Anda di halaman 1dari 17

BAB1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembahasan puasa sangat penting untuk dimunculkan. Mengingat banyaknya
problematika / permasalahan yang terjadi di masyarakat. Pertama dikalangan
sosial yang mempunyai cita-cita modern.
Karena itu kita sebagai generasi muda islam dituntut untuk memahami suatu
hukum dengan secara hatihati karena dewasa ini kita telah tahu non muslim telah
menggunakan hal tersebut menjadi senjata ampuh untuk menyesatkan syariat
Islam dan mengotori kesucian Al-Qur’an. Meraka melancarkan tuduhan,
pelecehan dan sebagainya terhadap syariat islam. Sehingga kaum muslim terkecoh
terhadap celaan-celaan terhadap syariat islam mengakibatkan banyak yang
mengingkari adanya puasa dan membantah terhadap suatu kebenaran. Oleh karena
itu, pandang kami perlu untuk menyusun sebuah makalah yang membahasa
tentang puasa serta permasalahannya dan manfaat-manfaat atau hikmah-hikmah
bagi orang muslim.
Ibadah puasa banyak mengandung aspek sosial, karena lewat ibadah ini
kaum muslimin ikut merasakan penderitaan orang lain yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan pangannya seperti yang lain. Ibadah puasa juga
menunjukkan bahwa orang-orang beriman sangat patuh kepada Allah karena
mereka mampu menahan makan atau minum dan hal-hal yang membatalkan
puasa. Puasa sangat mewajibkan untuk semua kamu muslimin sebagaimana hadits
di bawah ini :
Diriwayatkan dari Mu'adz, ia berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah
mewajibkan atas nabi untuk puasa, maka DIA turunkan ayat (dalam surat Al-
Baqarah 2:183-184), maka pada saat itu barangsiapa mau puasa dan barangsiapa
mau memberi makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah
menurunkan ayat lain (QS. Al-Baqarah2:185), maka ditetapkanlah kewajiban
puasa bagi setiap orang mukim dan sehat dan diberi rukhsah (keringanan) untuk
orang yang sakit dan bermusafir dan ditetapkan cukup memberi makan orang
misikin bagi orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu puasa." (H.R Ahmad,
Abu Dawud, Al-Baihaqi dengan sanad shahih).
hadist rukun puasa Adiy bin Hatim berkata: "Ketika turun ayat yang artinya '"..
hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam ...," lalu aku mengambil
seutas benang hitam dan seutas benang putih, lalu kedua utas benang itu aku
simpan di bawah bantalku. Maka pada waktu malam aku amati, tetapi tidak
tampak jelas, maka aku pergi menemui Rasulullah SAW dan kuceritakan hal ini
kepada beliau. Beliau pun bersabda: "Yang dimaksud adalah gelapnya malam dan
terangnya siang (fajar)." (H.R.Bukhary Muslim).
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PUASA
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi puasa, terlebih dahulu kita akan
mempelajari pengertian puasa menurut bahasa dan menurut istilah Shoumu
menurut bahasa Arab menahan dari segala sesuatu seperti menahan tidur,
menahan berbicara, menahan makan dan sebagainya. Secara istilah puasa adalah
menahan segala yang membukakan puasa sejak mulai terbit fajar hingga terbenam
matahari disertai dengan niat.
Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar” (QS. Al-Baqarah: 187)
Yang dimaksud dengan menahan segala yang membukakan puasa adalah segala
hal yang membatalkan puasa seperti berikut:
1. Makan dan minum dengan sengaja
Bagi orang yang makan dan minum dengan sengaja wajib mengqodhonya
menurut semua ulama mazhab. Namun apabila ia lupa kalau ia sedang berpuasa
maka, puasanya tidak batal, dan tidak perlu diqadha
2. Bersetubuh pada siang hari dengan sengaja
Sepasang suami isteri bersetubuh pada siang hari pada saat puasa akan batal
puasanya dan wajib mengqadha dan membayar fidiyah. Allah menghalalkan
suami istri bersetubuh pada malam hari, firman allah surat al-Baqarah ayat 187
yang berbunyi:
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu (QS. Al-Baqarah:187)
3. Mengeluarkan mani dengan sengaja
Mengeluarkan mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut
Imam Hambali, keluar madzi pun dapat membatalkan puasa.
4. Muntah dengan sengaja
Menurut pendapat Immamiyah, Syafi’i dan Maliki sepakat bahwa muntah
membatalkan puasa dan wajib diqadha. Menurut Hanafi orang muntah tidak batal
puasanya kecuali kalau muntahnya memenuhi mulut. Sedangkan menurut faham
Hambali, ada yang sepakat bahwa muntah dengan terpaksa tidak batal puasa. dan
sebagainya.
5. Berbekam
Menurut hambali berbekam merupakan pembatal puasa. Mereka berpendapat
bahwa yang berbekam dan yang dibekam puasanya sama-sama batal.
6. Disuntik dengan benda cair
Menurut ulama mazhabsecara sepakatdisuntik dengan benda cair dapat
membatalkan puasa. Bagi yang disuntik, wajib mengqadha’. Namun menurut
pendapat Imamiyah menambah dengan membayar kifarah, kalau yang tidak
disuntik tidak betul-betul dalam keadaan kritis
7. Bercelak
Bercelak juga dapat membatalkan puasa, begitulah menurut pendapat Maliki
khusunya, dengan syarat dia bercelak pada waktu siang, dan dia merasakan rasa
celak sampai kerongkongan.
8. Orang yang menyelamkan kepalanya dengan air bersama badannya atau tidak
dengan badannya
Hal ini menurut pendapat mayoritas Imamiyah. Dan yang melakukannya
wajib mengqadha’-nya dan membayar kifarah. Tetapi menurut pendapat ulama
lain hal ini tidak membatalkan puasa.
9. Orang yang sengaja melamakan dirinya berada dalam junub pada bulan
Ramadhan sampai terbitnya fajar.
Hal ini menurut pendapat Imamiyah, dan yang melakukannya wajib mengqadha’-
nya dan membayar kifarah. Tetapi menurut pendapat ulama lain hal ini tidak
membatalkan puasa.
Puasa merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun islam. Orang yang
mengingkari puasa berarti ia keluar dari islam, karena puasa seperti sholat, yaitu
ditetapkan dengan keharusan. Firman Allah surat al-Baqarah ayat 183:
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menunjukkan bahwa puasa bukan hanya diwajibkan kepada
kaum muslimin saja, akan tetapi puasa merupakan syariat allah yang telah dikenal
semua agama yang berketuhanan, dengan cara yang bermacam-macam menurut
agama yang mereka anut. Dengan demikian bahwa Allah SWT telah mewajibkan
pada kita untuk berpuasa sebagai kewajiban yang menyeluruh diantara pemeluk-
pemeluk agama yang lain diantara ummat manusia sejak masa lampau .

B. MACAM-MACAM PUASA
I. Puasa wajib
Puasa ini dikerjakan bagi orang-orang dewasa, berakal sehat dan mampu
melaksanakan puasa. Adapun macam-macam puasa adalah sebagai berikut:
1. Puasa di bulan Ramadhan
Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang
dilaksanakan selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar himgga
terbenam matahari. Puasa ramadhan ini ditetapkan sejak tahun ke-2 H. Puasa ini
hukumnya wajib, yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan akan mendapat dosa.
Bulan Ramadhan menurut pandangan orang-orang mukmin yang berfikir adalah
merupakan bulan peribadatan yang harus diamalkan dengan ikhlas kepada Allah
SWT. Harus kita sadari bahwa Allah Maha Mengetahui segala gerak-gerik
manusia dan hati mereka .Dalam pelaksanaannya, khusus puasa Ramadhan, kita
akan menjumpai beberapa masalah yang penting dipecahkan antara lain:
a. Cara penempatan waktu.
Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam yaitu: hisab dan rukyat. Kemajuan
teknologi beakangan ini dirasakan semakin mudahkan proses hisab dan rukiyah
tersebut. Disiplin ilmu astronomi dan kelengkapan teknologi semacam planetrium
atau teleskop atau secara khusus ilmu falaq yang berkembang di dunia Islam,
semuanya mendukung vadilitas penetapan waktu puasa.
Rukyat : adalah suatu cara untuk menetapkan awal awal bulan Ramadhan dengan
cara melihat dengan panca indera mata timbulnya / munculnya bulan sabit dan
bila uadara mendung atau cuaca buruk. Sehingga bulan tidak bisa dilihat maka
hendaknya menggunakan istikmal yaitu menyempurnakan bulan sya’ban menjadi
30 hari. Di Indonesia pelaksanaan rukyat untuk penetapan puasa Ramadhan telah
dikoordinasi oleh Departemen Agama (DEPAG) RI.
Hisab : adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan dengan cara
menggunakan perhitungan secara atsronomi, sehingga dapat ditentukan secara
eksak letak bulan. Seperti cara rukyat yang telah dikoordinasikan oleh pemerintah,
maka cara hisab pun sama. Di Indonesia penetapan awal dan akhir bulan
Ramadhan ini dengan cara yang manapun memang telah diambil kewenangan
koordinatifnya oleh pemerintah.
Adapun lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, PERSIS, Jami’at al-Khair dan sebagainya berfungsi sebagai
pemberi masukan hasil rukyat dan hisabnya dalam rangka pengambilan ketetapan
awal dan akhir Ramadhan oleh pemerintah.
Firman Allah SWT surat Yunus ayat 5:
Artinya:“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Yunus :5)
Sabda Nabi SAW
Artinya:“Dari Abu Umar ra: bahwasanya Rasulullah SAW, menceritakan bulan
Ramadhan lalu memukul kedua tangannya lalu bersabda: “Bulan adalah itu sekian
dari sekian bulan,kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan
yang ketiga kali (termasuk menunjukkan bahwa bulan itu jumlahnya terdiri dari
29 hari), maka berpuasalah kamu karena melihat bulan. Jika kamu sekalian tidak
dapat memelihatnya karena tertutup awan / mendukung, maka pastikanlah
bilangan itu menjadi 30 hari.(HR. Muslim)
b. Berpuasa di daerah kutub
Daerah kutub sebagai daerah yang nampak berberad dengan daerah lainnya
sebahagian besar bumi lainnya, ini membutuhkan konsep hukum dan ayuran-
aturan keagamaan yang berbeda pula.Menurut Syekh Muhammad Syaltut dalam
bukunya yang berjuduk “Al-Fatawa” (fatwa-fatwa) disebutkan bahwa hanya ada
dua alternatif hukum bagi penduduk daerah kutub dalam melaksanakan ibadah
shalat dan khusunya puasa yaitu :
1) Karena di daerah kutub tidak berlaku batasan-batasan waktu sebagaimana di
belahan bumi normal, maka hukum yang berkenaan dengan ibadah sholat dan
puasa dua ibadah yang pelaksanaannya sangat dibatasi oleh unsur keteraturan
waktu tidak berlaku. Penduduk daerah kutub dibebaskan dari kewajiban shalat
dan puasa.
2) Meskipun kondisinya demikian nilai hukum tetap berlaku di daerah kutub,
sebab ajaran islam berlaku untuk segala kondisi dan tempat. Karena itu ketentuan
dipakai untuk daerah kutub adalah mengambil persamaan dengan daerah yang
lainnya yang paling dekat.
2. Puasa Nazar
Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu, maka
ia wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa nazar itu
tidak dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda / kifarat .Misalnya
bernazar untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib melaksanakan puasa nazar
tersebut apabila ia berhasil.Ibnu Majjah meriwayatkan, bahwa seorang wanita
bertanya kepada Nabi Muhammad SAW.
Artinya:“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Ia mempunyai nazar
berpuasa sebelum dapat memenuhinya. Rasulullah SAW menjawab: “Walinya
berpuasa untuk mewakilkannya”.
3. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa untuk menembus dosa karena melakukan hubungan
suami isteri (bersetubuh) disiang hari pada bulan Ramadhan, maka denda
(kifaratnya) berpuasa dua bulan berturut-turut
II. Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
dikerjakan tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah sebagai berikut:
1. Puasa enam hari pada bulan syawal
Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk
mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal. Pelaksanaannya tidak
mesti berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan Syawal, karena
puasa enam hari pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya.
Akan tetapi diharamkan pada tanggal 1 syawal karena ada chari raya Idul Fitri.
Dalam sebuah hadits dikatakan yang artinya: Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan
berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka sama dengan telah berpuasa selama
satu tahun" (HR. Muslim).
2. Puasa Arafah
Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnatkan untuk melaksanakan
puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa
Arafah. Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang melakukan
Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan ibadah Haji,
sebaiknya tidak berpuasa. Nabi Muhammad SEW bersabda:
Dari Abu Qotadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam pernah ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau
menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang.: (Riwayat
Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam melarang untuk berpuasa hari raya arafah di Arafah. (Riwayat Imam Lima
selain Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Hadits
munkar menurut Al-'Uqaily.)
3. Puasa Senin Kamis
Rasulullah saw bersabda yang Artinya dari Aisyah : Nabi Muhammad SAW
memilih waktu puasa hari senin kamis.
4. Puasa pada bulan sya’ban
Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw berpuasa pada
bulan Sya'ban hampir semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan tersebut
kecuali sedikit sekali . Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini
yang artinya: Siti Aisyah berkata: "Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa,
sehingga kami berkata: "Beliau tidak berbuka". Dan apabila beliau berbuka, kami
berkata: "Sehingga ia tidak berpuasa". Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw
berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya juga tidak
pernah melihat beliau melakukan puasa sebanyak mungkin kecuali pada bulan
Sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim).

5. Puasa As-Syura’
Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram. Hadist
Rasulullah Saw yang berbunyi: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa Asyura itu
(puasa tanggal sepuluh Muharram), dihitung oleh Allah dapat menghapus setahun
dosa yang telah lalu" (HR. Muslim). Demikian juga sunnah hukumnya melakukan
puasa pada tanggal sembilan Muharram. Hadist Rasulullah: Ibn Abbas berkata:
"Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura', dan beliau memerintahkan
untuk berpuasa pada hari tersebut, para sahabat berkata: "Ya Rasulullah,
sesungguhnya hari Asyura itu hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan
Nashrani". Rasulullah saw menjawab: "Jika tahun depan, insya Allah saya masih
ada umur, kita berpuasa bersama pada tanggal sembilan Muharramnya". Ibn
Abbas berkata: "Belum juga sampai ke tahun berikutnya, Rasulullah saw keburu
meninggal terlebih dahulu" (HR. Muslim).
III. Puasa Haram
1. Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah
Artinya: "Rasulullah saw melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan
Idul Adha" (HR. Bukhari Muslim).
2. Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah
Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan
13 Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan
ibadah haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar
dam), diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Siti Aisyah dan Ibn
Umar berkata: "Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyrik, kecuali bagi
yang tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)" (HR. Bukhari).
3. Puasa pada hari yang diragukan (hari syak/hari ragu)
Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari
dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa
demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa
hukumnya haram. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw:Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan
jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa
berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari terebut" (HR. Bukhari Muslim).
IV. Puasa Makruh
1. Berpuasa pada hari jum’at
Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya,
kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu
jatuh pas hari Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan
Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini,
puasa boleh dilakukan, karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari
Jum'at. Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja adalah: Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari
Jum'at, kecuali ia berpuasa sebelum atau sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).
2. Puasa setahun penuh (puasa dahr)
Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut
kuat untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Umar bertanya: "Ya
Rasulallah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?"
Rasulullah saw menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak berbuka" (HR.
Muslim).
3. Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya,
misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini
diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya,
namun dimakruhkan untuk ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut:Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau
mengucapkannya sebanyak tiga kali. Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda
sendiri melakukan puasa wishal?" Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian tidak
seperti saya. Kalau saya tidur, Allah memberi saya makan dan minum. Oleh
karena itu, perbanyaklah dan giatlah bekerja sekemampuan kalian" (HR. Bukhari
Muslim).

C. HIKMAH-HIKMAH PUASA
1. Bertakwa dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takwa
adalah meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna
mengerjakan perintah, meninggalkan larangan , Firman Allah SWT: Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-
Baqarah: 183)
2. Puasa adalah serupa dengan revolusi jiwa untuk merombak cara dan kebiasaan
yang diinginkan oleh manusia itu, sehingga mereka berbakti pada keinginannya
dan nafasnya itu berkuasa padanya
3. Puasa menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya laparmaupun
tidak dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada dirinya dengan
suatu kemiskinan atau hajatnya tidak terlaksana. Dengan sendirinya lalu bisa
merasakan keadaan orang lain, bahkan berusaha untuk membantu mereka yang
berkepentingan dalam hidup ini.
4. Puasa dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi kesehatan adalah
sebagai berikut:
a) Puasa membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat berpuasa tubuh akan
menggunakan zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama tubuh yang
mengalami perbaikan adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b) Melindungi tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah cenderung turun saat
seseorang berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada kelenjar pankreas untuk
istirahat. SepertiAnda ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon
insulin.
c) Menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem
pencernaan akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama lebih
kurang satu bulan. Jangka waktu ini cukup mengurangi beban kerja lambung
untuk memroses makanan yang bertumpuk dan berlebihan.Puasa mengurangi
berat badan berlebih. Puasa dapat menghilangkan lemak dan kegemukan, secara
ilmiah diketahui bahwa lapar tidak disebabkan oleh kekosongan perut. Tetapi juga
disebabkan oleh penurunan kadar gula dalam darah
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
1. Puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkan mulai dari terbit
fajar hingga terbenam matahari disertai dengan niat
2. Awal ditetapkannya puasa ramadhan yaitu pada tahun 2 Hijriyah
3. Pelaksanaan puasa sudah diwajibkan atas umat tedahulu sebelum nabi
Muhammad
4. Puasa bukan membuat kita sakit, akan tetapi dapat menyehatkan kita.
5. Ada keringanan bagi orang-orang yang tidak bisa melasanakan puasa
karena hal-hal tertentu seperti sakit, musafir, sudah tua dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahreisy Husein, “Pedoman Fiqih Islam”, Al-Ikhlas, Surabaya, 1981


2. Hasan Halim Abdul, “Tafsir Ahkam”, Kencana Prendala Media Grup,
Jakarta, 2006
3. Mughniyah Jawad Muhammad, “Fiqih Lima Mazhab”, Lentera, Jakarta,
2004
4. Rasyid Sulaiman, H. “Fiqh Islam”, At-Tahirijah, Jakarta
5. Sabiq Sayyid, “Fiqh Sunnah 12”, Penerbit Pustaka, Bandung, 1988
6. Suparta, DR. H, “Fiqh Madrasah Aliyah X”, CV. Toha Putra, Semarang,
2004
7. Syarabasyi Ahmad, Bahreisj Husein, “Himpunan Fatwa”, Al-Ikhlas,
Surabaya, 1987
8. TIM MPGMP – PAI. “Pendidikan Agama Islam”, Telaga Mekar, Medan,
2004
9. Aep Saepulloh Darusmanwiati,”Fiqhus Shiyam” Menuju Kesempurnaan
Ibadah Puasa”, diaskes dari http//indonesianschool.org
10. Al-Hafidz Ibnu Hajjar Ashqolani Al-Hafidz Ibnu Hajjar “Kitab Hadist
Bulughul Maram, ”, diaskes dari http://opi.110.mb.com/
11. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, “Fiqh Manjha Rasul” diaskes
dari http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1623
MAKALAH
PUASA MENURUT PANDANGAN
AL-QURAN DAN HADITS

KELOMPOK IV

1. WA ODE NSIASIA
2. WA ODE SARIFA
3. SURIATI
4. RAMIATIN
5. USMAN TAENA
6. WA SUNARTI
7. ASMIWATI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


SYARIF MUHAMMAD RAHA
2013 / 2014
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkatNya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga berterimakasih
kepada Dosen mata Kuliah HADITS TARBAWI, yang telah memberikan tugas
ini, sehingga kami dapat lebih memahami tentang puasa menurut Al-Quran dan
hadits.

Semoga makalah ini berkenan dan bermanfaat bagi Mahasiswa STAIS Raha
Untuk segala kekurangan dan kelemahan dalam makalah ini, kami mohon maaf.
Kami terima kritik dan sarannya.

Raha, Mei 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………….. i
DAFTAR ISI..............………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………............. 1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………............. 2

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan……………………………………………………........... 13
2. Saran………………………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 14

Anda mungkin juga menyukai