Anda di halaman 1dari 42

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK

Dosen Pembimbing

SRI MARYATUN S.Kep., Ns., M.Kep

Kelompok 3

Linda Yani 04021181320006

Sitta Jannatu Aliyah 04021181320027

Okta Winarsih 04021181320031

Merry Selviana 04021181320047

Deyan Novika 04021181320048

Bekti Istiani 04021281320012

Tria Marnia 04021281320015

Uswatun Hasanah 04021281320022

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(INDRALAYA, 2017)

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
kelompok dan tidak lupa juga kita kirimkan salam dan shalawat kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW dengan judul “TERAPI

AKTIVITAS KELOMPOK ”.
Tidak lupa pula kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada beberapa
 pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah kami, Ucapan terimah kasih
kepada :
1.   Dosen Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II ibu Sri Maryatun S.Kep., Ns.,
M.Kep

2.   Teman-teman yang telah bersedia membantu dalam memberikan saran


sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua dan besar pula harapan kami kepada siapapun yang mempunyai saran
maupun kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah-makalah kami
 berikutnya.

Palembang, 5 Maret 2017

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
I.1. Latar Belakang..................................................................................................1
I.2. Tujuan............................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................3
TUJUAN TERAPI.....................................................................................................3
II.1 Tujuan Umum..................................................................................................3
II. 2 Tujuan Khusus................................................................................................3
BAB III...................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN........................................................................................................5
III. 1 Defenisi Terapi Aktivitas Kelompok............................................................5
III.2 Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok.............................................................5
III.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Terapi Aktifitas Kelompok (Tak)...................6
III.4 Komponen Kelompok....................................................................................6
III.5 Tahap-Tahap Dalam Terapi Aktivitas Kelompok.........................................7
III.6 Macam-Macam Terapi Aktivitas Kelompok................................................8
III.7 Peran Perawat Dalam Terapi Aktivitas Kelompok.....................................12
III.8 Kerangka Teoritis Terapi Aktivitas Kelompok...........................................14
III.9 Terapis..........................................................................................................15
BAB IV.................................................................................................................... 17
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR...........................................................17
BAB V..................................................................................................................... 29
PENELITIAN TERKAIT........................................................................................29
BAB VI.................................................................................................................... 36
PENUTUP................................................................................................................ 36
VI.1 Kesimpulan..................................................................................................36
VI.2 Saran.............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................37
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Manusia sebagai mahkluk sosial yang hidup berkelompok dimana satu
dengan yang lainnya saling behubungan untuk memenuhi kebutuhan sosial.
Kebutuhan sosial yang dimaksud antara lain : rasa menjadi milik orang lain
atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain, kebutuhan penghargaan
orang lain dan kebutuhan pernyataan diri.Secara alamiah individu selalu
 berada dalam kelompok, sebagai contoh individu berada dalam satu keluarga.
Dengan demikian pada dasarnya individu memerlukan hubungan timbal
 balik, hal ini bisa melalui kelompok.

Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa memberikan


dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta
 pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok
terapeutik, modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif
terhadap perubahan perilaku pasien atau klien, dan meningkatkan perilaku
adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh individu atau klien melalui


terapi aktifitas kelompok meliputi dukungan (support), pendidikan

meningkatkan pemecahan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal


dan juga meningkatkan uji realitas (reality testing) pada klien dengan
gangguan orientasi realitas (Birckhead, 1989). Terapi aktifitas kelompok
sering digunakan dalam praktek kesehatan jiwa, bahkan dewasa ini terapi
aktifitas kelompok merupakan hal yang penting dari ketrampilan terapeutik
dalam keperawatan. Terapi kelompok telah diterima profesi kesehatan.

Pimpinan kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk


mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah dan

1
mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok, perawat juga
adaptif menilai respon klien selama berada dalam kelompok.

I.2. Tujuan

1.   Untuk mengetahui tujuan terapi aktifitas kelompok


2.  Untuk mengetahui definisi terapi aktifitas kelompok
3.  Untuk mengetahui manfaat terapi aktifitas kelompok
4.  Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi terapi aktifitas kelompok
5.  Untuk mengetahui komponen kelompok terapi aktifitas kelompok
6.  Untuk mengetahui tahap pelaksanaan terapi aktifitas kelompok
7.  Untuk mengetahui macam-macam terapi aktifitas kelompok
8.  Untuk mengetahui peran perawat dalam terapi aktifitas kelompok
9.  Untuk mengetahui kerangka teoritis terapi aktifitas kelompok
10. Untuk mengetahui terapis dalam terapi aktifitas kelompok
11. Untuk mengetahui SOP terapi aktifitas kelompok
12. Untuk mengetahui penelitian terkait terapi aktifitas kelompok
BAB II

TUJUAN TERAPI

II. 1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan kelompok adalah :

1. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman

2. Memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain 3.

Merupakan proses menerima umpan balik

II. 2 Tujuan Khusus

1.   Mengembangkan stimulasi kognitif


Tipe: biblioterapy

Aktivitas: menggunakan artikel, sajak,puisi, buku, surat kabar untuk

merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.

2.   Mengembangkan stimulasi sensori


Tipe: music, seni, menari.

Aktivitas: menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan.

Tipe: relaksasi

Aktivitas: belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi

otot dan imajinasi.

3.   Mengembangkan orientasi realitas


Tipe: kelompok orientasi realitas, kelompok validasi.

Aktivitas: focus pada orientasi waktu,tempat dan orang, benar, salah

 bantu memenuhi kebutuhan.


4.   Mengembangkan sosialisasi
Tipe: kelompok remitivasi

Aktivitas: mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi

Tipe: kelompok mengingatkan

Aktivitas: focus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.


BAB III

PEMBAHASAN

III. 1 Definisi Terapi Aktivitas Kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan


antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai
norma yang sama. Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan
untuk saling bertukar (Sharing) tujuan, misalnya membantu individu yang
 berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain,
mengidentifikasi dan memberikan alternatif untuk membantu merubah
 perilaku destruktif menjadi konstruktif.

Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri. Kekuatan


kelompok memberikan kontribusi pada anggota dan pimpinan kelompok
untuk saling bertukar pengalaman dan memberi penjelasan untuk mengatasi
masalah anggota kelompok. Dengan demikian kelompok dapat dijadikan
sebagai wadah untuk praktek dan arena untuk uji coba kemampuan
 berhubungan dan berperilaku terhadap orang lain.

Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan


 perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok

digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika


interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.

III. 2 Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok

Secara umum manfaat terapi aktivitas kelompok adalah :

1.   Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui


komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

2.   Melakukan sosialisasi.
3.   Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.

Secara khusus manfaatnya adalah :

1.   Meningkatkan identitas diri


2.   Menyalurkan emosi secara konstruktif
3.   Meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau social.

Di samping itu manfaat rehabilitasinya adalah :

1.  Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.


2.  Meningkatkan keterampilan sosial.
3.   Meningkatkan kemampuan empati.
4.   Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.

III. 3 Indikasi dan Kontra Indikasi Terapi Aktifitas Kelompok (Tak)

Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes


RI (1997) adalah:
1.   Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas
kelompok kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan
autistic, delusi tak terkontrol, mudah bosan.
2.   Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas
kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas,
sudah tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak
terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi
aktifitas kelompok.
3.   Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di
upayakan pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik
terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan
 berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan
 berdasarkan problem yang sama.

III. 4 Komponen Kelompok

Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2005) :


1.   Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
 pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur
kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan
interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan
anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan
diambil secara bersama.
2.   Besar kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu
 besar akibbatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan
mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu
kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi (Kelliat,
2005).
3.   Lamanya sesi.
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang
tinggi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu
kali/dua kali perminggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan
kebutuhan (Kelliat, 2005).

III. 5 Tahap-Tahap Dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Yalom yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1995, fase – fase
dalam terapi aktivitas kelompok adalah sebagai berikut :
A.   Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi
leader, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut
dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dan kelompok,
menjelaskan sumber  –  sumber yang diperlukan kelompok seperti
 proyektor dan jika memungkian biaya dan keuangan.
B.   Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu
orientasi, konflik atau kebersamaan.
1.   Orientasi.
Anggota mulai mengembangkan system social masing  –  masing,
dan leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil
kontrak dengan anggota.
2.   Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana
 peran anggota, tugasnya dan saling ketergantungan yang akan
terjadi.
3.   Kebersamaan
Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota
mulai menemukan siapa dirinya.
C.   Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan
engatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina,
 bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan
menurun, kelompok lebih stabil dan realistic, mengeksplorasikan lebih
 jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian
masalah yang kreatif.
D.   Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok
mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses.

III. 6 Macam-Macam Terapi Aktivitas Kelompok

1.   Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi


Terapi aktifitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang
 bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,
menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif
serta mengurangi perilaku maladaptif.

Tujuan :

a.   Meningkatkan kemampuan orientasi realita


 b.  Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian
c.  Meningkatkan kemampuan intelektual
d.  Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain
e.  Mengemukakan perasaanya
Karakteristik :
a.  Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-
nilai
 b.  Menarik diri dari realitas
c.  Inisiasi atau ide-ide negative
d.  Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau
mengikuti kegiatan

2.   Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori


Terapi aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita
yang mengalami kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan
meliputi fasilitasi penggunaan panca indera dan kemampuan
mengekpresikan stimulus baik dari internal maupun eksternal.
Tujuan :
a.   Meningkatkan kemampuan sensori
 b.  Meningkatkan upaya memusatkan perhatian
c.  Meningkatkan kesegaran jasmani
d.  Mengekspresikan perasaan

3.   Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas


Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk
mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya
dilaksanakan pada kelompok yang menghalami gangguan orientasi
terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik yang digunakan meliputi
inspirasi represif, interaksi bebas maupun secara didaktik.

Tujuan :
a.   Penderita mampu mengidentifikasi stimulus internal (fikiran,
 perasaan, sensasi somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi,
situasi alam sekitar)
 b.  Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan
c.   Pembicaraan penderita sesuai realita
d.   Penderita mampu mengenali diri sendiri
e.   Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat
Tahapan kegiatan :
1)  Sesi I : Orientasi Orang
2) Sesi II : Orientasi Tempat
3) Sesi III : Orientasi Waktu
Karakteristik :
a.  Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi,
ilusi, waham, dan depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi
dengan orang lain
 b.  Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang
sudah dapat berinteraksi dengan orang lain

c.  Penderita kooperatif


d.  Dapat berkomunikasi verbal dengan baik
e.  Kondisi fisik dalam keadaan sehat

4.   Terapi aktifitas kelompok sosialisasi


Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan
klien dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam
lingkungan social. Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis
untuk :
a.   Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal
 b.  Memberi tanggapan terhadap orang lain
c.  Mengekspresikan ide dan tukar persepsi
d.  Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan

Tujuan umum :
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,
 berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap
orang lain, mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.
Tujuan khusus :
a.  Penderita mampu menyebutkan identitasnya
 b.  Menyebutkan identitas penderita lain
c.  Berespon terhadap penderita lain
d.  Mengikuti aturan main
e.  Mengemukakan pendapat dan perasaannya
Karakteristik :
a.  Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti
kegiatan ruangan
 b.  Penderita sering berada ditempat tidur
c.   Penderita menarik diri, kontak sosial kurang
d.   Penderita dengan harga diri rendah
e.   Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas
f.   Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya,
 jawaban sesuai pertanyaan
g.   Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik

5.   Penyaluran energy
Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara
kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran
energi seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif
dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun
lingkungan
Tujuan :
a.   Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.
 b.  Mengekspresikan perasaan
c.  Meningkatkan hubungan interpersonal

III. 7 Peran Perawat Dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas


kelompok adalah :
1.   Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus
terlebih dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan
 panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang
dapat disusun meliputi : deskripsi, karakteristik klien, masalah
keperawatan, tujuan dan landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat,
waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas terapis.
2.   Tugas sebagai leader dan coleader
Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi
yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk
menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu
kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta
mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.
3.   Tugas sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai
anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota
kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
4.   Tugas sebagai observer
Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon
 penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani
 peserta/anggota kelompok yang drop out.
5.   Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi
Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub
kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau
kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out.
Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok
terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas
tersebut.
6.   Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi)
yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok.
Dari rangkaian tugas diatas, peranan ahli terapi utamanya adalah
sebagai fasilitator. Idealnya anggota kelompok sendiri adalah sumber primer
 penyembuhan dan perubahan. Iklim yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli
terapi adalah agen perubahan yang kuat. Ahli terapi lebih dari sekedar ahli
yang menerapkan tehnik; ahli terapi memberikan pengaruh pribadi yang
menarik variable tertentu seperti empati, kehangatan dan rasa hormat
(Kaplan & Sadock, 1997).
Sedangkan menurut Depkes RFI 1998, di dalam suatu kelompok, baik
itu kelompok terapeutik atau non terapeutik tokoh pemimpin merupakan
 pribadi yang paling penting dalam kelompok. Pemimpin kelompok lebih
mempengaruhi tingkat kecemasan dan pola tingkah laku anggota kelompok
 jika dibandingkan dengan anggota kelompok itu sendiri. Karena peranan
 penting terapis ini, maka diperlukan latihan dan keahlian yang betul-betul
 professional.
Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan bahwa peran perawat psikiatri
dalam terapi aktivits kelompok adalah sebagai leader/co leader, sebagai
observer dan fasilitator serta mengevaluasi hasil yang dicapai dalam
kelompok. Untuk memperoleh kemampuan sebagai leader/co leader,
observer dan fasilitator dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, perawat
 juga perlu mendapat latihan dan keahlian yang professional.
III. 8 Kerangka Teoritis Terapi Aktivitas Kelompok

1.   Model fokal konflik


Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus
 pada kelompok dari pada individu.

Prinsipnya: terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang


tidak disadari. Pengalaman kelompok secara berkasinambungan muncul
kemudian konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah, tugas terapi
membantu anggota kelompok memahami konflik dan mencapai
 penyelesaian konflik.
Menurut model ini pimpinan kelompok (leader) harus memfasilisati
dan memberikan kesempatan kepada anggota untuk mengekspresikan
 perasaan dan mendiskusikannya untuk menyelesaiakan masalah.
2.   Model komunikasi

Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi


dan komunikasi terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau
komunikasi tak efektif dalam kelompok akan menyebabkan ketidak
 puasan anggota kelompok, umpan balik tidak sekuat dari kohesi atau
keterpaduan kelompok menurun. Dengan menggunakan kelompok ini
leader memfasilitasi komunikasi efektif, masalah individu atau
kelompok dapat diidentifikasi dan diselesaikan.
Leader mengajarkan pada kelompok bahwa:
a.  Perlu berkomunikasi

 b.  Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya


komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup.
c.  Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain
d.  Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu
satu dan yang lain untuk melakukan komunikasi efektif
Model ini bertujuan membantu meningkatkan keterampilan
interpersonal dan social anggota kelompok. Selain itu teori komunikasi
membantu anggota merealisasi bagaimana mereka berkomunikasi lebih
efektif. Selanjutnya leader juga perlu menjelaskan secara singkat
 prinsip-prinsip komunikasi dan bagaimana menggunakan didalam
kelompok serta menganalisa proses komunikasi tersebut.
3.   Model interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan dan
tindakan) dagambarkan melalui hubungan interpersonal.
Contoh: interaksi dalam kelompok dipandang sebagai proses sebab
akibat dari tingkah laku anggota lain.
Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok.
Anggota kelompok ini belajar dari interaksi antar anggota dan terapis.
Melalui ini kesalahan persepsi dapat dikoreksi dan perilaku social yang
efektif dipelajari. Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran
untuk mengidentifikasi dan merubah tingkah laku/perilaku.
Contoh: tujuan salah satu aktivitas kelompok untuk meningkatkan
hubungan interpersonal. Pada saat konplik interpersonal muncul, leader
menggunakan situasi tersebut untuk mendorong anggota untuk
mendiskusikan perasaan mereka dan mempelajari konplik apa yang
membuat anggota merasa cemas dan menentukan perilaku apa
yangdigunakan untuk menghindari atau menurunkan cemas pada saat
terjadi konflik.
4.   Model psikodrama
Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting
sesuai dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang lalu.
Anggota memainkan peran sesuai dengan yang perna dialami. Contoh:
klien memerankan ayahnya yang dominin atau keras.

III. 9 Terapis

Terapis adalah orang yang dipercaya untuk memberikan terapi kepada


klien yang mengalami gangguan jiwa. Adapun terapis antara lain :
a.  Dokter
 b.  Psikiater
c.  Psikolog
d.   Perawat
e.   Fisioterapis
f.   Speech teraphis
g.   Occupational teraphis
h.   Sosial worker
Persyaratan dan kwalitas terapis
Menurut Globy, Kenneth Mark seperti yang dikutif Depkes RI
menyatakan bahwa persyaratan dan kualifikasi untuk terapi aktivitas
kelompok adalah :
a.  Pengetahuan pokok tentang pikiran-pikiran dan tingkah laku normal dan
 patologi dalam budaya setempat
 b.  Memiliki konsep teoritis yang padat dan logis yang cukup sesuai untuk
dipergunakan dalam memahami pikiran-pikiran dan tingkah laku yang
normal maupun patologis
c.   Memiliki teknis yang bersifat terapeutik yang menyatu dengan konsep-
konsep yang dimiliki melalui pengalaman klinis dengan pasien
d.   Memiliki kecakapan untuk menggunakan dan mengontrol institusi untuk
membaca yang tersirat dan menggunakannya secara empatis untuk
memahami apa yang dimaksud dan dirasakan pasien dibelakang kata-
katanya
e.   Memiliki kesadaran atas harapan-harapan sendiri, kecemasan dan
mekanisme pertahanan yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap teknik
terapeutiknya
f.   Harus mampu menerima pasien sebagai manusia utuh dengan segala
kekurangan dan kelebihannya
BAB IV

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI


HALUSINASI

A.   STRATEGI PELAKSANAAN TINDKAN KEPERAWATAN


Sesi I : Klien mengenal halusinasi, jelaskan cara –c  ara
kontrol halusinasi, dan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
Sesi II : Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
Sesi III : Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas

terjadwal
Sesi IV : Mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat

B.   TUJUAN
1.   Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol
halusinasi dalam kelompok secara bertahap.
2.   Tujuan khusus
a)   Klien dapat mengenal halusinasi.
 b)  Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
c)   Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.
d)   Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktivitas terjadwal.
e)   Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.
Sesi I. Klien mengenal halusinasi, jelaskan
ara kontrol halusinasi, dan
cara –c mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
No Aspek Yang Dinilai Bobot Nilai
I Tahap Pra Interaksi 10%
1)   Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu
klien dengan perubahan sensori persepsi :
halusinasi
2)   Membuat kontrak dengan klien
3)   Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

II Tahap Orentasi 10%


1)   Salam terapeutik
a)   Salam dari terapis kepada klien
 b)  Perkenalkan nama dan panggilan
terapis (pakai papan nama)
c)  Menanyuakan nama dan panggilan
semua klien (beri papan nama)
2)   Evaluasi/ validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini

3)  Kontrak
a)   Terapi menjelaskan tujuan kegiatan
yang akan dilaksanakan yaitu
mengenal suara-suara yang didengar.
 b)  Terapis menjelaskan aturan main
 berikut.

   Jika ada klien yang ingin


meninggalkan kelompok, harus
meminta izin pada terapis
   Lama kegiatan 45 menit
   Setiap klien mengikuti
kegiatan dari awal sampai
selesai
III Tahap Kerja
60%
a)  Terapis menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan, yaitu mengenal suara-suara
yang didengar (halusinasi) tentang isinya,
waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan
 perasaan klien pada saat terjadi.
 b)  Terapis meminta klien menceritakan isi
halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang
membuat terjadi, dan perasaan klien saat
terjadi halusinasi. Mulai dari klien dari
sebelah kanan, secara berurutan sampai
semua klien mendapat klien. Hasilnya
tulis di whiteboard.
c)   Beri pujian pada klien yang melakukan
dengan baik
d)   Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi
terjadi, dan perasaan klien dari suara yang
 biasa didengar

IV Tahap Terminasi 10%


1)   Evaluasi

   Terapis menanyakan perasaan


klien setelah mengikuti TAK

   Terapis memberikan pujian


atas keberhasilan kelompok
2)   Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk
melaporkan isi, waktu, situasi, dan
 perasaannya jika terjadi
halusinasi.
3)   Kontrak yang akan datang
  
Menyepakati TAK yang akan
Dokumentasi V
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien
saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Misalnya, klien mampu menyebutkan isi halusinasi (men
dan menyampaikan kepada perawat.

Total

Sesi II. Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang


lain

No Askep Yang Dinilai BobotNilai


I Tahap Pra Interaksi 10%
a)  Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 1
 b)  Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

II Tahap Orentasi 10%


  Salam terapeutik
a.  Mengingatkan kontrak dengan klien yang mengikuti sesi.
 b.  Terapis membuat kontrak dengan klien sesi 1
c.  Mempersiapkanalatdantempat
 pertemuan
2)   Evaluasi / validasi
a.   Menanyakan perasaan klien saat ini
 b.  Menanyakan pengalaman klien
setelah menerapkan dua cara yang
telah dipelajari (menghardik,
menyibukan diri, dengan kegiatan
terarah ) untuk mencegah halusinasi
3)   Kontrak
a.   Terapis menjelaskan tujuan , yaitu
mengontrol halusinasi dengan
 bercakap-cakap
 b.  Terapis menjelaskan aturan main
 berikut
  Jika ada klien yang
ingin meninggalkan
kelompok, harus meminta
izin kepada terapis
  Lama kegiatan 45 menit
  Setiap klien
mengikuti kegiatan dari
awal sampai akhir

III Tahap Kerja 60%


1)   Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-
cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan
mencegah halusinasi
2)   Terapis meminta tiap klien menyebutkan orang
yang biasa dan bisa diajak bercakap-cakap
3)   Terapis meminta tiap klien menyebutkan
 pokokpembicaraan yang biasa dan bisa
dilakukan
4)   Terapis memperagakan cara bercakap-cakap
 jika halusinasi muncul “suster,ada suara
ditelinga, saya mau ngobrol saja dengan
suster”atau” suster saya mau ngobrol tentang
kapan saya boleh pulang “ 
5)   Terapis meminta klien untuk memperagakan
 percakapan dengan orang di sebelahnnya

6)  Berikan pujian atas keberhasilan klien


7)  Ulangi 5 dan 6 sampai semua klien dapat
giliran

IV Tahap Terminasi 10%


1)   Evaluasi
a.   Terapis menanyakan perasaan klien
setelah mengikuti TAK
 b.  Terapis menanyakan TAK mengontrol
halusinasi yang sudah dilatih
c.  Memberikan pujian atas keberhasilan
kelompok
2)   Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan tiga
cara mengontrol halusinasi, yaitu
menghardik , melakukan kegiatan harian
, dan bercakap-cakap

3)  Kontrak yang akan datang


a.   Terapis membuat kesepakatan dengan
klien untuk TAK berikutnya, yaitu
 belajar cara mengontrol halusinasi
dengan patuh minum obat.
 b.  Terapis menyepakati waktu dan tempat.

V Dokumentasi 10%
kan kemampuan yang dimiliki
AK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh. Klien mengikuti TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 1. Klien belum mam
kap dengan orang lain. Anjurkan klien bercakap- cakap dengan perawat dank lien lain di ruang rawat.

Total 100%

SESI III ; Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

 No Aspek yang dinilai bobot nilai


I Pra interaksi
1.  Mengingatkan kontrak dengan klien yang
telah mengikuti sesi 2. 10%
2.  Mempersiapkan alat - alat pertemuan.

II Orientasi
1.  Salam terapeutik
a.  Salam dari terapis kepada klien

 b.  Klien dan terapis pakai papan nama


  evaluasi/validasi
a.  terapis menanyakan keadaan klien saat ini .
 b.  terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari
c.  terapis menanyakan pengalaman klien 10%

menerapkan cara menghardik


halusinasi
3.   kontrak
a.  terapis menjelaskan tujuan
kegiatan,yaitu mencegah terjadinya
halusinasi dengan melakukan kegiatan.
 b.  menjelaskan aturan main berikut.
-  Jika ada klien yang ingin
meninggalkan kelompok,harus
meminta ijin kepada terapis
-  Lama kegiatan 45 menit.
-  Setiap klien mengikuti kegiatan dari
awal sampai selesai

III tahap kerja


1.   terapis menjelaskan cara kedua yaitu
melakukan kegiatan sehari hari.jelaskan
 bahwa dengan melakukan kegiatan yang
teratur akan mencegah munculnya
halusinasi.
2.   Terapi meminta setiap klien

menyampaikan kegiatan yang bisa


dilakukan sehari hari dan tulis di 60%
whiteboard.
3.   terapis membagikan formulir jadwal
kegiatan seharian .terpis menulis
formulir yang sama di whiteboard.
4.   terapis membimbing satu persatu klien
untuk membuat jadwal kegiatan harian
dari bangun pagi sampai tidur

malam.klien menggunakan formulir


terapis menggunakan whiteboard.
5.   terapis melatih klien memperagakan
kegiatan yang telah disusun.
6.    berikan pujian dengan tepuk tangan
 bersama kepada klien yang sudah selesai
membuat jadwal dan memperagakan
kegiatan.

IV Terminasi
1.   evaluasi
a.  terapis menanyakan perasaan klien
setelah selesai menyusun jadwal
kegiatan dan memperagakannya.
 b.  terapis memberikan pujian atas
keberhasilan kelompok

2.  tindak lanjut


terapis meganjurkan klien melaksanakan
2 cara mengontrol halusinasi yaitu 10%
menghardik dan melakukan kegiatan.
3.   Kontrak yang akan datang
a.  terapis membuat kesepakatan
dengan klien untuk TAK
 berikutnya ,yaitu belajar cara
mengontrol halusinasi dengan
 bercakap cakap.
 b.  terapis membuat waktu dan
kesepakatan
V Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien
10%
saat TAK pada catatan proses keperawatan pada tiap
klien

Total 100%
SESI IV : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

 No Aspek yang dinilai bobot nilai


I Pra interaksi
  mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 3.
  mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
10%

II
Orientasi
  salam teraupetik
a.  salam dari terapis kepada klien
 b.  terapis dan klien memakai papan nama 2.  evaluasi/validasi
a.  menanyakan perasaan klien saat ini
 b.  terapismenanyakanpengalamanklien mengontrol halusinasi setelah menggunakan

tiga cara yang telah di pelajari


(menghardik,menyibukkan diri dengan
kegiatan,dan bercakap cakap)
3.  kontrak
10%
a.  terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
 b.  menjelaskan aturan main tersebut

- Jika
ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada
 petugas

-  Lama kegiatan 45 menit



Setiap klien mengikuti kegiatan dari
awal sampai selesai
III Tahap kerja
1.   Terapis menjelaskan untungnya patuh
minum obat,yaitu mencegah kambuh
karena obat memberi perasaan
tenang,dan memperlambat kambuh.
2.   Terapis menjelaskan kerugian tidak
 patuh minum obat,yaitu penyebab
kambuh.
3.   Terapis meminta tiap klien
menyampaikan obat yang di makan dan
waktu memakanya. Buat daftar di
whiteboard.
4.   Menjelaskan lima benar minum
obat,yaitu benar obat, benar waktu
minum obat,benar orang yang minum
obat,benar cara minum obat,benar
60%
dosis obat.
5.   Minta klien menyebutkan lima benar
cara minum obat secara bergiliran.
6.   Berikan pujian pada klien yang benar.
7.  Mendiskusikan perasaan klien sebelum
minum obat (catat di whiteboard).
8.   Mendiskusikan perasaan klien setelah
teratur minum obat (catat di
whiteboard).
9.   Menjelaskan keuntungan patuh minum
obat,yaitu salah satu cara mencegah
halusinasi/kambuh.
10.  Menjelaskan akibat/kerugian tidak
 patuh minum obat, yaitu kejadian
halusinasi/ kambuh.
11.  Minta klien menyebutkan kembali
keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat
12.  Memberi pujian tiap kali klien benar.

IV Terminasi
1.   evaluasi
a.   Terapis menanyakan perasaan klien
setelah mengikuti TAK
 b.  Terapis menanyakan jumlah cara
mengontrol halusinasi yang sudah d
 pelajari
c.  Terapis memberikan pujian atas
keberhasilan kelompok
2.   tindak lanjut
mengajurkan klien menggunakan empat
cara mengontrol halusinasi,yaitu 10%

menghardik,melakukan kegiatan
harian,bercakap cakap dan patuh minum
obat
3.   kontrak yang akan datang
a.   Terapis mengakhiri sesi TAK
stimulasi pesepsi untuk mengontrol
halusinasi
 b.  Buat kesepakatan baru untuk TAK
yang lain sesuai dengan indikasi klien

V Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang memiliki klien
10%
 pada catatan proses keperawatan tiap klien

Total 100%
BAB V

PENELITIAN TERKAIT

1. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita Terhadap Kemampuan

Mengidentifikasi Stimulus Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Prof.


Dr. V. L. Ratumbuysang Sulawesi Utara
Oleh Musa, et al. (2015)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Musa, et al (2015) terapi aktivitas
kelompok diberikan sebanyak 8 kali dengan jumlah pasien sebanyak 15 orang.
Stimulus-stimulus yang diberikan dalam terapi ini adalah menyanyi bersama,
tepuk tangan, melempar balon dan bergoyang Ketika diberikan terapi terdapat
 pasien yang mengalami peningkatan akan tetapi terdapat juga yang tidak
mengalami peningkatan. Pada TAK sesi 1, 2, 3, 4 dan 6 terdapat pengaruh
terapi pada pasien sedangkan pada TAK sesi 5, 7 dan 8 tidak ada pengaruh.
Pada saat diberikan TAK sesi 1, 2, 3, 4 dan 6 responden terlihat sangat
kooperatif dalam mengikuti pelaksanaan TAK. Sedangkan pada saat pemberian
TAK sesi 5, 7 dan 8 responden terlihat kurang bersemangat dan kooperatif
dalam mengikuti TAK, hal ini dikarenakan teman-teman peneliti pada saat itu
sangat sedikit, sehingga terlihat suasana TAK pada saat itu kurang
 bersemangat. Meskipun ada penambahan stimulus-stimulus lainnya seperti
menambahkan beberapa permainan, hal itu masih membuat merasa jenuh
dengan suasana TAK pada saat itu. Sehingga untuk TAK sesi 5, 7 dan 8 ini

tidak memberikan pengaruh terhadap kemampuan responden mengidentifikasi


stimulus.
Keberhasilan terapi aktivitas kelompok orientasi realita dipengaruhi oleh
 perasaan atau suasana responden/pasien. Untuk membuat suasana kooperatif
dan bersemangat dibutuhkan stimulus dalam TAK yang tepat dan kehadiran
dari semua anggota kelompok TAK.

2. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Peningkatan Harga Diri Terhadap Harga

Diri Klien Menarik Diri Di Ruang Seruni Rs Jiwa Dr Radjiman

Wediodiningrat Lawang
Oleh Widowati, et al. (2010)

Terapi aktivitas kelompok peningkatan harga diri memberikan pengaruh


 positif terhadap harga diri klien menarik diri sehingga dapat memudahkan klien
untuk bersosialisasi baik di lingkungan rumah sakit maupun di rumah.
Sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok peningkatan harga diri klien
menarik diri, seluruh responden belum menunjukkan adanya perubahan pada
harga dirinya dikarenakan seluruh responden masih memiliki tanda gejala
harga diri rendah. Setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok peningkatan
harga diri pada klien menarik diri, responden mengalami perubahan yang
 bermakna yang ditandai dengan berkurangnya tanda gejala harga diri rendah.
Hal ini dikarenakan semua responden tidak dalam fase krisis, semua responden
mengikuti tiap-tiap tahap terapi aktivitas kelompok dengan baik, tidak
meninggalkan tempat saat melakukan terapi aktivitas kelompok peningkatan
harga diri.
Kiat-kiat pengembangan harga diri yang dilakukan pada TAK tersebut
seperti: melihat diri sendiri sebagai pribadi yang terpisah dari serangkaian nilai,
kebutuhan, dan impian yang anda miliki; melatih pikiran untuk menghargai diri
sendiri sebagaimana adanya; hentikan kebiasaan merendahkan diri dengan
mengubah self-talk; menjadi diri yang “sebenarnya”; dan hentikan sikap
mengalahkan diri sendiri. Kiat-kiat tersebut akan mengembalikan konsep diri
klien menjadi lebih adaptif.

3. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Tingkat Depresi Di


Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Oleh Kiki Susilowati & Arif Widodo (2009)
Terdapat pengaruh pemberian perlakuan TAK sosialisasi terhadap tingkat
depresi di Rumah Sakit Jiwa Surakarta

   Pada kelompok perlakuan tingkat depresi responden sebelum pemberian


 perlakuan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (pre test ) sebagian besar
adalah depresi berat, sedangkan sesudah perlakuan (post test) rata-rata
sedang dan ringan.
  Untuk kelompok control tingkat depresi responden sebagian
adalah depresi pada pre test dan post test sebagian besar adalah berat.

4. Perbedaan Terapi Aktivitas Kelompok (Tak) Dengan Model Interpersonal Dan

Modal Psikodrama Terhadap Perubahan Depresi Lansia Balai Resos Anak


“Wira Adhi Karya” Ungaran Unit Pelayanan Lanjut Usia Wening Wardoyo
Ungaran
Oleh Febriana, et al.(2015)
TAK interpersonal lebih berpengaruh terhadap perubahan depresi pada
lansia dibanding TAK psikodrama.
Hal itu dikarenakan pada dasarnya dalam TAK interpersonal, susunan
kepribadian digambarkan melalui hubungan interpersonal dalam kelompok,
intraksi dalam kelompok dapat dipandang sebagai proses sebab akibat, dimana

 perasaan dan tingkah laku orang lain,faktor paling penting dalam


 perkembangan kepribadian individu dan perilaku hubungan orang dengan
orang lain.
Untuk menurunkan tingkat depresi yang dialami lansia, peneliti
memberikan intervensi berupa dinamika kelompok menggunakan TAK
Interpersonal dan TAK Psikodrama dengan frekuensi dan jangka waktu yang
telah ditentukan.

5. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi dalam Menurunkan

Tingkat Kecemasan pada Lansia


Oleh Khamida, Meilisa
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Lansia di Desa Damarsi Buduran Sidoarjo. Desain penelitian Quasy-
 Experiment dengan pendekatan  pre post test control group design,  populasi
seluruh lansia cemas sebanyak 75 orang, sampel sebagian lansia sebesar 34
diambil dengan metode  simple random sampling. Variabel independen terapi
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi, variabel dependen adalah cemas.
Instrument yang digunakan adalah lembar kuesioner dan lembar observasi. Uji
statistik menggunakan uji Wilcoxon dengan nilai kemaknaan α = 0,05. 
Hasil penelitian sebelum kegiatan rutin harian dari 22 responden kelompok
kontrol terdapat tingkat kecemasan sedang 59,1%, dan setelah kegiatan rutin
harian terdapat tingkat kecemasan sedang 68,2%. Sedangkan 12 responden
kelompok perlakuan sebelum (TAK) terdapat tingkat kecemasan sedang 100%
dan setelah (TAK) terdapat tingkat kecemasan ringan 75,0%. Uji Wilcoxon
 pada kelompok perlakuan menunjukkan ρ = 0,003, ρ < α berarti ada pengaruh
terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi terhadap tingkat kecemasan
 pada lansia di desa damarsi buduran sidoarjo.Tingkat kecemasan lansia dapat
di turunkan dengan salah satunya terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi
 persepsi. Saran untuk para lansia untuk berperan aktif pada kegiatan ini untuk
menurunkan tingkat kecemasan.

6. Penerapan Standar Asuhan Keperawatan dan TAK Stimulus Persepsi Terhadap


Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Oleh Sutinah
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan
standar asuhan keperawatan dan terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulus
 persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
desain one group pretest posttest . Jumlah sampel sebanyak 12 responden.
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara  purposive sampling  dari
seluruh klien yang dirawat dan mengalami halusinasi, sampel diambil dengan
menggunakan kriteria inklusi. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner
dan pedoman observasi. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat
dengan uji T-dependent.
Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh sesudah diberikan standar
asuhan keperawatan dan TAK stimulus persepsi terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi. Nilai rata-rata mengontrol halusinasi klien sebelum
dilakukan standar asuhan keperawatan dan TAK stimulus persepsi sebesar 2.42
dan setelah diberikan standar asuhan keperawatan dan terapi aktivitas stimulus
 persepsi sebesar 19.00 dengan P-value  0.009. Penelitian ini menunjukkan
 bahwa standar asuhan keperawatan dan TAK stimulus persepsi dapat
meningkatkan kemampuan klien mengontrol halusinasi sehingga perawat
Rumah Sakit Jiwa Jambi agar lebih meningkatkan pelaksanaan penerapan
standar asuhan keperawatan dan TAK stimulus persepsi pada pasien halusinasi.

7.   Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap


Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial
Oleh Surya Efendi, Atih Rahayuningsih, dan Wan Muharyati (2012)

Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Beda Dua Mean Dependen
( Paired Sampel)  didapatkan rata-rata perilaku isolasi sosial sebelum
pemberian TAKS adalah 31,50 dengan standar deviasi 2,369. Sedangkan rata-
rata perilaku isolasi sosial setelah pemberian terapi aktivitas kelompok
sosialisasi (TAKS) adalah 40,10 dengan standar deviasi 2,025. Hasil uji statistik
ini didapatkan nilai p=0,00 (p<0,05), maka dapat disimpulkan terdapat
pengaruh yang
 bermakna pada pemberian TAKS terhadap perubahan perilaku klien isolasi
sosial. Dengan demikian Ho ditolak. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
seluruh responden mengalami penurunan perilaku isolasi sosial setelah
diberikan TAKS. Selain itu, terdapat pengaruh yang bermakna pada pemberian
TAKS terhadap perubahan perilaku klien isolasi sosial.

8.   Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi-Sensori Terhadap


Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Halusinasi Di Rsjd Dr.
Amino Gondohutomo Semarang.
Oleh Afifah Nur Hidayah (2015)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji
wilcoxon test untuk mengetahui kemampuan mengontrol halusinasi sebelum
dan sesudah perlakuan TAK stimulasi persepsi-sensori pada masing-masing
kelompok penelitian didapatkan nilai Sig.(2-tailed) 0,129 yang artinya tidak
ada perbedaan yang signifikan antara nilai sebelum dengan setelah pemberian
TAK pada kelompok kontrol, sedangkan pada kelompok intervensi
didapatkan nilai  signifikansi  p=0,005 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan kemampuan mengontrol halusinasi antara nilai sebelum
 pemberian TAK dengan setelah pemberian TAK. Hasil analisis dengan
menggunakan uji mann-whitney didapatkan nilai signifikansi adalah 0,000 hal
ini menunjukkan bahwa H0 ditolak yang artinya ada beda kemampuan
mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi yang signifikan antara
kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

9. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Peningkatan Ketrampilan


Sosial Dasar Pada Pasien Skizofrenia Di Rsjd Dr. Rm. Soedjarwadi Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2015
Oleh Hartono (2015)

Hasiluji  Mann Whitney terhadap  gain score kelompok eksperimen dan


kelompok kontrol diperoleh hasil p=0.012 (p < 0.05), hal tersebut berarti

 bahwa terdapat perbedaan peningkatan skor antara kelompok eksperimen dan


kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi terapi
aktivitas kelompok dapat meningkatkan skor skala kemampuan sosial dasar
 pada pasien skizofrenia pada kelompok eksperimen, dan kelompok kontrol
tidak mengalami peningkatan skor skala kemampuan sosial dasar pada pasien
skizofenia. Hasil analisis skala kemampuan sosial dasar antara skor  pre test
dan  post test dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
menunjukkan skor Z = -2.522 dan p=0.012, berarti nilai p < 0.05 (signifikan),
sehingga dapat dikatakan bahwa ada perbedaan skor kemampuan sosial dasar

 pada pasien skizofrenia yang signifikan antara skor  pre test dan post test pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, kemudian pada tahap  follow up
hasil analisis  Friedman test menunjukkan p=0.009, berarti nilai p < 0.05
dapat diartikan signifikan. Berdasarkan uji hipotesis diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa Terapi Aktivitas Kelompok terbukti dapat meningkatkan
ketrampilan sosial dasar pasien skizofrenia secara signifikan.

10. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap


Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Tampan
Provinsi Riau.
Oleh Tiomarlina Purba, Fathra Annis Nauli dan Sri Utami (2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 26 responden, hasil pre
test tingkat halusinasi pasien rata-rata sebesar 7,42. Setelah diberikan terapi
aktivitas kelompok persepsi diperoleh nilai rata-rata hasil post test 4,27. Hasil

 pre  test kemampuan pasien mengontrol halusinasi rata-rata sebesar 1,42.


Setelah diberikan terapi aktivitas kelompok persepsi diperoleh nilai rata-rata

hasil post test 5,11. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap penurunan tingkat halusinasi
dan kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan hasil uji t
dependent didapatkan p value=0,000 < α (0,05). Dengan demikian
dapat disimpulkan
 bahwa dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dapat menurunkan
tingkat halusinasi pasien dan meningkatkan kemampuan pasien mengontrol
halusinasi.

11. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 Terhadap
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di
Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
Oleh Aristina Halawa (2014)
Kemampuan pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi
 pendengaran sebelum pemberian Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi
Persepsi Sesi 1-2 didapatkan bahwa pasien yang mampu mengontrol
halusinasi sebanyak 3 orang (33.3%). Kemampuan pasien skizofrenia dalam
mengontrol halusinasi pendengaran setelah pemberian Terapi Aktivitas
Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 didapatkan sebagian besar responden
mampu mengontrol halusinasi sebanyak 8 orang (88.9%). Hasil analisis dari
uji Wilcoxon diketahui bahwa nilai p=0.025 yaitu p < α  (0.05) sehingga dapat
dikatakan bahwa ada   pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok:  Stimulasi
Persepsi Sesi 1-2 terhadap  kemampuan mengontrol halusinasi 
pendengaran
 pada pasien skizofrenia di  Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya.
BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan


antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai
norma yang sama. Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan
untuk saling bertukar (Sharing) tujuan, misalnya membantu individu yang
 berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain,
mengidentifikasi dan memberikan alternatif untuk membantu merubah
 perilaku destruktif menjadi konstruktif.
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan
 perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika
interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.

VI.2 Saran

Sebagai perawat haruslah mengetahui tentang terapi aktivitas kelompok


serta dapat mengaplikasikannya dalam praktik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Febriana, Nining; Eko Susilo dan Dewi Puspita. “PERBEDAAN TERAPI


AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) DENGAN MODEL INTERPERSONAL
DAN MODAL PSIKODRAMA TERHADAP PERUBAHAN DEPRESI
LANSIA BALAI RESOS ANAK ‘WIRA ADHI KARYA’ UNGARAN
UNIT PELAYANAN LANJUT USIA WENING WARDOYO
UNGARAN.” 
Halawa, Aristina. “PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK: 
STIMULASI PERSEPSI SESI 1-2 TERHADAP KEMAMPUAN
MENGONTROL HALUSINASI PENDENGARAN PADA
PASIENSKIZOFRENIA DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT
JIWAMENUR SURABAYA.” 
Hartono. 2015. “PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK TERHADAP
PENINGKATAN KETRAMPILAN SOSIAL DASAR PADA PASIEN
SKIZOFRENIA DI RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA
TENGAH TAHUN 2015,” 1–2  1.
Hidayah, Nur Afifah. 2015. “PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN
MENGONTROL HALUSINASI PADA PASIEN HALUSINASI DI RSJD
DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG” 8 No 1: 44–5  5.
Keliat, Budi dkk. 2012. Keperawatan kesehatan jiwakomunitas. Jakarta: EGC

Khamida, Meilisa. 2016. “TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


STIMULASI PERSEPSI DALAM MENURUNKAN TINGKAT
KECEMASAN PADA LANSIA” 9: 121– 128.

Musa, Sari Apriani dan Esrom Kanine Franly Onibala. 2015. “PENGARUH
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITA TERHADAP
KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI STIMULUS PADA PASIEN
HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. V. L.
RATUMBUYSANG SULAWESI UTARA” 3. 
Purba, Tiomarlina; Fathra Annis Nauli dan Sri Utami. “PENGARUH TERAPI
AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP
KEMAMPUAN PASIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RUMAH
SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU.” 
Purwaningsih, Wahyu & Karlina Ina.2010.Asuhan Keperawatan

Jiwa.Jogjakarta:Nuha Medika.

Sri Widowati1, Nur Lailatul M, Widayanti. “PENGARUH TERAPI AKTIVITAS


KELOMPOK P (Keliat, Budi dkk, 2012)ENINGKATAN HARGA DIRI
TERHADAP HARGA DIRI KLIEN MENARIK DIRI DI RUANG SERUNI
RS JIWA DR RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWAN” 1 Nomor 1: 45 –
4  9.
Surya Efendia, Atih Rahayuningsihb, Wan Muharyati. 2012. “Pengaruh
Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Perubahan

Perilaku Klien Isolasi Sosial” 8 NO 2: 105– 114.

Susilowati, Kiki dan Arif Widodo. 2009. “PENGARUH TERAPI AKTIVITAS


KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP TINGKAT DEPRESI DI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.” 
Sutinah. 2016. “PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DAN
TAK STIMULUS PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN
MENGONTROL HALUSINASI” 10: 183–1  87.

Anda mungkin juga menyukai