Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga (kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami
masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat
diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Masalah gizi di Indonesia
terutama KEP masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN lainnya.Sekarang ini
masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi
bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih
zat gizi mikro Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu
kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari
kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak
balita diderita penyakit gizi buruk.
Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas.
Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak. Hal ini sehubungan dengan
terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada anak yang menderita
gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan. Berbagai factor
yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada
balita. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk
terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan,
kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan
keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat.
Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok
kecil penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain
masih berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan
orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh
dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan
akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui orang dewasa

1|Page
nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur
luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang
hilang atau terpakai ). Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung
besaran energi yang dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara
sederhana berdasarkan berat badan.
Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh
merupakan masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat
badan, terlambat tumbuh sampai ke sindrom klinis yang nyata. Penilaian
antropometris status gizi dan didasarkan pada berat, tinggi badan, dan usia.
Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaa, ketepatan, kepekaan, serta
ketersediaan alat ukur. Marasmus biasanya berkaitan dengan bahan pangan yang
sangat parah, semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini,
sedangkan kwashiorkor dengan keterlambatan menyapih dan kekurangan protein.
Penanganan KKP berat dikelompokan menjadi dua yaitu pengobatan awal
ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa dan fase rehabilitasi
diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber
daya manuasia ( SDM ) yang di lakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan
kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak
sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang
ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi
yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat,
cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindroma
kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan  di tingkat
rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang
mendukung pola hidup sehat.
Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur
harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan
keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human

2|Page
Development Index ( HDI ). Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi
utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada
dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan 
asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang
utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan
protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi
mikro.
Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan  dan perkembangan fisik
maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas  dan produktifitas
penduduk. Timbulnya krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan 
penurunan kegiatan produksi yang drastis akibatnya lapangan kerja berkurang dan
pendapatan perkapita turun. Hal ini jelas berdampak terhadap status gizi dan
kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan konsumsi makanan
dan timbulnya berbagai penyakit menular akibat lingkungan hidup yang tidak
sehat.
Mulai tahun 1998 upaya penanggulangan balita gizi buruk mulai
ditingkatkan dengan penjaringan kasus, rujukan dan perawatan gratis di
Puskesmas maupun Rumah Sakit, Pemberian Makanan Tambahan ( PMT ) serta
upaya-upaya lain yang bersifat Rescue. Bantuan pangan ( beras Gakin dll ) juga
diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain untuk menghindarkan
masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun semua upaya tersebut nampaknya
belum juga dapat mengatasi masalah dan meningkatkan kembali status gizi
masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi  buruk dan gizi kurang yang
mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus baru muncul yang
terkadang malah lebih banyak sehingga terkesan penanggulangan yang dilakukan
tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk  belum dapat ditekan secara
bermakna.
Masalah gizi buruk masih dialami oleh anak-anak di berbagai tempat di
Indonesia dari tahun ke tahun. Ini menjadi potret buruk pemenuhan kebutuhan
mendasar bagi masyarakat Indonesia. Gizi buruk menjadi perhatian masyarakat
ketika media mengangkat kasus-kasus meninggalnya anak-anak di banyak daerah
karena malnutrisi.

3|Page
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan masalah gizi di Indonesia ?
2. Apa saja masalah gizi yang sudah terselesaikan di Indonesia?
3. Apa saja masalah gizi yang belum terselesaikan di Indonesia?
4. Apa saja masalah gizi yang mengancam masyarakat Indonesia?
5. Apa saja masalah trend gizi di Indonesia ?

1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah presentasi ini adalah ingin memberitahukan
kepada masyarakat hal – hal apa saja yang menjadi ruang lingkup dari masalah
gizi buruk di Indonesia, menambah pengetahuan bagi masyarakat agar lebih luas
wawasannya mengenai gizi buruk, memberitahukan jumlah penurunan penderita
gizi buruk dari tahun ke tahun, memberikan gambaran yang jelas mengenai
penyakit gizi buruk, juga tidak lupa untuk menambah nilai mahasiswa, dan lain –
lain yang bisa berdampak positif bagi penulis dan para pembaca.

4|Page
BAB II
PEMBAHASAN

Masalah gizi merupakan hal yang sangat kompleks dan penting untuk
segera diatasi. Terutama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang
mempunyai permasalahan gizi paling lengkap. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa masalah gizi di Indonesia cenderung terus meningkat, tidak sebanding
dengan beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan
Thailand.

Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,


perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
masalah gizi yang sudah terkendali, masalah yang belum dapat terselesaikan (un-
finished), dan masalah gizi yang sudah meningkat dan mengancam kesehatan
masyarakat (emerging).

2.1 Masalah gizi di Indonesia yang sudah terkendali

2.1.1. Kurang vitamin A (KVA)

Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi di


Indonesia yang umum dialami oleh anak-anak dan ibu hamil. Meskipun ini
termasuk masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan, kekurangan vitamin A
dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani.

Pada anak-anak, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan


penglihatan hingga kebutaan dan meningkatkan perkembangan penyakit diare dan
campak. Sementara untuk ibu hamil yang kekurangan vitamin A berisiko tinggi
mengalami kebutaan atau bahkan kematian saat persalinan.

Kekurangan vitamin A dapat dicegah dengan pemberian kapsul vitamin A.


Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus,
sejak anak berumur enam bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 IU) diberikan
untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk anak umur
12-59 bulan.

5|Page
2.1.2 Gaki

Tubuh membutuhkan sejumlah iodium untuk membuat zat kimia yang


dikenal sebagai hormon tiroid. Hormon tiroid inilah yang mengendalikan
metabolisme dan fungsi penting tubuh lainnya. Kekurangan iodium atau GAKI
(Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) memang bukanlah satu-satunya penyebab
kadar tiroid dalam tubuh menjadi rendah. Namun, kekurangan iodium dapat
menyebabkan pembesaran abnormal kelenjar tiroid, yang dikenal sebagai gondok.

Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah telah mewajibkan semua


garam yang beredar harus mengandung iodium sekurangnya 30 ppm.

2.1.3 Anemia

Anemia merupakan kondisi saat tubuh tidak memiliki cukup sel darah
merah yang sehat untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Masalah kesehatan
ini paling banyak ditemukan pada ibu hamil dengan gejala-gejala berupa rasa
lelah, lemah, pucat, detak jantung tidak beraturan, dan sakit kepala.

Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,
lebih dari 15 persen balita dan 37 persen ibu hamil mengalami anemia. Studi
menunjukkan bahwa ibu hamil yang anemia memiliki risiko meninggal dalam
proses persalinan hingga 3,6 kali lebih besar akibat pendarahan dan atau sepsis.

Untuk mencegah terjadinya anemia, ibu hamil dianjurkan untuk


mengonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya. Zat besi yang
dimaksud adalah semua konsumsi zat besi selama masa kehamilannya, termasuk
yang dijual bebas maupun multivitamin yang mengandung zat besi.

2.2. Masalah gizi di Indonesia yang belum terselesaikan

2.2.1 Gizi kurang

6|Page
Tubuh kurus akibat gizi kurang sering kali dinilai lebih baik daripada
tubuh gemuk akibat gizi lebih, padahal kenyataannya tidak. Sama seperti obesitas,
anak maupun remaja dengan gizi kurang memiliki risiko pada kesehatannya.

Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) umumnya akan
mengalami kehidupan masa depan yang kurang baik. Pasalnya, kebutuhan zat gizi
yang tidak terpenuhi dalam masa pertumbuhan balita akan meningkatkan
kerentanannya terhadap penyakit infeksi pada awal-awal kehidupannya dan
berlangsung hingga ia dewasa. Beberapa risiko gizi kurang di antaranya sebagai
berikut:

 Malnutrisi, defisiensi vitamin, atau anemia


 Osteoporosis
 Penurunan fungsi kekebalan tubuh
 Masalah kesuburan yang disebabkan oleh siklus menstruasi yang tidak
teratur
 Masalah pertumbuhan dan perkembangan, terutama pada anak dan remaja

2.2.2 Stunting

Stunting merupakan kondisi malnutrisi kronis yang disebabkan oleh


asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama, umumnya karena pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari
dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Gejala-gejala
stunting di antaranya:

 Postur anak lebih pendek dari anak seusianya


 Proporsi tubuh cenderung normal, tetapi anak tampak lebih muda atau
kecil untuk usianya
 Berat badan rendah untuk anak seusianya
 Pertumbuhan tulang tertunda

Pada tahun 2013, sebanyak 37,2 persen balita di Indonesia mengalami


stunting. Kondisi ini seringkali dianggap normal karena alasan keturunan.

7|Page
Padahal, stunting dapat memengaruhi perkembangan otak, mengurangi
produktivitas seseorang di usia muda, dan meningkatkan risiko pengembangan
penyakit tidak menular di usia lanjut. Stunting juga dianggap sebagai salah satu
faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas, dan kematian akibat infeksi.

Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah mulai dari awal kehamilan
hingga dua tahun pertama kehidupan anak. Oleh karena itu, kebutuhan gizi ibu
hamil harus terpenuhi untuk mengoptimalkan perkembangan janin. Selain itu,
pemberian ASI eksklusif dan gizi seimbang pada balita perlu menjadi perhatian
khusus agar anak tidak tumbuh pendek atau stunting.

2.3 Masalah gizi yang paling mengancam kesehatan masyarakat

Berdasarkan laporan gizi global atau Global Nutrition Report di tahun


2014, Indonesia termasuk ke dalam 17 negara yang memiliki 3 permasalahan gizi
sekaligus, yaitu stunting (pendek), wasting (kurus), dan overweight atau gizi lebih
(obesitas).

Gizi lebih, umum dikenal dengan obesitas, termasuk dalam masalah gizi
yang mengancam kesehatan masyarakat. Gizi lebih atau obesitas merupakan
kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam jaringan adiposa yang
dapat mengganggu kesehatan.

Penyebab gizi lebih yang paling mendasar adalah ketidakseimbangan


energi dan kalori yang dikonsumsi dengan jumlah yang dikeluarkan. Baik pada
kelompok anak-anak, remaja, maupun dewasa, prevalensi gizi lebih ini terus
meningkat hampir satu persen setiap tahun. Bila sejak kecil anak sudah terkena
obesitas, maka mereka akan lebih rentan terkena penyakit tidak menular saat
dewasa, seperti diabetes dan penyakit jantung.

Untuk menjaga berat badan tetap seimbang dan ideal, Anda perlu
mengubah pola hidup sehat dengan membatasi konsumsi makanan tinggi lemak
dan gula, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, serta melakukan aktivitas
fisik secara teratur.

8|Page
Riskesdas 2018

A. Gizi buruk

2007 5,4

2013 5,7

2018 3,9

B. Gizi kurang

2007 13,0

2013 13.9

2018 13,8

Gizi Kurang dan Gizi Buruk banyak terdapat di daerah NTT pada tahun
2013 dan NTT pada tahun 2018

C. Pendek

2007 18,0

2013 19,2

2018 19,3

D. Sangat pendek

2007 18,8

2013 18,0

2018 11,5

Pendek dan Sangat Pendek banyak terdapat di daerah NTT pada tahun
2013 dan NTT pada tahun 2018

E. Sangat Kurus

2007 6,2

9|Page
2013 5,3

2018 3,5

F. Kurus

2007 7,4

2013 6,8

2018 6,7

Sangat Kurus dan Kurus banyak terdapat di daerah Kalimantan Barat pada
tahun 2013 dan NTT pada tahun 2017

G. Gemuk

2007 12,2

2013 11,9

2018 8,0

Gemuk banyak terdapat di Lampung pada tahun 2013 dan di Papua pada
tahun 2018

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan telah menyelesaikan Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan secara terintegrasi
dengaSusenas Maret (Badan Pusat Statistik).

Terintegrasinya riset ini sangat penting karena dimungkinkan analisis yang


lebih mendalam.Status kesehatan dan determinan kesehatan bisa dilihat dari faktor
sosial ekonomi, sehingga informasi yang dihasilkan lebih komprehensif.
Data Riskesdas juga dapat digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan

Kesehatan Masyarakat (IPKM), sehingga dapat diketahui perubahan


pencapaian sasaran pembangunan kesehatan di setiap level wilayah, dari tingkat
kabupaten/kota,Pengumpulan data Riskesdas yang dilakukan pada 300.000
sampel rumah tangga (1,2 juta jiwa) telah menghasilkan beragam data dan
informasi yang memperlihatkan wajah kesehatan Indonesia. Data dan informasi

10 | P a g e
ini meliputi Status Gizi; Kesehatan Ibu; Kesehatan Anak; Penyakit Menular;
Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa, dan Kesehatan Gigi Mulut; Disabilitas
dan Cidera; Kesehatan Lingkungan; Akses Pelayanan Kesehatan; dan Pelayanan
KesehatanTradisional. Riskesdas 2018 menunjukkan adanya perbaikan status gizi
pada balita diIndonesia. Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek turun dari
37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%. Demikian juga proporsi status gizi buruk
dan gizi kurang turun dari 19,6% (Riskesdas 2013) menjadi 17,7%.

Namun yang perlu menjadi perhatian adalah adanya tren peningkatan proporsi
obesitas pada orang dewasa sejak tahun 2007 sebagai berikut 10,5% (Riskesdas
2007), 14,8% (Riskesdas 2013) dan 21,8% (Riskesdas 2018)

2.4 Perbaikan Status Gizi

Masalah gizi di Indonesia terutama di beberapa wilayah di bagian Timur


seperti NTT dan Papua Barat, dinilai masih tinggi. Namun, secara nasional, status
gizi di Indonesia mengalami perbaikan yang signifikan. Sebagai contoh provinsi
NTT penurunan prevalensi stunting sebanyak 9.1%, hampir 2 % pertahun
penurunan, hal ini menunjukkan upaya multisektor yang terkonvergensi pusat dan
daerah. Penderita gizi buruk tentu tidak akan lepas dari pantauan tenaga
kesehatan, dimana pun kasusnya tenaga kesehatan dibentuk untuk selalu siaga
membantu perbaikan gizi penderita.

Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan


Dasar (Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan
itu terjadi berturut turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% 2018.
Prevalensi stunting dari 37,2% turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus
(Wasting) dari 12,1% turun menjadi 10,2%.

Dalam perhitungan data kasus gizi buruk harus diambil dari indeks berat
badan menurut tinggi badan (BBTB) atau yang disebut sangat kurus sesuai
standar WHO yang disertai dengan gejala. Intervensi terhadap masalah gizi
terutama di wilayah Indonesia bagian Timur sudah ditangani atau diintervensi

11 | P a g e
oleh tenaga gizi di Puskesmas. Hasil Riset Tenaga Kesehatan (Risnakes) tahun
2017, Tenaga Gizi di seluruh Indonesia sudah memenuhi 73,1% Puskesmas.

Untuk 26,1% Puskesmas yang belum memiliki Tenaga Gizi utamanya di


daerah terpencil dan sangat terpencil, Kementerian Kesehatan memiliki program
Nusantara Sehat. Nusantara Sehat terdiri dari tenaga tenaga kesehatan seperti
dokter, dokter gigi, tenaga gizi, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitarian, analis
kesehatan dan tenaga kesehatan masyarakat yang dilatih untuk ditempatkan di
Puskesmas selama 2 tahun.

Bentuk intervensi untuk pemulihan gizi buruk yakni dengan pemberian


makanan tambahan. Kementerian Kesehatan sudah mendistribusikan makanan
tambahan berupa Biskuit dengan kandungan kaya zat gizi ke seluruh Puskesmas
di Indonesia termasuk wilayah Timur. Selain itu, dilakukan juga kegiatan
surveilans gizi yang dimulai dari masyarakat di Posyandu, Puskesmas, dan Dinas
Kesehatan. Pengumpulan data individu yang teratur akan bisa mendeteksi secara
dini masalah gizi yang dihadapi, sehingga analisis dan intervensi yang dilakukan
akan tepat sasaran dan tepat waktu.

Upaya lain dalam mencegahan masalah gizi adalah dengan perubahan


perilaku masyarakat. Komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah sudah
tertuang dalam regulasi yang dikeluarkan oleh pemerinta pusat dan Pemerintah
Daerah. Di wilayah Indonesia Timur sudah ada 10 Kabupaten yang menerbitkan
regulasi Komunikasi Perubahan Perilaku dalam rangka pencegahan stunting dan
masalah gizi lainnya.

2.5 Masalah Gizi tren Indonesia saat ini

Obesitas adalah kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh


yang sangat tinggi. Obesitas terjadi karena asupan kalori yang lebih banyak
dibanding aktivitas membakar kalori, sehingga kalori yang berlebih menumpuk
dalam bentuk lemak. Apabila kondisi tersebut terjadi dalam waktu yang lama,
maka akan menambah berat badan hingga mengalami obesitas.

12 | P a g e
Masalah obesitas semakin meningkat di dunia. Hal ini menjadi tantangan
yang besar dalam mencegah pertumbuhan penyakit kronis di dunia. Obesitas juga
dipicu pertumbuhan industri dan ekonomi, serta perubahan gaya hidup, asupan
nutrisi yang semakin banyak dari makanan olahan, atau diet dengan tinggi kalori.

Berdasarkan data WHO tahun 2016, sekitar 650 juta penduduk berusia
dewasa mengalami obesitas, sedangkan 340 juta anak-anak dan remaja usia 5
hingga 19 tahun mengalami berat badan berlebih. Di Indonesia sendiri, pada tahun
2010, diperkirakan terdapat 23% orang dewasa mengalami obesitas, dan wanita
lebih banyak yang mengalaminya dibanding dengan pria.

Masalah obesitas ini terkait dengan peningkatan jumlah kematian akibat


penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, serta beberapa penyakit kanker.
Jumlah kematian penderita obesitas yang disertai sejumlah penyakit tersebut lebih
banyak dibanding penderita dengan berat badan yang normal.

Penyebab Obesitas

Obesitas terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan dan minuman


tinggi kalori tanpa melakukan aktivitas fisik untuk membakar kalori berlebih
tersebut. Kalori yang tidak digunakan itu selanjutnya diubah menjadi lemak di
dalam tubuh, sehingga membuat seseorang mengalami pertambahan berat badan
hingga akhirnya obesitas. Faktor-faktor lain penyebab obesitas adalah:

 Faktor keturunan atau genetik


 Efek samping obat-obatan
 Kehamilan
 Kurang tidur
 Pertambahan usia
 Penyakit atau masalah medis tertentu

13 | P a g e
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai permasalahan


gizi paling lengkap. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa masalah gizi di
Indonesia cenderung terus meningkat, tidak sebanding dengan beberapa negara
ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Beberapa Masalah gizi di Indonesia yang sudah terkendali yaitu, Kurang


Vitamin A (KVA), Gaki, dan Anemia. Sedangkan masalah gizi di indonesi yang
belum terkendali adalah Gizi kurang dan Stunting.

Dan pada saat ini masalah gizi yang paling trend dan mengancam
masyarakat Indonesia adalah Obesitas atau Gizi Lebih.

3.2 Saran

Pemerintah harusnya lebih memperhatikan lagi masalah – masalah gizi di


Indonesia. Tidak hanya masalah gizi saja,Masyarakat juga harus memperhatikan
kemerataan Ekonomi didalam masyarakat, karena masalah gizi timbul karena
banyak faktor, diantaranya adalah Ekonomi.

Ekonomi akan mempengaruhi pendidikan, rendahnya pendidikan di


Indonesia membuat orang tua dan anak tidak tau tentang Zat Gizi yang baik
dikonsumsi tubuh

14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Rachmi, et al. (2017). Overweight and obesity in Indonesia: prevalence


and risk factorsda literature review. Elsevier, 147, pp. 20-29.

Hruby, A. Hu, F. (2015). The Epidemiology of Obesity: A Big Picture.


Pharmacoeconomics. 33(7), pp. 673–689

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai