Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KEGIATAN VII

RESPIRASI KECAMBAH
A. Tujuan
1. Tujuan: Mengetahui kecepatan respirasi kecambah pada tingkatan
umur yang berbeda
2. Kompetensi dasar
a. Mengukur jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi
b. Menghitung banyaknya CO2 hasil respirasi kecambah persatuan

B. Tinjauan Teori
Suatu ciri hidup yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan hijau
adalah kemampuan dalam menggunakan zat karbon dari udara untuk
diubah menjadi bahan organik serta diasimilasi dalam tubuh tumbuhan.
Tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya tergolong pada organisme
autotroph, yaitu makhluk hidup yang dapat mensintesis sendiri senyawa
organik yang dibutuhkannya. Senyawa organik yang baku adalah rantai
karbon yang dibentuk oleh tumbuhan hijau dari proses fotosintesis atau
asimilasi karbon adalah proses pengubahan zat-zat anorganik H2O dan CO2
oleh klorofil menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan cahaya.
Proses fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang mempunyai
klorofil. Proses ini hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui
perantara pigmen hijau daun yaitu klorofil yang terdapat dalam kloroplas.
Semua sel aktif melakukan respirasi terus-menerus, menyerap O 2
dan melepaskan CO2. Namun, respirasi lebih dari pertukaran gas-gas.
Proses keseluruhan respirasi adalah oksidasi reduksi, yang mengoksidasi
senyawa-senyawa menjadi CO2, sedangkan O2 diserap direduksi menjai
H2O. respirasi adalah suatu oksidasi yng berlangsung dalam medium air
dan pada pH mendekati netral. Penguraian molekul-molekul besar setahap
demi setahap untuk mengubah energy menjadi ATP (Dardjat
Sasmitamihardja dkk, 1996: 157).

1
Respirasi dapat digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan
ketersediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob dan respirasi anaerob
(Deanauly Irjchak, 2007):
Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang membutuhkan
O2 dari udara. Pada sel yang masih hidup respirasi terjadi pada sitoplasma
dan mitokondria. Prosesnya meliputi:
1. Absorbsi oksigen,
2. Memecah senyawa organik, misal glukosa (KH) menjadi senyawa
yang lebih sederhana (CO2 dan H2O),
3. Membebaskan energi.  Sebagian energi dipakai untuk proses
kehidupan, sebagian hilang sebagai panas.
4. Membebaskan CO2 dan H2O
Respirasi anaerob merupakan proses respirasi yang berlangsung
tanpa membutuhkan O2. Respirasi anaerob sering disebut juga dengan
nama fermentasi. Respirasi anaerob biasanya terdapat pada tanaman tinggi
hanya terjadi jika persediaan O2 bebas di bawah minimum., pada biji-
bijian yang tampak kering (jagung, padi, biji bunga matahari), buah-
buahan yang berdaging seperti buah apel dan peer dapat bertahan
berbulan-bulan di dalam penyimpanan, dimana hanya terdapat H dan N
saja, buah terus menghasilkan CO2. Hasil respirasi anaerob pada tanaman
tingkat tinggi adalah asam sitrat, asam malat, asam oksalat, asam laktat,
asam susu.
Jika karbohidrat, misalnya sukrosa, fruktan, atau pati merupakan
substrat respirasi dan jika mereka secara sempurna dioksidasi, maka
volume O2 yang dimabil persis seimbang dengan CO2 yang dilepaskan.
Nisbah CO2 terhadap O2 ini disebut kuosien respirasi atau RQ sering
hampir mendekati satu (Salisbury dkk, 1992: 86).
Dengan mengukur RQ berbagai bagian tumbuhan, dapat diperoleh
informasi tentang jenis senyawa yang sedang dioksidasi. Masalahnya
rumit karena setiap saat berbagai berbagai jenis senyawa dapat
direspirasikan, sehingga RQ yang terukur merupakan angka rerata yang

2
bergantung dari sumbangan tiap-tiap substrat dan kandungan karbon,
hydrogen, dan oksigennya (Salisbury dkk, 1992: 87).
Pada umumnya glukosa merupakan substrat utama respirasi pada
tumbuhan. Substrat tersebut direspirasikan menurut persamaan reaksi:
C6H12O6 + 6 O2  6 CO2 + 6H2O
Reaksi tersebut sebenarnya memberikan gambaran  yang
mengaburkan, karena sebenarnya O2 dalam respirasi  tidak  bereaksi
secara  langsung  dengan glukosa. Seharusnya ada molekul-molekul 
air yang ditambahkan kepada produk intermediate penguraian glukosa
(satu molekul air unnguk setiap atom C dalam molekul
glukosa) dan atom-atom H didalam produk intermediate bereaksi dengan
O2 yang  direduksi menjadi air. Persamaan  reaksi umum respirasi yang
lebih sesuai dengan aspek biokimia adalah:
C6H12O6 + 6H2O + 6 O2  6 CO2 + 6H2O
Penambahan enam molekul air pada sebelah kiri dan kanan secara
penjumlahan tidak berarti, tetapi mempunyai arti yang penting jika ditinjau
dari segi biokimia.
Dalam kenyataan reaksi yang terjadi tidak sesederhana itu. Banyak
tahapan yang terjadi dari awal hingga terbentuknya energi. Reaksi-reaksi
itu dapat dibedakan menjadi 3 tahapan yaitu glikolosis, siklus krebs dan
transport elektron (Syamsuri, 1980 dalam Pipia: 2010).
1. Glikolisis
Kata “glikolisis” berarti “menguraikan gula” dan itulah yang
tepatnya terjadi selama jalur ini. Glukosa, gula berkarbon enam,
diuraikan menjadi dua gula berkarbon tiga. Gula yang lebih kecil ini
kemudian dioksidasi, dan atom sisanya disusun ulang untuk membuat
dua molekul piruvat (Champbell, 2002).
NADH merupakan sumber elektron berenergi tinggi, sedangkan
ATP adalah persenyawaan berenergi tinggi. Selama glikolisis
dihasilkan 4 molekul ATP, akan tetapi 2 molekul ATP diantaranya
digunakan kembali untuk berlangsungnya reaksi-reaksi yang lain

3
sehingga tersisa 2 molekul ATP yang siap digunakan untuk tubuh.
Seluruh proses glikolisis tidak memerlukan oksigen. Reaksi glikolisis
terjadi di sitoplasma (di luar mitokondria). Hasil akhir sebelum
memasuki siklus krebs adalah asam piruvat. Ada yang membedakan
tahap ini menjadi dua yaitu glikolisis dan dekarbosilasi oksidatif.
Glikolisis mengubah senyawa 6C menjadi senyawa 2C pada hasil
akhir glikolisis. Yang dimaksud dekarbosilasi oksidatif adalah reaksi
asam piruvat diubah menjadi asetil KoA .
2. Siklus krebs
Glikolisis melepas energi kurang dari seperempat energi
kimiawi yang tersimpan dalam glukosa, sebagian besar energi itu tetap
tersimpan dalam dua molekul piruvat. Jika ada oksigen molekuler,
piruvat itu memasuki mitokondria dimana enzim siklus krebs
menyempurnakan oksidasi bahan bakar organiknya (Champbell,
2002).
Memasuki siklus krebs, asetil KoA direaksikan dengan asam
oksaloasetat (4C) menjadi asam piruvat (6C). selanjutnya asam
oksaloasetat memasuki daur menjadi berbagai macam zat yang
akhirnya menjadi asam oksalosuksinat. Dalam perjalanannya, 1C
(CO2) dilepaskan. Pada tiap tahapan, dilepaskan energi dalam bentuk
ATP dan hidrogen. ATP yang dihasilkan langsung dapat digunakan.
Sebaliknya, hidrogen berenergi digabungkan dengan penerima
hidrogen yaitu NAD dan FAD, untuk dibawa ke sistem transport
elektron. Dalam tahap ini dilepaskan energi, dan hidrogen direasikan
dengan oksigen membentuk air. Seluruh reaksi siklus krebs
berlangsung dengan memerlukan oksigen bebas (aerob). Siklus krebs
berlangsung didalam mitokondria.
3. Sistem Transpor elektron
Energi yang terbentuk dari peristiwa glikolisis dan siklus krebs
ada dua macam. Pertama dalam bentuk ikatan fosfat berenergi tinggi,
yaitu ATP atau GTP (Guanin Tripospat). Energi ini merupakan energi

4
siap pakai yang langsung dapat digunakan. Kedua dalam bentuk
transport elektron, yaitu NADH (Nikotin Adenin Dinokleutida) dan
FAD (Flafin adenine dinukleotida) dalam bentuk FADH2. Kedua
macam sumber elektron ini dibawa kesistem transfer elektron. Proses
transfer elektron ini sangat komplek, pada dasarnya, elektron dan H+
dan NADH dan FADH2 dibawa dari satu substrak ke substrak yang
lain secara berantai. Setiap kali dipindahkan, energi yang terlepas
digunakan untuk mengikatkan fosfat anorganik (P) kemolekul ADP
sehingga terbentuk ATP. Pada bagian akhir terdapat oksigen sebagai
penerima, sehingga terbentuklah H2O. Katabolisme 1 glukosa melalui
respirasi aerobik menghasilkan 3 ATP. Setiap reaksi pada glikolisis,
siklus krebs dan transport elektron dihasilkan senyawa – senyawa
antara. Senyawa itu digunakan bahan dasar anabolisme.
Laju respirasi jaringan tumbuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan, yaitu sebagai berikut (Salisbury dkk, 1992: 106-111):
1. Ketersediaan substrat
Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting
dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat
-pati, fruktan, atau gulanya- yang rendah akan melakukan respirasi
dengan laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya, bila substrat yang
tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat. Laju
respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam,
saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari
terbit, saat kandungan gulanya rendah.
2. Ketersediaan oksigen
Suplai O2 mempengaruhi respirasi, tapi peranannya sangat
berbeda, bergantung pada jenis tumbuhan dan bahkan bagian
tumbuhan. Kadar O2 dalam udara terlalu kecil untuk dapat
mempengaruhi respirasi sebagian besar daun dan batang. Lagi pula,
laju penetrasi O2 ke dalam daun, batang dan akar biasanya cukup
untuk memelihara tingkat pengambilan O2 yang normal untuk

5
mitokondria, terutama karena sitokrom oksidase mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap O2 sehingga dapat berfungsi pada konsentrasi O2
sekitar 0,05% dari yang terdapat dalam udara.
3. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi, dimana umumnya laju
reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar
10o C sampai suhu di atas 37,8o C, namun hal ini tergantung pada
masing-masing spesies. Pada peningkatan suhu sampai 40o C atau
lebih, laju respirasi justru menurun, khususnya bila tumbuhan berada
pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama.
4. Jenis dan umur tumbuhan
Respirasi jaringan muda lebih tinggi dari jaringan tua, jaringan
yang berkembang melakukan respirasi lebih tinggi dari jaringan
dewasa. Substrat dewasa respirasi berubah jika jaringan menjadi
dewasa, dan proses keseluruhan serta efisiensi berubah sesuai
perkembangan jaringan. Bagian pucuk dan organ lainnya yang
mengandung sel meristematik dengan presentase protoplasma dan
protein yang tinggi mempunyai laju respirasi yang tinggi. Biji yang
tidak aktif dan spora mempunyai laju respirasi yang terendah.
5. Luka dan stimulus mekanis
Jika suatu jaringan tumbuhan terluka, maka respirasi bertambah
cepat sebagai manifestasi dari aktivitas sel-sel parenkim yang berusaha
untuk menutup luka tersebut. Stimulus mekanis pada jaringan tersebut
menyebabkan respirasi naik untuk sementara, biasanya beberapa menit
hingga satu jam.
6. Pengaruh bahan kimia (toksin)
Dalam kerja enzim diketahui bahwa ada pengaruh zat-zat lain
sebagai activator dan zat-zat tertentu yang dapat menghambat kerja
enzim. Pemberian sedikit zat seperti sianida, fluoride, jodo-asetat,
karbon-monoksida dalam suatu jaringan tumbuhan akan menyebabkan
penghambatan respirasi. Sedangkan pemberin eter, kloroform, aseton,

6
formaldehida dalam konsentrasi yang sangat rendah dapat menambah
laju respirasi, akan tetapi hanya dalam waktu yang pendek. Pemberian
dalam konsentrasi yang agak kuat justru dapat menghentikan respirasi.
Zat-zat tersebut mempunyai pengaruh tertentu kepada enzim-enzim
yang aktif di dalam proses respirasi.

C. Metode Praktikum
1. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
a. 4 buah botol jam dengan sumbatnya (kantong plastic)
b. 3 buah erlenmeyer 200 ml dan seperangkat alat titrasi
c. Pipet, kain kasa, benang kasar, karet gelang
2. Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
a. Biji kacang hijau dan kecambah kacang hijau umur 1 dan 2 hari
b. Larutan 0,5 N KOH
c. Larutan 0,1 N HCl
d. Larutan penol ptalin
e. Air
3. Prosedur kerja
a. Menimbang biji kacang hijau, kecambah kacang hijau umur 1 dan
2 hari, masing-masing 25 gram. Masing-masing kemudian
dibungkus dengan kain kasa yang diikat dengan benang kasar.
b. Mengisi 4 botol jam masing-masing dengan 100 ml 0,5 N KOH
c. Memasukkan bungkusan kacang hijau ke dalam botol jam 1
dengan posisi digantung dengan menggunakan benang kasur, dan
tidak tercelup ke dalam larutan KOH yang terdapat di dalam botol
tersebut
d. Dengan cara yang sama (seperti butir 3), digantungkan pula
bungkusan kain kasa yang berisi kecambah kacang hijau umur 1
hari ke dalam botol jam II, juga bungkusan kecambah kacang
hijau umur 2 hari ke dalam botol jam III. Botol jam IV hanya diisi
dengan KOH (tanpa kecambah)

7
e. Menyumbat dengan rapat keempat botol jam, kemudian
menempatkan keempat botol pada tempat yang sama
f. Menghentikan percobaan setelah 29 jam
g. Melakukan titrasi terhadap KOH yang terdapat pada masing-
masing botol jam untuk menghitung banyaknya CO 2 hasil
respirasi. Mengulangi setiap perlakuan sebanyak 1 kali.

D. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil
Volume HCl
titrasi (ml)
Rata
R
-
a
RataJumlah CO2
t
Juml hasil
Perlakuan a
ah respirasi
1 2 -
CO2 (ml/jam)
r
(ml/j
a
am)
t
a
Kecan 5 5 5 1,14 -
g hijau 6 7, 6 05 0,5
, 0 , 594
2 5 6
5 5
Keca 4 4 4 1,59 -
mbah 9 9, 9 27 0,1
1 hari , 5 , 072
2 3
5 7
5
Keca 5 4 5 1,49 -

8
mbah 2 9, 0 32 0,2
2 hari , 4 , 067
5 5 9
7
5
Tanpa 4 4 4 1,69
kecam 6 8, 7 99
bah , 8 ,
5 6
5
Catatan : CO2 hasil respirasi = jumlah CO2 perlakuan – jumlah CO2
kontrol. Satuan yang digunakan ml.

Menghitung CO2 yang diikat oleh KOH


Percobaan : perlakuan 20 jam ( dari jam 11 siang hari jumat – 7 pagi
hari sabtu). KOH yang dititrasi 15 ml
a. 0,5N KOH Tanpa Kecambah (Kontrol)
KOH yang dititrit sebanyak 15 ml
HCl untuk titrasi 47,65 ml
2 KOH +CO2 → K 2 CO 3=H 2 O
2 KOH sisa+2 HCl→ 2 KCl+ 2 H 2 O
15 ml 0,5 N KOH yang dititrit = 0,5 X 15/1000 = 0,0075 grol
0,1 N HCl yang digunakan untuk titrasi sebanyak 47,65 ml = 0,1 X
47,65 /1000 = 0,004765 grol
Jumlah grol KOH sisa ekuivalen dengan jumlah grol HCl
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan HCl = 0,004765 grol
Jumlah grol KOH yang bereaksi dengan CO2 = 0,0075 grol -
0,004765grol = 0,002735 grol
Jumlah grol KOH yang bereaksi = 1/2 jumlah grol CO2, maka
jumlah CO2 yang dihasilkan 0,5 X 0,002735 grol =0,0013675 grol
dengan anggapan:

9
V1 = 22,4 lt ; V2 = …? ; T1 = 0 + 273 = 273; T2 = 30 +273 = 303
V1/T1 = V2/T2
V2 = 6787,2/273 = 24,861
Jadi CO2 dalam 0,0013675 sgrol KOH
= 0,0013675 X 24,861
= 0,033998 liter/20 jam
= 0, 0016999 liter/jam
= 1, 6999 ml/jam

b. 0,5N KOH dengan kacang hijau


KOH yang dititrit sebanyak 15 ml
HCl untuk titrasi 56,65 ml
2 KOH +CO2 → K 2 CO 3=H 2 O
2 KOH sisa+2 HCl→ 2 KCl+ 2 H 2 O
15 ml 0,5 N KOH yang dititrit = 0,5 X 15/1000 = 0,0075 grol
0,1 N HCl yang digunakan untuk titrasi sebanyak 56,65 ml = 0,1
X 56,65 /1000 = 0,005665 grol
Jumlah grol KOH sisa ekuivalen dengan jumlah grol HCl
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan HCl = 0,005665 grol
Jumlah grol KOH yang bereaksi dengan CO2 = 0,0075 grol -
0,005665 grol = 0,001835 grol
Jumlah grol KOH yang bereaksi = 1/2 jumlah grol CO2, maka
jumlah CO2 yang dihasilkan 0,5 X 0,001835 grol =0.0009175 grol
dengan anggapan:
V1 = 22,4 lt ; V2 = …? ; T1 = 0 + 273 = 273; T2 = 30 +273 = 303
V1/T1 = V2/T2
V2 = 6787,2/273 = 24,861
Jadi CO2 dalam 0.0009175 grol KOH
= 0.0009175 X 24,861
= 0,02281 liter/20 jam
= 0.0011405 liter/jam

10
= 1,1405 ml/jam

c. 0,5N KOH dengan kecambah 1 hari


KOH yang dititrit sebanyak 15 ml
HCl untuk titrasi 49,375 ml
2 KOH +CO2 → K 2 CO 3=H 2 O
2 KOH sisa+2 HCl→ 2 KCl+ 2 H 2 O
15 ml 0,5 N KOH yang dititrit = 0,5 X 15/1000 = 0,0075 grol
0,1 N HCl yang digunakan untuk titrasi sebanyak 49,375 ml = 0,1
X 49,375 /1000 = 0,0049375 grol
Jumlah grol KOH sisa ekuivalen dengan jumlah grol HCl
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan HCl = 0,0049375 grol
Jumlah grol KOH yang bereaksi dengan CO2 = 0,0075 grol -
0,0049375 grol = 0,0025625 grol
Jumlah grol KOH yang bereaksi = 1/2 jumlah grol CO2, maka
jumlah CO2 yang dihasilkan 0,5 X 0,0025625 grol =0,00128125
grol
dengan anggapan:
V1 = 22,4 lt ; V2 = …? ; T1 = 0 + 273 = 273; T2 = 30 +273 = 303
V1/T1 = V2/T2
V2 = 6787,2/273 = 24,861
Jadi CO2 dalam 0,00128125 grol KOH
= 0,00128125 X 24,861
= 0,031853 liter/20 jam
= 0,0015927 liter/jam
= 1,5927 ml/jam

d. 0,5N KOH dengan kecambah 1 hari


KOH yang dititrit sebanyak 15 ml
HCl untuk titrasi 50,975 ml
2 KOH +CO2 → K 2 CO 3=H 2 O

11
2 KOH sisa+2 HCl→ 2 KCl+ 2 H 2 O
15 ml 0,5 N KOH yang dititrit = 0,5 X 15/1000 = 0,0075 grol
0,1 N HCl yang digunakan untuk titrasi sebanyak 50,975 ml = 0,1
X 50,975 /1000 = 0,0050975 grol
Jumlah grol KOH sisa ekuivalen dengan jumlah grol HCl
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan HCl = 0,0050975 grol
Jumlah grol KOH yang bereaksi dengan CO2 = 0,0075 grol -
0,0050975 grol = 0,0024025 grol
Jumlah grol KOH yang bereaksi = 1/2 jumlah grol CO2, maka
jumlah CO2 yang dihasilkan 0,5 X 0,0024025 grol =0,0120125
grol
dengan anggapan:
V1 = 22,4 lt ; V2 = …? ; T1 = 0 + 273 = 273; T2 = 30 +273 = 303
V1/T1 = V2/T2
V2 = 6787,2/273 = 24,861
Jadi CO2 dalam 0,0120125 grol KOH
= 0,0120125 X 24,861
= 0,029864 liter/20 jam
= 0,0014932 liter/jam
= 1,4932 ml/jam

2. Pembahasan
Praktikum kali ini adalah praktikum respirasi pada kecambah yang
bertujuan untuk mengetahui kecepatan respirasi kecambah pada
tingkatan umur yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
percobaan ini adalah hati-hati saat melepas ikatan kecambah jangan
sampai menyentuh larutannya, saat praktikum diusahan meminimalisir
kontaminasi CO2 yang ada di udara dan mengoyang-goyangkan tabung
elemeyer dengan benar (memutar, bukan mengaduk-aduk).
Pembungkusan dengan kain kasa bertujuan untuk memberikan
ruang pada pada kecambah untuk berespirasi, karena kain kasa

12
memiliki pori-pori yang besar untuk pertukaran gas dengan lingkungan
di sekitarnya. Selain itu, keadaan ini akan memberi ruang untuk tumbuh
yang radikula yang memanjang ke arah luar menembus kain kasa.
Penggunaan KOH dimaksudkan untuk mengikat CO2 hasil respirasi
kecambah. Sedangkan penutupan botol jam dengan plastik bertujuan
agar tidak ada factor lingkungan lain yang mempengaruhi proses
respirasi sehingga dapat mendapatkan hasil yang lebih valid terkait CO 2
yang dihasilkan.
Prinsip kerja dari percobaan ini adalah mencari volume CO2 pada
beberapa perlakuan. Volume CO2 yang sudah didapatkan dari
perhitungan kemudian dibandingkan antara perlakuan satu
dengan lainnya. Kemudian menghitung banyaknya CO2 yang ada dalam
larutan KOH. Banyaknya CO2 dalam KOH merupakan CO2 yang
dilepaskan oleh kecambah dan kacang hijau. Perlakuan tanpa kecambah
merupakan variabel control yang akan digunakan sebagai pembanding
antara jumlah CO2 perlakuan dan CO2 yang tidak diberi perlakuan.
Secara keseluruhan dari masing-masing perlakuan reaksi kimianya
adalah:
2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O
Setelah 20 jam, larutannya KOH di dalamnya dititrasi dengan
larutan 0,1 N HCl untuk menghitung banyaknya CO2 hasil respirasi.
Proses titrasi asidimetri juga menggunakan bahan indikator pp
(phenol ptalin). Titrasi asidimetri adalah penetralan basa (KOH 0,5 N)
oleh asam (HCl 0,1 N). Dalam hal ini, HCl merupakan larutan
standar. Metode titrasi asidimetri digunakan untuk mengetahui
konsentrasi volume dari KOH yang belum diketahui.
Langkah titrasi berupa penambahan 2 tetes indicator pp 0,25 N ke
dalam larutan KOH hingga larutan berwarna merah muda. Titrasi
dihentikan tepat ketika warna merah menghilang. Hilangnya warna
merah menandakan bahwa KOH telah bereaksi sempurna dengan HCl.
Reaksinya adalah sebagai berikut:

13
KOH + HCl   KCl + H2O
Data hasil praktikum yang telah diperoleh menunjukkan bahwa
rata-rata volume HCl titrasi antara perlakuan satu dengan yang lain
berbeda. Untuk kecambah yang berumur 1 hari, volume HCl titrasinya
adalah 49,375 ml. Sedangkan kecambah 2 hari sebanyak 50,975 ml,
pada perlakuan biji kacang hijau sebanyak 56,85 ml dan pada perlakuan
control, tanpa kecambah, sebanyak 47,65 ml. Volume HCl yang
digunakan untuk titrasi paling banyak pada perlakuan biji kacang hijau
dan yang paling sedikit pada perlakuan kecambah 1 hari.
Dari data tersebut, analisis dilakukan dengan perhitungan seperti
telah tertulis pada bagian sebelumnya dari laporan ini. Dengan analisis
data, rata-rata jumlah CO2 masing-masing perlakuan dapat diketahui.
Hasilnya adalah rata-rata jumlah CO2 untuk kecambah 1 hari adalah
1,5927 ml, kecambah 2 hari adalah 1,4932 ml, biji kacang hijau adalah
1,1405 ml, dan tanpa kecambah, control, sebanyak 1,6999 ml. Rata-rata
jumlah CO2 paling banyak pada perlakuan kecambah 1 hari dan yang
paling sedikit pada perlakuan biji kacang hijau.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata
jumlah CO2 dan volume HCl yang digunakan untuk titrasi antara
perlakuan satu dengan yang lain. Sehingga diketahui bahwa ada
pengaruh umur kecambah yang digunakan dalam kecepatan laju
respirasi.
Hubungan antara volume HCl dengan jumlah CO2 adalah
berbanding lurus. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari proses
respirasi, maka semakin cepat proses titrasi yang ditandai
dengan semakin cepatnya warna merah menghilang. Hal ini berarti
hanya dibutuhkan sedikit HCl. Ini dapat dijelaskan dengan reaksi antara
KOH dan HCl yang menghasilkan KCl dan H2O.
Akan tetapi ada sedikit hal yang perlu diperhatikan dalam data ini,
yaitu volume HCL titrasi perlakuan tanpa kecambah yang jumlahnya
lebih banyak dibanding perlakuan biji kacang hijau. Sehingga rata-rata

14
jumlah CO2 nya pun juga lebih banyak perlakuan control dibandingkan
dengan perlakuan biji kacang hijau.
Biji kacang hijau pun tetap melakukan respirasi, terlebih lagi
terlihat bahwa biji kacang hijau ini sudah mulai berkecambah. Hal ini
mengindikasikan adanya proses pertumbuhan di dalamnya. Tentu saja
pertumbuhan memerlukan energy dan energi diperoleh dari proses
respirasi. Sedangkan perlakuan control tidak ada proses respirasi di
dalamnya, karena tidak ada tumbuhan yang melakukan proses respirasi
ini.
Kondisi ini memiliki banyak kemungkinan yang dapat
menjelaskannya, diantaranya adalah terdapat kesalahan atau kekurang
telitian ketika melakukan titrasi. Selain itu, kondisi lingkungan yang
memang menyebabkan jumlah CO2 pada perlakuan control lebih
banyak dibanding CO2 hasil respirasi biji kacang hijau.
Data ini menyebabkan jumlah CO2 hasil respirasi untuk perlakuan
biji kacang hijau bernilai negatif. Banyaknya CO2 hasil respirasi
diperoleh dari pengurangan jumlah CO2 perlakuan dengan jumlah CO2
kontrol.
Secara umum kita ketahui bahwa respirasi merupakan
pembongkaran karbohidrat oleh O2 menghasilkan CO2, H2O dan energy.
Reaksinya adalah:
C6H12O6 + 6 O2  6 CO2 + 6H2O + Energi
CO2 yang dihasilkan kemudian dijadikan parameter untuk
menentukan laju respirasi. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan maka
semakin cepat laju reaksinya. Kecepatan respirasi antara kecambah satu
dengan yang lain berbeda-beda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
perbedaan tersebut adalah ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen,
suhu, jenis dan umur tumbuhan, luka dan stimulus mekanis, dan
pengaruh bahan kimia (toksin).

E. Kesimpulan

15
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa jumlah CO2 hasil respirasi pada tumbuhan yang sama,
menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan jumlah CO2 hasil respirasi
pada tumbuhan yang sama, dipengaruhi oleh umur tumbuhan.

F. Daftar Pustaka
Anonim. 2012. Bab I. diambil pada tanggal 17 Desember 2013 dari
http://www.scribd.com/doc/69852743/BAB-I.

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000.  Biologi, Edisi
Kelima-Jilid 1. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga.
(Buku asli diterbitkan tahun 1999).

Drajrat Sasmitamihardja & Arbasyah Siregar. (1997). Fisiologi tumbuhan.


Bandung: Depdikbud Dirjen Dikti PPTK.

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk Praktikum Biologi. Yogyakarta:


Prodi PSn PPs UNY.

Pipia. 2010. Laporan praktikum respirasi. Diambil pada tanggal 17


Desember 2013 dari http://pipia.blogdetik.com/2010/07/15/laporan-
praktikum-respirasi/.

Salisbury, Frank B. & Ross, Cleon W. (1992). Fisiologi tumbuhan


(Terjemahan Diah R. Lukma & Sumaryono). Bandung: Penerbit
ITB. (Buku asli diterbitkan tahun 1992).

Deanauly Irjchak. 2007. Respirasi tumbuhan. Diambil pada tanggal 17


Desember 2013 dari http://fistum07.wordpress.com/respirasi-
tumbuhan/.

16

Anda mungkin juga menyukai