Anda di halaman 1dari 12

Refarat Kepada Yth,

Divisi Respirologi

PROFILAKSIS ASMA PADA ANAK

Penyaji : dr. Riza Deyuga


Pembimbing : dr. Wisman Dalimunthe, M.Ked (Ped), Sp.A (K)
Pengawas : dr. Wisman Dalimunthe, M.Ked (Ped), Sp.A (K)
dr. Rini Savitri Daulay, M.Ked (Ped), Sp.A
dr. Fathia Meirina, M.Ked (Ped), Sp.A

Pendahuluan
Asma merupakan penyakit kronis paling umum pada anak-anak yang
menyebabkan morbiditas yang diukur dari ketidakmampuan untuk beraktifitas di
sekolah, riwayat berobat ke instalasi gawat darurat dan hospitalisasi. 1 Asma dapat
bermula dari awal masa anak-anak, dan sebagian besar pasien asma mulai muncul
gejala asma pertama saat anak-anak.2 Onset asma pada laki-laki lebih awal
dibandingkan pada perempuan.
Sampai saat ini belum ada intervensi khusus untuk mencegah perkembangan
asma atau memodifikasi proses perjalanan penyakitnya yang panjang. Riwayat atopi
dijumpai pada sebagian besar pasien yang berusia di atas 3 tahun, dan sensitisasi
spesifik alergen merupakan faktor risiko paling penting dalam perkembangan dan
perjalanan penyakit asma.1
Sejumlah perangkat untuk identifikasi mengi pada anak berusia ≤ 5 tahun
yang berisiko tinggi mengalami asma persisten terus dievaluasi dalam penggunaanya
dalam praktik klinis.3 Asthma Predictive Index (API) berdasarkan penelitian
Tucson’s Children Respiratory Study menyatakan pasien anak dengan API positif
memiliki risiko 4-10x lipat lebih tinggi menjadi asma persisten pada usia 6-13 tahun
dibandingkan dengan API negatif.1 Sekitar 95% pasien dengan API negatif bebas dari
asma. Tujuan dari tatalaksana asma pada anak-anak adalah untuk mencapai kontrol
gejala dan mempertahankan pola aktifitas yang normal, serta meminimalisir risiko
eksaserbasi asma, gangguan perkembangan paru dan efek samping obat.1
Tujuan penulisan referensi ini untuk membahas tentang langkah
profilaksis asma pada anak, mulai dari tindakan pencegahan primer hingga
langkah tatalaksana dalam pencegahan eksaserbasi asma pada anak

1
Tabel 1. Faktor Risiko Eksaserbasi Asma4
Seiring dengan kemajuan dalam terapi farmakologis yang mengarah ke
kontrol gejala yang baik secara signifikan, peningkatan kualitas hidup, dan
pengurangan beban terhadap orang tua dan masyarakat. 4 Namun, untuk
meminimalkan efek samping dari obat dalam tatalaksana asma jangka panjang, baik
terapi farmakologis dan langkah pencegahan terhadap faktor risiko (tabel 1)
terjadinya eksaserbasi, dan peningkatan edukasi terhadap pasien yang lebih baik
harus ditingkatkan. Selain itu, tatalaksana jangka panjang tidak boleh dilakukan tanpa
evaluasi, tetapi harus dilakukan pemantauan dan penyesuaian terhadap langkah
tatalaksana (Gambar 1).

Gambar 1. Strategi tatalaksana asma jangka panjang4

Tatalaksana non-farmakologis
a. Menghindari faktor eksaserbasi: alergen
Sebagian besar pasien dengan asma masa kanak-kanak memiliki diatesis
atopik dan menghasilkan antibodi IgE spesifik terhadap tungau debu rumah.4
Tindakan eliminasi bahan alergen ini dari lingkungan tempat tinggal pasien perlu
diperlukan. Membersihkan kamar dengan penyedot debu merupakan langkah penting
terhadap tungau. Menggunakan lantai kayu atau bantalan sebagai bahan lantai tampak
lebih efektif. Seprai sebaiknya dibersihkan dengan penyedot debu setidaknya sekali

2
seminggu. Oleh karena sensitisasi terhadap hewan peliharaan (misalnya, kucing,
anjing, dan hewan pengerat) dapat menyebabkan eksaserbasi, kontak dengan hewan-
hewan ini harus dihindari.

b. Menghindari paparan terhadap asap rokok


Diketahui bahwa perokok pasif pada masa bayi dapat meningkatkan risiko
terjadinya asma, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, dan fungsi paru-paru yang
lebih rendah pada anak usia sekolah.4 Selain itu, kebiasaan merokok pada ibu hamil
mempengaruhi fungsi paru anak-anak mereka setelah lahir. Merokok baik secara aktif
maupun pasif adalah faktor penting terjadinya eksaserbasi asma. Orang tua dengan
kebiasaan merokok harus diedukasi tentang perlunya menghentikan kebiasaan
merokok sebagai komponen penting dari perawatan asma anak. Jika anak-anak
sendiri adalah perokok, anak harus dididik tentang pengaruh buruk pada pengobatan
dan agar berhenti merokok. Merokok dapat mengganggu efektifitas pengobatan
kortikosteroid inhalasi pada asma.
Merokok ketika hamil merupakan rute langsung eksposur asap rokok terhadap
lingkungan pra natal.5 Suatu meta analisis menyimpulkan bahwasannya kebiasaan
merokok pra natal berkaitan dengan kejadian asma pada anak-anak, sedangkan
eksposur asap rokok terhadap anak setelah kelahiran, berkaitan dengan kejadian asma
pada anak-anak yang berusia lebih tua. 6 Eksposur terhadap polutan lingkungan luar
seperti tinggal di dekat jalan raya berhubungan dengan peningkatan risiko asma. 7,8
Suatu studi menyatakan 13% insidensi global asma pada anak berhubungan dengan
traffic-related air pollution (TRAP).9 Eksposur NO2, SO2, dan PM 10 berhubungan
dengan peningkatan risiko asma pada anak, namun tidak dijelaskan mengenai
eksposur ketika sebelum maupun setelah kelahiran.10

c. Nutrisi ibu dan bayi


Vitamin D
Tinjauan sistematis kohort, case control dan potong lintang menyimpulkan
bahwasannya asupan vitamin D dan vitamin E berhubungan dengan penurunan risiko
penyakit mengi pada anak.11 Dalam studi yang telah dilakukan, terdapat penurunan
25% risiko asma/mengi rekuren pada usia 0-3 tahun. 12 Efek terbaik dijumpai pada
kelompok wanita yang memiliki kadar 25 (OH) vitamin D minimal 30ng/ml hingga
masa persalinan, yang menunjukkan kadar vitamin D yang cukup selama kehamilan
penting dalam penurunan risiko episode mengi pada awal masa kehidupan.

3
Minyak ikan dan long-chain polyunsaturated fatty acids
Sampai saat ini, belum ada makanan tertentu yang disebut dapat menyebabkan
asma atau menimbulkan risiko asma pada anak.1 Walaupun demikian, suatu studi
kohort sebelum kelahiran melakukan observasi dimana pasien yang mengonsumsi
makanan dengan sifat alergenik (seperti kacang dan susu) berhubungan dengan
penurunan risiko alergi dan asma pada bayi.13 Studi kohort lain oleh Danish National
menunjukkan bahwasannya konsumsi kacang-kacangan dan/atau ikan selama
kehamilan berhubungan dengan penurunan risiko asma pada bayi. 14 Tinjauan
sistematis studi kohort mengenai asupan ikan atau makanan laut selama kehamilan
dan RCT asupan ikan dan long-chain polyunsaturated fatty acid selama kehamilan
menunjukkan bahwasannya asupan ikan atau asam lemak long-chain polyunsaturated
maternal selama kehamilan tidak secara konsisten berhubungan dengan risiko asma
atau atopi pada anak.15 Salah satu studi terbaru menujukkan penurunan risiko asma
pada usia pra sekolah yang memiliki risiko tinggi asma ketika ibu diberikan
suplementasi minyak ikan pada trimester ketiga, walaupun demikian, tidak
disebutkan mengenai dosis optimal yang digunakan.16

Probiotik
Meta analisis masih belum dapat menyimpulkan rekomendasi probiotik dalam
pencegahan penyakit alergi (asma, rinitis, ekzema, atau alergi makanan).17

d. Obesitas maternal dan pertambahan berat badan selama kehamilan


Data menunjukkan bahwasannya obesitas maternal dan pertambahan berat
badan selama kehamilan meningkatkan risiko asma pada anak. Suatu meta analisis
menunjukkan adanya risiko obesitas maternal selama kehamilan terhadap risiko
asma; setiap pertambahan IMT 1kg/m2 meningkatkan 2-3% risiko asma pada anak. 18
Walaupun demikian, tidak ada rekomendasi hingga saat ini, dan penurunan berat
badan selama kehamilan tidak dianjurkan.

e. Menyusui
Hingga saat ini, masih banyak pro dan kontra terhadap hubungan menyusui dengan
pencegahan asma.1 Menyusui mengurangi episode mengi pada awal masa kehidupan;
namun tidak mencegah berkembangnya asma persisten (LOE D).

f. Waktu Perkenalan makanan Padat


Sejak tahun 1990, banyak studi yang merekomendasikan penundaan
pemberian makanan padat pada anak terutama yang berisiko mengalami alergi.1

4
Walaupun demikian, suatu meta analisis tidak membuktikan bahwasannya praktik ini
dapat mengurangi risiko penyakit alergi (termasuk asma).19

g. Alergen inhalansia
Sensitisasi bahan aero alergen baik dari dalam maupun luar ruangan penting
dalam perkembangan terjadinya kasus asma. Beberapa studi menunjukkan
bahwasannya eksposur terhadap alergen dari hewan peliharaan berhubungan dengan
peningkatan risiko sensitisasi terhadap zat alergen dan asma. 1 Bertentangan dengan
hasil sebelumnya, studi lain menunjukkan penurunan risiko alergi dengan eksposur
terhadap hewan peliharaan. Suatu studi pada 22.000 anak usia sekolah menunjukkan
tidak adanya korelasi antara adanya hewan peliharaan dengan tinggi rendahnya
prevalensi asma pada anak.20 Namun, pada anak dengan risiko asma, kelembapan,
dan adanya jamur lumut pada lingkungan rumah berisiko dan berhubungan dengan
peningkatan kejadian asma.21 Secara umum, belum ada data yang cukup yang dapat
menyatakan penurunan ataupun peningkatan eksposur terhadap bahan alergen pada
awal kehidupan atau pra natal, dapat mencegah terjadinya asma atau alergi.

h. Efek Mikrobial
Hipotesis hygiene menyatakan interaksi antara manusia dengan mikrobiota
dapat bermanfaat dalam mencegah terjadinya asma. Misalnya terdapat penurunan
risiko asma pada anak dengan tempat tidur yang memiliki kadar endotoksin
liposakardia bakterial yang lebih tinggi.22 Serupa dengan data di atas, anak di rumah
dengan ≥2 anjing atau kucing peliharaan lebih tidak alergik dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki anjing atau kucing peliharaan. Ekspos bayi terhadap
mikroflora vagina ibu ketika persalinan per vaginam juga menunjukkan manfaat yang
baik, dimana prevalensi asma lebih tinggi pada anak yang dilahirkan melalui operasi
seksio sesarea dibandingkan dengan anak yang dilahirkan melalui persalinan per
vaginam.23,24
Infeksi respiratory syncytial virus dapat dicegah dengan injeksi antibodi monoklonal,
pavlizumab, per bulan pada bayi prematur dan berhubungan dengan penurunan mengi
rekuren pada awal masa kehidupan.25

Tatalaksana farmakologis
Penggunan obat-obatan dalam jangka panjang (kontroler) secara terus-
menerus digunakan untuk mengurangi dan mengendalikan gejala asma,

5
meningkatkan kualitas hidup, dan menormalkan dan mempertahankan fungsi
pernapasan. Inhaled corticosteroid (ICS) adalah obat dasar dalam tatalaksana jangka
panjang, dan obat anti-alergi lainnya seperti leukotriene receptor antagonist (LTRA)
juga dapat digunakan. Kontrol yang efektif dapat dicapai dengan memilih langkah
yang tepat berdasarkan tingkat keparahan asma. Kortikosteroid oral jangka panjang
harus dibatasi pada kasus yang paling parah karena efek samping sistemik.

a. Formulasi dan karakteristik obat tatalaksana jangka panjang (kontroler)

Tabel 2. Dosis pemberian ICS dan SFC4


ICS berpotensi menekan proses inflamasi pada jalan napas dan memainkan
peran penting dalam kontrol asma jangka panjang.4 Perbaikan inflamasi jalan nafas
oleh ICS mengarah pada peningkatan gejala, fungsi pernapasan, dan hiper-responsif
jalan napas. ICS diketahui dapat mengurangi angka rawat inap karena eksaserbasi
akut dan kematian akibat asma. Namun, tidak ada bukti mengenai perubahan dalam
riwayat alami asma yang dihasilkan dari penggunaan ICS yang terus-menerus untuk
jangka waktu yang lama. ICS secara rutin digunakan untuk pasien dengan tingkat
keparahan yang lebih tinggi daripada persisten ringan, karena ICS memiliki efek
antiinflamasi yang kuat dengan efek samping sistemik yang relatif rendah. Namun,
karena kecepatan pertumbuhan mungkin lebih rendah dalam 1-2 tahun pertama
perawatan ICS, dosis efektif minimum ICS untuk mempertahankan kontrol asma
yang baik harus digunakan.26
LTRA menghambat bronkokonstriksi dan inflamasi jalan napas dan efektif
untuk penatalaksanaan jangka panjang.4 Dalam banyak kasus, LTRA meningkatkan
fungsi pernapasan dan mengurangi frekuensi eksaserbasi dalam 1-2 minggu setelah
pemberian. LTRA lebih efektif daripada beta 2 agonis yang diperlukan untuk anak-
anak prasekolah yang memiliki gejala asma lebih dari sebulan sekali. 27 Pada pasien
dengan asma persisten ringan, LTRA sama efektifnya dengan ICS. Mafaat pemberian
LTRA sebagai terapi tambahan untuk ICS juga telah ditunjukkan.
LABA dapat digunakan bersamaan dengan ICS atau sebagai obat
antiinflamasi lainnya untuk manajemen jangka panjang, karena beta 2 agonis tidak
memiliki efek penghambatan pada proses inflamasi saluran napas.4 Pada anak-anak

6
dengan asma persisten, penambahan LABA ke ICS tidak terkait dengan penurunan
signifikan dalam tingkat eksaserbasi yang membutuhkan steroid sistemik, tetapi lebih
baik untuk meningkatkan fungsi paru-paru dibandingkan dengan dosis ICS yang
sama atau lebih tinggi. LABA tidak boleh digunakan sebagai monoterapi.

b. Langkah Tatalaksana Asma

Tabel 3. Pendekatan langkah tatalaksana asma pada anak4

Langkah 1
Berikan short acting beta2 agonist.1 Penggunaan SABA sebaiknya
menggunakan alat inhaler, dan jika penggunaan lebih dari 2x seminggu dalam 1
bulan, mengindikasikan keperluan terapi kontrol. Terapi bronkodilator oral tidak
direkomendasikan karena onset yang lebih lama dan lebih banyak efek samping
dibandingkan sediaan inhalasi (LOE D). Pada anak yang tidak cukup hanya dengan
SABA, pemberian ICS dosis tinggi dapat dipertimbangkan, dan harus dikontrol
penggunaannya oleh karena efek sampingnya yang banyak. Jika pasien timbul lebih
banyak gejala, pemberian LTRA atau disodium cromoglycate DSCG (≤5 tahun) dapat
dipertimbangkan.
Langkah 2
LTRA, ICS dosis rendah atau DSCG (usia ≤5 tahun) diberikan untuk semua
pasien dengan asma simptomatik.4 Pemberian awal selama minimal 3 bulan untuk
mencapai efektifitas dalam kontrol asma yang baik.1 Pengobatan dengan ICS dosis
rendah mengurangi gejala asma, meningkatkan fungsi paru-paru, dan mengurangi
rawat inap yang disebabkan oleh eksaserbasi asma. Pada anak dengan asma persisten,
pemberian LTRA dapat mengurangi gejala dan keperluan kortikosteroid oral. 1
Walaupun demikian, studi tinjauan sistematik menunjukkan pemberian ICS harian
lebih efektif dalam meningkatkan kontrol gejala dan mengurangi eksaserbasi

7
dibandingkan monoterapi menggunakan LTRA. Pada anak dengan usia di bawah lima
tahun, LTRA adalah pencegah lini pertama yang efektif.
Langkah 3
Tingkatkan pemberian awal ICS dosis rendah (LOE C), nilai kembali setelah
3 bulan.1 Penambahan terapi LTRA terhadap ICS dosis rendah dapat
dipertimbangkan dengna berdasarkan data pada anak dengan usia yang lebih dewasa
(LOE D). Hingga saat ini, data efikasi penggunaan ICS-LABA pada anak < 4 tahun
masih belum cukup untuk direkomendasikan pemberiannya. Suatu studi jangka
pendek (8 minggu) tidak menemukan perbedaan gejala antara kelompok pemberian
fluticasone propionate-salmeterol dibandingkan dengan pemberian fluticasone
propionate saja. Pada anak-anak usia 6-15 tahun, pemberian ICS dosis menengah atau
sustained-release theophylline (SFC) dosis rendah direkomendasikan. Untuk terapi
tambahan, baik LTRA atau SRT harus dipertimbangkan selain ICS atau
salmeterol/fluticasone combination (SFC).4 Jika pasien yang telah mendapat
pengobatan dengan langkah 3 dan masih tidak terkontrol, pasien harus dirujuk kepada
spesialis untuk mendapat tatalaksana sebagai asma berat.
Langkah 4
Jika dengan meningkatkan dosis awal ICS tidak mampu mempertahankan
kontrol gejala asma, maka perlu dilakukan tinjauan ulang teknik penggunaan inhaler
dan komplians terapi serta penilaian kembali faktor lingkungan yang dianggap
memengaruhi tatalaksana yang diberikan.1
Pemberian ICS dosis tinggi ditambah dengan LTRA harus dipertimbangkan. 4
Peningkatan dosis ICS selama beberapa minggu dilakukan hingga kontrol gejala
asma membaik dengan pengawasan efek samping.1 Penambahan terapi LTRA (LOE
D), long acting beta agonist (LABA) dengan ICS dapat dilakukan (data berdasarkan
studi pada anak usia ≥4 tahun). Tambahkan terapi kortikosteroid oral selama
beberapa minggu hingga kontrol asma membaik dan tambahkan ICS dosis tinggi
intermiten pada onset perburukan gejala. Pada anak-anak usia 6-15 tahun, ICS dosis
tinggi atau SFC dosis menengah ditambah dengan LTRA atau SRT
direkomendasikan. Untuk terapi tambahan, ICS dengan dosis yang jauh lebih tinggi
atau SFC dosis tinggi, anti-IgE, anti-IL-5 atau pemberian kortikosteroid oral dapat
dipertimbangkan.4

8
Gambar 2. Strategi tatalaksana asma jangka panjang pada anak4

Kesimpulan
Langkah pencegahan asma pada anak meliputi tatalaksana non farmakologis
dan tatalaksana farmakologis jangka panjang. Pada prinsipnya menghindari faktor
alergen merupakan hal utama dalam pencegahan eksaserbasi. Sensitisasi dini
terhadap bahan alergen sebagai langkah pencegahan masih belum jelas hingga saat ini
dan masih membutuhkan studi lebih lanjut. Tatalaksana jangka panjang dengan
kontroler antiinflamasi, baik ICS, LTRA maupun LABA mengikuti prinsip
tatalaksana berdasarkan tingkat keparahan asma. Penilaian, penyesuaian dan
pemberian tatalaksana adalah tiga faktor mendasar dalam pengobatan dan manajemen
asma pada anak. Hal ini penting untuk mempertahankan keadaan yang terkontrol
dengan baik untuk jangka waktu yang cukup, yang pada gilirannya memberi kualitas
hidup yang baik dan mungkin pada akhirnya mengalami remisi dan penyembuhan.

Daftar Pustaka
1. Global Iniative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. 2020.
2. Simpson CR, Sheikh A. Trends in the epidemiology of asthma in England: a
national study of 333,294 patients. J R Soc Med 2010: 103: 98–106. DOI
10.1258/jrsm.2009.090348

9
3. Savenije, OE, Kerkhof, M, Koppelman, GH, Postma DS. Predicting who will
have asthma at school age among preschool children. J Allergy Clin Immunol
2012;130:325-31.
4. Arakawa H, Adachi Y, Ebisawa M, Fujisawa T. Japanese guidelines for
childhood asthma 2020. Allergology International. 2020;69(3):314-330.
5. Wongtrakool C, Wang N, Hyde DM, Roman J, and Spindel ER. Prenatal
Nicotine Exposure Alters Lung Function and Airway Geometry through a7
Nicotinic Receptors. Am J Respir Cell Mol Biol. 2012;46(5):695-702. doi:
10.1165/rcmb.2011-0028OC.
6. Burke H, Leonardi-Bee J, Hashim A, Pine-Abata H, Chen Y, Cook DG,
Britton JR, McKeever TM. Prenatal and passive smoke exposure and
incidence of asthma and wheeze: systematic review and meta-analysis.
Pediatrics. 2012;129(4):735-44. doi: 10.1542/peds.2011-2196.
7. Bowatte G, Lodge CJ, Lowe AJ, Erbas B, Perret J, Abramson MJ, Matheson
MC, Dharmage SC. The influence of childhood traffic-related air pollution
exposure on asthma, allergy and sensitization. Allergy 70; 2015:1350–1352.
8. Khreis H, Kelly C, Tate J, Parslow R, Lucas K, Nieuwenhuijsen M. Exposure
to traffic-related air pollution and risk of development of childhood asthma: A
systematic review and meta-analysis. Environ Int. 2017 Mar;100:1-31. doi:
10.1016/j.envint.2016.11.012. Epub 2016 Nov 21.
9. Achakulwisut P, Brauer M, Hystad P, Anenberg SC. Global, national, and
urban burdens of paediatric asthma incidence attributable to ambient NO2
pollution: estimates from global datasets. Lancet Planet Health 2019; 3:e166-
e78.
10. Hehua Z, Qing C, Shanyan G, Qijun W, Yuhong Z. The impact of prenatal
exposure to air pollution on childhood wheezing and asthma: A systematic
review. Environ Res. 2017;159:519-530. doi: 10.1016/j.envres.2017.08.038.
11. Savage J and Keet C. Nutrients and Foods for the Primary Prevention of
Asthma and Allergy: Systematic Review and Meta-analysis. Pediatrics 2011;
128 (Supplement 3):S98-S99
12. Wolsk HM, Chawes BL, Litonjua AA, Hollis BW, Waage J, Stokholm J, et al.
Prenatal vitamin D supplementation reduces risk of asthma/recurrent wheeze
in early childhood: A combined analysis of two randomized controlled trials.
PLoS ONE 2017; 12(10): e0186657.

10
13. Bunyavanich S, Rifas-Shiman SL, Platts-Mills TA, Workman L, Sordillo JE,
Camargo CA, Gillman MW, Gold DR, and Litonjua AA. Peanut, milk, and
wheat intake during pregnancy is associated with reduced allergy and asthma
in children. The Journal of allergy and clinical immunology 2014; 133(5) .
14. Maslova E, Granström C, Hansen S, Petersen SB, Strøm M, Willett WC,
Olsen SF. Peanut and tree nut consumption during pregnancy and allergic
disease in children-should mothers decrease their intake? Longitudinal
evidence from the Danish National Birth Cohort. J Allergy Clin Immunol.
2012;130(3):724-32. doi: 10.1016/j.jaci.2012.05.014. Epub 2012 Jun 27.
15. Best KP, Gold M, Kennedy D, Martin J, Makrides M. Omega-3 long-chain
PUFA intake during pregnancy and allergic disease outcomes in the offspring:
a systematic review and meta-analysis of observational studies and
randomized controlled trials. Am J Clin Nutr 2016. doi:
10.3945/ajcn.115.111104
16. Bisgaard H, Stokholm J, Chawes BL, Vissing NH, Bjarnadóttir E, Schoos
AM, Wolsk HM, et.al. Fish Oil-Derived Fatty Acids in Pregnancy and
Wheeze and Asthma in Offspring. The New England Journal of Medicine.
2016; 375(26):2530-2539
17. Azad MB, Coneys JG, Kozyrskyj AL, Field CJ, Ramsey CD, Becker AB,
et.al. Probiotic supplementation during pregnancy or infancy for the
prevention of asthma and wheeze: systematic review and meta-analysis. BMJ
2013;347:f6471.
18. Forno E, Young OM, Kumar R, Simhan H, Celedón JC. Maternal obesity in
pregnancy, gestational weight gain, and risk of childhood asthma. Pediatrics.
2014 Aug;134(2):e535-46. doi: 10.1542/peds.2014-0439. Epub 2014 Jul 21.
19. Greer FR, Sicherer SH, Burks AW, AAP COMMITTEE ON NUTRITION,
AAP SECTION ON ALLERGY AND IMMUNOLOGY. The Effects of Early
Nutritional Interventions on the Development of Atopic Disease in Infants and
Children: The Role of Maternal Dietary Restriction, Breastfeeding,
Hydrolyzed Formulas, and Timing of Introduction of Allergenic
Complementary Foods. Pediatrics. 2019;143(4):e20190281
20. Lødrup Carlsen KC, Roll S, Carlsen K-H, Mowinckel P, Wijga AH, et al.
Does Pet Ownership in Infancy Lead to Asthma or Allergy at School Age?
Pooled Analysis of Individual Participant Data from 11 European Birth
Cohorts. PLoS ONE. 2012; 7(8): e43214. doi:10.1371/journal.pone.0043214

11
21. Quansah R, Jaakkola MS, Hugg TT, Heikkinen SAM, Jaakkola JJK
Residential Dampness and Molds and the Risk of Developing Asthma: A
Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS ONE. 2012; 7(11): e47526.
doi:10.1371/journal.pone.0047526
22. Karvonen AM, Hyvarinen A, Gehring U, Korppi M, Doekes G, Riedler J,
et.al. Exposure to microbial agents in house dust and wheezing, atopic
dermatitis and atopic sensitization in early childhood: a birth cohort study in
rural areas. Clinical & Experimental Allergy, 2012; (42):1246–1256.
23. Huang L, Chen Q, Zhao Y, Wang W, Fang F, Bao Y. Is elective cesarean
section associated with a higher risk of asthma? A meta-analysis. J Asthma,
2015; 52(1): 16–25.
24. Keag OE, Norman JE, Stock SJ. Long-term risks and benefits associated with
cesarean delivery for mother, baby, and subsequent pregnancies: Systematic
review and meta-analysis. PLoS Med 2018; 15(1): e1002494.
25. Blanken MO, Rovers MM, Molenaar JM, Winkler-Seinstra PL, Meijer A,
Kimpen JLL, Bont L. Respiratory Syncytial Virus and Recurrent Wheeze in
Healthy Preterm Infants. N Engl J Med 2013; 368:1791-1799.
26. Zhang L, Prietsch SO, Ducharme FM. Inhaled corticosteroids in children with
persistent asthma: effects on growth. Reprint Cochrane Database Syst Rev
2014;7:CD009471.
27. Nagao M, Ikeda M, Fukuda N, Habukawa C, Kitamura T, Katsunuma T, et al.
Early control treatment with montelukast in preschool children with asthma:a
randomized controlled trial. Allergol Int 2018;67:72e8.

12

Anda mungkin juga menyukai