Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG SIROSIS HATI

Di RUANG BOUGENFIL RSUD dr. KOESNADI BONDOWOSO

Disusun Oleh:

Nama: Nur Mutmainnah

NIM: 14201.09.17045

PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2020
I. Anatomi

Hati (hepar) merupakan kelenjar aksesori yang terbesar dalam tubuh, berwarna
coklat dan beratnya 1.000- 1.800 gram. Hati terletah di dalam rongga perut sebelah
kanan atas di bawah diafragma, sebagian besar terletak pada region hipokondria dan
region epigastrium. Pada orang dewasa yang kurus tepi bawah hati mungkin teraba
satu jari di bawah tepi kosta. Hati dibagi dalam empat lobus:
1. Lobus sinistra, terletak disebelah kiri dari bidang meridian.
2. Lobus dekstra, di sebelah kanan dari bidang meridian.
3. Lobus kaudatus, sebelah bawah bagian ekor.
4. Lobus kuadratus, di belakang berbatas dengan pars pilorika, ventrikula, dan
duodenum superior.
II. Fisiologi
Hati merupakan organ metabolic terbesar dan terpenting yang memiliki
berbagai fungsi yang berhubungan dengan pencernaan untuk skresi garam empedu
yang melakukan berbagai fungsi.
1. Fungsi metabolik: Metabolisme asimilasi karbohidrat, lemak, protein, dan
vitamin, serta produksi energi.
2. Fungsi ekskretori: Produksi empedu oleh sel hati (bilirubin, kolesterol, garam
empedu)
3. Fungsi pertahanan tubuh: Detoksikasi racun siap untuk dikeluarkan,
melakukan fagositosis terhadap benda asing langsung membentuk antibody.
4. Pengaturan dalam peredaran darah: Berperan membentuk darah dan heparin di
hati dan mengalirkan darah ke jantung.
5. Hati membentuk asam empedu terutama dari kolesterol yang membentuk
pigmen-pigmen empedu terutama dari hasil perusakan hemoglobin.
6. Sintesis protein: Mencakup protein-protein penting untuk pembekuan darah
serta mengangkut hormone tiroid, steroid dan kolesterol.
7. Detoksifikasi / degradasi: zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing
lainnya.
III. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel
hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price & Willson, 2005, hal :
493). Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh
gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya
aliran darah ke hati.
IV. Etiologi
Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. 
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. 
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis). 
Etiologi yang diketahui penyebabnya :
a Hepatitis virus B dan C.
b Alcohol
c Metabolic.
d Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatic.
e Obstruksi aliran vena hepatic.
f Gangguan imunologis hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.
g Toksik dan obat INH, metilpoda.
h Operasi pintas usus halus pada obesitas.
i Malnutrisi, infeksi seperti malaria.
Etiologi tanpa diketahui penyebabnya
a Sirosis yang tidak dikethui penyebabnya dinamakan sirosis
kriptogenik/heterogenous.
V. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh
lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis
makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai
campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga
bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang
masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


1. Sirosis hati kompensata.
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada
saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-
gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
Berdasarkan etiologi:
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis). Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal
tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk
membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan
jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan
tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :
Skor/paramete 1 2 3
r
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stdium 3 & 4
Ensephalopathy

VI. Patofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama.
Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi
dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis,
namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga
pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu
yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.Faktor lain diantaranya
termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi,
arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita
dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel
hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang
melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal
yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-
bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip
paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis
biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang
sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
VII.Pathway

VIII. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang
meliputi kegagalan parenkim hati, hipertensi portal, ascites dan enselopati hepatitis.
Keluhan sirosis hati dapat berupa:
1. Merasa kemampuan jasmani menurun.
2. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan.
3. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap.
4. Pembesaran perut dan kaki bengkak.
5. Perdarahan saluran pencernaan bagian atas.
6. Perasaan gatal hebat.
7. Pada keadaan lanjut dapat dijumpa pada pasien tidak sadarkan diri (hepatic
enchephalophaty)
IX. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom
mikrosister/hipokrom makrosister.
b) Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk
berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam
serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c) Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga
globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan
menghadapi stress.
d) Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun,
kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan
menunjukkan prognosis jelek.
e) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam
dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal
f) Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA,
untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto
Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah
keganasan.
2. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a) Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus
untuk konfirmasi hipertensi portal.
b) Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal.
c) Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai
alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
X. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
1. Simtomatik
2. Supportif yaitu:
a Istirahat yang cukup
b Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya cukup kalori,
protein, dan vitamin.
3. Terapi dengan Interferon

Penatalaksanaan Medik
1. Pencegahan Pendarahan
Pendarahan dapat terjadi akibat diperlukan produksi protrombin dan
kemampuan hati untuk mengsintesis zat-zat yang diperlukan bagi pembekuan
darah.
1) Tindakan Penjagaan
Perlindungan pasien dengan memasang penghalang sampai tempat
tidur, menekan setiap lokasi persuntiakn dan menghinadari cedera dari
benda-benda tajam. Perawat harus memahami kemungkinan melena dan
memerikasa feses untuk mengetahui jika terdapat darah yang merupakan
tanda pendarahan internal. Modifikasi diet dan penggunaan preparat
pelunak feses yang dapat membantu pasien. Pasien harus dipantau dengan
ketat untuk mendeteksi pendarahan gastrointestinal, peralatan, tanda-tanda
vital, cairan intravena dan obat-obatan.
2) Jika terjadi Hemoragi
Perawat membantu dokter dengan melakukan tindakan untuk
menghentikan pendarahan, memberikan terapi cairan serta komponen
darah dan obat-obatan. Hemoragi masih akibat pendarahan dari varises
esophagus atau lambung di pindahkan di unit intensif. Penderita sirosis
memerlukan penjelasan tentang kejadian yang telah dialami.
3) Ensefalopati hepatic
Merupakan komplikasi neurology yang mungkin terjadi dan
mencakup kemunduran status mental serta dimensi di samping adanya
tanda-tanda fisik seperti gerakan volunteer dan involunteer yang abnormal.
Yang disebabkan oleh penumpukan amonia dalam darah dan ditimbulkan
pada metabolisme otak.
4) Terapi
Mencakup penggunaan laktulosa serta antibiotic saluran cerna yang
tidak dapat diserap untuk melakukan kadar anomia.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pemantauan
Pekerjaan keperawatan yang esensian untuk mengenali kemunduran
diri pada status mental. Karena gangguan elektrolit dapat timbul
ensefalomati, kadar elektrolit serum harus dipantau dengan cermat jika
abnormal. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.
Selama dirawat di rumah sakit, pasien harus sudah dipersiapkan
untuk perawatan di rumah oleh perawatan melalui intruksi diet. Instruksi
yang paling penting adalah menghilangkan alkohol dari diet.
Kebersihan terapi tergantung pada upaya untuk meyakinkan pasien
tentang perlunya kepatuhan secara total pada rencana terapinya. Yang
mencakup istirahat, kemungkinan perubahan gaya hidup, diet yang
memadai dan pantang alkohol.
XI. Komplikasi
a. Edema dan Acites
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki( edema) dan abdomen ( acites)
b. Luka dan perdarahan
Ketika liver lambat atau berhenti memproduksi protein yang dibutuhkan tubuh
untuk penggumpalan darah, penderita akan mudah luka dan berdarah.
c. Penguningan ( Joundice)
Penguningan pada kulit dan mata yang terjadi ketika liver sakit, tidak bisa
menyerap bilirubin.
d. Batu Empedu
Jika sirosis mencegah air empedu mencapai empedu, maka akan timbul batu
empedu.

XII. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-
faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau(durasi dan
jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat kerja
atau selama melakukan aktivitas. Pajanan dengan obat-obat yang potensial bersifat
hepatotoksin atau dengan obat-obat anastesi umum. Status mental dikaji melalui
anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan
waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau
kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani.
Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk (2000) pada pasien yang mengalami
Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :
1. Demografi
a Usia : diatas 30 tahun
b Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
2. Riwayat Kesehatan
a Riwayat hepatitis kronis
b Penyakit gangguan metabolisme : DM
c Obstruksi kronis ductus coleducus
d Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e Penyakit autoimun
f Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3. Pola Fungsional
a Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
b Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus,
fase warna tanah liat, melena, dan urine gelap.
c Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan
jaringan, edema umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
d Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan
atas; Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
e Keamanan
Gejala :  Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
f Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.
g Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal
hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena abdomen distensi.
h Eliminasi
Gejala: Flatus.
Tanda:Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena,
urine gelap, pekat.
i Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering,
turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
j Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis)
4. Pemeriksaan Fisik
a Tampak lemah
b Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan
cairan)
c Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d Distensi vena jugularis dileher
e Dada :
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan ekspansi paru
3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
Perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati
mengecil artinya prognosi kurang baik. Besar hati normal sebesar telapak tangannya
sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir
hati biasanya tumpul ada sakit pada perabaan hati. Pembesaran limpa diukur dengan
2 cara, yaitu:
1) Schffne adalah hati yang membesar ke medial dan kebawah menuju umbilical
(SI-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (SV-VIII).
2) Hacker adalah limpa membesar kearah bawah saja (HI-V). Perut dan ekstra
abdomen, pada perut perhatikan vena koleteral dan ascites. Manifestasi dari luar
seperti spider nervi pada bagian atas, eritema palmaris, ginekomasti dan atropi
testis, haemoroid, dan mimisan
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan penyakit kronis
3. Intervensi
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
a Manajemen jalan napas
b Pengaturan posisi
2) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi
a Manajemen Nyeri
b Terapi Relaksasi
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan penyakit kronis.
a Manajemen Nutrisi
b Edukasi Diet
4. Implementasi
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
a Manajemen jalan napas
a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b) Monitor bunyi tambahan ( mis. Mengi, wheezing, ronkhi kering)
c) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
d) Posisikan semi fowler
e) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
f) Berikan oksigen , jika perlu
g) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
h) Kolaborasi pemberian bronkodialtor, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
b Pengaturan posisi
a) Monitor status oksigenasi sesudah dan sebelum mengubah posisi
b) Tempatkan pada posisi yang terapeutik
c) Atur posisi untuk menghilangkan sesak (mis. semi fowler)
d) Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi
e) Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi, jika
perlu
2) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi
a Manajemen Nyeri
a) Identifikasi skala nyeri
b) Identifikasi respon nyeri nonverbal
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
e) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
f) Kolaborasi pemberian analgetik
g) Identifikasi sumber ketidaknyamanan
h) Sediakan ruangan yang tenang dan mendukung
i) Atur posisi yang nyaman
j) Ajarkan cara menejemen sakit dan cedera, jika perlu
b Terapi Relaksasi
a) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
b) Periksa ketegangan otoot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah
c) Monitor respon terhadap terapi relaksasi
d) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaaan dan suhu yang nyaman, jika perlu
e) Anjurkan mengambil posisi nyaman
f) Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
g) Demonstrasikan dan latih teknik nafas dalam (misalnya napas dalam)
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan penyakit kronis.
a Manajemen Nutrisi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi makanan yang disukai
c) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
d) Monitor berat badan
e) Monitor asupan makanan
f) Lakukan oral hygiene
g) Sajikan makanan secara menarik
h) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
i) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
j) Ajarkan diet yang diprogramkan
k) Kolaborasi dengan pemberian medikasi
l) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi
b Edukasi Diet
a) Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima informasi
b) Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa lalu
c) Persiapkan materi, media dan alat peraga
d) Berikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya
e) Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
f) Informasikan makanan yang dilarang dan yang diperbolehkan
g) Rujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Diyono, Mulyanti Sri. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan.Kencana: Jakarta

Brunner & Suddarth .Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah. Vol. 2. EGC. Jakarta.

Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. USU: Medan.

Aru Sudoyo.2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI: Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Smeltzer, Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai