Anda di halaman 1dari 11

2021

NIKAH ONLINE MENURUT


HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI
PENCATATANNYA

EMILDA GUSTI RAHAYU


MAN 2 KUNINGAN
2/19/2021
Kata Pengantar
Era Pandemik saat ini menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap manusia,
Proses interaksi dan saling pengaruh-mempengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antar
manusia terjadi dengan sangat cepat dan menyangkut masalah yang semakin kompleks. Di
bidang ekonomi dan politik terjadi perubahan seperti adanya Pembatasan Skala Besar (PSB) atau
adanya aturan Lockdown yang telah banyak dipraktekan di berbagai negara di dunia.

ii
DAFTAR ISI
BAB 1: PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
II.Rumusan Permasalahan
III. Tujuan
IV. Metode Penelitian
V.Sistematika Penulisan
BAB II: PEMBAHASAN
1. Syarat Sah Pernikahan2
2. Nikah Online3
3. Putusan Pengadilan Terkait Nikah Jarak Jauh4
4. Pendapat Ulama Tentang Ittihad Al-Majelis……………………………………………5
BAB III: KESIMPULAN
BAB IV: DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................9
BAB V: PENUTUP

iii
BAB 1: PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Dikeluarkannya kebijakan pembatasan sosial berdampak tidak dapat


dilakukannya sebagian besar aktifitas. Maka dari itu, sebagian besar dialihkan secara
daring (online), salah satunya yaitu pernikahan. KUA menerapkan pendaftaran secara
dari untuk pencatatan sipil di KUA.

Namun, bagaimana jika tak sekedar pendaftaran daring tetapi juga pernikahan
yang dilakukan secara daring melalui panggilan video di berbagai layanan aplikasi.
Apakah sah?

II. Rumusan Permasalahan

1. Apa dampak negatif Nikah Online ?


2. Apa tindak lanjut pemerintah sejauh ini untuk menangani Nikah Online ditengah
Pandemik Covid-19 ini ?
3. Apa solusi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan
Nikah Online ditengah Pandemik Covid-19 ?
III. Tujuan

1. Mengetahui dampak negatif daripada Nikah Online.


2. Mengetahui tindak lanjut yang telah dilakukan pemerintah sejauh ini dalam
menangani Nikah Online ditengah Pandemik.
3. Menemukan solusi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani
permasalahan Nikah Online ditengah Pandemik.

IV. Metode Penelitian

Metode penelitian yang saya gunakan untuk menulis karya ini adalah dengan
metode pustaka atau pengambilan data melalui teori dalam buku-buku yang ada, dalam
jurnal,dan lain-lain. Saya juga mendapatkan referensi data yang saya gunakan dari
internet.

V. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini dimulai dengan kata pengantar dimana saya memaparkan
secara garis besar apa itu Nikah Online ditengah Pandemik lalu dilanjutkan dengan
pendahuluan dimana saya mengidentifikasi permasalahan yang akan di bahas dan setelah
bab ini akan memasuki isi yang berisi pembahasan permasalahan dan kemunian menuju
kesimpulan dan ditutup dengan bab penutup.

1
BAB II: PEMBAHASAN

1. Syarat Sah Pernikahan

Suatu akad pernikahan apabila telah memenuhi segala rukun dan syaratnya secara
lengkap menurut yang telah ditentukan seperti menurut hukum Islam ataupun perundang-
undangan, maka akad pernikahan yang demikian itu disebut akad pernikahan yang sah dan
mempunyai implikasi hukum. Selain itu ada sebuah kesepakatan bahwa pernikahan itu
dipandang sebagai sebuah akad.

Pada Pasal 14 KHI, untuk melaksanakan perkawinan harus ada :

1. Calon Suami;
2. Calon Isteri;
3. Wali nikah;
4. Dua orang saksi dan;
5. Ijab dan Kabul.

Ada beberapa persyaratan yang mesti terpenuhi untuk keabsahan suatu akad dalam
pernikahan. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Fiqh Islam Wa-Adillatuhu menjelaskan
bahwa menurut kesepakatan para ulama, dalam shigat akad (ijab dan qabul) disyaratkan
empat hal:

1. Kesesuaian dan ketepatan kalimat ijab dengan qabul.


2. Orang yang mengucapkan kalimat ijab tidak boleh menarik kembali ucapannya.
3. Diselesaikan pada waktu akad.
4. Dilakukan dalam satu majelis (ittihād al-majlis).

Berbicara keabsahan hukum nikah online tidak bisa terlepas dengan rukun dan syarat
pernikahan dan erat kaitannya dengan makna substansial ittihād al-majelis (satu majelis)
dalam suatu syarat akad nikah, dan hal ini sangat kompleks karena terdapat beragam sudut
pandang dari para ulama mazhab berkaitan hal ini,diantaranya ada yang menginterpretasikan
persyaratan ittihād almajelis adalah menyangkut keharusan kesinambungan waktu (zaman)
antara ijab dan Kabul, bukan menyangkut kesatuan tempat (makan). Dan adapula yang
menginterpretasikan bahwa bukan saja menyangkut keharusan kesinambungan waktu
(zaman) antara ijab dan Kabul, tetapi juga mengandung persyaratan lain, yaitu al-
mu’ayyanāh (berhadap-hadapan), yakni menyangkut kesatuan tempat (makan).

Dalam menganalisa dan menyimpulkan pendapat ulama imam mazhab, sebelumnya


harus dipahami dulu tentang nikah online dan kaitannya dengan interpretasi ittihād al-
majelis.

2
2. Nikah Online

Nikah online adalah suatu bentuk pernikahan yang transaksi ijab kabulnya dilakukan
melalui keadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu jaringan atau sistem
internet (online), jadi antara mempelai lelaki dengan mempelai perempuan, wali dan saksi itu
tidak saling bertemu dan berkumpul dalam satu tempat, yang ada dan ditampilkan hanyalah
bentuk visualisasi dari kedua belah pihak melalui bantuan alat elektronik seperti teleconference,
webcam atau yang lainnya yang masih berkaitan dengan internet.

Nikah online dalam pengertian umum, ialah pernikahan yang komunikasinya dilakukan
dengan bantuan komputer di kedua tempat, yang masing-masingnya dapat terhubung kepada file
server atau network dan menggunakan media online sebagai alat bantunya. Media online sendiri
ialah sebuah media yang berbasis telekomunikasi dan multimedia (komputer dan internet),
didalamnya terdapat portal, website (situs web), radio-online, TV-online, pers online, mail-
online, dan lain-lain, dengan karakteristik masing-masing sesuai dengan fasilitas yang
memungkinkan user memanfaatkannya yang tentunya bersumber pada cacha server dan jaringan
internet.

Nikah online sendiri jika dibandingkan dengan nikah biasa kalau dari penjelasan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara substansional terhadap ritual
pernikahan antara ritual pernikahan via online dengan ritual pernikahan seperti biasanya. Hal
yang membedakan nikah online dengan nikah biasa adalah pada esensi ittihād al-majelis yang
erat kaitannya dengan tempat (makan) pada implementasi atau pelaksanaan akadnya, namun
selebihnya semuanya sama.

Kalau dalam pernikahan biasa antara pihak laki-laki dan perempuan dapat bertemu, bertatap
muka dan berbicara secara langsung, begitupun dengan nikah online. Pada penerapan atau
pelaksanaannya nikah online ini menggunakan kekuatan dari perkembangan teknologi untuk
membantu dalam terlaksananya nikah agar dapat menyampaikan gambar kondisi individu yang
sedang melakukan interaksi (teleconference) sebagaimana mestinya. Teknologi video
teleconference lebih mutakhir dari telepon, karena selain menyampaikan suara, teknologi ini
dapat menampilkan gambar atau citra secara realtime melalui jaringan internet. Dari penjelasan
diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan mengenai esensi ittihād al-
majelis atau adanya pergeseran kebudayaan dalam hal melakukan akad. Dimana dalam nikah
biasa akad dilakukan dengan muwājahah bil ma’rūf (berhadap-hadapan secara langsung) pada
satu tempat. Namun, untuk nikah online ini muwājahah bil ma’rūf sama-sama dilakukan, tapi
tidak dengan tempatnya, dimana nikah online dilakukan dengan terpisahnya jarak antara yang
melangsungkan akad.

3
3. Putusan Pengadilan Terkait Nikah Jarak Jauh

Dengan melihat apa yang tampak dari permasalah tersebut, dapatlah kita bandingkan
kepada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1751/P/1989 tentang Pengesahan
Praktik akad melaui media telepon. Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah memberikan
keputusan dengan menetapkan pernikahan yang dilaksanakan itu sah. Penetapan itu
didasarkan kepada mashlahah dharuriyat dalam rangka menjaga dan memelihara agama dan
keturunan yang dianjurkan oleh syariat islam. Pernikahan telah dilaksanakan sesuai dengan
syariat islam, hanya saja ijab qabulnya dilakukan melalui telepon. Ketika ijab qabul
dilaksanakan hadirin dalam majelis itu semua menyaksikan dan mendengar, sebab suara yang
ada di telepon dibesakan melalui pengeras suara. Putusan ini menuai kontroversi dan
perselisihan pendapat antar ulama mengenai harusnya bersatu majelis bagi ijab kabul.
Walaupun demikian, putusan ini merupakan salah satu sumber hukum atau disebut sebagai
yurisprudensi.

Sebagai perbandingan, di Mesir, berdasarkan buku laporan pelatihan hakim Indonesia


gelombang II di Kairo, 2003, pengertian satu majelis tidak harus duduk dalam satu tempat.
Oleh karenanya, ijab kabul melalui telepon dipandang sah bila dapat dipastikan suara yang
didengar adalah suara orang yang melakukan ijab kabul. Begitupun apabila ijab kabul
dilakukan lewat surat elektronik dibacakan oleh kuasanya yang sah di depan dua orang saksi
nikah dan banyak orang.

Dalam perundang-undangan atau hukum positif yang ada di Indonesia, nikah online
ini juga tak pernah disinggung sebelumnya, dan bahkan tidak ada peraturan yang
mengaturnya, sehingga di Indonesia terkait hukum nikah online ini masih mengalami ke-
absolut-an atau kekosongan hukum.

4
4. Pendapat Ulama Tentang Ittihad Al-Majelis

1. Pendapat Ulama Mazhab Syafi’I Tentang Ittihād al-Majelis

Menurut ulama mazhab Syafi’iyah, salah satu syarat penting dalam suatu akad
pernikahan adalah adanya kesinambungan (Muttaşhil) antara ijab dan qabul. Oleh karena
itu, dalam madzhab yang memegang teguh pada Imam Syafi’i ini, pengucapan ijab dan
kabul dalam satu tempat (makan) dan kurun waktu (zaman) yang sama adalah suatu
keharusan. Hal ini berarti esensi dari pensyaratan akad ittihad al-majelis adalah
menyangkut kesatuan tempat (makan), bukan semata-mata kesatuan ucapan (kalam) dari
kedua belah pihak. Beranjak dari pemahaman inilah ulama Syafi’iyah menolak dan
menganggap tidak sah suatu aqad (ijab qabul) dengan media tulisan (al-kitābah) yang
dilakukan melalui surat, selain melalui perwakilan.Hal ini didasarkan pada disyaratkan
kesegeraan dalam akad. Artinya, qabul harus dilakukan segera setelah ijab, secara
langsung dan tidak terpisah (oleh perkataan lain). Alasan yang juga ikut mencuat adalah
karena ijab dan qabul harus dilakukan dengan lafadz yang şharih, sedang suatu ucapan
yang termuat dalam redaksi sebuah surat (kitābah) dianggap tidak jelas atau samar
(kināyah). Sementara persoalan nikah tidak diperkenankan dengan sesuatu yang masih
samaratau tidak jelas (kināyah).

2. Pendapat Ulama Mazhab Hanafi Tentang Ittihād al-Majelis

Para ulama mazhab Hanafi menginterprestasikan tentang ittihād al-majelis


bersatu majelis pada sebuah akad dalam pernikahan adalah menyangkut kesinambungan
waktu (zaman) diantara ijab dan qabul, bukan menyangkut kesatuan tempat. Karena ijab
dan qabul pada konteks ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu yang terdapat dalam
satu ritual akad nikah, bukan dilaksanakan pada dua kurun waktu yang terpisah, dalam
artian bahwa ijab diikrarkan dalam satu ritual, lalu setelah ritual ijab bubar, qabul di
ucapkan pula pada acara selanjutnya. Dalam hal yang disebutkan terakhir tadi, meski dua
acara berkesinambungan secara terpisah bisa jadi dilaksanakan dalam kurun waktu yang
sama, akan tetapi dikarenakan kesinambungan antara ijab dan qabul itu terputus, maka
akad nikah tersebut tidak sah. Meskipun tempatnya bersatu, namun jikalau dilaksanakan
dalam kurun waktu yang tidak sama, dalam dua acara yang terpisah, maka
kesinambungan diantara penerapan ijab dan penerapan qabul sudah tidak dapat
diwujudkan, oleh sebab itu akad nikahnya tidak sah.

Substansi atau esensi dari sebuah persyaratan bersatu majelis menurut Hanafiyah
ialah berkaitan keharusan kesinambungan waktu (zaman), bukan berkaitan kesatuan
tempat (makan) selama belum terjadi hal-hal menolak dan memalingkan mereka dari
majelis akad tersebut. berdasarkan hal itu, menurut Hanafiyah pengikraran ijab dan qabul
lewat perkataan mulut (lisan) bukanlah salah satunya cara yang harus dijalani dalam
pengikraran ijabnya.

5
BAB III: KESIMPULAN

Masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait keabsahan dari nikah
online, dikarenakan salah satu syarat dari sah nya ijab qabul yaitu dilakukan dalam satu majelis
(ittihād al-majlis).  Penulis berpendapat bahwa nikah online dengan menggunakan apps itu
dianggap satu majelis di cyber space, dimana calon mempelai, saksi, wali semua hadir pada
cyber space tersebut. Jika nikah dengan surat dan telefon saja dapat diterima maka seharusnya
nikah online melalui apps harus lebih dapat diterima. Urgensi MUI untuk mengeluarkan fatwa
terkait nikah online sangat diperlukan mengingat kondisi pembatasan sosial karena pandemi
wabah covid-19 serta untuk mengisi kekosongan hukum yang ada. Justru bukan hanya
dikarenakan adanya pandemi ini saja, bahkan kita harus siap pada era digital untuk menghadapi
industri 4.0. Walaupun telah ada sebelumnya Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.
1751/P/1989 tentang Pengesahan Praktik akad melaui media telepon yang dapat dijadikan
sebagai yurisprudensi, namun masih diperlukan kepastian hukum yang lebih terperinci.

6
BAB IV: DAFTAR PUSTAKA

Posted 12 May 2020 In Articles Kenny Wiston Laurences Aulina

https://www.kennywiston.com/nikah-online-menurut-hukum-islam-dan-implikasi pencatatannya/

7
BAB V: PENUTUP

Sekian karya tulis ini saya susun berdasarkan data-data yang ada. Menurut pendapat saya
mengenai permasalahan pada judul makalah tersebut diatas, Nikah Online ditengah Pandemik ini
bias menjadikan PR atau tugas daripada Pemerintah untuk menyelesaikannya, dengan adanya
wabah ini kita sebagai masyarakat tentunya merasa tidak nyaman dan sangat terganggu baik dari
sisi perekonomian, interaksi, pergaulan dan bahkan Dunia Pendidikan menjadi terganggu, segala
berbagai macam kegiatan menjadi tidak maksimal. Dengan harapan semoga kedepannya Bumi
kita tercinta ini bias membaik seperti seharusnya. Aamiin…
Terima kasih untuk tugas yang telah diberikan kepada saya, yang telah menjadikan saya
lebih memperbanyak membaca dan membuka berita-berita actual terkini. Terimakasih juga
kepada sumber-sumber yang telah membantu saya menganalisis dan menyelesaikan karya tulis
ini.
Setelah mengetahui apa dampak negatif dan positif daripada Nikah Online ditengah
Pandemik Covid-19 di Indonesia dan bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka seharusnya pemerintah mulai melakukan tindak lanjut yang tegas
untuk menanggapi permasalahan ini. Tidak hanya pemerintah tetapi sudah seharusnya seluruh
masyarakat Indonesia pun menyadari dampak negatif dari kejadian ini yang dilakukan dan mulai
melakukan tindakan untuk membantu pemerintah dalam menganggapi permasalahan ini.
Maka dari itu dimulai dari saat ini belajarlah untuk menjaga dan mentaati Protokol
Kesehatan untuk kepentingan umum dan pribadi, demi kelagsungan hidup yang sehat dan
terhindar dari Covid-19.

Anda mungkin juga menyukai