Anda di halaman 1dari 9

Kamar Bersalin dan

Rawat Gabung
Bahan Bacaan Modul

Keberhasilan kehamilan, persalinan, menyusui dan nifas dipengaruhi oleh berbagai faktor
:
- fisik (gizi, aktifitas, dsb)
- penyakit tertentu (infeksi, penyakit endokrin / metabolik, dsb)
- lingkungan sosial (sikap dan tingkah laku masyarakat, dsb)
- ekonomi (promosi susu formula yang berlebihan, dsb)
- politik (kebijakan pemerintah, dsb)
- emosional (sikap ibu terhadap kehamilan, persalinan dan menyusui).
Rumah sakit merupakan sebuah lembaga di mana orang sakit (termasuk ibu hamil)
membutuhkan perawatan baik fisik maupun emosional untuk kembali sehat seperti
semula. Pemeriksaan antenatal selama kehamilan tentu dapat dilakukan di klinik / ruang
periksa. Namun kamar bersalin dan kamar perawatan ibu dan anak memerlukan perhatian
/ pemahaman khusus para penyelenggara pelayanan kesehatan, supaya dapat memberikan
pelayanan yang baik dan optimal sesuai kebutuhan ibu dan bayinya.

KAMAR BERSALIN

Sesuai program pemerintah, peningkatan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dapat


dicapai antara lain dengan peningkatan penggunaan ASI, maka posisi rumah sakit dengan
kamar bersalinnya menjadi sangat vital, karena di sinilah pertama kali ibu mengadakan
kontak dengan bayinya sesaat setelah dilahirkan. Kalau selama dalam kandungan semua
kebutuhan nutrisi janin didapatkan melalui tali pusat, maka di kamar bersalin bayi
membutuhkan kontak kembali dengan ibunya, baik untuk kepentingan nutrisi maupun
untuk kepentingan lainnya.
Dalam protokol kebidanan, ibu masih harus dirawat di kamar bersalin dua jam setelah
melahirkan untuk deteksi dini terjadinya perdarahan post partum yang sangat mengancam
jiwa. Pertanyaan yang timbul, ke mana bayi harus diletakkan selama ibu dalam
pengawasan intensif untuk menghindari bahaya perdarahan ? Kalau dahulu bayi segera
dirawat di kamar bayi, maka sekarang jawabnya adalah bayi diletakkan di samping ibu
atau dalam sebuah boks dekat dengan ibu. Dari sinilah sebenarnya rawat gabung mulai
dikerjakan.

Struktur dan fungsi kamar bersalin

Kamar bersalin ideal terdiri atas kamar persiapan, kamar bersalin yang sebenarnya dan
kamar observasi pasca persalinan (kamar pulih). Di samping itu dapat pula dipisahkan
antara kamar untuk kasus septik dan aseptik, kamar tindakan dan non tindakan dan kamar
isolasi. Dalam hubungan dengan pengelolaan laktasi, maka adanya tiga ruang yakni
kamar persiapan, kamar persalinan dan kamar observasi menduduki peran yang penting.

1. Kamar persiapan
Apabila sebuah rumah sakit telah berfungsi penuh sebagai RS Sayang Bayi, maka hampir
semua ibu yang masuk kamar bersalin sudah mendapat penyuluhan manajemen laktasi
sejak mereka berada di poliklinik asuhan antenatal. Mereka sudah memperoleh nasihat
tentang keunggulan ASI, kerugian susu formula, gizi ibu hamil yang menjamin lancarnya
produksi ASI, beberapa cara perawatan payudara dan bagaimana caranya menyusui yang
benar. Ibu bersalin yang seperti ini tidak menjadi masalah lagi.
Ada kalanya, kadang cukup banyak, ibu datang langsung ke kamar bersalin tanpa pernah
melakukan asuhan antenatal di rumah sakit tersebut. Kalaupun mereka melakukan asuhan
antenatal di tempat lain, mungkin petugas di sana juga belum memahami benar
pentingnya manajemen laktasi. Ibu yang akan bersalin ini perlu mendapat penyuluhan
tentang manajemen laktasi.
Untuk kepentingan ini perlu disiapkan sebuah ruang, di mana ibu hamil yang datang
untuk bersalin dapat memperoleh informasi yang jelas tentang penatalaksanaan ASI. Di
dalam ruang persiapan ini perlu dipasang beberapa gambar, poster, brosur dan
sebagainya, untuk membantu memberi konseling tentang ASI. Di dalam kamar bersalin
tidak boleh sama sekali terlihat botol susu, dot atau kempengan, apalagi reklame susu
formula yang semuanya akan mengakibatkan gagalnya ibu menyusui. Dalam melakukan
rangkaian tugas ini petugas tidak boleh overacting misalnya jangan melakukan konseling
pada ibu yang sedang kesakitan. Berilah konseling hanya kepada ibu yang masih
kooperatif, yaitu ibu yang belum dalam persalinan atau masih dalam fase laten.

2. Kamar persalinan
Kamar persalinan yang sebenarnya adalah kamar untuk ibu yang sudah dalam kala 1 fase
aktif atau kala 2 persalinan. Pada saat ini seorang ibu hamil berada dalam kondisi yang
paling tidak menyenangkan, karena berada dalam puncak rasa sakitnya. Tidak banyak
yang dapat dilakukan oleh petugas dalam hal konseling manajemen laktasi, karena sulit
bagi ibu untuk diajak berkomunikasi, kecuali tentang hal-hal yang menyangkut proses
persalinan. Meskipun demikian, gambar atau poster tentang cara menyusui yang baik dan
benar, serta menyusui segera sesudah lahir, dapat dipasang di ruangan ini.
Dalam waktu 30 menit setelah lahir, bayi harus segera disusukan. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa rangsangan putting susu akan mempercepat lahirnya plasenta melalui
pelepasan oksitosin, yang dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum. Rangsangan
putting susu memacu refleks prolaktin dan oksitosin, dua refleks penting yang dibutuhkan
dalam proses menyusui. Meskipun ASI belum keluar, kontak fisik bayi dengan ibu tetap
harus dikerjakan karena memberikan rasa kepuasan psikologis yang dibutuhkan ibu agar
proses menyusui berjalan lancar.
Penyusuan dini dikerjakan pada bayi normal, yaitu bayi lahir dengan nilai Apgar 5 menit
di atas 7 dan refleks mengisap baik. Bayi lahir dengan asfiksia dan bayi dengan cacat
bawaan sebaiknya tidak segera disusukan kepada ibunya.
Bila ibu mendapat pembiusan umum, misalnya untuk persalinan dengan sectio cesarea,
penyusuan dilakukan segera setelah ibu sadar penuh, misalnya 4-6 jam setelah operasi.
Pada keadaan ini efek pembiusan pada ibu dan bayi telah berkurang, sehingga refleks
mengisap bayi telah timbul kembali. Penyusuan pasca operasi memerlukan pertolongan
petugas untuk membantu ibu memegang bayi, membetulkan posisi ibu, dan sebagainya.
Bayi yang lahir dengan tindakan vakum atau forcep, sering disertai dengan trauma
kepala, sehingga tidak jarang juga mengalami asfiksia. Meskipun demikian penyusuan
dapat segera dimulai dengan bantuan petugas.

3. Kamar pulih
Selama dua jam ibu dalam observasi kala 4, ibu ditempatkan dalam suatu kamar pulih.
Bayi diletakkan di samping ibu atau dalam sebuah boks yang dapat dilihat ibu. Sebaiknya
diusahakan agar di kamar pulih ibu tidak terganggu oleh kegaduhan yang biasanya terjadi
di kamar persalinan. Rasa tenteram ibu merupakan modal keberhasilan menyusui
selanjutnya.

RAWAT GABUNG

Banyak rumahsakit, puskesmas, klinik dan rumah bersalin yang belum merawat bayi baru
lahir berdekatan dengan ibunya. Berbagai alasan diajukan antara lain karena rasa kasihan
karena ibu masih capai setelah melahirkan, ibu memerlukan istirahat, atau ibu belum
mampu merawat bayinya sendiri. Ada pula kekuatiran bahwa pada jam kunjungan, bayi
mudah tertular penyakit yang mungkin dibawa oleh para pengunjung. Alasan lain adalah
rumahsakit / klinik ingin memberikan pelayanan sebaik-baiknya sehingga ibu bisa
beristirahat selama berada di rumah sakit. Namun setelah menyadari akan
keuntungannya, sistem rawat gabung sekarang menjadi kebijakan pemerintah.

Pengertian dan tujuan

Rawat gabung adalah satu cara perawatan di mana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan,
kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.
Istilah rawat gabung parsial yang dulu banyak dianut, yaitu rawat gabung hanya dalam
beberapa jam seharinya, misalnya hanya siang hari saja sementara pada malam hari bayi
dirawat di kamar bayi, sekarang tidak dibenarkan dan tidak dipakai lagi.

Tujuan rawat gabung adalah :


1. Agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin, kapan saja dibutuhkan.
2. Agar ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang
dilakukan oleh petugas.
3. Agar ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di
rumah sakit dan yang lebih penting lagi, ibu memperoleh bekal ketrampilan merawat bayi
serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit.
4. Dalam perawatan gabung, suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk
mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan
benar.
5. Ibu mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah
hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya.

Sasaran dan syarat

Pada prinsipnya kegiatan Peningkatan Penggunaan ASI (PP-ASI) dimulai sejak ibu hamil
pertama kali memeriksakan diri di poliklinik asuhan antenatal. Idealnya di poliklinik ini
tersedia sebuah klinik laktasi, yang terdiri atas dua ruangan yaitu klinik laktasi asuhan
antenatal dan postnatal.
Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di bangsal
perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan
pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan
kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal.
Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat dirawat
gabung harus memenuhi syarat / kriteria sebagai berikut :
1. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong.
2. Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat,
refleks mengisap baik, tidak ada tanda infeksi dsb.
3. Bayi yang lahir dengan sectio cesarea dengan anestesia umum, rawat gabung dilakukan
segera setelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak ngantuk), misalnya 4-6 jam setelah
operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun mungkin ibu masih mendapat infus.
4. Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai Apgar minimal 7).
5. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
6. Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih.
7. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum.
8. Bayi dan ibu sehat.
Jika tidak memenuhi kriteria di atas, maka rawat gabung ibu dan bayi TIDAK perlu, atau
bahkan tidak boleh dikerjakan, misalnya pada :
1. Bayi yang sangat prematur.
2. Bayi berat lahir kurang dari 2000-2500 gram.
3. Bayi dengan sepsis.
4. Bayi dengan gangguan napas.
5. Bayi dengan cacat bawaan berat, misalnya : hidrosefalus, meningokel, anensefali,
atresia ani, labio/palato/gnatoschizis, omfalokel, dsb.);
6. Ibu dengan infeksi berat, misalnya KP terbuka, sepsis, dsb.
Kriteria-kriteria masih ditentukan juga oleh beberapa aspek pertimbangan klinis,
misalnya bayi dengan berat badan 2000-2500 gram meskipun keadaan lain-lainnya dalam
batas normal, perawatan gabungnya harus dengan pengawasan yang sangat ketat.
Sebaiknya keputusan apakah bayi akan dirawat gabung atau dirawat pisah ditentukan
oleh dokter anak bersama dengan dokter kebidanan.

Manfaat rawat gabung

Manfaat dan keuntungan rawat gabung ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan
tujuannya, adalah sebagai berikut :
1. Aspek fisik.
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah menjangkau bayinya untuk
melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayinya
menginginkan (nir-jadwal). Dengan perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin,
akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas
kesehatan. Dengan menyusui dini maka ASI jolong atau kolostrum dapat memberikan
kekebalan / antibodi yang sangat berharga bagi bayi. Karena ibu setiap saat dapat melihat
bayinya, maka ibu dengan mudah dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi
pada bayinya yang mungkin berhubungan dengan kesehatannya.
2. Aspek fisiologis.
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya lebih
sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana bayi mendapat nutrisi
alami yang paling sesuai dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui maka akan timbul refleks
oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim. Di samping itu akan
timbul refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI. Efek menyusui dalam
usaha menjarangkan kelahiran telah banyak dipelajari di banyak negara berkembang.
Secara umum seorang ibu akan terlindung dari kesuburan sepanjang ia masih menyusui
dan belum haid, khususnya bila frekuensi menyusui lebih sering dan sama sekali tidak
menggunakan pengganti ASI (menyusui secara eksklusif). Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa daya proteksi menyusui eksklusif terhadap usaha KB tidak kalah
dengan alat KB yang lain.
3. Aspek psikologis
Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early
infant-mother bonding) akibat sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi selanjutnya,
karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh
bayi. Dengan pemberian ASI kapan saja bayi membutuhkan, akan memberikan kepuasan
pada ibu bahwa ia dapat berfungsi sebagaimana seorang ibu memenuhi kebutuhan nutrisi
bagi bayinya, di samping merasa dirinya sangat dibutuhkan oleh bayinya dan tidak dapat
digantikan oleh orang lain. Keadaan ini akan memperlancar produksi ASI karena seperti
telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis. Sebaliknya bayi akan
mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya
pada diri anak. Ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan merawat bayinya
sendiri dan bila suaminya berkunjung, akan terasa adanya suatu ikatan kesatuan keluarga.
4. Aspek edukatif.
Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang baru mempunyai anak pertama) akan
mempunyai pengalam yang berguna, sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya
bila pulang dari rumah sakit. Selama di rumah sakit ibu akan melihat, belajar dan
mendapat bimbingan bagaimana cara menyusui secara benar, bagaimana cara merawat
payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi dsb. Keterampilan ini diharapkan dapat
menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang dari
rumah sakit. Di samping pendidikan bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana
pendidikan bagi keluarga, terutama suami, dengan cara mengajarkan suami dalam
membantu istri untuk proses di atas. Suami akan termotivasi untuk memberi dorongan
moral bagi istrinya agar mau menyusui bayinya. Jangan sampai terjadi seorang suami
melarang istrinya menyusui bayinya karena suami takut payudara istrinya akan menjadi
jelek. Bentuk payudara akan berubah karena usia adalah hal alami, meskipun dengan
menggunakan kutang penyangga yang baik, ditambah dengan nutrisi yang baik, dan
latihan otot-otot dada serta menerapkan posisi yang benar, ketakutan mengendornya
payudara dapat dikurangi.
5. Aspek ekonomi
Dengan rawat gabung maka pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi rumah
bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal tersebut merupakan suatu penghematan
anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol susu, dot serta peralatan lain
yang dibutuhkan. Beban perawat menjadi lebih ringan karena ibu berperan besar dalam
merawat bayinya sendiri, sehingga waktu terluang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
lain. Lama perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi rahim terjadi lebih cepat
dan memungkinkan tempat tidur digunakan untuk penderita lain. Demikian pula infeksi
nosokomial dapat dicegah atau dikurangi, berarti penghematan biaya bagi rumahsakit
maupun keluarga ibu. Bagi ibu juga penghematan oleh karena lama perawatan menjadi
singkat.
6. Aspek medis
Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan terjadinya infeksi nosokomial
pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan rawat gabung

Keberhasilan rawat gabung yang mendukung peningkatan penggunaan ASI dipengaruhi


oleh banyak faktor antara lain sosial-budaya, ekonomi, tatalaksana rumahsakit, sikap
petugas, pengetahuan ibu, lingkungan keluarga, adanya kelompok pendukung
peningkatan penggunaan ASI (KP-ASI) dan peraturan tentang peningkatan ASI atau
pemasaran susu formula.

1. Peranan sosial budaya


Kemajuan teknologi, perkembangan industri, urbanisasi dan pengaruh kebudayaan Barat
menyebabkan pergeseran nilai sosial budaya masyarakat. Memberi susu formula
dianggap modern karena memberi ibu kedudukan yang sama dengan dengan ibu-ibu
golongan atas. Ketakutan akan mengendornya payudara menyebabkan ibu enggan
menyusui bayinya.
Bagi ibu yang sibuk dengan urusan di luar rumah, sebagai wanita karir atau isteri seorang
pejabat yang selalu dituntun mendampingi kegiatan suami, hal ini dapat menghambat
usaha peningkatan penggunaan ASI. Sebagian ibu tersebut pada umumnya berasal dari
golongan menengah-atas cenderung untuk memilih susu formula daripada menyusui
bayinya. Jika tidak mungkin membagi waktu, seyogyanya hanya ibu yang sudah tidak
menyusui saja yang boleh dibebani tugas sampingan di luar rumah. Dalam hal ini peranan
suami atau instansi di mana suami bekerja sebaiknya memahami betul peranan ASI bagi
perkembangan bayi.
Iklan menarik melalui media massa serta pemasaran susu formula dapat mempengaruhi
ibu untuk enggan memberikan ASI nya. Apalagi iklan yang menyesatkan seolah-olah
dengan teknologi yang supercanggih dapat membuat susu formula sebaik dan semutu
susu ibu, atau bahkan lebih baik daripada susu ibu. Adanya kandungan suatu nutrien yang
lebih tinggi dalam susu formula dibanding dalam ASI bukan jaminan bahwa susu tersebut
sebaik susu ibu apalagi lebih baik. Komposisi nutrien yang seimbang dan adanya zat
antibodi spesifik dalam ASI menjamin ASI tetap lebih unggul dibanding susu formula.

2. Faktor ekonomi.
Seperti disebutkan di atas, beberapa wanita memilih bekerja di luar rumah. Bagi wanita
karir, hal ini dilakukan bukan karena tuntutan ekonomi, melainkan karena status, prestise,
atau memang dirinya dibutuhkan. Pada sebagian kasus lain, ibu bekerja di luar rumah
semata karena tekanan ekonomi, di mana penghasilan suami dirasa belum dapat
mencukupi kebutuhan keluarga. Gaji pegawai negeri yang relatif rendah dapat dipakai
sebagai alasan utama istri ikut membantu mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah.
Memang tidak ada yang perlu disalahkan dalam masalah ini.
Dengan bekerja di luar rumah, ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan bayinya.
Akhirnya ibu cenderung memberikan susu formula dengan botol. Bila bayi telah
mengenal dot/botol maka ia akan cenderung memilih botol. Dengan demikian frekuensi
penyusuan akan berkurang dan menyebabkan produksi menurun. Keadaan ini selanjutnya
mendorong ibu untuk menghentikan pemberian ASI, tidak jarang terjadi sewaktu masa
cutinya belum habis. Ibu perlu didukung untuk memberi ASI penuh pada bayinya dan
tetap berusaha untuk menyusui ketika ibu telah kembali bekerja.
Motivasi untuk tetap memberikan ASI meskipun ibu harus berpisah dengan bayinya
adalah faktor utama dalam keberhasilan ibu untuk mempertahankan penyusuannya.
Pendirian tempat penitipan bayi dekat / di tempat ibu bekerja merupakan hal yang sangat
penting.

3. Peranan tatalaksana rumahsakit / rumah bersalin.


Peranan tatalaksana atau kebijakan rumah sakit / rumah bersalin sangat penting
mengingat kini banyak ibu yang lebih menginginkan melahirkan di pelayanan kesehatan
yang lebih baik. Tatalaksana rumah sakit yang tidak menunjang keberhasilan menyusui
harus dihindari, seperti :
- bayi dipuasakan beberapa hari, padahal refleks isap bayi paling kuat adalah pada jam-
jam pertama sesudah lahir. Rangsangan payudara dini akan mempercepat timbulnya
refleks prolaktin dan mempercepat produksi ASI.
- memberikan makanan pre-lakteal, yang membuat hilangnya rasa haus sehingga bayi
enggan menetek.
- memisahkan bayi dari ibunya. Tidak adanya sarana rawat gabung menyebabkan ibu
tidak dapat menyusui bayinya nir-jadwal.
- menimbang bayi sebelum dan sesudah menyusui, dan jika pertambahan berat badan
tidak sesuai dengan harapan maka bayi diberi susu formula. Hal ini dapat menimbulkan
rasa kuatir pada ibu yang memperngaruhi produksi ASI.
- penggunaan obat-obatan selama proses persalinan, seperti obat penenang, atau preparat
ergot, yang dapat menghambat permulaan laktasi. Rasa sakit akibat episiotomi atau
robekan jalan lahir dapat mengganggu pemberian ASI.
- Pemberian sampel susu formula harus dihilangkan karena akan membuat ibu salah
sangka dan menganggap bahwa susu formula sama baik bahkan lebih baik daripada ASI.
Dalam hal ini perlu kiranya dibentuk klinik laktasi yang berfungsi sebagai tempat ibu
berkonsultasi bila mengalami kesulitan dalam menyusui. Tidak kalah pentingnya ialah
sikap dan pengetahuan petugas kesehatan, karena walaupun tatalaksana rumah sakit
sudah baik bila sikap dan pengetahuan petugas masih belum optimal maka hasilnya tidak
akan memuaskan.

4. Faktor-faktor dalam diri ibu sendiri


Beberapa keadaan ibu yang mempengaruhi laktasi adalah :
- keadaan gizi ibu
Kebutuhan tambahan kalori dan nutrien diperlukan sejak hamil. Sebagian kalori ditimbun
untuk persiapan produksi ASI. Seorang ibu hamil dan menyusui perlu mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang agar kuantitas dan kualitas ASI
terpenuhi. Dengan demikian diharapkan bayi dapat tumbuh kembang secara optimal
selama 4 bulan pertama hanya dengan ASI (menyusui secara eksklusif).
- pengalaman / sikap ibu terhadap menyusui
Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan pengalaman cara
pemberian ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya,
kegagalan menyusui di masa lalu akan mempengaruhi pula sikap seorang ibu terhadap
penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara
sukarela dan penuh rasa percaya diri mampu menyusui bayinya. Pengalaman masa
kanak-kanak, pengetahuan tentang ASI, nasihat, penyuluhan, bacaan, pandangan dan
nilai yang berlaku di masyarakat akan membentuk sikap ibu yang positif terhadap
masalah menyusui.
- keadaan emosi
Gangguan emosional, kecemasan, stress fisik dan psikis akan mempengaruhi produksii
ASI. Seorang ibu yang masih harus menyelesaikan kuliah, ujian, dsb., tidak jarang
mengalami ASI nya tidak dapat keluar. Sebaliknya, suasana rumah dan keluarga yang
tenang, bahagia, penuh dukungan dari anggota keluarga yang lain (terutama suami), akan
membantu menunjang keberhasilan menyusui. Demikian pula lingkungan kerja akan
berpengaruh ke arah positif, atau sebaliknya.
- keadaan payudara
Besar kecil dan bentuk payudara TIDAK mempengaruhi produksi ASI. Tidak ada
jaminan bahwa payudara besar akan menghasilkan lebih banyak ASI atau payudara kecil
menghasilkan lebih sedikit. Produksi ASI lebih banyak ditentukan oleh faktor nutrisi,
frekuensi pengisapan putting dan faktor emosi. Sehubungan dengan payudara, yang
penting mendapat perhatian adalah keadaan putting. Putting harus disiapkan agar lentur
dan menjulur, sehingga mudah ditangkap oleh mulut bayi. Dengan putting yang baik,
putting tidak mudah lecet, refleks mengisap menjadi lebih baik, dan produksi ASI
menjadi lebih baik juga.
- peran masyarakat dan pemerintah
Keberhasilan laktasi merupakan proses belajar-mengajar. Diperlukan kelompok dalam
masyarakat di luar petugas kesehatann yang secara sukarela memberikan bimbingan
untuk peningkatan penggunaan ASI. Kelompok ini dapat diberi nama Kelompok
Pendukung ASI (KP-ASI), yang dapat memanfaatkan kegiatan posyandu dengan
membuat semacam pojok ASI.

5. Kebijakan-kebijakan pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI


1. Inpres no.14 / 1975
Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa salah satu program dalam
usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
2. Permenkes no.240 / 1985
Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat promosi
produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik
mutunya daripada ASI.
3. Permenkes no.76 / 1975
Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumkan pada label
produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup
mencolok.
4. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana
pelayanan kesehatan.
5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan
menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.
7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas
tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.
8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional pada
peringatan Hari Ibu ke-62 (22 Desember 1990).
9. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit, rumah
bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.

Pelaksanaan rawat gabung dan kegiatan penunjangnya

Dalam rawat gabung bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu ruangan sedemikian
rupa sehingga ibu dapat melihat dan menjangkaunya kapan saja bayi atau ibu
membutuhkannya. Bayi dapat diletakkan di tempat tidur bersama ibunya, atau dalam
boks di samping tempat tidur ibu. Modifikasi lain dengan membuat sebuah boks yang
ditempatkan di atas tempat tidur di sebelah ujung kaki ibu. Yang penting ibu harus bisa
melihat dan mengawasi bayinya, apakah ia menangis karena lapar, kencing, digigit
nyamuk dsb. Tangis bayi merupakan rangsangan sendiri bagi ibu untuk membantu
produksi ASI.
Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali keadaan-
keadaan abnormal, kemudian melaporkannya kepada dokter. Bayi kuning sering
merupakan masalah bagi ibu meskipun sebenarnya keadaan ini seringkali masih dalam
batas fisiologis.
Dokter (terutama dokter anak dan kebidanan) mengadakan kunjungan sekurang-
kurangnya sekali dalam sehari. Dokter harus memperhatikan keadaan ibu maupun bayi,
terutama yang berhubungan dengan masalah menyusui. Perlu diperhatikan apakah ASI
sudah keluar, adakah pembengkakan payudara, bagaimana putingnya, adakah rasa sakit
yang mengganggu saat menyusui, dsb. Demikian pula dengan bayinya, apakah sudah
dapat mengisap, kuat atau tidak, rewel atau tidak, apakah muntah, mencret dsb.
Ibu menyusui sewaktu-waktu sesuai dengan keinginan bayi. Tidak dikenal lagi
penjadwalan dalam memberikan ASI kepada bayi.
Perawat harus membantu ibu untuk merawat payudara, menyusui, menyendawakan dan
merawat bayi secara benar. Bila bayi sakit / perlu diobservasi lebih lanjut, bayi dipindah
ke ruang rawat bayi baru lahir (neonatologi). Bayi akan memperoleh perawatan lebih
intensif, meskipun bukan berarti ASI tidak diberikan. ASI tetap diberikan dengan cara ibu
berkunjung, atau ASI diperas dan diberikan dengan sendok.
Bila ibu dan bayi sudah diperbolehkan pulang, diberikan penyuluhan lagi tentang cara
merawat bayi, payudara dan cara meneteki yang benar sehingga ibu di rumah terampil
melakukan rawat gabung serta cara mempertahankan meneteki sekalipun ibu harus
berpisah dengan bayinya. Harus ditekankan bahwa bayi tidak boleh diberi dot /
kempengan. Selanjutnya perawat mengumpulkan data ibu dan bayi dalam sebuah lembar
catatan medik yang sudah disiapkan.

Praktek rawat gabung

A. Cara memandikan bayi

- siapkan alat-alat
- cuci tangan sebelum dan sesudah memandikan bayi.
- bayi diletakkan telentang di atas tempat tidur / meja dengan alas perlak dan handuk.
- muka dan telinga dibersihkan dengan kain (waslap) basah kemudian dikeringkan
dengan handuk.
- seluruh tubuh bayi disabun dengan menggunakan waslap yang telah diolesi sabun
(leher, dada, perut, lipatan ketiak, kedua tangan / lengan, kedua kaki / tungkai, bagian
belakang bayi).
- bayi dibersihkan dengan menggunakan kain lap (waslap) basah dalam ember mandi
bayi.
- bayi diangkat dan dikeringkan dengan handuk.
- tali pusat ditutup dengan kain kasa yang telah direndam dalam alkohol 70%.
- dada, perut dan punggung diolesi minyak telon, tempat lipatan seperti pangkal paha,
ketiak dan leher diberi bedak supaya tidak mudah lecet, dan diberi pakaian.

B. Cara menyusui

- cuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.


- ibu duduk atau berbaring santai.
- payudara dipijat / massage supaya lemas.
- tekan areola antara ibu jari dan telunjuk sehingga keluar beberapa tetes ASI. Oleskan
ASI tersebut pada putting susu dan areola sekitarnya sebelum menyusui.
- bayi diletakkan di pangkuan bila ibu duduk, dan di sebelah ibu bila ibu tiduran.
- ibu harus memegang payudara dengan posisi ibu jari di atas dan keempat jari lainnya di
bagian bawah payudara.
- sebagian besar areola payudara harus berada di dalam mulut bayi.
- setiap payudara harus disusui sampai kosong, kurang lebih 10-15 menit.
- bayi menyusu pada dua payudara bergantian, setelah payudara pertama terasa kosong.
- bila akan melepaskan mulut bayi dari putting susu, masukkan jari kelingking antara
mulut bayi dan payudara.
- sesudah selesai menyusui, oleskan ASI pada putting susu dan areola sekitarnya serta
biarkan kering oleh udara.
- bayi digendong di bahu ibu atau dipangku tengkurap agar dapat bersendawa.
- periksa keadaan payudara, mungkin ada perlukaan / pecah-pecah atau terbendung.
- bayi menyusu setiap kali membutuhkan, sebagian dengan posisi berubah-ubah.
- pakailah bahan penyerap ASI di balik kutang, di luar waktu menyusui.

C. Cara merawat tali pusat

- siapkan alat-alat.
- cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat.
- tali pusat dibersihkan dengan kain kasa yang dibasahi alkohol 70%.
- setelah bersih, tali pusat dikompres alkohol / povidon iodine 10% (betadine) lalu
dibungkus dengan kain kasa steril kering.
- setelah tali pusat terlepas / puput, pusar tetap dikompres dengan alkohol / povidon
iodine 10% sampai kering.

Anda mungkin juga menyukai