tomography of the head influence
management of traumatic brain injury? A prospective evaluation. J Trauma. Nov 2004.

Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J, et al. Surgical management of acute subdural hematomas.
Neurosurgery. Mar 2006.

Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in pupillary size in
severe head injury: relation to lesion type and location. Neurosurgery. May 1994.

Guilburd JN, Sviri GE. Role of dural fenestrations in acute subdural hematoma. J Neurosurg.
Aug 2001.

Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas


Indonesia; 2003. Hal 393-4.

Focusing on tumor meningioma [20 November 2010]. Availble from:


http://www.abta.org/meningioma.pdf

Anda mungkin juga menyukai