Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga (kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami
masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat
diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Masalah gizi di Indonesia
terutama KEP masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN lainnya.Sekarang ini
masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi
bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih
zat gizi mikro Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu
kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari
kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak
balita diderita penyakit gizi buruk.
Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas.
Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak. Hal ini sehubungan dengan
terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada anak yang menderita
gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan. Berbagai factor
yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada
balita. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk
terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan,
kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan
keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat.
Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok
kecil penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain
masih berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan
orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh
dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan
akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui orang dewasa
1|Page
nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur
luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang
hilang atau terpakai ). Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung
besaran energi yang dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara
sederhana berdasarkan berat badan.
Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh
merupakan masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat
badan, terlambat tumbuh sampai ke sindrom klinis yang nyata. Penilaian
antropometris status gizi dan didasarkan pada berat, tinggi badan, dan usia.
Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaa, ketepatan, kepekaan, serta
ketersediaan alat ukur. Marasmus biasanya berkaitan dengan bahan pangan yang
sangat parah, semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini,
sedangkan kwashiorkor dengan keterlambatan menyapih dan kekurangan protein.
Penanganan KKP berat dikelompokan menjadi dua yaitu pengobatan awal
ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa dan fase rehabilitasi
diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber
daya manuasia ( SDM ) yang di lakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan
kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak
sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang
ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi
yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat,
cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindroma
kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang
mendukung pola hidup sehat.
Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur
harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan
keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human
2|Page
Development Index ( HDI ). Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi
utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada
dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan
asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang
utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan
protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi
mikro.
Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik
maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas dan produktifitas
penduduk. Timbulnya krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan
penurunan kegiatan produksi yang drastis akibatnya lapangan kerja berkurang dan
pendapatan perkapita turun. Hal ini jelas berdampak terhadap status gizi dan
kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan konsumsi makanan
dan timbulnya berbagai penyakit menular akibat lingkungan hidup yang tidak
sehat.
Mulai tahun 1998 upaya penanggulangan balita gizi buruk mulai
ditingkatkan dengan penjaringan kasus, rujukan dan perawatan gratis di
Puskesmas maupun Rumah Sakit, Pemberian Makanan Tambahan ( PMT ) serta
upaya-upaya lain yang bersifat Rescue. Bantuan pangan ( beras Gakin dll ) juga
diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain untuk menghindarkan
masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun semua upaya tersebut nampaknya
belum juga dapat mengatasi masalah dan meningkatkan kembali status gizi
masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi buruk dan gizi kurang yang
mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus baru muncul yang
terkadang malah lebih banyak sehingga terkesan penanggulangan yang dilakukan
tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk belum dapat ditekan secara
bermakna.
Masalah gizi buruk masih dialami oleh anak-anak di berbagai tempat di
Indonesia dari tahun ke tahun. Ini menjadi potret buruk pemenuhan kebutuhan
mendasar bagi masyarakat Indonesia. Gizi buruk menjadi perhatian masyarakat
ketika media mengangkat kasus-kasus meninggalnya anak-anak di banyak daerah
karena malnutrisi.
3|Page
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan masalah gizi di Indonesia ?
2. Apa saja masalah gizi yang sudah terselesaikan di Indonesia?
3. Apa saja masalah gizi yang belum terselesaikan di Indonesia?
4. Apa saja masalah gizi yang mengancam masyarakat Indonesia?
5. Apa saja masalah trend gizi di Indonesia ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah presentasi ini adalah ingin memberitahukan
kepada masyarakat hal – hal apa saja yang menjadi ruang lingkup dari masalah
gizi buruk di Indonesia, menambah pengetahuan bagi masyarakat agar lebih luas
wawasannya mengenai gizi buruk, memberitahukan jumlah penurunan penderita
gizi buruk dari tahun ke tahun, memberikan gambaran yang jelas mengenai
penyakit gizi buruk, juga tidak lupa untuk menambah nilai mahasiswa, dan lain –
lain yang bisa berdampak positif bagi penulis dan para pembaca.
4|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Masalah gizi merupakan hal yang sangat kompleks dan penting untuk
segera diatasi. Terutama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang
mempunyai permasalahan gizi paling lengkap. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa masalah gizi di Indonesia cenderung terus meningkat, tidak sebanding
dengan beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan
Thailand.
5|Page
2.1.2 Gaki
2.1.3 Anemia
Anemia merupakan kondisi saat tubuh tidak memiliki cukup sel darah
merah yang sehat untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Masalah kesehatan
ini paling banyak ditemukan pada ibu hamil dengan gejala-gejala berupa rasa
lelah, lemah, pucat, detak jantung tidak beraturan, dan sakit kepala.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,
lebih dari 15 persen balita dan 37 persen ibu hamil mengalami anemia. Studi
menunjukkan bahwa ibu hamil yang anemia memiliki risiko meninggal dalam
proses persalinan hingga 3,6 kali lebih besar akibat pendarahan dan atau sepsis.
6|Page
Tubuh kurus akibat gizi kurang sering kali dinilai lebih baik daripada
tubuh gemuk akibat gizi lebih, padahal kenyataannya tidak. Sama seperti obesitas,
anak maupun remaja dengan gizi kurang memiliki risiko pada kesehatannya.
Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) umumnya akan
mengalami kehidupan masa depan yang kurang baik. Pasalnya, kebutuhan zat gizi
yang tidak terpenuhi dalam masa pertumbuhan balita akan meningkatkan
kerentanannya terhadap penyakit infeksi pada awal-awal kehidupannya dan
berlangsung hingga ia dewasa. Beberapa risiko gizi kurang di antaranya sebagai
berikut:
2.2.2 Stunting
7|Page
Padahal, stunting dapat memengaruhi perkembangan otak, mengurangi
produktivitas seseorang di usia muda, dan meningkatkan risiko pengembangan
penyakit tidak menular di usia lanjut. Stunting juga dianggap sebagai salah satu
faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas, dan kematian akibat infeksi.
Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah mulai dari awal kehamilan
hingga dua tahun pertama kehidupan anak. Oleh karena itu, kebutuhan gizi ibu
hamil harus terpenuhi untuk mengoptimalkan perkembangan janin. Selain itu,
pemberian ASI eksklusif dan gizi seimbang pada balita perlu menjadi perhatian
khusus agar anak tidak tumbuh pendek atau stunting.
Gizi lebih, umum dikenal dengan obesitas, termasuk dalam masalah gizi
yang mengancam kesehatan masyarakat. Gizi lebih atau obesitas merupakan
kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam jaringan adiposa yang
dapat mengganggu kesehatan.
Untuk menjaga berat badan tetap seimbang dan ideal, Anda perlu
mengubah pola hidup sehat dengan membatasi konsumsi makanan tinggi lemak
dan gula, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, serta melakukan aktivitas
fisik secara teratur.
8|Page
Riskesdas 2018
A. Gizi buruk
2007 5,4
2013 5,7
2018 3,9
B. Gizi kurang
2007 13,0
2013 13.9
2018 13,8
Gizi Kurang dan Gizi Buruk banyak terdapat di daerah NTT pada tahun
2013 dan NTT pada tahun 2018
C. Pendek
2007 18,0
2013 19,2
2018 19,3
D. Sangat pendek
2007 18,8
2013 18,0
2018 11,5
Pendek dan Sangat Pendek banyak terdapat di daerah NTT pada tahun
2013 dan NTT pada tahun 2018
E. Sangat Kurus
2007 6,2
9|Page
2013 5,3
2018 3,5
F. Kurus
2007 7,4
2013 6,8
2018 6,7
Sangat Kurus dan Kurus banyak terdapat di daerah Kalimantan Barat pada
tahun 2013 dan NTT pada tahun 2017
G. Gemuk
2007 12,2
2013 11,9
2018 8,0
Gemuk banyak terdapat di Lampung pada tahun 2013 dan di Papua pada
tahun 2018
10 | P a g e
ini meliputi Status Gizi; Kesehatan Ibu; Kesehatan Anak; Penyakit Menular;
Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa, dan Kesehatan Gigi Mulut; Disabilitas
dan Cidera; Kesehatan Lingkungan; Akses Pelayanan Kesehatan; dan Pelayanan
KesehatanTradisional. Riskesdas 2018 menunjukkan adanya perbaikan status gizi
pada balita diIndonesia. Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek turun dari
37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%. Demikian juga proporsi status gizi buruk
dan gizi kurang turun dari 19,6% (Riskesdas 2013) menjadi 17,7%.
Namun yang perlu menjadi perhatian adalah adanya tren peningkatan proporsi
obesitas pada orang dewasa sejak tahun 2007 sebagai berikut 10,5% (Riskesdas
2007), 14,8% (Riskesdas 2013) dan 21,8% (Riskesdas 2018)
Dalam perhitungan data kasus gizi buruk harus diambil dari indeks berat
badan menurut tinggi badan (BBTB) atau yang disebut sangat kurus sesuai
standar WHO yang disertai dengan gejala. Intervensi terhadap masalah gizi
terutama di wilayah Indonesia bagian Timur sudah ditangani atau diintervensi
11 | P a g e
oleh tenaga gizi di Puskesmas. Hasil Riset Tenaga Kesehatan (Risnakes) tahun
2017, Tenaga Gizi di seluruh Indonesia sudah memenuhi 73,1% Puskesmas.
12 | P a g e
Masalah obesitas semakin meningkat di dunia. Hal ini menjadi tantangan
yang besar dalam mencegah pertumbuhan penyakit kronis di dunia. Obesitas juga
dipicu pertumbuhan industri dan ekonomi, serta perubahan gaya hidup, asupan
nutrisi yang semakin banyak dari makanan olahan, atau diet dengan tinggi kalori.
Berdasarkan data WHO tahun 2016, sekitar 650 juta penduduk berusia
dewasa mengalami obesitas, sedangkan 340 juta anak-anak dan remaja usia 5
hingga 19 tahun mengalami berat badan berlebih. Di Indonesia sendiri, pada tahun
2010, diperkirakan terdapat 23% orang dewasa mengalami obesitas, dan wanita
lebih banyak yang mengalaminya dibanding dengan pria.
Penyebab Obesitas
13 | P a g e
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dan pada saat ini masalah gizi yang paling trend dan mengancam
masyarakat Indonesia adalah Obesitas atau Gizi Lebih.
3.2 Saran
14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
15 | P a g e