Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi
pendengaran mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi
penglihatan menduduki peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara
jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengucapan, penghidu,
perabaan, kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%,(Muhith,
2015).Menurut Videbeck (2008) dalam Yosep (2009) tanda pasien
mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak berbicara ataupun
tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga karena
pasien menganggap ada yang berbicara dengannya.
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia pada tahun 2018 mengalami
peningkatan (Riskesdas, 2018). Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau
psikologis yang ditunjukkan oleh seseorang yang menyebabkan tekanan
yang signifikan, gangguan fungsi dan penurunan kualitas hidup (Stuart,
2013). Berdasarkan data WHO (2016), tercatat sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena
skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena demensia. Hasil data Riset
Kesehatan Dasar (2018) menunjukkan terjadinya peningkatan porposi
gangguan jiwa yang signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013,
yaitu naik dari 1,7% menjadi 7%. Skizofrenia menjadi salah satu kasus
gangguan jiwa terbanyak di Indonesia. Data Riskesdas (2018), melaporkan
bahwa wilayah Jawa Barat memiliki tingkat prevalensi gangguan jiwa
berat atau skizofrenia (psikotis) 5 per mil, yang artinya ada 5 kasus dalam
1.000 mil penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat (psikotik atau
skizofrenia). Data tersebut naik dari hasil Riskesdas (2013), yang
melaporkan prevalensi ganggujian jiwa berat di daerah Jawa Barat terdapat
1,3 per mil. Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa kasus skizofrenia
di Indonesia meningkat dari tahun 2013, peningkatan yang terjadi cukup
signifikan sehingga memerlukan perhatian khusus dari pemerintah.

1
Terdapat beberapa gejala pada klien dengan skizofrenia, yaitu gejala
positif dan gejala negatif (Towsend, 2011). Gejala positif pada skizofrenia
ditandai dengan adanya halusinasi, delusi paranoid dan persepsi,
kepercayaan dan perilaku yang berlebihan atau terdistorsi. Sementara,
gejala negatif pada skizofrenia yaitu kehilangan atau penurunan
kemampuan untuk memulai rencana, menarik diri, ketidak mampuan
untuk memulai pembicaraan. Halusinasi merupakan gejala yang paling
banyak ditemukan pada pasien skizofrenia. Tanda dan gejala pada klien
dengan gangguan persepsi sensori halusinasi yaitu tersenyum atau tertawa
sendiri, berbicara sendiri, respon yang kurang tepat terhadap realita,
melakukan gerakan mengikuti halusinasi, kurang konsentrasi, kurang
interaksi dengan orang lain dan bersikap seperti sedang mendengarkan
sesuatu (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016). Halusinasi memiliki dampak
yang membahayakan bila halusinasi yang didengar mengandung perintah
yang dapat membahayakan diri sendiri ataupun orang lain, seperti perintah
bunuh diri, melarikan diri, perintah memukul seseorang ataupun
melakukan tindak kriminal lainnya (Videbeck, 2011). Penulis melakukan
asuhan keperawatan pada Klien H (22 tahun) yang memiliki diagnosa
keperawatan halusinasi pendengaran. Klien mengalami halusinasi sejak
tahun 2018. Klien pertama kalinya masuk ke RS Dr.H. Marzoeki Mahdi
ini karena keluyuran, tertawa dan berbicara sendiri. Klien mengalami
halusinasi pendengaran yang berisikan perintah untuk melakukan sesuatu
hal seperti jalan dalam jarak yang jauh (keluyuran) dan melakukan tidakan
yang tidak baik seperti mencuri dan tidak kriminal dan hal tersebut dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain. Pada proses intervensi yang
diberikan kepada klien, penulis berfokus pada cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap yang dilakukan dalam peer support. Intervensi
yang diberikan kepada klien H dengan gangguan persepsi sensori perlu
diteliti lebih lanjut. Pemilihan fokus intervensi yang dilakukan
berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan kepada klien, bahwa
klien merasa saat sedang bercakapcakap dengan orang lain suara
halusinasi akan berkurang, selain itu penulis juga menilai kemampuan

2
yang dimiliki klien untuk bersosialisasi dengan orang lain cukup baik,
sehingga akan mempermudah klien untuk bercakap-cakap dalam peer
support.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat adalah “Bagaimana penerapan teknik
bercakap-cakap pada Tn.F di ruang Merapti dengan Masalah Gangguan
Persepsi Sensori Halusinasi di Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto
Provinsi Bengkulu”
C. Manfaat
1. Bagi Perawat
Mampu merawat pasien yang mengalami halusinasi.
2. Bagi pasien
Mampu mengenali halusinasi dan mengontrol halusinasi dengan tepat.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Menambah keluasan ilmu terapan bidang keperawatan dalam
melakukan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota
keluarga mengalami halusinasi secara langsung.

3
BAB II

KONSEP TEORI KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
B. Etiologi
1. Faktor Prediposisi
Menurut Yoseph (2009), factor prediposisi yang menyebabkan
halusinasi adalah :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mendiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa.. adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

4
berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh saat penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart and Sandeen yang dikutip oleh Jallow (2008),
factor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stress lingkungan untuk menentukaterjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stress.
C. Patofisologi
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang
menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari
lingkungan atau stimulus eksternal. Pada fase awal masalah itu
menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung
yang kurang akan menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan
antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.

Meningkatnya pada fase comforting, klien mengalami emosi yang


berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa, dan sensorinya dapat

5
dikontrol bila kecemasan dapat di atur. Pada fase ini klien cenderung
merasa nyaman dengan halusinasinya. Pada fase controlling klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering
klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan
halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.
D. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Effect

Gangguan sensori persepsi : halusinasi Core Problem

Isolasi sosial : menarik diri Causa

E. Tanda dan Gejala


Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallow (2008), dan menurut Keliat
dikutip oleh Syahbana (2009) perilaku pasien yang berkaitan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan
respon verbal yang lambat
3. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha menghindari diri dari orang
lain
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak
nyata
5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
6. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
7. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), dan takut
8. Sulit berhubungan dengan orang lain
9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah

6
10. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi, dan kataton.
F. Jenis-jenis halusinasi
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristis tertentu,
diantaranya:
1. Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara suara terutama
suara suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometric, gambar kartun atau panorama yang luas
dan kompleks. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya
bau busuk, amis, dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau
feses, kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (taktil, kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau
tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi
listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai denga merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukkan urine. (Yosep Iyus, 2007).

7
G. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran
keuarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ
pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan
yang sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan lingkungan
keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,
2004).
1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam 2 tahun penyakit.Neuroleptika dengan dosis tinggi bermanfaat
pada penderita dengan psikimotorik yang meningkat

KELAS KIMIA NAMA GENETIK (DAGANG) DOSIS HARIAN


Fenotiazim Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazime (Prolixine, Permiti) 1-40 mg
Mesorizadin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Proplorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Melaril) 150-800 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzondiazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Melindone (Moban) 225-225

2. Terapi Kejang Listrik

8
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melalui electrode yang dipasang pada
satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dangan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan
pasien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari
a. Terapi Aktivitas
1) Terapi music
Fokus : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi, yaitu
menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien.
2) Terapi seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
3) Terapi menari
Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok. Rasional : untuk
koping/prilaku mal adaptif/deskriptif, meningkatkan partisipasi dan
kesenangan pasien dalam kehidupan.
b. Terapi social
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.
c. Terapi kelompok
1) Terapi group (kelompok terapeutik)
2) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive groupactivity therapy)
3) TAK Stimulus Persepsi:Halusinasi

9
- Sesi 1:mengenal halusinasi
- Sesi 2:mengontrol halusinasi dengan menghardik
- Sesi 3:mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
- Sesi 4:mencegah halusinasi dengan bercakap cakap
- Sesi 5:mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
d. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga (home like
atmosphere).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hospitalisasi perawatan rumah sakit
2. Pemberian obat-obatan seperti halkoperidol, cpz, diazepam,
amitriptylin, dan lain-lain
3. Terapi ECT, merupakan kejang listrik dan pengobatan fisik dengan
mengunakan arus listrik antara 70-150 volt
4. Psikotrapi (menurut Dadang Hawari,2001)
I. Komplikasi
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. Melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya.
J. Prosedure Berbincang-bincang dalam Evidence Based
Prosedur kegiatan bercakapcakap dilakukan dalam beberapa tahapan
yaitu :
1. Penulis menyeleksi klien yang akan ikut dalam peer support
berdasarkan karakteristik yang telah disebutkan diatas;
2. Penulis mempersiapkan kertas yang berisikan topik yang akan
digunakan dalam bercakap-cakap;
3. Perawat memberikan salam pembuka serta memvalidasi mengenai
perasaan klien;
4. Penulis menjelaskan kepada klien tujuan dari bercakap-cakap dalam
peer support;
5. Penulis memberikan kesempatan kepada klien untuk memilih salah
satu kertas yang berisikan topik yang telah ditulis;

10
6. Perawat memfasilitas klien untuk memulai bercakap-cakap sesuai
dengan topik yang telah dipilihnya;
7. Penulis memberikan reinforcment positif bagi klien yang mampu
bercakap-cakap sesuai topik yang telah dipilihnya;
8. Penulis mengevaluasi perasaan dan halusinasi yang dialami klien.

11
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa pada Kasus Halusinasi

A. Pengakajian
1. Pengkajian Primer
Isi pengkajian primer meliputi :
a. Identitas klien
Nama, umur, tanggal masuk, tanggal pengkajian, informan, No. RM.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Apa penyebab klien masuk RS, apa yang telah dilakukan untuk
mengatasi masalah klien dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi
1)  Apakah    klien    pernah   mengalami   gangguan   jiwa   dimas
lalu.
2) Pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik,
seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal, baik itu dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien,
apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Aspek fisik / biologis
Ukur tanda vital, TB, BB. Tanyakan apakah ada keluhan fisik yang
dirasakan.
e. Aspek psikososial
1. Genogram
Pembuatan genogram minimal 3 generasi yang
menggambarkan hubungan klien dengan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh,
pertumbuhan individu dan keluarga.
2. Konsep diri
a) Citra tubuh
Tanyakan dan observasi tentang persepsi klien terhadap
tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.

12
b) Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien
sebelum dirawat, kepuasan terhadap status dan sebagai laki-
laki atau perempuan.
c) Peran
Tanyakan tugas yang diemban dalam keluarga, kelompok,
masyarakat dan kemampuan klien melaksanakannya.
d) Ideal diri
Tanyakan harapan terhadap tubuh klien, posisi, status,
tugas/peran.
e) Harga  diri
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan
klien dengan orang lain sesuai dengan   kondisi nomor 2 (a),
(b), (c) dan penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri
dan kehidupan klien.
3. Hubungan social
Tanyakan siapa orang terdekat dalam kehidupan klien,
kegiatan di masyarakat.
4. Spiritual
Tanyakan nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien.
5. Status mental
a)  Penampilan: penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
b)  Pembicaraan: cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat,
inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.
c)  Aktivitas motorik: nampak adanya kegelisahan, kelesuan,
ketegangan, gelisah, agitasi, tremor, TIK, grimasum,
kompulsif
d)  Alam perasaan:sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.
e)  Afek: datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
f) Interaksi selama  wawancara: bermusuhan, kooperatif / tidak,
mudah tersinggung, curiga,kontak mata kurang, defensif.

13
g) Persepsi : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak
mendengar, kadang suara yang didengar bisa menyenangkan
tetapi kebanyakan tidak menyenangkan, menghina bisa juga
perintah untuk melakukan sesuatu yang berbahaya baik diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Biasanya terjadi
pada pagi, siang, sore, malam hari atau pada saat klien sedang
sendiri.
h) Proses pikir: sirkumstansial, tangensial, kehilangan asosiasi,
flight of ideas, bloking, perseverasi.
i)  Isi pikir: obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, waham,
pikiran magis, ide yang terkait.
j)  Tingkat kesadaran: orientasi orang, waktu, tempat jelas,
bingung, sedasi, stupor.
k)  Memori: apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka
panjang, jangka pendek, saat ini, ataupun konfabulasi.
l) Kemampuan penilaian; berikan pilihan tindakan yang
sederhana.  apakah klien membuat keputusan atau harus
dibantu.
m) Daya tilik diri: apakah klien menerima atau mengingkari
penyakitnya, menyalahkan orang lain atas penyakitnya.
n)   Kebutuhan persiapan pulang
6. Mekanisme koping
Tanyakan tentang koping klien dalam mengatasi masalah
baik yang adaptif maupun yang maladaptif.
7. Masalah psikososial dan lingkungan
Apakah ada masalah dengan dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, dan
pelayanan kesehatan.

14
8. Pengetahuan
Mengkaji kurang pengetahuan klien tentang penyakit jiwa, faktor
presipitasi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik, obat-
obatan.
9.  Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien, tulis obat-obatan klien.
2)  Pengkajian Sekunder
a)  Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah)
2. Berat badan
3. Tinggi badan
4. Keluhan fisik yang dirasakan pasien
b)  Pemeriksaan Penunjang
1. Hospitalisasi perawatan rumah sakit
2. Pemberian obat-obatan seperti halkoperidol, cpz, diazepam,
amitriptylin, dan lain-lain
3. Terapi ECT, merupakan kejang listrik dan pengobatan fisik
dengan mengunakan arus listrik antara 70-150 volt
4. Psikotrapi (menurut Dadang Hawari,2001)
a. Psikoanalisa psikoterapi
Tujuan psikoterapi
-  Menurukan rasa takut klien
-  Mengembalikan proses pikiran yang luhur
b. Psikoterapi Re-edukatif memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu
dan juga mengubah pola pendidikan yang lama dengan yang
baru sehingga penderita lebih adaftif dengan dunia luar.
c..Psikoterapi rekonstruktif memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan
menjadi kepribadian yang utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognetif : memulihkan kembali fungsi kognitif
( daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita

15
mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik
dan yang buruk, yang boleh dan tidak.
e. Psikoterapi Psiko-dinamik : menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang
jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
f. Psikoterapi Perilaku : memulihkan ganguan perilaku yang
terganggu (maladaptife) menjadi perilaku yang adaptif
(mampu menyesuaikan diri).
g. Psikoterapi keluarga ; memulihkan hubungan penderita
dengan keluarganya.
h. Terapi psikososial : dimaksudkan penderita agar mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan
mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada
orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
i.  Terapi Psikoreligius : dimaksudkan agar keyakinan atau
keimanan penderita dapat di pulihkan kembali.
3)   Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang
terjadi)
4)   Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik, seksual,
penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu
dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, , pengalaman yang tidak
menyenangkan yang pernah dialami.
5)   Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga
yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak,
apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

16
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi : halusinasi ( lihat/ dengar/ pengciuman
/raba/kecap).

17
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Gangguan persepsi sensori SLKI: Persepsi Sensori SIKI: Manajemen Halusinasi
halusinasi: pendengaran
Aktivitas Keperawatan:
Dengan level: observasi
1. Meningkat 1. Monitor perilaku yang mengindikasikan halusinasi
2. Cukup meningkat 2. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
3. Sedang 3. Monitor isi halusinasi (missal: kekerasan atau membahayakan diri)
4. Cukup menurun Terapeutik
5. Menurun 1. Pertahankan lingkungan yang aman
2. Lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol perilaku
Kriteria Hasil: (mis, limit setting, pembatasan wilayah pengengkangan fisik, seklusi)
1. Verbalisasi mendengar bisikan 3. Diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
2. Distorsi sensori Edukasi
3. Perilaku halusinasi 1. Anjurkan monitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
4. Menarik diri 2. Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan
5. Melamun dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
6. Curiga 3. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi.
7. Mondar-mandir Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipsikotik dan antiansietas, jika perlu

18
D. Strategi Pelaksanaan Halusinasi Pendengaran
Diagnosa Tindakan Strategi Pelaksanaan
1 2 3 4 5 s/d 12
Gangguan Pasien 1. Identifikasi 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
persepsi halusinasi : isi, menghardik. Beri latihan menghardik latihan menghardik & latihan menghardik
sensori : frekuensi, waktu pujian dan minum obat. Beri obat & bercakap- & obat & bercakap-
Halusinasi terjad, situasi 2. Latih cara mengontrol pujian cakap. Beri pujian cakap & kegiatan
Pendengaran pencetus, perasaan, halusinasi dengan obat 2. Latih cara mengontrol 2. Latih cara mengontrol harian. Beri pujian
respon (jelaskan 6 benar : halusinasi dengan halusinasi dengan 2. Latih kegiatan
2. Jelaskan cara jenis, guna, dosis, bercakap-cakap saat melakukan kegiatan harian
mengontrol frekuensi, cara, terjadi halusinasi harian (mulai 2 3. Nilai kemampuan
halusinasi : hardik, kontinuitas minum 3. Masukan pada jadwal kegiatan) yang telah mandiri
obat, bercakap- obat) kegiatan untuk latihan 3. Masukan pada jadwal 4. Nilai apakah
cakap, melakukan 3. Masukan pada jadwal menghardik, minum kegiatan untuk latihan halusinasi
kegiatan kegiatan untuk latihan obat dan bercakap- menghardik, minum terkontrol
3. Latih cara menghardik dan cakap obat, bercakap-cakap
mengontrol minum obat dan kegiatan harian
halusinasi dengan
menghardik
4. Masukan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik
Keluarga 1. Diskusikan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
masalah yang keluarga dalam keluarga dalam keluarga dalam keluarga dalam
dirasakan dalam merawat/melatih merawat/maltih pasien merawat/melatih merawat/ melatih
merawat pasien pasien menghardik. menghardik dan pasien menghardik pasien menghardik
2. Jelaskan Beri pujian memberikan obat. Beri memberikan obat & & memberikan
pengertian, tanda & 2. Jelaskan 6 benar cara pujian bercakap-cakap. Beri obat & bercakap-
gejala, dan proses memberikan obat 2. Jelaskan cara pujian cakap &
terjadinya 3. Latih cara bercakap-cakap dan 2. Jelaskan follow up ke melakukan
halusinasi memberikan/membimb melakukan kegiatan RSJ/PKM, tanda kegiatan harian

19
(gunakan booklet) ing minum obat untuk mengontrol kambuh, rujukan dan fllow up. Beri
3. Jelaskan cara 4. Anjurkan membantu halusinasi 3. Anjurkan membantu pujian
merawat halusinasi pasien sesuai jadwal 3. Latih dan sediakan pasien sesuai jadwa 2. Nilai kemampuan
4. Latih cara merawat dan memberi pujian waktu bercakap-cakap dan memberikan keluarga merawat
halusinasi : hardik dengan pasien pujian pasien
5. Anjurkan terutama saat 3. Nilai kemampuan
membantu pasien halusinas keluarga
sesuai jadwal dan 4. Anjurkan membantu melakukan kontrol
memberika pujian pasien sesuai jadwal ke RSJ/PKM
dan memberikan
pujian

20
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelenjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilaksanakan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi jadi dua yaitu:
Evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan.

Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien.

Evaluasi dapat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola
fikir.

S = respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O = respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

A = analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang
ada.

P = perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

Rencana tindak lanjut dapat berupa :

a. Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.


b. Rencana di modifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil
belum memuaskan.
c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah
yang ada serta diagnosa lama dibatalkan. (Stuart dan Laria, 2005).

21
BAB IV
Asuhan Keperawatan Pada Tn.F dengan Masalah Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

RUANGAN RAWAT : Merpati TANGGAL DIRAWAT : 01 September


2021

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. F Tanggal pengkajian : 08 September 2021
Umur : 38 tahun RM No. : 012077

II. ALASAN MASUK:


Pada tanggal 01 September 2021 pasien masuk ke RS diantaer oleh keluarga dengan keluhan
mengganggu lingkungan, suka keluyuran ngoceh-ngoceh dan ketawa. Pada saat pengkajian
tanggal 08 September 2021 data yang didapatkan pada pasien yaitu : pasien tampak kadang-
kadang melamun, senyum-senyum, mondar mandir, kontak mata (-). Pasein mengatakan
kadang-kadang masih mendengar suara yang menggangunya, suara suara itu datang saat
waktu sore magrib dan lam nya +/- 5 detik

III.FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya:
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2007 dirawat dan pulang, kemudian
dirawat lagi tahun 2012, pada tahun 2017 pasien pernah dipindahkan ke Panti Bina Laras
kemudian dirawat lagi pada september 2021
2. Jika pernah mengalami gangguan jiwa bagaimana pengobatan sebelumnya:
Pada pengobatan sebelumnya pasien kurang berhasil karena pasien tidak teratur minum
obat
3. Pasien tidak pernah menjadi pelaku korban dan saksi aniaya fisik
Masalah Keperawatan : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
4. Riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa :
Pasien tidak pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
5. Riwayat pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalu :
Klien mengatakan mau dirinya menjadi orang sukses namun pernah gagal dalam apa
yang dicita- citakannya.
IV. FISIK
Pasien tidak ada kelainan fisik. Pada pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD : 108/82 mmHg
N : 72 x/mnt S : 36,20 C P : 18 x/mnt TB : 155 cm BB : 50 kg

22
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

X X X X

X X X X X
X X X X

Keterangan :
= Laki laki ------- = Serumah

= Perempuan = Pasien

X = Meninggal
2. Konsep diri :

a. Citra tubuh : klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya.


b. Identitas diri : klien mengatakan tidak bekerja dan belum menikah.
c. Peran : klien mengatakan sebagai seorang anak.
d. Ideal diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh, pulang dan berkumpul
dengan keluargannya.
e. Harga diri : klien mengatakan merasa dirinya tidak berguna.
f. Masalah keperawatan : harga diri rendah.
3. Hubungan Sosial
a. Orang terdekat : klien mengatakan orang yang berarti bagi
klien adalah ibunya dan bapaknya. Sedangkan di rumah sakit pasien lebih memilih
menyendiri.
b. Kelompok masyarakat yang diikuti : klien mengatakan sebelumnya aktif dalam
kegiatan kelompok masyarakat. Namun saat dirumah sakit pasien jarang sekali
berkomunikasi dengan teman-teman kamarnya
c. Keterlibatan dalam kelompok masyarakat : klien tidak ada
hambatan kelompok masyarakat
d. Masalah keperawatan :Isolasi sosial
4. Spiritual
Pasien mengatakan bahwa dia beragama islam, jika ada masalah pasien mengatasia
dengan sholat dan berdoa. Pasien dirumah rajin melakukan ibadah namun saat di rumah
sakit jiwa pasien jarang melakukan ibadah sholat.

23
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan :
Pasien tampak sedikit rapi menggunakan pakaian dari rumah sakit, pasien terlihat sesuai
menggunakan pakaia, rambut botak dan kuku bersih.
2. Pembicaraan :
Pasien pembicaraan koheren, tampak tenang, dan mampu berbicara seperti biasa dengan
perawat. Tetapi jika dengan temannya pasie jarang berkomunikasi
3. Aktivitas motorik :
Pasien tampak sering tiduran di tempat tidur
4. Alam perasaan :
Klien tampak sedih karena jarang dikunjungi oleh keluarga saat dirawat di rumah sakit
jiwa
5. Afek :
Klien masih dapat merespon sesuai dengan stimulus yang diberikan
6. Interaksi selama wawancara :
Klien kooperatif, kadang-kadang kontak mata (-)
7. Masalah Persepsi :
Klien mengalamai gangguan persepsi pendengaran. Isi halusinasi suara anak kecil yang
menghina pasien, frekuensi 3 kali dalam sehari, waktu setiap pagi hari, situasi ketika
pasien sedang menyendiri dan melamun, respon saat terjadi halusinasi pasien mengajak
teman mengobrol.
8. Proses pikir :
Tidak ada masalah pada proses pikir
9. Isi pikir :
Pasien tidak mengalami gangguan isi pikir
10. Tingkat kesadaran:
Pasien tidak ada masalah dalam tingkat kesadaran
11. Memori :
Pasien mampu mengingat kejadian masa lalu jangka panjang dan jangka pendek
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung :
Pasien mampu berkonsenterasi dan berhitung sederhana
13. Kemampuan penilaian :
Pasien mampu membuat kesimpulan sederhana
14. Daya tilik diri :
Pasien mengatakanbahwa dia menyadari kondisi penyakit yang dialaminya saat ini
VII. KEBUTUHAN SEHARI-HARI/ PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Tidak ada masalah, pasien dapat melakukan secara mandiri
2. BAB / BAK
Tidak ada masalah
3. Mandi
Tidak ada masalah, pasien dapat melakukan secara mandiri
4. Berpakaian / berhias
Tidak ada masalah, pasien dapat melakukan secara mandiri

24
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang, klien tidur siang hanya 2 jam. Tidur malam klien tidur malam biasanya
dari jam 08.00 sampai jam 05.00 WIB
6. Pengguanaan obat
Pasien perlu bantuan minimal untuk mengingatkan jadwal pemberian obat
7. Pemeliharaan kesehatan
Pasien perlu perawatan lanjutan dan perawatan pendukung
8. Kegiatan di dalam rumah
Pasien dapat mempersiapkan makanan, menjaga kerapihan rumah, mencuci pakaian,
pengaturan keuangan
9. Kegiatan di luar rumah
Pasien dapat melakukan kegiatan diluar rumah
VIII. MEKANISME KOPING
Pada masalah adaptif pasien kurang berkomunikasi dengan orang lain, pada masalah
maladaptif tidak ada masalah
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pada masalah psikososial pasien merasa sedih karena keluarganya tidak mengunjunginya,
dan cemas karena takut tidak diterima dilingkungannya.
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Pasien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit jiwa yang dideritanya.
XI. ASPEK MEDIK
1. Diagnosa Medik : Paranoid Skizophrenia ( F20.0).

2. Terapi Medik :
- Cepezet 1x100 mg
- Resperidone 2x2 mg
- Propanolol 1x20 mg

Pohon Masalah

Akibat Resiko Perilaku Kekerasan

Masalah Utama Halusinasi

Penyebab Isolasi Sosial

XII. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


A. Masalah keperawatan
a. Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran
b. Isolasi Sosial
c. Resiko Perilaku Kekerasan

25
B. Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

Gangguan Persepsi Sensori DS :


Halusinasi Pendengaran
- Klien mengatakan mendengar suara anak kecil yang mengejeknya
- Klien mengatakan mendengar suara saat sore hari dan lamanya ± 5
menit

DO :

- Klien tampak bicara sendiri dan mondar mandir


- Isi halusinasi suara anak kecil yang menghina pasien,
- Frekuensi 3 kali dalam sehari, waktu setiap pagi hari, situasi ketika
pasien sedang menyendiri dan melamun
- Respon saat terjadi halusinasi pasien mengajak teman mengobrol.

Isolasi sosial DS :

- Klien mengatakan jarang mengobrol sama teman sekamarnya


- Klien mengatakan semenjak mengalami gangguan jiwa klien
tidak pernah mengikuti kegiatan bermasyarakat
- Klien mengatakan tidak mempunyai teman dekat
- Klien mengatakan lebih sering menyendiri

DO :

- Klien terlihat lemas


- Cara bicara klien dengan nada rendah
- Klien tampak menyendiri
- Klien tampak murung

Resiko Perilaku Kekerasan DS :

- Keluarga klien mengatakan pernah mengganggu lingkungan


sekitar

DO : -

XII. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran


2. Isolasi sosial : harga diri rendah
3. Resiko perilaku kekerasan : faktor halusinasi

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

26
A. ANALISA DATA
Nama : Tn F No RM : 012077
Umur : 38 tahun Diagnosa Medis :Paranoid Skizophrenia
( F20.0)

No Hari/Tanggal Data Fokus Masalah Etiologi

1 DS : Halusinasi Pendengaran Gangguan


persepsi
 Klien mengatakan sensori
mendengar suara
anak kecil yang
mengejeknya
 Klien mengatakan
mendengar suara saat
sore hari dan lamanya
± 5 menit

DO :

 Klien tampak bicara


sendiri dan mondar
mandir
 Isi halusinasi suara
anak kecil yang
menghina pasien,
 Frekuensi 3 kali
dalam sehari, waktu
setiap pagi hari,
situasi ketika pasien
sedang menyendiri
dan melamun
 Respon saat terjadi
halusinasi pasien
mengajak teman
mengobrol

2 DS : Isolasi sosial Harga diri


rendah
- Klien mengatakan
jarang mengobrol
sama teman
sekamarnya
- Klien mengatakan
semenjak mengalami
gangguan jiwa klien
tidak pernah
mengikuti kegiatan
bermasyarakat
- Klien mengatakan
tidak mempunyai
teman dekat
- Klien mengatakan
lebih sering
menyendiri

27
DO :

- Klien terlihat lemas


- Cara bicara klien
dengan nada rendah
- Klien tampak
menyendiri

Klien tampak murung

3 DS : Resiko perilaku kekerasan Faktor


halusinasi
- Keluarga klien
mengatakan pernah
mengganggu
lingkungan sekitar

DO : -

28
Rencana Asuhan Keperawatan Halusinasi
Berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI

Data Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


Keperawatan
 Mayor Gangguan SLKI: Persepsi Sensori SIKI: Manajemen Halusinasi
 Data Subjektif: persepsi sensori Aktivitas Keperawatan:
1. Mendengar suara halusinasi: Dengan level:
bisikan atau pendengaran observasi
melihat bayangan 1. Meningkat
2. Merasakan sesuatu 2. Cukup meningkat 1.Monitor perilaku yang mengindikasikan halusinasi
melalui indera 3. Sedang 2.Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi
perabaan, 4. Cukup menurun lingkungan
penciuman, dan 5. Menurun 3. Monitor isi halusinasi (missal: kekerasan atau
pengecapan membahayakan diri)
 Data Objektif: Terapeutik
Kriteria Hasil:
1. Distorsi sensori
1.
Pertahankan lingkungan yang aman
2. Respons tidak 1. Verbalisasi mendengar 2.
Lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol
sesuai bisikan perilaku (mis, limit setting, pembatasan wilayah
3. Bersikap seolah 2. Distorsi sensori pengengkangan fisik, seklusi)
melihat, 3. Perilaku halusinasi 3. Diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
emndengar, 4. Menarik diri Edukasi
mengecap, meraba 5. Melamun
atau mencium 6. Curiga 1.
Anjurkan monitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
sesuatu 7. Mondar-mandir 2.
Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi
 Minor dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
 Data Subjektif 3. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi.
1. Menyatakan kesal Kolaborasi
 Data Objektif
1. Menyendiri 1. Kolaborasi pemberian antipsikotik dan antiansietas, jika perlu
2. Melamun
3. Konsentrasi buruk Evidance Based
4. Disorientasi waktu,
tempat, orang atau 1. Manfaat bercakap-cakap dalam peer support pada klien dengan
situasi gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
5. Curiga
6. Melihat ke satu arah SP1:
7. Mondar-mandir
8. Bicara sendiri 1. Identifikasi halusinasi; isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi

29
pencetus, perasaan, respon
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat, bercakap-
cakap, melakukan kegiatan.
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik

SP2:

1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian


2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar:
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat).
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan
minum obat

SP3:

1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik dan obat. Beri pujian


2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap saat
terjadi halusinasi
(EBN : penerapa bercakap-cakap dalam peer support pada klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
minum obat dan bercakap-cakap

SP4:

1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, obat dan bercakap-cakap.


Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
harian (mulai 2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
minum obat, bercakap-cakap dan kegiatan harian.

SP5:

1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, minum obat, bercakap-


cakap dan kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan

30
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA

Nama : Tn. F Ruangan : Merpati RM No :


012077

No Tanggal & Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi


.
Dx
1. 08 September 10.00 WIB 13.00 WIB
2021 1. Identifikasi halusinasi : isi, S : - Klien mengetahui apa itu
frekuensi, waktu terjadi, halusinasi
situasi pencetus, perasaan, - Klien merasa tenang
respon setelah bercakap-cakap
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan cara O : - Kontak mata ada saat
menghardik komunikasi
3. Masukkan pada jadwal - Halusinasi pendengaran
kegiatan untuk latihan (-)
menghardik - Frekuensi 3x
- Waktu setiap di pagi hari

A : Klien mampu melakukan cara


menghardik untuk
mengontrol halusinasi SP1

P : Dilanjutkan dengan SP2 dengan


cara minum obat

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA

Nama : Tn. F Ruangan : Merpati RM No :


012077

No Tanggal & Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi


.
Dx
2. 11 September 10.00 WIB 13.00 WIB
2021 1. Mengevaluasi cara menghardik S : - Klien bisa mengulang cara
2. Latih cara mengontrol menghardik
halusinasi dengan minum obat - Klien bisa menyebutkan
3. 5 benar obat : 6 benar minum obat
a. Benar Pasien jenis, guna, dosis,
b. Benar Obat frekuensi, cara,
- Propanolol 1x20 kontinuitas minum obat
- Risperidone 2x2

31
c. Benar Dosis O : - Obat yang digunakan ada
d. Benar Cara 2 macam
e. Benar Waktu - Kontak mata ada saat
4. Manfaat obat komunikasi
5. Efek samping obat
A : Klien mampu menyebutkan
6 benar minum obat SP2

P : Dilanjutkan dengan SP3


dengan cara latih bercakap-
cakap

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA

Nama : Tn. F Ruangan : Merpati RM No :


012077

No Tanggal & Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi


.
Dx
3. 13 September 10.00 WIB 13.00 WIB
2021 1. Mengevaluasi kegiatan S :- Klien bisa mengulang cara
latihan menghardik dan menghardik dan minum
minum obat obat
2. Melatih cara mengontrol - Klien mengatakan senang
halusinasi dengan bercakap- bercakap-cakap dengan
cakap yang dilakukan di temannya
dalam Peer Support. - Memasukkan cara
3. Prosedur kegiatan bercakap- menghardik, minum obat
cakap dilakukan dalam dan bercakap-cakap ke
beberapa tahapan yaitu : jadwal kegiatan klien
a. Penulis menyeleksi klien
yang akan ikut dalam O : - Klien tampak tenang
peer support - Kontak mata ada saat
berdasarkan karakteristik komunikasi
yang telah disebutkan. - Frekuensi 3x dalam sehari
b. Penulis mempersiapkan - Waktu setiap di pagi hari
kertas yang berisikan
topic yang akan A : klien mampu melakukan
digunakan dalam bercakap-cakap dengan
bercakap-cakap. temannya SP3
c. Perawat memberikan
salam pembuka serta P : Dilanjutkan dengan SP4 cara
memvalidasi mengenai melatih kegiatan aktivitas
perasaan klien.
d. Penulis menjelaskan
kepada klien tujuan dari
bercakap-cakap dalam
peer support.
e. Penulis memberikan
kesempatan kepada klien

32
untuk memilih salah satu
kertas yang berisikan
topik yang telah ditulis.
f. Perawat memfasilitas
klien untuk memulai
bercakap-cakap sesuai
dengan topic yang telah
dipilihnya.
g. Penulis memberikan
reinforcement positif
bagi klien yang mampu
bercakap-cakap sesuai
topik yang telah
dipilihnya.
h. Penulis mengevaluasi
perasaan dan halusinasi
yang dialami klien.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA

Nama : Tn. F Ruangan : Merpati RM No :


012077

No Tanggal & Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi


.
Dx
4. 16 September 1. Mengevaluasi kegiatan cara S : - Klien bisa melakukan cara
2021 menghardik, minum obat dan menghardik, minum obat
bercakap-cakap dan bercakap-cakap
2. Prosedur kegiatan bercakap- - Klien mengatakan
cakap dilakukan dalam senang melakukan
beberapa tahapan yaitu : aktivitas
a. Penulis menyeleksi klien - Klien bisa
yang akan ikut dalam memperagakan cara
peer support berdasarkan melakukan aktivitas
karakteristik yang telah
disebutkan. O : - Klien tampak tenang
b. Penulis mempersiapkan - Kontak mata ada saat
kertas yang berisikan komunikasi
topic yang akan
digunakan dalam A : Klien mampu melakukan
bercakap-cakap. kegiatan aktivitas yaitu,
c. Perawat memberikan membersihkan tempat tidur,
salam pembuka serta menyapu dan mengepel SP4
memvalidasi mengenai
perasaan klien. P : Dilanjutkan dengan masalah
d. Penulis menjelaskan HDR. Melatih cara SP1 HDR
kepada klien tujuan dari
bercakap-cakap dalam
peer support.
e. Penulis memberikan

33
kesempatan kepada klien
untuk memilih salah satu
kertas yang berisikan
topik yang telah ditulis.
f. Perawat memfasilitas
klien untuk memulai
bercakap-cakap sesuai
dengan topic yang telah
dipilihnya.
g. Penulis memberikan
reinforcement positif bagi
klien yang mampu
bercakap-cakap sesuai
topik yang telah
dipilihnya.
h. Penulis mengevaluasi
perasaan dan halusinasi
yang dialami klien.
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan aktivitas.

KESIMPULAN :

Pada hasil Pada proses penerapan mengontrol halusinasi dengan bercakap-


cakap, klien mengatakan semenjak sering melakukan bercakap-cakap dalam peer
support, halusinasinya sudah mulai berkurang karena klien sudah jarang melamun
sendrian. Selain itu, klien juga mengatakan perasaanya lebih senang melakukan
bercakap-cakap dalam peer support karena menambah teman di rumah sakit dan
melatih klien untuk bersosialisasi dengan lingkungan rumah sakit. Bercakap-
cakap dalam peer support juga memberikan maafaat dalam mengontrol halusinasi
klien. Klien mengatakan bahwa dengan melakukan bercakap-cakap dalam peer
support efektif membantunya mengontrol suara halusinasi yang klien dengar dan
membuatnya merasa senang karena bersosialisasi dengan temannya di rumah
sakit.

34
DAFTAR PUSTAKA

Ade  Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.


Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika
Aditama
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.
Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.
Jakarta Timur: TIM.

35

Anda mungkin juga menyukai