Anda di halaman 1dari 18

Jurnal

 Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  


 

POLA KOMUNIKASI ANTARPRIBADI


DALAM PENGASUHAN ANAK : KASUS ORANG TUA
BEDA AGAMA

Interpersonal Communication Patterns in Parenting:


The Case of Parents with Different Religion

Andi Subhan Amir dan Trianasari

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui pola komunikasi orang tua yang berbeda agama
dalam pengasuhan anak; (2) Untuk mengetahui faktor – faktor penghambat dalam komunikasi keluarga
beda agama dalam mengasuh anak. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dan berlokasi di
Makassar. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 3 keluarga yang terdiri dari orang tua yang
berbeda agama. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif- kualitatif,
yaitu dengan menggambarkan. Memberikan informasi dan penjelasan tentang masalah yang diteliti
berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam terhadap informan. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan dua cara, yakni melalui data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
wawancara dan observasi. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan pengumpulan literature yang
berkaitan dengan penelitian ini. Keseluruhan data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisi
secara deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa orang tua yang berbeda agama
memiliki pola komunikasi yang otoriter, dan ada pula yang memiliki pola komunikasi demokratis.
Orang tua yang otoriter cenderung memaksakan pilihan anak karena kurangnya komunikasi antar
pribadi yang efektif dengan anak. Sedangkan mereka yang memiliki pola komunikasi demokratis,
lebih membebaskan kepada anak dalam menentukan pilihannya. Orang tua yang demokratis lebih
memiliki komunikasi antar pribadi yang lebih efektif.

Kata kunci : komunikasi antarpribadi, pengasuhan anak, beda agama

Abstract

The purpose of this study were: (1) To determine the communication patterns of parents with different
religions in child care, (2) To determine the factors inhibiting the communication interfaith families in
parenting. The study lasted for 3 months and is located in Makassar. The population in this study was
three families consisting of parents with different faiths. The research method used in this research is
descriptive-qualitative, ie by describing. Provide information and an explanation of the issues, based on
the observation and depth interviews with informants. Data were collected in two ways, namely
through primary and secondary data. The primary data were obtained from interviews and
observations. Secondary data were obtained from the literature and a collection of literature related to
this study. Overall data were then collected and analyzed by descriptive-qualitative. The results of this
study showed that parents with different religions have authoritarian patterns of communication, and
others who have a pattern of democratic communication. Authoritarian parents tend to force selection
of children due to lack of effective interpersonal communication with the child. While those who have
a pattern of democratic communication, better unleashing the child in determining his choice. Parents
who had more democratic interpersonal communication, have more effective communication.

Key words: interpersonal communication, parenting, interfaith

12  
 
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

PENDAHULUAN salah satunya ikut menganut agama


pihak lainnya. (www.asiamaya.com)
Negara indonesia adalah negara Namun nyatanya fenomena ini
majemuk. Keadaan masyarakat masih saja terjadi. Kebanyakan
Indonesia yang majemuk menjadikan diantara mereka yang melakukan
pergaulan di masyarakat semakin luas pernikahan beda agama karena atas
dan beragam. Beragam suku, budaya, dasar cinta. Undang- undang pun tidak
ras, dan agama menghiasi Indonesia. berlaku bagi mereka. Kebanyakan dari
Keanekaragaman inilah yang membuat mereka melakukan pernikahan beda
sebagian masyarakat di Indonesia agama di luar negeri atau sengaja
mengalami fenomena pernikahan masuk ke salah satu agama lalu
campuran seperti pernikahan beda menikah dengan agama tersebut dan
agama yang semakin marak terjadi. kemudian akhirnya kembali memeluk
Seorang muslim sekarang ini lebih agamanya semula. Inilah yang
berani untuk memilih pendamping menyebabkan semakin banyaknya
hidup non-muslim dibanding dengan keluarga beda agama yang kita temui.
sesama muslim. Beberapa artis yang Pernikahan beda agama selama ini
terlibat pernikahan beda agama seperti banyak menimbulkan pro dan kontra di
Lidya Kandau dengan Jamal Mirdad, masyarakat. Meskipun pernikahan
Dewi Yull dengan Ray Sahetapi, Yuni beda agama akan menyatukan
Shara dengan Henry Siahaan, Adry hubungan kemanusiaan antar pemeluk
Subono dengan Chrisye, Ari Sihasale beda agama. Bahkan pernikahan beda
dengan Nia Zulkarnaen, Frans dengan agama justru dapat mengurangi konflik
Amara, Titi Kamal dengan Christian agama yang sering terjadi di Indonesia
Sugiono, dan lain-lain. tetapi pernikahan beda agama jelas
Di Indonesia sendiri pernikahan tidak diperbolehkan oleh agama dan
beda agam tidak diperbolehkan. Hal ini juga negara karena dapat menimbulkan
sesuai dalam pasal 1 UU Perkawinan permasalahan dalam keluarga kelak
No.1 Tahun 1974 memberikan terutama dalam pemilihan agama anak.
pengertian tentang perkawinan yaitu : Pemilihan agama pada anak pun
“Ikatan lahir batin antara pria dengan seharusnya selalu disertai dengan
seorang wanita sebagai suami istri penuh rasa toleransi antar masing –
dengan tujuan membentuk keluarga masing agama.
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal Perbedaan kepercayaan (agama)
berdasarkan KeTuhanan Yang Maha dalam suatu keluarga bisa menjadi
Esa”. Berarti dituntut, bila akan awal dari sebuah kesalahpahaman
melaksanakan perrkawinan, dasari atas (miss communication). Setiap agama
ikatan lahir batin. memiliki aturan yang berbeda-beda,
Sedang dalam pasal 2 UU hal itu yang sering nampak dewasa ini,
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, baik itu gaya hidup maupun dalam
“Perkawinan sah, apabila dilakukan menyikapi satu permasalahan. Tidak
menurut hokum masing – masing hanya pada pada pasangan suami istri
agamanya dan kepercayaannya itu”. tetapi juga hubungan dengan anak.
Artinya pihak yang akan kawin Dalam keluarga beda agama sering
menganut agama yang sama. Jika terjadi perbedaan pendapat atau
kedua – duanya itu berlainan agama perbedaan cara berkomunikasi antara
menurut ketentuan dalam UU orang tua dengan anak terutama bagi
Perkawinan dan peraturan – peraturan orang tua yang memiliki anak yang
pelaksananya, maka perkawiana tidak berbeda agama pula. Tentu ini
dapat dilangsungkan, kecuali apabila menjadi kendala bagi orang tua

13  
 
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

khususnya pada pola komunikasi anggota keluarga jarang berbicara dan


mereka dalam mengasuh anak. tidak mau mendengarkan atau
Meskipun dalam keluarga berbeda memberikan respon ketika anggota
agama yang selama ini kita jumpai keluarga yang lain mengajaknya
jarang mengalami permasalahan, berbicara atau hanya diam dan
namun pada kenyataannya tidak semua mengikuti perintah dari orang tua
keluarga yang berbeda agama hidup karena takut. Sudah pasti keluarga itu
dengan damai. Keluarga dengan latar tidak akan saling mengenal atau
belakang beda agama agama seperti mempunyai hubungan dekat satu
yang seharusnya berdiri dan tumbuh dengan yang lain. Mereka hanya akan
atas dasar cinta dan toleransi beragama seperti orang asing yang berkumpul
justru juga sering terjadi konflik dan dalam satu atap rumah.
permasalahan didalamnya. Salah satu Meskipun demikian, menjalin
konflik yang terjadi dalam keluarga komunikasi yang baik antaranggota
yang berbeda agama ini disebabkan keluarga bukanlah hal yang mudah.
karena orang tua yang bersikap otoriter Sudah menjadi tanggung jawab setiap
dan memaksa anak melakukan sesuatu anggota keluarga untuk terus
sesuai kehendak orang tua. Perbedaan mengusahakan, memelihara, dan
agama dapat menjadi salah satu alasan mempertahanlan agar komunikasi
orang tua bersikap otoriter. Ego orang dapat terus berjalan baik. Namun,
tua dan anak dapat menjadi pemicu meskipun telah diusahakan, terkadang
terjadinya konflik dalam suatu komunikasi itu masih tidak bisa terjalin
keluarga beda agama. Orang tua yang dengan baik. Perbedaan pendapat,
pada dasarnya menginginkan agar anak kebutuhan, sifat, atau kemampuan
mengikuti pilihannya namun masing-masing anggota keluarga bisa
kenyataannya tidak justru semakin menjadi penyebab ketidaklancaran
menimbulkan sikap egois dari orang komunikasi keluarga. Itulah sebabnya
tua. Keinginan orang tua mungkin peneliti tertarik melakukan penelitian
berbeda dengan anak. Begitupun dengan judul “Pola Komunikasi
sebaliknya. Bahkan keingin dari salah Antarpribadi dalam Pengasuhan
satu orang tua yang tidak sesuai Anak: Studi Kasus Orang Tua Beda
dengan anak dapat menyebabkan Agama).”
terjadinya konflik dan permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas
dalam keluarga. Lalu bagaimana dalam maka peneliti ingin menguraikan:
sebuah keluarga yang berbeda agama 1. Bagaimana pola komunikasi
ini bisa mempertahankan hubungan keluarga yang berbeda agama dalam
keluarga mereka. pengasuhan anak?
Konflik dalam keluarga yang 2. Apa faktor penghambat dalam
berbeda agama bisa saja tidak terjadi komunikasi keluarga beda agama
pada keluarga yang memiliki rasa dalam pengasuhan anak?
tolerani yang tinggi. Orang tua yang
memiliki sikap toleransi dan bersikap LANDASAN TEORITIS
demokratis tentu dapat mengurangi
terjadinya permasalahan dalam Dalam penelitian pola komunikasi
keluarga. orang tua yang berbeda agama dalam
Komunikasi yang terjalin dengan pengasuhan anak erat kaitannya
baik antaranggota keluarga memiliki dengan komunikasi antarpribadi.
peranan yang penting untuk Komunikasi antar pribadi yang terjalin
mempertahankan keutuhan keluarga. dalam keluarga, memudahkan orang
Bayangkan bila seandainya tiap

14  
 
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

tua mendidik serta mengasuh anak 7. Fungsi Rekreatif dilihat dari


secara lebih efektif. bagaimana menciptakan suasana
Menurut Salvicion dan Celis di yang menyenangkan dalam keluar-
dalam keluarga terdapat dua atau lebih ga, seperti acara nonton TV
dari dua pribadi yang tergabung karena bersama, bercerita tentang pengala-
hubungan darah, hubungan perkawinan man masing-masing, dan lainnya.
atau pengangkatan, di hidupnya dalam 8. Fungsi Biologis dilihat dari bagai-
satu rumah tangga, berinteraksi satu mana keluarga meneruskan keturu-
sama lain dan di dalam perannya nan sebagai generasi selanjutnya.
masing-masing dan menciptakan serta 9. Memberikan kasih sayang,
mempertahankan suatu kebudayaan. perhatian, dan rasa aman di antara
(www.wikipedia.org) keluarga, serta membina pen-
dewasaan kepribadian anggota
Fungsi yang dijalankan keluarga keluarga.
adalah:
Komunikasi antarpribadi dalam
1. Fungsi Pendidikan dilihat dari keluarga dijelaskan dalam defenisi
bagaimana keluarga mendidik dan komunikasi antarpribadi berdasarkan
menyekolahkan anak untuk hubungan diadik (Relational Dyadic),
mempersiapkan kedewasaan dan yaitu komunikasi yang berlangsung
masa depan anak diantara dua orang yang mempunyai
2. Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari hubungan yang mantap dan jelas
bagaimana keluarga mempersiapkan (Joseph A. Devito dalam Rosmawaty,
anak menjadi anggota masyarakat 2010 :71).
yang baik. Dalam komunikasi antarpribadi
3. Fungsi Perlindungan dilihat dari dalam keluarga khususnya dalam
bagaimana keluarga melindungi keluarga yang berbeda agama antara
anak sehingga anggota keluarga orang tua dan anak bukanlah hal yang
merasa terlindung dan merasa aman. mudah. Masing-masing anggota
4. Fungsi Perasaan dilihat dari keluarga harus memiliki kesadaran
bagaimana keluarga secara instuitif akan pentingnya membina hubungan
merasakan perasaan dan suasana baik demi berlangsungnya komunikasi
anak dan anggota yang lain dalam antarpribadi yang baik.
berkomunikasi dan berinteraksi De Vito dalam Budyatna, (1994:
antar sesama anggota keluarga. 199) juga mengemukakan suatu
Sehingga saling pengertian satu komunikasi antar pribadi mengandung
sama lain dalam menumbuhkan ciri-ciri:
keharmonisan dalam keluarga. 1. Keterbukaan (Openess), yaitu
5. Fungsi Agama dilihat dari bagaima- kemauan menanggapi dengan
na keluarga memperkenalkan dan senang hati informasi yang
mengajak anak dan anggota diterima di dalam menghadapi
keluarga lain melalui kepala hubungan antar pribadi.
keluarga menanamkan keyakinan 2. Empati (Empathy), yaitu
yang mengatur kehidupan kini dan merasakan apa yang dirasakan
kehidupan lain setelah dunia. orang lain.
6. Fungsi Ekonomi dilihat dari bagai- 3. Dukungan (Supportiveness), yaitu
mana kepala keluarga mencari situasi yang terbuka untuk
penghasilan, mengatur penghasilan mendukung komunikasi
sedemikian rupa sehingga dapat berlangsung efektif.
memenuhi rkebutuhan-kebutuhan
keluarga.

15  
 
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

4. Rasa positif (positiveness), sebagainya. (Wilbur Schramm dalam


seseorang harus memiliki perasaan Effendy 2003:61). Ini berarti bahwa
positif terhadap dirinya, faktor kesamaan agama dapat
mendorong orang lain lebih aktif memungkinkan kedekatan lebih antara
berpartisipasi, dan menciptakan orang tua dan anak.
situasi komunikasi kondusif untuk Komunikasi interpersonal melalui
interaksi yang efektif. dialog tidak terlepas dari adanya
5. Kesetaraan atau kesamaan hubungan interaksi yang terjadi antara
(Equality), yaitu pengakuan secara seseorang dengan orang lain.
diam- diam Hubungan merupakan hal yang penting
bahwa kedua belah pihak dalam menciptakan komunikasi
menghargai, berguna, dan interpersonal. Karya dari Paul
mempunyai sesuatu yang penting Watzlawik, Janet Beavin, dan Don
untuk disumbangkan. Jackson tentang penelitian mengenai
hubungan yang menjadi dasar
Jonseph A. Devito ( Devito dalam
komunikasi interpersonal dari sudut
Effendi 2003 : 59-60) dalam bukunya
pandang sosiopsikologis yaitu
”The Interpersonal Communication
hubungan interaksi yang terjadi untuk
Book” mendefinisikan komunikasi
melihat sejauh mana peran hubungan,
interpersonal sebagai: ”Proses
bagaimana terbentuknya, mem-
pengiriman dan penerimaan pesan-
pertahankan dan bagaimana hubungan
pesan antara dua orang atau di antara
berubah dalam komunikasi
sekelompok kecil orang-orang dengan
interpersonal. Dalam keluarga,
beberapa efek dan beberapa umpan
hubungan antara orang tua dan anak
balik seketika”. (The process of
ditentukan sejauh mana mereka
sending and receiving message
berkomunikasi. Orang tua dengan
between two persons, or among a
tingkat komunikasi yang aktif tentu
small group of person, with some effect
memiliki hubungan yang lebih erat
and some immediate feedback)
dibanding dengan orang tua yang
Berdasarkan pandangan Devito
cenderung pasif dan jarang
ini, dapat disimpulkan bahwa
berkomunikasi dengan anak.
komunikasi antar pribadi dapat
Menurut Yusuf ( Fajarwati, 2011 )
berlangsung antara dua orang yang
pola komunikasi orangtua dapat
saling bercakap atau berdialog secara
diidentifikasikan menjadi 3, yaitu:
langsung.
Komunikasi antar pribadi melalui 1. Pola komunikasi membebaskan (
dialog juga dapat mempengaruhi Permissive )
tingkat keakraban seseorang dengan Pola komunikasi permisif ditandai
orang lain. Komunikasi secara dengan adanya kebebasan tanpa batas
horizontal selalu menimbulkan derajat kepada anak untuk berbuat dan
keakraban yang lebih tinggi dibanding berperilaku sesuai dengan keinginan
komunikasi secara vertikal. Yang anak. Pola komunikasi permisif atau
dimaksud horizontal adalah dikenal pula dengan Pola komunikasi
komunikasi antara orang – orang yang serba membiarkan adalah orangtua
memiliki kesamaan frame of reference yang bersikap mengalah, menuruti
(kerangka referensi) atau bidang semua keinginan, melindungi secara
pengalaman. Seseorang yang memiliki berlebihan, serta memberikan atau
kesamaan dalam frame of reference itu memenuhi semua keinginan anak
adalah mereka yang sama atau hampir secara berlebihan.
sama dalam tingkat pendidikan, jenis
profesi, agama, bangsa, hobi, dan
16  
 
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

2. Pola komunikasi Otoriter


Pola komunikasi otoriter ditandai 3. Pola komunikasi Demokratis
dengan orangtua yang melarang Pola komunikasi orangtua yang
anaknya dengan mengorbankan demokratis pada umumnya ditandai
otonomi anak. Pola komunikasi dengan adanya sikap terbuka antara
otoriter mempunyai aturan – aturan orangtua dan anak. Mereka membuat
yang kaku dari orangtua. Dalam pola semacam aturan – aturan yang
komunikasi ini sikap penerimaan disepakati bersama. Orangtua yang
rendah, namun kontrolnya tinggi, suka demokratis ini yaitu orangtua yang
menghukum, bersikap mengkomando, mencoba menghargai kemampuan
mengharuskan anak untuk melakukan anak secara langsung.
sesuatu tanpa kompromi, bersikap Dalam pola komunikasi orang tua
kaku, cendenrung emosinal dan inilah yang akan menggambarkan
bersikap menolak. Biasanya anak akan bagaimana pola komunikasi orang tua
merasa mudah tersinggung, penakut, yang berbeda agama dalam mengasuh
pemurung dan merasa tidak bahagia, anak dengan latar belakang agama
mudah terpengaruh, stress, tidak yang berbeda. Kerangka konseptual
mempunyai arah masa depan yang digambarkan dalam bagan berikut :
jelas serta tidak bersahabat.

Orang Tua Berbeda Agama

AYAH KOMUNIKASI
ANTAR PRIBADI ANAK
(INTERPERSONAL
COMMUNICATION)  

IBU

1. Keterbukaan (Openess)
2. Empati (Empathy)
3. Dukungan (Supportiveness)
4. Rasa positif (positiveness)
5. Kesetaraan atau kesamaan
(Equality)

 
Tipe-Tipe Pola Komunikasi
Orang Tua Kepada Anak :
1. Pola Komunikasi Permisif
2. Pola Komunikasi Otoriter
3. Pola Kom. Demokrasi
 

17  
 
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

METODE PENELITIAN akan menjadi informan dalam


penelitian ini adalah :
Penelitian ini dilakukan di
Makassar. Dalam waktu 3 (tiga) bulan 1. Keluarga yang terdiri dari suami
dimulai, yakni Juli 2012 – September istri yang berbeda agama.
2012. Penelitian ini menggunakan tipe 2. Memiliki anak lebih dari satu
penelitian Deskriptif – kualitatif yaitu 3. Berdomisili di Makassar
yaitu dengann format studi kasus Informan dalam penelitian ini
yang menggunakan sebanyak mungkin sebanyak tiga keluarga yang terdiri
data yang mana bertujuan untuk dari suami istri yang berbeda agama.
meneliti, menguraikan dan Informan pertama merupakan keluarga
menjelaskan berbagai aspek individu dengan latar belakang suami beragama
atau kelompok tentang masalah yang islam dan istri beragama kristen dan
diteliti berdasarkan observasi, anak berjumlah 3 orang, 1 beragama
dokumentasi, dan wawancara islam dan 2 beragama kristen. Mereka
mendalam terhadap informan. menikah tahun 1991 dengan menikah
Penelitian ini menggunakan dua secara islam. Pada tahun 2003, istri
teknik pengumpulan data yakni (1) akhirnya memutuskan untuk kembali
Data primer, yaitu data yang ke agamanya dan diikuti oleh kedua
diperoleh melalui penelitian lapangan anaknya.
secara langsung menemui para Informan kedua merupakan
informan yang dilakukan dengan keluarga dengan latar belakang suami
cara yaitu : Wawancara, yaitu beragama kristen dan istri beragama
percakapan antara periset yang islam. Mereka menikah tahun 1978 dan
berharap mendapatkan informasi dikaruniai anak 4 orang anak dengan
penting tentang suatu objek. Observasi, seluruhnya beragama islam. Saat
yaitu peneliti mengamati langsung menikah mereka melakukan
objek yang diteliti dengan bentuk pernikahan tanpa ada pihak yang
observasi non partisipan, yaitu berpindah agama. Dan pernikahan
observasi dimana peneliti tidak mereka tercatat dalam catatan sipil
memposisikan diri sebagai anggota republik Indonesia.
kelompok yang diteliti. (2) Data Informan ketiga merupakan
sekunder, yaitu data yang diperoleh keluarga dengan latar belakang suami
dari studi pustaka dengan beragama islam, istri beragama kristen.
mengumpulkan dan membaca Mempunyai 4 orang anak, 3
beberapa literature yang memiliki diantaranya beragama islam dan satu
hubungan atau keterkaitan dengan beragama kristen. Pada saat menikah,
penelitian ini. istri berpindah agama ikut dengan
Dalam penelitian ini peneliti suami namun ditengah jalan pernikahn,
mengambil sampel menggunakan istri memutuskan untuk kembali ke
teknik purposive sampling (sampling agamanya sampai sekarang.
purposif) yaitu teknik pengambilan Untuk menganalisis data pada
sampel atas dasar kriteria-kriteria penelitian ini, maka peneliti menggunakan
tertentu berdasarkan tujuan riset teknik deskriptif kualitatif dengan
dengan jumlah informan berjumlah 3 penekanan utama pada penelitian sumber,
(tiga) keluarga sesuai dengan fokus mengungkapkan fakta (menguraikan data
penelitian kualitatif yaitu dilakukan dengan mendeskripsikan data yang
dengan jumlah sedikit dan tidak ada diperoleh dari penelitian, baik data primer
ukuran pasti dan mendalam. Adapun maupun data sekunder) dengan
kharakteristik informan yang ditetap- menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti, kemudian data yang diperoleh

  18  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

diuraikan serta dikembangkan berdasarkan permisif, otoriter,atau demokratis


teori yang ada. Maka akan diperoleh antara orang tua dan anak sebagai
gambaran jelas mengenai pola komunikasi suatu kewajiban yang tidak memaksa.
orang tua yang berbeda agama dalam
mengasuh anak dari perspektif komunikasi
1. Pola Komunikasi Orang Tua
interpersonal.
yang Berbeda Agama dalam
HASIL PENELITIAN DAN Mengasuh Anak
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang di-
Komunikasi antara orang tua dan temukan bahwa pola komunikasi yang
anak merupakan salah satu bentuk diterapkan oleh masing –masing orang
hubungan antar pribadi yang memiliki tua yang terdiri dari ayah dan ibu yang
ciri sendiri ditinjau dari perspektif berbeda agama dalam mengasuh anak
situasinya yang tatap muka dalam adalah mereka saling berbeda. Seperti
lingkup hubungan kekeluargaan yang pada kasus keluarga infornan A.
bersumber dari hubungan darah. Pada Pola komunikasi pada kasus
prinsipnya hubungan darah yang erat keluarga A, ayah dengan agama yang
disertai dengan rasa emosional dapat sama dengan anak cenderung kurang
menghasilkan komunikasi yang efektif. berkomunikasi dengan anak. Karakter
Komunikasi yang efektif harus ayah yang pasif membuat komunikasi
senantiasa ada dalam hubungan dengan anak tidak berjalan efektif,
komunikasi antara orang tua dan anak ayah juga kurang memberi dukungan
sebagai suatu hubungan permanen khususnya dalam memberi kebebasan
yang diikat oleh pertalian darah, norma anak dalam menentukan pilihan agama
agama, serta norma sosial yang tinggi. anak. Hal ini berbeda dengan karakter
Berdasarkan hasil penelitian ibu dengan agama yang berbeda
dengan menggunakan deskriptif dengan anak yang lebih cenderung
kualitatif, maka dalam pembahasan ini lebih komunikatif dengan anak dengan
akan diuraikan dan dianalisis secara bersikap terbuka dalam setiap
rinci sesuai dengan teori yang penulis permasalahan keluarga sehingga sering
gunakan, agar rumusan masalah dapat terjadi interaksi yang lebih efektif.
terjawab. Rumusan masalah yang Pada kasus keluarga A dan C, pola
dimakasud adalah bagaimana pola komunikasi yang terjalin antara orang
komunikasi orangtua yang berbeda tua dan anak kurang terjalin dengan
agama dalam mengasuh anak dan apa baik. Antara orang tua dimana ayah
faktor penndukung dan penghambat dan anak kurang melakukan aktifitas
dalam komunikasi orang tua yang komunikasi karena faktor kesibukan
berbeda agama dalam mengasuh anak. dan terlebih lagi jarak tempat tinggal
Dalam pembahasan ini, penulis ayah yang jauh dari anak seperti kasus
akan membahas pokok-pokok keluarga A membuat anak tidak
permasalahan yang telah diuraikan terbiasa untuk menceritakan masalah
pada bab sebelumnya berdasarkan teori dengan ayah. Meskipun anak memiliki
yang digunakan dari Joseph A. Devito. agama yang sama dengan ayah, namun
Komunikasi antara orang tua dan anak ayah kurang menunjukkan rasa positif
yang dimaksudkan ini adalah dalam dengan memberikan perhatian kepada
bentuk keterbukaan, dukungan, anak sehingga anak juga membatasi
perilaku positif, empati dan kesetaraan diri untuk berkomunikasi dengan ayah.
antara orang tua dan anak sehingga Pada kasus keluarga B, pola
terbentuk pola komunikasi orang tua komunikasi yang terjalin antara orang
yang berbeda agama dalam bentuk tua dan anak juga kurang baik. Antara

  19  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

orang tua yang Ayah berbeda agama di rumah sehingga memiliki waktu
dengan anak dan ibu yang beragama yang lebih banyak berkomunikasi
sama dengan anak memberikan dengan anak.
komunikasi antar pribadi yang kurang De Vito dalam Budyatna, (1994:
efektif dalam berkomunikasi dengan 199) juga mengemukakan suatu
anak. Orang tua cenderung kurang komunikasi antar pribadi mengandung
terbuka pada anak. hal ini terlihat dari ciri-ciri Keterbukaan, Empati,
jarangnya orang tua menceritakan Dukungan, Rasa Positif, dan
masalah mereka pada anak. Meskipun Kesetaraan. Kelima unsur ini masing –
orang tua berusaha untuk memberi masing berbeda penerapannya pada
dukungan kepada anak, dengan setiap keluarga. Dalam pola
memberi kebebasan pada anak dalam komunikasi orang tua yang berbeda
menentukan pilihannya namun, dalam agama, komunikasi yang diterapkan
orang tua yang bersikap cuek terhadap pun berbeda satu sama lainnya.
masalah anak karena orangtua kurang Perbedaan muncul dari sikap orang tua
inisiatif melakukan komunikasi antar yang berbeda agama dalam menangani
pribadi dengan anak sehingga masalah anak. Perbedaan yang muncul
membuat komunikasi diantara sebagai wujud pola komunikasi
keduanya tidak berjalan efektif masing- masing orang tua kepada
Pada kasus keluarga A, orang tua anaknya.
terutama Ayah jelas kurang 1. Keterbukaan (Openess),
berkomunikasi dengan anak. Ayah yaitu kemauan menanggapi dengan
pada keluarga A sibuk bekerja, pasif, senang hati informasi yang diterima di
dan jarang ada di rumah. Sedangkan dalam menghadapi hubungan antar
ibu sebagai ibu rumah tangga, lebih pribadi. Keterbukaan sangat diperlukan
sering berkomunikasi dengan anak dalam membina komunikasi antar
setiap kali bertemu, misalnya sebelum pribadi yang efektif antara orang tua
anak berangkat ke sekolah atau juga dan anak. Sikap terbuka juga
malam hari setelah pulang dari mendorong timbulnya saling
beraktifitas. Sehingga anak terbiasa pengertian, saling menghargai dan
berkomunikasi dengan ibu dan anak paling penting saling mengembangkan
menjadi lebih nyaman bercerita hubungan antar pribadi kepada kedua
masalahnya kepada ibu. pihak yang menjalin hubungan. Orang
Pada kasus keluarga B, meskipun tua dan anak harus saling terbuka,
orang tua terutama ibu yang sibuk tidak tertutup dan jelas dalam
bekerja namun ibu dan ayah tetap mengirim dan menyampaikan pesan.
memiliki waktu luang untuk Dalam kasus ini orang tua harus
berkomunikasi dengan anak atau terbuka dalam menyampaikan pesan
sekedar berkumpul dengan keluarga. kepada anak, begitupun anak tidak
Walaupun hal yang dibicarakan kurang tertutup dalam menyampaikan pesan
berisi tentang permasalahan pribadi kepada orang tua meskipun dengan
orang tua dan anak. agama yang berbeda. Pesan yang jelas
Sedangkan pada kasus keluarga C, dan terbuka inilah yang diharapkan
komunikasi yang efektif hanya terjalin mampu membentuk pola komunikasi
pada hubungan anak dan ibu, yang diterapkan orang tua yang
sedangkan ayah kurang memiliki berbeda agama.
waktu luang berkomunikasi dengan Pada keluarga A, ayah yang
anak karena sibuk bekerja. Sedangkan seorang muslim sama dengan anak
ibu lebih banyak berkomunikasi justru tertutup pada anak dalam
dengan anak karena ibu setiap hari ada membicarakan masalah, begitupun

  20  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

dengan anak. jarangnya interaksi yang mereka, dimana posisi mereka dan
terjalin diantara keduanya kemana mereka nanti dan tidak terlalu
menyebabkan anak tidak merasa menilai apakah mereka itu salah atau
nyaman saat berada di dekat ayah. benar.
Sifat ayah yang kaku dan keras Dari hasil penelitian yang
membuat anak menjadi takut untuk dilakukan pada ketiga informan ini
berkomunikasi lama dengan ayah. ditemukan sikap empati yang cukup.
Sedangkan ibu yang memiliki agama Ketiga informan menerapkan sikap
yang berbeda dengan anak terlihat jauh empati kepada anak dengan perilaku
lebih terbuka dari ayah. Ibu justru yang berbeda-beda dalam menangani
lebih sering bercerita tentang masalah masalah anak. Kemampuan orang tua
dengan anak membuat anak terbiasa dalam mengerti dan memahami
berkomunikasi dengan ibu sehingga masalah anak terlihat dalam bentuk
membuat interaksi dan hubungan perhatian yang ditunjukkan orang tua
keduanya lebih baik. dalam membantu anak mengatasi
Dalam kasus keluarga B, keluarga masalahnya. Seperti hasil wawancara
ini ayah dan ibu tertutup dan jarang yang diperoleh dari informan A dan B,
berkomunikasi dengan anak dalam bahwa pada umumnya orang tua
setiap masalah. Orang tua khususnya dengan latar belakang agama yang
ayah yang tidak mau melibatkan anak berbeda juga memiliki rasa empati
dalam permasalahan keluarga yang cukup besar pada masalah yang
membuat anak juga jarang terjadi pada anak, meskipun anak
menceritakan masalah pribadi mereka berbeda agama dengan ibu seperti pada
pada orang tua. , Sedangkan ibu hanya kasus keluarga A dan C dan anak
terbuka hanya pada salah satu anaknya berbeda dengan ayah seperti kasus
yang sama-sama sudah memiliki keluarga B . Ibu yang berbeda agama
keluarga. dengan anak mampu memahami setiap
Sedangkan pada kasus keluarga C, masalah yang dihadapi anak dengan
ayah yang juga memiliki agama yang memberikan solusi dan nasehat-
sama dengan anak kurang terbuka nasehat terhadap masalah anak
dalam berkomunikasi dengan anak. sehingga semua dapat diatasi bersama.
Ayah yang sibuk bekerja jarang Pada keluarga C pun demikian, ibu
menceritakan masalah pada anak. memiliki rasa empati yang lebih
kesibukan ayah bekerja membuat tidak dari.ayah,
adanya waktu untuk berkomunikasi Sedangkan keluarga B, orang tua
secara efektif antara ayah dan anak. terutama ayah yang berbeda agama
Berbeda dengan ibu yang jauh lebih dengan anaknya memiliki rasa empati
terbuka pada anak. Setiap masalah yang lebih besar dari ibu,
akan diceritakan pada anak-anaknya Hal ini seharusnya yang dilakukan
melalui pendekatan pribadi antara ibu oleh orang tua dalam membina
dan anak. komunikasi antar pribadi yang efektif
antara orang tua dan anak. Walaupun
2. Empati (Empathy) orang tua memiliki agama yang
yaitu merasakan apa yang berbeda, namun perlakuan dengan
dirasakan orang lain. Berempati anak baik dengan yang seagama
kepada seseorang berarti berusaha maupun yang berbeda namun rasa
untuk merasakan apa yang dirasakan empati terhadap anak tetap ada.
oleh orang lain. Agar mampu
berempati dengan orang lain maka kita
harus dapat mengerti dari mana

  21  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

3. Dukungan (Supportiveness) menentukan pilihannya termasuk


yaitu situasi yang terbuka untuk keputusan anak untuk berpindah
mendukung komunikasi berlangsung agama.
efektif. Hubungan antarpribadi yang Pada kasus keluarga B, orang tua
efektif ditandai dengan adanya kompak memberi dukungan di setiap
pemberian dukungan. pilihan anak. Orang tua pada keluarga
Apabila seseorang merasa ini membebaskan dan tidak
perkataannya dikritik atau ditentang memberikan larangan pada setiap
maka mereka akan enggan buka mulut, keputusan anak.
walaupun begitu bukan berarti diam Pada kasus keluarga C, ayah
selalu bernilai negative karena diam memberi dukungan dengan banyak
juga merupakan kesempatan untuk memberikan masukan-masukan kepada
berkomunikasi secara nonverbal. anak dalam menyelesaikan masalah
Dukungan orang tua sangat diperlukan meskipun tidak ikut terlibat langsung
oleh anak. Dengan adanya dukungan membantu anak, sedangkan ibu lebih
dari orang tua, anak akan merasa menunjukkan dukungan berupa
diperhatikan oleh orang tua. Dukungan tindakan, dan memberi pengertian
juga dapat membantu anak percaya diri secara langsung atau mengingatkan
dalam melakukan aktifitas dan tentang hal yang bertentangan dengan
menghadapi tantangan di dilakuukan anak.
lingkungannya.
Pada umumnya orang tua memberi 4. Rasa positif (positiveness),
dukungan terhadap pilihan anak Yaitu seseorang harus memiliki
dengan memberikan kebebasan pada perasaan positif terhadap dirinya,
anak dalam bergaul, maupun mendorong orang lain lebih aktif
menentukan pilihan yang sesuai berpartisipasi, dan menciptakan situasi
dengan keinginan anak termasuk dalam komunikasi kondusif untuk interaksi
penentuan agama. Jika orang tua tidak yang efektif. Sikap positif mengacu
pernah memberi dukungan kepada pada aspek komunikasi antar peribadi
anak, maka anak akan merasa dipaksa yaitu komunikasi antarpribadi terbina
dan ditekan dengan pilihan orang tua. jika orang memiliki sikap positif
Ini tentunya akan berdampak negatif terhadap diri mereka sendiri yang juga
bagi hubungan orang tua dan anak. nantinya akan menularkan rasa positif
Dalam kasus keluarga A, dalam tentang orang lain disampaikan pada
hal memberi dukungan dalam yangg bersangkutan maka orang
menentukan agama, ayah jelas tidak tersebut akan merasa lebih senang,
memberi dukungan kepada anak. hal sehingga akan lebih meningkatkan
ini terlihat sikap ayah yang pada hubungaan yang lebih berarti.
memaksakan anak-anaknya untuk ikut Dengan adanya rasa positif orang
menganut agama yang sama tua maka akan memungkinkan
dengannya sehingga anak harus munculnya rasa positif pula pada anak.
berbohong. Dalam hal lainnya ayah Ketiga keluarga dalam penelitian ini
tetap memberi dukungan walaupun menunjukkan sikap positif yang
tidak secara aktif seperti menunjukkan berbeda dari pola komunikasi orang
secara langsung kepada anak dengan tua.
memberi kebebasan dalam hal Dari hasil wawancara keluarga
pendidikan Sedangkan ibu jauh A,diperoleh bahwa ayah kurang
memberi dukungan kepada anak. memiliki rasa positif pada anak. Ayah
Terlihat dari sikap orang tua yang tidak menunjukkan sikap positif seperti
memberi kebebasan pada anak dalam ikut memberi contoh positif pada anak

  22  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

menjalankan ibadah dan juga kurang Dalam kasus keluarga A, orang tua
menunjukkan sikap baik pada anak terkhusus ayah, juga kurang memiliki
sehingga anak juga merasa terbebani sikap kesetaraan kepada anak. Terlihat
dalam berkomunikasi dengan orang dari sikap ayah yang memberikan
tua. Sedangkan ibu, memiliki rasa batasan komunikasi antara hubungan
positif yang baik kepada anak dengan orangtua dan anak dimana anak harus
selalu bersikap baik dan jarang patuh dan mengikuti kemauan orang
melakukan kesalahan yang membuat tua. Sedangkan ibu justru terlihat
anak merasa tidak nyaman dalam kesetaraan yang baik pada anak dengan
berkomunikasi.. cara bersikap memposisikan diri sama
Dalam kasus keluarga B juga dengan anak sehingga anak merasa
orang tua cenderung kurang memiliki dekat dan sama pemikiran dengan ibu.
rasa positif pada anak. Walaupun orang Dalam kasus keluarga B, orang tua
tua selalu memberikan contoh dan si ayah dan ibu kurang memiliki rasa
menunjukkan hubungan yang baik kesetaraan atau kesamaan kepada anak.
dengan anak tetapi anak tetap jarang Orang tua sama-sama jarang
menceritakan masalah pribadi kepada menceritakan masalah mereka pada
orang tua karena adanya batasan orang anak yang mengakibatkan anakpun
tua untuk melibatkan anak dalam juga tertutup dan tidak melibatkan
permasalahan keluarga. orang tua dalam permasalahannya.
Sedangkan pada kasus keluarga C, Sedangkan pada kasus keluarga C,
orang tua meskipun sibuk dan jarang ayah kurang memiliki rasa kesetaraan
berkomunikasi dengan anak tapi ia terhadap anak. Ayah yang sibuk tidak
tetap memiliki rasa positif pada anak memiliki waktu untuk berkomunikasi
dengan memberikan kebebasan dan dengan anak sehingga cenderung
kepercayaan kepada anak dalam memberi jarak dan bersikap lebih cuek
menyelesaikan masalah sehingga anak pada permasalahan anak. Sedangkan
menjadi lebih percaya diri dalam ibu, juga terlihat memiliki kesetaraan
menentukan pilihannya. karena dalam menceritakan masalah
keluarga, terlihat sikap lebih yang
5. Kesetaraan atau kesamaan menonjol pada salah satu anak yang
(Equality) memiliki kesamaan pengetahuan
yaitu pengakuan secara diam- diam agama meskipun ibu juga terbuka
bahwa kedua belah pihak menghargai, dalam permasalahan keluarga dengan
berguna, dan mempunyai sesuatu yang semua anak.
penting untuk disumbangkan. Dari hasil wawancara ketiga
Walaupun pada dasarnya tidak ada keluarga yang memiliki latar belakang
orang yang benar-benar sama akan orang tua yang berbeda agama
tetapi “susasana setara” cukup penting memperlihatkan secara berbeda-beda
untuk mencapai komunikasi antar antara ayah dan ibu dalam berinteraksi
pribadi yang efektif. Suasana setara melalui aktifitas komunikasi terhadap
disini artinya harus ada pengakuan anaknya yang membentuk pola
bahwa kedua belah pihak mempunyai komunikasi orang tua yang berbeda
suatu perasaan berarti kedua belah agama dalam mengasuh anak.
pihak dan masing-masing memiliki Pada keluarga A,
sesuatu bagi orang lain. Selain itu juga memperlihatkan orang tua dimana ayah
harus ada keseimbangan dan proses dan ibu memiliki interaksi berupa
komunikasi tersebut baik sebagai aktifitas komunikasi yang berbeda.
penerima pesan maupun sebagai Ayah yang memiliki agama yang sama
pengirim pesan. dengan anak cenderung tidak akrab

  23  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

dengan anak. Hal ini disebabkan anak bentuk perhatian dan langsung
kurangnya komunikasi yang terjadi pada setiap masalah anak.
antara ayah dan anak dan adanya Menurut Yusuf ( Fajarwati, 2011 )
pengasuh kondisi keluarga yang sering pola komunikasi orangtua dapat
terjadi konflik antara orang tua. Lain diidentifikasikan menjadi 3, yaitu:
halnya dengan hubungan ibu dan anak
yang memiliki agama yang berbeda 1. Pola komunikasi membebaskan
justru memiliki interaksi komunikasi ( Permissive )
antarpribadi yang lebih baik. Hal ini Pola komunikasi permisif ditandai
terlihat dari kedekatan anak dan ibu dengan adanya kebebasan tanpa batas
dalam berkomunikasi dengan baik kepada anak untuk berbuat dan
dimana ibu terlihat sangat terbuka pada berperilaku sesuai dengan keinginan
anak sehingga anak merasa lebih anak. Pola komunikasi permisif atau
percaya dan nyaman berkomunikasi dikenal pula dengan Pola komunikasi
dengan ibu dalam menceritakan serba membiarkan adalah orangtua
masalahnya meskipun agama mereka yang bersikap mengalah, menuruti
berbeda. Hal ini la yang membuat semua keinginan, melindungi secara
hubungan komunikasi keduanya berlebihan, serta memberikan atau
berjalan efektif. memenuhi semua keinginan anak
Pada keluarga B, orang tua secara berlebihan.
berupaya menjadi orang tua yang dekat Pada kasus keluarga A, B dan C,
dengan anaknya. Di sisi lain orang tua orang tua khususnya ayah dan ibu yang
tertutup terhadap masalah mereka berbeda agama sama-sama tidak
kepada anak dan jarang melakukan menerapkan pola komunikasi
inisiatif untuk melakukan komunikasi membebaskan sepenuhnya dalam
pribadi kepada anak sekalipun ayah mengasuh anak. Orang tua
dan ibu tetap berusaha untuk membebaskan tetapi tetap memberi
meningkatkan interaksi komunikasi batasan berupa saran, kritik dan saling
antarpribadi dengan anak tetapi tidak bertukar pendapat dengan anak
mendapat tanggapan baik dari anaknya sehingga orang tua tidak memberikan
karena pada keluarga B, anak lebih kebebasan tanpa batas bagi anak.
dekat dan percaya pada teman daripada 2. Pola komunikasi Otoriter
orang tuanya. Pola komunikasi otoriter ditandai
Pada keluarga C, juga terlihat dengan orangtua yang melarang
orang tua terutama ayah cenderung anaknya dengan mengorbankan
kurang akrab dengan anak. Dalam otonomi anak. Pola komunikasi
berkomunikasi seringkali ayah otoriter mempunyai aturan – aturan
menunjukkan sifat cuek dan kurang yang kaku dari orangtua. Dalam pola
berkomunikasi dengan anak. hal ini komunikasi ini sikap penerimaan
disebabkan karena kesibukan ayah rendah, namun kontrolnya tinggi, suka
sehingga tidak memiliki waktu efektif menghukum, bersikap mengkomando,
untuk berinteraksi dengan anak. mengharuskan anak untuk melakukan
walauupun terlihat ayah masih sesuatu tanpa kompromi, bersikap
berusaha untuk melakukan aktifitas kaku, cendenrung emosinal dan
komunikasi antar pribadi dengan tetap bersikap menolak. Biasanya anak akan
memberi masukan dan mendengarkan merasa mudah tersinggung, penakut,
pedapat anak. Berbeda halnya dengan pemurung dan merasa tidak bahagia,
ibu yang lebih menunjukkan mudah terpengaruh, stress, tidak
komunikasi yang lebih baik dengan mempunyai arah masa depan yang
jelas serta tidak bersahabat.

  24  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

Pada kasus keluarga A , orang tua Pada keluarga B, berupaya


dimana ayah cenderung bersikap menjadi orang tua yang demokratis,
otoriter dalam mengasuh anak dengan dengan membebaskan anaknya
bersikap tegas dan keras serta menentukan pilihan dengan
memaksakan kehendaknya yang harus memberikan saran atau nasehat kepada
diikuti oleh anak terutama dalam anak. Meskipun orang tua ayah dan ibu
menentukan pilihan agama. Meskipun sama-sama berupaya membangun
orang tua hanya bersikap otoriter komunikasi antar pribadi namun anak
dalam urusan agama,tetapi hal itu yang jarang menunjukkan keterbukaan
menyebabkan anak menjauh dan pada setiap masalah pada orang tua.
kurang berkomunikasi dengan anak Hubungan komunikasi antara
dan berdampak pada hubungan Ayah dan ibu yang berbeda agama
antarpribadi orang tua dan anak dalam mengasuh anak ternyata
menjadi tidak efektif. memiliki cara yang berbeda dalam
Pada kasus keluarga B dan C , menentukan pilihan anak. Ayah yang
orang tua sama sekali tidak memiliki agama yang sama dengan
menerapkan pola komunikasi otoriter anak justru kurang terjalin hubungan
dan memaksakan dalam berkomunikasi antar pribadi yang baik dengan anak.
dengan anak. Dalam hal ini orang tua tetapi justru ibu yang berbeda agama
justru yang mengarahkan anaknya dengan anak lebih terjalin komunikasi
dalam menentukan pilihannya tanpa yang lebih efektif dengan anak
memaksakan kehendak terhadap anak. dibanding ayah. Dan tidak bisa
dipungkiri bahwa dalam hal tertentu
3. Pola komunikasi Demokratis seperti agama, orang tua bisa saja
Pola komunikasi orangtua yang bersikap otoriter tetapi pada umumnya
demokratis pada umumnya ditandai orang tua memberi kebebasan pada
dengan adanya sikap terbuka antara anak dalam menentukan pilihannya
orangtua dan anak. Mereka membuat sendiri.
semacam aturan – aturan yang
disepakati bersama. Orangtua yang 2. Faktor Penghambat dan
demokratis ini yaitu orangtua yang Pendukung dalam Komunikasi
mencoba menghargai kemampuan Orang Tua yang Berbeda Agama
anak secara langsung. dalam Mengasuh Anak
Pada kasus keluarga A dan C, Berkomunikasi itu tidak mudah.
justru ibu menerapkan pola Terkadang seseorang dapat
komunikasi yang lebih demokratis berkomunikasi dengan baik kepada
dengan memberi kebebasan orang lain. di lain waktu ada juga
berpendapat dan menentukan pilihan seseorang yang mengeluh tidak dapat
pada anak melalui pendekatan antar berkomunikasi dengan orang lain.
pribadi yang efektif daripada ayah. Dalam penelitian ini dijelaskan
Ayah pada kasus keluarga C juga faktor pendukung dan penghambat
bersikap demokratis pada anak komunikasi yang dihadapi orang tua
memberi kebebasan dalam bertindak yang berbeda agama dalam mengasuh
dan berpendapat dengan memberi anak. Berikut ini penulis memaparkan
masukan dan saran walaupun ayah pendukung dan penghambat
terlalu sibuk dengan pekerjaan komunikasi yang dialami oleh setiap
sehingga tidak mempunyai waktu keluarga.
untuk berkomunikasi dengan anak Menurut informan A, anak jarang
sehingga hubungan keduanya tidak menceritakan masalahnya kepada
sedekat ibu dan anak. orang tua khususnya ayah karena takut

  25  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

dan tidak terbiasa melakukan aktifitas sehingga anak merasa percaya diri, dan
komunikasi. Ayah yang cenderung keterbukaan.
otoriter memaksakan anaknya Kemandirian ini ditandai dengan
mengikuti pilihan agama yang dianut, mampunya anak untuk mengerjakan
dan kurangnya interaksi yang terjalin. sesuatu hal sendiri yang berhubungan
Hal ini disebabkan karena karakter dengan kegiatannya sehari-hari.
ayah yang pasif dan adanya konflik Percaya diri sudah dapat ditunjukkan
pribadi yang terjadi antara orang tua dengan perilaku sang anak yang
yang melibatkan anak. Selain itu sikap mampu berbaur dengan lingkungannya
keras ayah terhadap ibu di depan anak secara baik, dan keterbukaan yang
juga menimbulkan trauma kepada anak paling menonjol ditandai dengan
untuk menjalin hubungan baik dengan perilaku anak yang gemar bercerita
ayah. tentang kegiatannya dan apa yang
Menurut keluarga B dan C, dialaminya seharian kepada orang
hambatan yang dirasakan tidak ada tuanya. Orang tua menggunakan cara
karena masing –masing orang tua ayah mereka masing-masing untuk
dan ibu tidak pernah menemukan mendidik dan mengasuh anak mereka.
kesulitan dalam berkomunikasi dengan Perilaku positif pada diri sang
anak. Walaupun orang tua sibuk, anak menunjukkan komunikasi antar
namun mereka selalu berusaha untuk pribadi yang efektif dan berlangsung
tetap berkomunikasi dengan anak. dua arah yang artinya anak mengerti
Orang tua merasa senang dan apa yang diinginkan oleh orang tua dan
bersyukur rasa saling pengertian sebaliknya orang tua berusaha untuk
diantara mereka mampu menjadikan memahami anak mereka telah terjalin
mereka keluarga yang damai meskipun komunikasi yang baik dan sesuai
dengan latar agama yang berbeda. dengan yang diharapkan.
Komunikasi antara orang tua yang
memiliki agama yang berbeda dalam a. Faktor Penghambat :
mengasuh anak merupakan hubungan 1. Citra Diri.
komunikasi antar pribadi yang sangat Citra diri yang dibangun oleh
diperlukan. Komunikasi antar pribadi orang tua dapat menjadi salah satu
dapat terjadi secara efektif bila pesan faktor penghambat komunikasi orang
yang disampaikan dapat diterima tua dalam berkomunikasi dengan anak.
dengan baik oleh pihak yang adanya batasan yang dibentuk oleh
berkomunikasi. orang tua sehingga anak menjadi tidak
Komunikasi antara orang tua dan nyaman saat berkomunikasi dengan
anaknya meskipun berbeda agama orang tua. Maka ketika seorang orang
sangat berperan dalam hal membentuk tua berbicara kepada anaknya, ia
perilaku positif sejak dini kepada sang mempunyai citra diri tertentu. Seperti
anak. Pola komunikasi orang tua yang pada kasus keluarga A, ayah merasa
memberi kebebasan kepada anak dirinya sebagai bapak, yang
dalam menentukan pilihannya menganggap dirinya serba tahu, lebih
menciptakan hubungan interpersonal tahu daripada anaknya, kepala keluarga
antara orang tua dan anak terjalin yang harus ditaati, pencari nafkah yang
dengan baik. Komunikasi yang harus dihormati. Sementara ayah pada
senantiasa dilakukan orang tua baik itu kasus keluarga B dan C, mungkin
verbal dan nonverbal dapat membuat merasa dirinya sebagai bapak, tetapi ia
anak untuk berperilaku positif terutama menyadari sebagai kepala keluarga ia
perilaku mandiri, memberi dukungan harus membahagiakan anaknya.
2. Suasana fisiologis.

  26  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

Suasana fisiologis yaitu gangguan Adanya sikap saling pengertian


yang bersifat biologis. Seperti satu sama lain karena semua agama
gangguan sakit, lelah, dan sebagainya. sama baik. Orang tua selalu
Orang tua yang memiliki yang berbeda menanamkan rasa saling pengetian
agama cenderung terlalu sibuk berkerja dalam keluarga sehingga agama
sehingga kurang memiliki waktu bukanlah masalah dalam komunikasi
berkomunikasi dengan anak. Orang tua orang tua dengan ank. Apalagi mereka
yang sibuk bekerja pasti akan merasa berbeda agama tapi tinggal satu atap
lelah ketika di rumah sehingga tidak berarti mereka sudah siap untuk saling
berminat lagi untuk melakukan menghormati satu sama lain,semua
aktifitas komunikasi. agama adalah satu dimata
3. Suasana psikologis mereka,sama-sama anak Tuhan,tidak
Suasana psikologis juga dapat ada perbandingan masalah agama lagi
mempengaruhi komunikasi. Komuni- dimata mereka sejak mereka mau
kasi sulit berlangsung jika seseorang bersatu tinggal seatap.
dalam keadaan sedih, takut, tertekan, 3. Kepercayaan
kecewa, marah, rasa prasangka dan Kepercayaan juga dapat
keadaan psikologis lainnya. Kondisi mempengaruhi hubungan komunikasi.
psikologis orang tua dan anak pada Dimana keluarga A, B, dan C semua
keluarga A terlihat sulit berkomunikasi anak lebih terbuka dengan ibu. Orang
karena kondisi rumah tangga orang tua Hal ini disebabkan karena kedekatan
yang sering terjadi konflik membuat dari anak dan ibu dari mereka lahir
anak merasa takut dan tertekan untuk sehingga anak terbiasa melakukan
berkomunikasi dengan orang tua. aktifitas komunikasi dengan ibu
Seperti juga halnya pada keluarga B sehingga kepercayaan muncul dengan
dan C, anak yang cenderung diliputi sendiri dari anak kepada ibu.
prasangka pada orang tua yang
membuat anak jarang berkomunikasi KESIMPULAN
dengan orang tua terutama Ayah. Berdasarkan hasil penelitian dan
Meskipun orang tua yang memiliki pembahasan di atas, maka dapat di
agama yang berbeda dalam mengasuh tarik kesimpulan sebagai berikut :
anak juga banyak menemui hambatan
dalam berkomunikasi, namun pada 1. Pola komunikasi orang tua yang
dasarnya, orang tua yang memiliki berbeda agama dalam pengasuhan
agama yang berbeda dapat anak yang diteliti berdasarkan
berkomunikasi dengan baik dengan kriteria : Orang tua yang berbeda
anak. adapun faktor pendukung agama, berdomisili di Makassar dan
komunikasi orang tua yang berbeda memiliki anak lebih dari satu.
agama dalam berkomunikasi dengan a. Dalam berkomunikasi dengan anak,
anak, yaitu: ketiga keluarga menerapkan pola
komunikasi orang tua yang berbeda-
1. Toleransi beda. Keluarga A dan C dimana
Memiliki sikap toleransi yang ayah yang memiliki agama yang
tinggi yang membuat komunikasi sama dengan anak kurang berjalan
dengan anak menjadi lebih mudah efektif. Ayah yang sibuk bekerja
tanpa adanya pengaruh dari agama. kurang melakukan aktifitas
Dan hal inilah yang membuat tidak komunikasi sehingga anak juga
adanya jarak dalam berkomunikasi kurang dekat dengan anak. Selain
antara orang tua dan anak. itu orang tua dalam mengasuh anak
2. Pengertian cenderung bersikap otoriter seperti

  27  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

pada keluarga A khususnya dalam adalah tidak adanya waktu orang tua
menetukan pilihan agama anak. karena kesibukan bekerja diluar
Orang tua terutama ayah rumah sehingga anak juga kurang
menginginkan anak ikut dengan berkomunikasi dengan orang tua.
agama yang dianut sehingga ayah Selain itu sikap ayah yang
terlihat tidak memberi kebebasan cenderung bersikap keras yang
pada anak dalam menentukan menginginkan anak mengikuti
pilihannya. Berbeda halnya dengan pilihan ayah membuat anak merasa
ibu yang memiliki agama yang tidak nyaman dalam berkomunikasi
berbeda justru bersikap lebih seperti pada keluarga A dan C.
demokratis dan membebaskan anak Sedangkan pada keluarga B, orang
dalam menentukan pilihan sehingga tua yang kurang terbuka pada anak
anak merasa nyaman saat menyebabkan anak juga kurang
berkomunikasi dengan ibu. terbuka pada orang tua sehingga
Sedangkan pada keluarga B dan C, komunikasi antarpribadi tidak
dalam menentukan sikap terhadap berjalan dengan baik.
pilihan agama anak, orang tua lebih 2. Dalam sebuah keluarga yang memi-
demokratis walaupun komunikasi liki latar belakang orang tua yang
yang terjadi antara orang tua dan berbeda agama diharapkan mampu
anak juga berjalan kurang efektif. menjalin hubungan komunikasi
Orang tua dimana ayah dan ibu yang baik meskipun ayah dan ibu
meskipun bersikap demokratis memiliki agama yang berbeda tetapi
dalam menentukan pilihan anak seharusnya orang tua bisa
tetapi orang tua justru kurang menerapkan hubungan komunikasi
menjalin hubungan antarpribadi yang lebih efektif dengan besikap
dengan anak terbukti dengan jarang lebih terbuka , memberikan sikap
nya orang tua bersikap terbuka pada mendukung pada pilihan anak,
anak dalam menangani masalah menunjukkan sikap positif , empati
seperti pada keluarga B. dan kesetaraan dalam menangani
b. Dalam penelitian ditemukan bahwa masalah anak. Selain itu orang tua
agama tidak berpengaruh dalam yang berbeda agama dapat
hubungan komunikasi antar pribadi memberikan kebebasan pada anak
orang tua dalam mengasuh anak. dalam menentukan pilihannya
Orang tua hanya bersikap otoriter sehingga anak tidak merasa
dan memaksakan kehendak pada terbebani dengan pilihan orang tua.
anak hanya pada pilihan agama Di dalam rumah tangga yang
anak. namun, suasana keberagama- berbeda agama, orang tua bisa
an dalam rumah tangga yang memberikan kebebasan bagi anak-
berbeda agama, tidak jauh berbeda anaknya, agama apa yang
dengan rumah tangga yang diyakininya dan tentu saja orang tua
seagama. Mereka tetap tidak berhak ikut campur dalam
menghormati satu sama lain, selalu keyakinan beragama si anak.
berusaha menciptakan kedamaian Setelah si anak yakin dengan
dan cinta kasih antar anggota kepercayaannya, orang tua harus
keluarga. membimbing dan mengarahkan,
c. Dengan melihat hambatan- memberikan pendidikan agama
hambatan yang dialami setiap orang sesuai dengan keyakinan anaknya.
tua dalam mengasuh anak, Dengan begitu, rasa toleransi dan
hambatan yang banyak dialami pengertian antara anak dan orang
tua semakin erat.

  28  
Jurnal  Komunikasi  KAREBA     Vol.  2,  No.1  Januari  –  Maret  2013  
 

3. Setiap orang tua yang memiliki Makmur, Cendra. 2009. Konsep Diri
agama yang berbeda, diharapkan Mahasiswi Pelaku Aborsi (Studi Kasus
Terhadap Tiga Orang Mahasiswi
bisa meluangkan waktu untuk UNHAS). Skripsi tidak diterbitkan.
berkomunikasi dengan anak Makassar: Jurusan Ilmu Komunikasi
ditengah kesibukan bekerja dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
anak juga dapat terbiasa untuk lebih Universitas Hasanuddin
terbuka dengan orang tua sehingga Muchtar Darta, Hanny. 2011. Six Pillars of
Positif Parenting. Jakarta. Cicero
komunikasi meskipun orang tua Publishing.
berbeda agama tetapi hubungan Mulyana, Deddy, 2006, Ilmu Komunikasi
komunikasi dengan anak dapat Suatu Pengantar, Jakarta, PT Remaja
berjalan dengan baik. Rosdakarya.
Muthnainah, Nina. & M. Fauzi, 1996,
Psikologi Komunikasi, Jakarta,
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Terbuka.
Ardiyana, 2004. Deskripsi Komunikasi Rakhmat, Jalaluddin, 2007, Psikologi
Antarpersona Orang Tua dan Anak Komunikasi – Edisi Revisi, Bandung, PT
dalam Tiga Kasus Perilaku Seks Bebas Remaja Rosdakarya.
Remaja. ( Suatu Studi Kasus Komunikasi Riswandi, 2009,Ilmu Komunikasi, Jakarta,
Keluarga). Skripsi tidak diterbitkan. Graha Ilmu.
Makassar: Jurusan Ilmu Sosia dan Ilmu Rosmawaty, Desember 2010, Mengenal Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin. Komunikasi, Bandung, Widya Padjajaran.
Budyatna, M. & Nina Nutmainah, 1994, Sendjaja, Djuarsa S., dkk, Januari 2002,
Komunikasi Antar Pribadi, Jakarta, TEORI KOMUNIKASI, Jakarta, Pusat
Universitas Terbuka. Penerbitan Universitas Terbuka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Sendjaja, Djuarsa S. & Ilya Sunarwinardi,
Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam 2008, Komunikasi Antar Budaya,
Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Makassar, Jurusan Ilmu Komunikasi
Islam). Jakarta. PT RINEKA CIPTA. Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Effendy, Onong Uchjana, 2003. Ilmu, Teori Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
dan Filsafat Komunikasi, Bandung, PT Hasanuddin.
Citra Aditya Bakti. Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal.
Fajarwati, Mila. 2011. Penelitian Pola Yogyakarta. Graha Ilmu.
Komunikasi Orang Tua dengan Anak Yin, Robert K, 2009, Studi Kasus Desain &
Remaja dalam Berinternet Sehat di Grafis, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Surabaya, Yayasan Kesejahteraan Persada.
Pendidikan dan Perumahan Universitas http://www.asiamaya.com/konsultasi_hukum/p
Pembangunan Nasional Veteran, Jawa erkawinan/perk_bedaagama.htm
Timur (pdf). (Diakses tanggal, 5 Maret 2012, 18:45)
(http://eprints.upnjatim.ac.id/1793/) http://organisasi.org/jenis-macam-tipe-pola-
diakses 26 Februari 2012 pukul 19:07 asuh-orangtua-pada-anak-cara
WITA mendidik-mengasuh-anak-yang-baik.
Hardiningrum, Dwiastuti. 2012. Efektifitas (Diakses tanggal 10 Maret 2012, 23:15
Komunikasi Interpersonal Orang Tua wita)
terhadap Anak tentang Pendidikan Seks http://makassarkota.bps.go.id/index.php/en/ber
di Kota Makassar. Skripsi tidak ita-statistik (Diakses tanggal, 20 oktober
diterbitkan. Makassar : Jurusan Ilmu 2012, 21:54 wita)
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga (Diakses
Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. tanggal, 9 September 2012, 16:55 wita)
Komala, Lukiati, Oktober 2009 Ilmu
Komunikasi- Perspektif, Proses, dan
Konteks, Bandung, Widya Padjajaran.  
Kriyantono, Rachmat, 2006, Teknik Praktis
Riset Komunikasi, Jakarta, Prenada  
Media Group.
Little John, Stephen W, 2009, Teori
Komunikasi- Theories of Human
Communication, Jakarta, Salemba
Humanika.

  29  

Anda mungkin juga menyukai