Anda di halaman 1dari 6

TUGAS REPEAT BREEDER

1. Definisi repeat breeder?

Repeat breeder atau kawin berulang merupakan kondisi dimana hewan betina yang telah

dikawinkan 2-3 kali atau lebih namun tidak bunting. Sehingga menyebabkan penurunan

efisiensi reproduksi seperti tingginya angka S/C (jumlah perkawinan hingga bunting),

rendahnya CR (angka kebuntingan).

2. Penyebab repeat breeder ?

Repeat breeder dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti kelainan genetic,

faktor betina, faktor pejantan, tekhnik IB yang salah, faktor nutrisi, dan faktor menejemen

yang tidak baik.

 Kelainan genetic yang mungkin terjadi adalah aplasia tuba falopii, uterus didelphis.

 Faktor betina yang mungkin terjadi kista folikel, delay ovulasi, multiple ovulasi,

anormalitas ovum.

 Faktor pejantan yang mungkin terjadi pejantan terinfeksi penyakit kelamin

menular, orchitis, cripthorcid, kualitas spermatozoa yang buruk.

 Tekhnik IB yang salah seperti penumpahan semen diposisi yang salah, thawing

yang tidak benar, penyimpanan straw yang salah, IB pada kebuntingan awal, salah

treatment hormone.

 Faktor nutrisi yang buruk seperti kekurangan vitamin ADE, defisiensi phosphor,

selenium

 Faktor menejem yang salah sehingga terjadi heat stress, over population.

3. Patogenesa repeat breeder berdasarkan penyebab ?

Kelainan genetik

 Aplasia tuba falopii, maka pada ovarium tetap ada pertumbuhan folikel dan terjadi

ovulasi. Gejala estrus juga akan terlihat namun karena tuba falopii tidak
berkembang maka spermatozoa hasil IB tidak akan pernah bisa membuahi ovum

karena tempat fertilisasi yakni ampula tuba falopii tidak berkembang.

 Uterus didelphis merupakan suatu keadaan dimana uterus tidak berkembang

sehingga setelah serviks langsung tuba falopii. Maka folikel masih terbentuk dan

masih terjadi ovulasi. Namun tempat untuk embrio melakukan implantasi dan

berkembang menjadi fetus tidak ada.

Faktor betina

 Kista folikel merupakan keadaan dimana rendahnya hormone LH namun FSH

normal, sehingga pertumbuhan folikel tetap ada kadar esterogen tinggi dan timbul

birahi. Namun saat di IB tidak akan bunting karena tidak ada ovulasi ovum pasca

birahi (anovulatrik folikel).

 Delay ovulasi merupakan keadaan dimana ovulasi dari ovum terjadi hambatan

dapat terjadi karena faktor hormonal. Sehingga waktu perkiraan untuk melakukan

IB yang disesuaikan dengan perkiraan waktu ovulasi akan meleset. Akibatnya

spermatozoa terlalu lama menunggu di tuba falopii dan mati. Saat ovum telah

ovulasi diwaktu yang sama spermatozoa telah mati. Tidak terjadi fertilisasi.

 Multiple ovulasi yakni dimana lebih dari satu ovum yang mengalami ovulasi. Hal

ini menyebabkan bunting kembar namun pada sapi yang bersifat monopora

kemungkinanya sangat kecil. Sehingga ovum yang lain hanya terbuang sia-sia.

 Abnormalitas ovum seperti ukuran yang terlalu besar, kecil, bentuk sehingga akan

sulit untuk dibuahi

Faktor pejantan

 Pejantan yang terinfeksi penyakit seperti brucellosis, trikhomniasis, vibrosis maka

saat mengawini secara alami atau saat semennya digunakan untuk IB akan

menularkan penyakit tersebut sehingga saluran reproduksi betina akan mengalami


radang berakibat pada kegagalan fertilisasi, implantasi, atau saat bunting abortus

akibat plasenta meradang.

 Orchitis merupakan peradangan pada testis sehingga akan mempengaruhi kualitas

spermatozoa yang dihasilkan. Bila terjadi jumlah atau kualitas spermatozoa maka

akan berdampak pada proses fertilisasi.

 Cripthocid merupakan keadaan dimana testis tidak turun ke skrotum tetap berada

didalam rongga abdomen, sehingga produksi spermatozoa tidak akan terbentuk.

Pada

 Kualitas spermatozoa seperti konsentrasi spermatozoa yang rendah, abnormalitas

spermatozoa yang tinggi sehingga spermatozoa tidak dpat bergerak progessif maju

untuk mencapai ampula tuba falopii dan membuahi sel telur.

Tekhnik IB yang salah

 Penumpahan semen yang mengandung spermatozoa harus tepat apabila tidak tepat

maka spermatozoa akan kesulitan untuk mencapai ampula tuba falopii dan

melakukan fertilisasi.

 Proses thawing yang tidak benar juga akan menyebabkan kematian spermatozoa

dan penurunan motilitas spermatozoa sehingga tidak terjadi fertilisasi. Selama

menyiapkan straw juga tidak boleh langsung terpapar sinar matahari karena sifat

spermatozoa fotophobia.

 Proses penyimpanan spermatozoa yang salah seperti kurangnya N2 cair

menyebabkan penurunan umur simpan spermatozoa dalam straw sehingga waktu

di IB kan kualitas dan kuantitas spermatozoa dalam straw buruk dan susah untuk

membuahi ovum.

 Pada kebuntingan awal yang di IB apabila penumpahan dilakukan di posisi 4 maka

gun IB dapat merobek amnion fetus dan akan terjadi abortus.


 Salah treatmen hormonal saat sapi bunting namun karena tidak melakukan

anamnesa secara baik dan saat palpasi rektal dijumpai korpus luteum maka

diasumsikan korpus luteum persisten dan diberi prostaglandin akibatnya terjadi

abortus dan akan terjadi kawin berulang pada siklus estrus selanjutnya.

Defisiensi nutrisi

 Kalsium

Rendahnya konsentrasi Ca berisiko menyebabkan munculnya penyakit

reproduksi seperti tertundanya ovulasi postpartum dan kegagalan bunting ataupun

keguguran pada sapi.

Sebaliknya, tingginya kadar Ca dalam darah akan mengakibatkan gangguan

reproduksi melalui penurunan absorbsi mineral mineral lain seperti P, Mn, Zn dan

Cu dalam rumen. kadar Ca yang tinggi mengakibatkan peningkatan kejadian kawin

berulang pada sapi

 Fosfor

Defisiensi P mengakibatkan terjadinya gangguan reproduksi berupa anestrus,

rendahnya konsepsi, calving interval yang panjang, kematian embrio, pedet lahir

mati dan tertundanya kematangan seksual.

Defisiensi P moderat mengakibatkan kejadian kawin berulang, sedangkan

defisiensi P berat menyebabkan tertundanya pubertas dan estrus postpartus karena

ovarium menjadi tidak aktif.

 Kalium

Defisiensi K dapat menyebabkan kelemahan otot termasuk otot uterus

sehingga secara tidak langsung mengakibatkan gangguan reproduksi dengan cara

menghambat penggunaan protein dan energi. Hal tersebut mengakibatkan


kelemahan tonus otot uterus sehingga dapat meningkatkan kepekaan terhadap

metritis dan retensi plasenta.

Pemberian pakan yang mengandung K dalam jumlah yang berlebihan (5%

BK) diduga dapat mengakibatkan tertundanya pubertas dan ovulasi, gangguan

perkembangan korpus luteum (yellow body) serta meningkatkan kejadian anestrus

pada sapi

 Magnesium

Magnesium biasanya tidak berpengaruh langsung terhadap gangguan

reproduksi ternak. Akan tetapi karena Mg mempunyai kaitan antagonis dengan Ca

sehingga setiap perubahan dalam homeostasis CaP-Mg akan berpengaruh pada

status reproduksi ternak.

Defisiensi Mg mengakibatkan penurunan nafsu makan sehingga asupan nutrisi

menurun secara keseluruhan. Turunnya asupan pakan secara total akan

mengakibatkan gangguan reproduksi secara tidak langsung.

 Natrium dan Klorida

Gejala awal defisiensi NaCl pada sapi ditandai dengan perilaku menjilati

berbagai macam benda seperti batuan, kayu, tanah dan keringat hewan lain.

Menurunnya nafsu makan, kemampuan absorbsi glukosa, mineral, asam amino

serta penurunan bobot badan akibat defisiensi ion Na, Cl dan senyawa NaCl dapat

mengakibatkan gangguan reproduksi secara tidak langsung.

 Protein

Defisiensi protein dapat menurunkan fungsi reproduksi berupa kawin berulang,

anestrus, kematian embrio dini, anak lahir lemah dan premature.

 Vitamin A
Defisiensi vitamin A pada hewan betina menyebabkan keratinisasi lapisan epitel

uterus sehingga akan menurunkan kesuburan karena angka implantasi menurun.

 Vitamin E

Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan kematian fetus dan penyerapan kembali

fetus awal oleh dinding uterus.

Manajemen yang buruk

4. Tanda dan gejala repeat breeder ?

5. Penanganan pada repeat breeder ?

Anda mungkin juga menyukai