Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KONSEP DASAR PSIKOLOGI KOGNITIF


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Koginitf dalam Pembelajaran Fisika

Dosen Pengampu :

1. Prof. Dr. Wiyanto, M.si.


2. Dr. Suharto Linuwih, M.Si

Disusun oleh :

1. Dewi Rahmawati (0403518011)


2. Annisa Faurina Lestari (0403518019)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2018
I. PENDAHULUAN
Ilmu Psikologi mempelajari tentang sikap perilaku manusia. Sedangkan, Kognitif
adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan yang secara umum diartikan sebagai
potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), dan
evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Salah satu cabang ilmu psikologi khusus yang mempelajari tentang kognitif
seseorang disebut Psikologi kognitif. Selain ilmu psikologi, kemampuan kognitif juga
dapat diamati dengan ilmu lainnya seperti filsafat dan neurosains. Proses kognitif
dipengaruhi salah satunya oleh emosi yang merupakan bagian penting dalam psikologi.
Fenomena-fenomena kognitif tanpa kita sadari terus terjadi disekitar kita, salah satunya
adalah hubungan psikologi kognitif dalam pemrosesan informasi.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar psikologi kognitif ?
2. Bagaimana hubungan psikologi kognitif dengan teori pemrosesan informasi?
3. Bagaimana penerapan teori pemrosesan informasi dalam pembelajaran?
III. PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Psikologi Kognitif
Sudah lebih dari 2000 tahun proses-proses berpikir manusia telah dibicarakan.
Misalnya, Aristoteles-membahas tentang daya ingat; Hukum belajar dan daya
ingatbandung memiliki ikon gedung sate. Pada tahun 1879 psikologi merupakan suatu
studi ilmiah dengan didirikannya laboratorium psikologi pertama oleh Wilhem Wundt di
Leipzig, Jerman. Pada saat itu, psikologi merupakan disiplin ilmu baru yang lepas dari
filsafat dan ilmu faal. Menurut Wundt, psikologi mempelajari pengalaman yang disadari
(introspeksi selama 50tahun).
Penelitian berkembang dengan cara introspeksi melalui jurnal dan konferensi-
konferensi. Jurnal dan kongerensi diperoleh hasil bahwa harus ada pelatihan para
pengamat, penggunaan control yang relevan, ada replikasi eksperimen. Selain itu, metode-
metode Wundt yang hati-hati dan teliti serupa penelitian kognitif sekarang. Dahulu
penelitian Wundt hanya terbatas pada proses mental yang lebih tinggi, seperti berpikir,
bahasa, problem solving, tak dapat diteliti dengan baik menggunakan teknik ini.

1
Pendapat Wundt ditentang oleh Ebbinghaus (1913). Menurut Ebbinghaus ada metode
lain untuk meneliti memori (nonsense syllables/hal-hal yang tak berarti) yang lebih
berpengaruh terhadap psikologi kognitif dibandingkan pendapat yang dikemukakan oleh
Wundt.
Pada akhir abad 19 di Amerika, psikologi dipengaruhi oleh pendapat-pendapat
William James. James menggunakan pendekatan informal (pertanyaan-pertanyaan
psikologis sehari-hari), buku principal of psychology (1890), dan teori-teori tentang daya
ingat yang meliputi struktur dan proses-proses. Pada tahun 1924, J.B. Watson dari aliran
behavioris mengandalkan reaksi-rekasi objektif dan dapat diamati, diantaranya :
1. Introspeksi (tidak ilmiah).
2. Ketidaksadaran, terlalu kabur karena tidak dapat diteliti dengan baik sehingga
simpulannya diragukan. Aliran behavioris menolak istilah image, idea, thought.
3. Menghindari penelitian terhadap manusia, maka beralih pada tikus.
Akibatnya penelitian-penelitian aktivitas mental terhambat. Behaviorisme masih
banyak memberikan sumbangan metode-metode kognitif saat itu. Menurut para behavioris
suatu konsep harus didefinisikan dengan hati-hati dan tepat. Misalnya istilah performance,
agresi. Dalam behaviorisme perlu adanya control maka dilakukan eksperimen. Para
behavioristik jarang mempelajari proses-proses mental manusia yang lebih tinggi yang
menjadi minat dan psikologi kognitif kontemporer. Akhir abad 19 dan awal abad 20
psikologi gestalt di Eropa berkembang. Pendekatan kecenderungan-kecenderungan untuk
mengorganisir hal-hal yang dilihat dan bahwa keseluruhan jauh lebih besar dibandingkan
jumlah bagian. Psikologi gestalt menentang teknik introspektif dari penganalisaan.
Kemudian muncul seorang peneliti dari Inggris yang bernama Frederick C. Bartlett yang
meneliti memori manusia. Beliau mengadakan eksperimen dan social study tentang
remembering (Bartlett, 1932) serta menolak metode Ebbinghaus. Sebagai gantinya beliau
mengemukakan materi bermakna (cerita panjang) yang dianalisis tentang bagaimana
mental set seseorang mempengaruhi recall tentang materi tersebut. Memori didefinisikan
sebagai proses rekonstruktif yang melibatkan interpretasi dan transformasi materi asli
(Kendler, 1987). Pada tahun 30 an karya Bartlett tidak begitu diperhatikan di Amerika.
Baru sekitar 20 tahun kemudian psikologi kognitif sibuk menerapkan metode
eksperimental dan behaviorisme.
Pada awal 1950-an, sebuah gerakan yang disebut "revolusi kognitif" terjadi sebagai
respon untuk behaviorisme. Kognitivisme adalah keyakinan bahwa banyak perilaku
manusia dapat dipahami dalam hal bagaimana orang berpikir. Hal ini menyatakan

2
penolakan terhadap anggapan bahwa psikolog harus menghindari kegiatan mempelajari
proses mental karena mereka tidak dapat diamati. Kognitivisme adalah sebagian sintesis
dari bentuk-bentuk analisis sebelumnya, seperti behaviorisme dan Gestaltisme. Seperti
behaviorisme, kognitivisme mengadopsi analisis kuantitatif yang tepat untuk mempelajari
bagaimana orang belajar dan berpikir, seperti Gestaltisme yang menekankan proses mental
internal.
Psikologi kognitif adalah studi tentang bagaimana orang mempersepsikan, belajar,
mengingat, dan pikirkan tentang informasi. Psikologi adalah kegiatan memelajari tingkah
laku manusia. Ada istilah yang familiar dalam imu psikologi yang disebut emosi. Emosi
adalah suatu gejala psikologis yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap tingkah laku
dan dikeluarkan dalam bentuk ekspresi tertentu. Sedangkan Kognitif berhubungan dengan
serangkaian proses untuk memperoleh pengetahuan. Pengetahuan seseorang tentang
sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya memengaruhi
prilaku atau tindakan mereka terhadap sesuatu. Mengubah pengetahuan seseorang akan
sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka. Maka dapat disimpulkan bahwa
emosi yang merupakan bagian dalam psikologi dapat berdampak pada proses-proses
kognitif atau peran-peran proses kognitif terhadap kemunculan emosi. Kesimpulan inilah
yang disebut Teori Scarer yang dicetuskan oleh Lazarus dan Scerer. Namun teori tersebut
sempat disanggah karena seorang Zajonc yang menyatakan bahwa emosi secara potensial
independen dari kognisi. Pendapat Zajonc memiliki kecendrungan memandang
kognisi/emosi sebagai sistim psikologis yang paralel yang mungkin atau tidak mungkin
relatif indipenden. Hal tersebut Merupakan suatu cara pendekatan yang sama sekali tidak
perlu. Seseorang dapat memandanmg teori-teori “kognitif” sebagai cara yang dapat
diterapkan secara umum pada teori didalam psikologi. Bila teori kognitif dipandang
sebagai kerangka kerja umum untuk merumuskan teori psikologis tentang emosi atau
apapun, tidak adalagi kontroversial dalam merumuskan teori psikologis.
B. Hubungan Psikologi Kognitif dengan Teori Pemrosesan Informasi
Teori belajar pemrosesan informasi merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah mengolah
informasi. Sekilas teori ini mirip dengan teori kognitif yaitu lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil. Dalam teori pemrosesan informasi, proses memang penting, namun
yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses itu yang akan dipelajari siswa.
Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar siswa akan

3
berlangsung, sangat ditentukan oleh informasi yang dipelajari. Dalam teori pemrosesan
informasi tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk
semua siswa.
Penjelasan lebih lanjut dari Bambang Warsita, bahwa berdasarkan kondisi internal
dan eksternal ini, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Model proses
belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu
sebagai berikut:
1. Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses
sebagai informasi.
2. Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori
jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
3. Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat
diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.
Seperangkat proses yang bersifat internal yang dimaksud oleh Gagne adalah kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar
dan terjadinya proses kognitif dalam diri individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Berbeda dengan piaget, para pakar psikologi pemrosesan informasi tidak
menggambarkan perkembangan koginitif dalam tahap – tahap. Sebaliknya teori
pemrosesan informasi lebih menekankan pentingnya proses – proses kognitif atau
menganalisa perkembangan ketrampilan kognitif, seperti perhatian, memori, metakognisi
dan strategi kognitif. Teori kognisi ini setidaknya didasari oleh tiga asumsi umum.
Pertama, pikiran dipandang sebagai suatu sistem penyimpanan dan pengembalian
informasi. Kedua, individu – individu memproses informasi dari lingkungan, dan ketiga,
terdapat keterbatasan pada kapasitas untuk memproses dari seorang individu.
Berdasarkan pada asumsi – asumsi diatas, dapat dipahami bahwa teori pemrosesan
informasi lebih menekankan pada bagaimana individu memproses informasi tentang dunia
mereka, bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran, bagaimana informasi disimpan dan
disebarkan, dan bagaimana informasi diambil kembali untuk melaksanakan aktivitas –
aktivitas yang komplek, seperti halnya memecahkan masalah dan berpikir. Jadi inti dari
pendekatan informasi ini adalah proses memori dan proses berpikir.

4
Komponen pemrosesan informasi dipilah berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas,
bentuk informasi, serta proses terjadinya. Komponen tersebut adalah:
1. Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari
luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam waktu
sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2. Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi
perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas
(informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan
informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya
agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi
kapasitas disamping melakukan pengulangan.
3. Long Term Memory (LTM) diasumsikan:
a. Berisi semua pengetahuan yan telah dimiliki individu,
b. Mempunyai kapasitas tidak terbatas,
c. Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Proses informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding),
diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge) dan diakhiri dengan mengungkapkan
kembali informas-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival).[8] Teori belajar
pemerosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang
mencakup beberapa tahapan.
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori. Sistem syaraf
menggunakan kode internal yang merepresentasikan stimulus eksternal. Dengan cara ini
representasi objek/kejadian eksternal dikodekan menjadi informasi internal dan siap
disimpan.
Stroge adalah informasi yang diambilkan dari memori jangka pendek kemudian
diteruskan untuk diproses dan digabungkan ke dalam memori jangka panjang. Namun
tidak semua informasi dari memori jangka pendek dapat disimpan. Kunci penting dalam
penyimpanan di memori jangka panjang adalah adanya motivasi yang cukup untuk
mendorong adanya latihan berulang hal-hal dari memori jangka pendek.
Retrieval adalah hasil akhir dari proses memori. Mengacu pada pemanfaatan
informasi yang disimpan. Agar dapat diambil kembali, informasi yang disimpan tidak
hanya tersedia tetapi juga dapat diperoleh karena meskipun secara teoritis informasi yang
disimpan tersedia tetapi tidak selalu mudah untuk menggunakan dan menempatkannya.

5
Teori pemrosesan informasi memiliki keunggulan dalam strategi pembelajaran, yaitu
sebagai berikut :
1. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
6. Kontrol belajar memungkinkan belajaar sesuai irama masing-masing individu
7. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja
yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan
Sedangkan kelemahan atau hambatan terhadap Implementasi teori pemrosesan informasi
antara lain:
1. Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
2. Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung
3. Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam
ingatan
4. Tidak menyediakan deskripsi yang memadai mengenai perubahan perkembangan dalam
kognisi
5. Kemampuan otak tiap individu tidak sama
6. Kemampuan berpikir/ daya otak manusia terbatas. Individu hanya dapat memerhatikan
sejumlah informasi yang terbatas pada satu waktu, dan kecepatan untuk memproses informasi
juga terbatas.
7. Anak membutuhkan waktu dan usaha untuk melatih encoding (penyandian), agar dapat
menyandi secara otomatis.
C. Penerapan Teori Pemrosesan Informasi Dalam Pembelajaran
Aplikasi teori pemrosesan informasi dalam pembelajaran dapat mengambil teori yang
disampaikan oleh Gagne tentang tahapan belajar dari fakta sampai pemecahan masalah,
serta tahapan tujuan dari yang rendah sampai ke tinggi, ditunjukan oleh keterangan yang
dituliskan Harjanto tentang pelajaran melukis, seperti berikut ini :
1. Siswa dapat menyebutkan beberapa alat yang dipergunakan untuk mengambar
berwarna (fakta).
2. Siswa dapat mengidentifikasi warna panas dan warna dingin (konsep).
3. Siswa dapat menyatakan bahwa penempatan atau pemakaian kedua jenis warna
tersebut akan saling berpengaruh (prinsip)
4. Siswa dapat melukis dengan komposisi warna yang harmonis (pemecahan masalah)

6
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di dalam makalah, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kognitif dan psikologi saling mempengaruhi satu sama lain.
2. Salah satu tokoh pemrosesan informasi adalah Robert Gagne, yang menyatakan
bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap
individu yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa
eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan.
3. Komponen pemrosesan informasi dipilah berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas,
bentuk informasi, serta proses terjadinya. Komponen tersebut adalah: Sensory
Receptor (SR), Working Memory (WM), Long Term Memory (LTM).
4. Proses informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding),
diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge) dan diakhiri dengan mengungkapkan
kembali informas-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival).
V. DAFTAR PUSTAKA
Matlin, Margaret W.(1994).Cognitive.New York: Ted Buchholz.
Sternberg, Robert J.(2012)Cognitive Psychology Sixth Edition.USA: Wadsworth
Cengage Learning

Anda mungkin juga menyukai