Kamar Bersalin Dan
Kamar Bersalin Dan
Rawat Gabung
Bahan Bacaan Modul
Keberhasilan kehamilan, persalinan, menyusui dan nifas dipengaruhi oleh berbagai faktor
:
- fisik (gizi, aktifitas, dsb)
- penyakit tertentu (infeksi, penyakit endokrin / metabolik, dsb)
- lingkungan sosial (sikap dan tingkah laku masyarakat, dsb)
- ekonomi (promosi susu formula yang berlebihan, dsb)
- politik (kebijakan pemerintah, dsb)
- emosional (sikap ibu terhadap kehamilan, persalinan dan menyusui).
Rumah sakit merupakan sebuah lembaga di mana orang sakit (termasuk ibu hamil)
membutuhkan perawatan baik fisik maupun emosional untuk kembali sehat seperti
semula. Pemeriksaan antenatal selama kehamilan tentu dapat dilakukan di klinik / ruang
periksa. Namun kamar bersalin dan kamar perawatan ibu dan anak memerlukan perhatian
/ pemahaman khusus para penyelenggara pelayanan kesehatan, supaya dapat memberikan
pelayanan yang baik dan optimal sesuai kebutuhan ibu dan bayinya.
KAMAR BERSALIN
Kamar bersalin ideal terdiri atas kamar persiapan, kamar bersalin yang sebenarnya dan
kamar observasi pasca persalinan (kamar pulih). Di samping itu dapat pula dipisahkan
antara kamar untuk kasus septik dan aseptik, kamar tindakan dan non tindakan dan kamar
isolasi. Dalam hubungan dengan pengelolaan laktasi, maka adanya tiga ruang yakni
kamar persiapan, kamar persalinan dan kamar observasi menduduki peran yang penting.
1. Kamar persiapan
Apabila sebuah rumah sakit telah berfungsi penuh sebagai RS Sayang Bayi, maka hampir
semua ibu yang masuk kamar bersalin sudah mendapat penyuluhan manajemen laktasi
sejak mereka berada di poliklinik asuhan antenatal. Mereka sudah memperoleh nasihat
tentang keunggulan ASI, kerugian susu formula, gizi ibu hamil yang menjamin lancarnya
produksi ASI, beberapa cara perawatan payudara dan bagaimana caranya menyusui yang
benar. Ibu bersalin yang seperti ini tidak menjadi masalah lagi.
Ada kalanya, kadang cukup banyak, ibu datang langsung ke kamar bersalin tanpa pernah
melakukan asuhan antenatal di rumah sakit tersebut. Kalaupun mereka melakukan asuhan
antenatal di tempat lain, mungkin petugas di sana juga belum memahami benar
pentingnya manajemen laktasi. Ibu yang akan bersalin ini perlu mendapat penyuluhan
tentang manajemen laktasi.
Untuk kepentingan ini perlu disiapkan sebuah ruang, di mana ibu hamil yang datang
untuk bersalin dapat memperoleh informasi yang jelas tentang penatalaksanaan ASI. Di
dalam ruang persiapan ini perlu dipasang beberapa gambar, poster, brosur dan
sebagainya, untuk membantu memberi konseling tentang ASI. Di dalam kamar bersalin
tidak boleh sama sekali terlihat botol susu, dot atau kempengan, apalagi reklame susu
formula yang semuanya akan mengakibatkan gagalnya ibu menyusui. Dalam melakukan
rangkaian tugas ini petugas tidak boleh overacting misalnya jangan melakukan konseling
pada ibu yang sedang kesakitan. Berilah konseling hanya kepada ibu yang masih
kooperatif, yaitu ibu yang belum dalam persalinan atau masih dalam fase laten.
2. Kamar persalinan
Kamar persalinan yang sebenarnya adalah kamar untuk ibu yang sudah dalam kala 1 fase
aktif atau kala 2 persalinan. Pada saat ini seorang ibu hamil berada dalam kondisi yang
paling tidak menyenangkan, karena berada dalam puncak rasa sakitnya. Tidak banyak
yang dapat dilakukan oleh petugas dalam hal konseling manajemen laktasi, karena sulit
bagi ibu untuk diajak berkomunikasi, kecuali tentang hal-hal yang menyangkut proses
persalinan. Meskipun demikian, gambar atau poster tentang cara menyusui yang baik dan
benar, serta menyusui segera sesudah lahir, dapat dipasang di ruangan ini.
Dalam waktu 30 menit setelah lahir, bayi harus segera disusukan. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa rangsangan putting susu akan mempercepat lahirnya plasenta melalui
pelepasan oksitosin, yang dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum. Rangsangan
putting susu memacu refleks prolaktin dan oksitosin, dua refleks penting yang dibutuhkan
dalam proses menyusui. Meskipun ASI belum keluar, kontak fisik bayi dengan ibu tetap
harus dikerjakan karena memberikan rasa kepuasan psikologis yang dibutuhkan ibu agar
proses menyusui berjalan lancar.
Penyusuan dini dikerjakan pada bayi normal, yaitu bayi lahir dengan nilai Apgar 5 menit
di atas 7 dan refleks mengisap baik. Bayi lahir dengan asfiksia dan bayi dengan cacat
bawaan sebaiknya tidak segera disusukan kepada ibunya.
Bila ibu mendapat pembiusan umum, misalnya untuk persalinan dengan sectio cesarea,
penyusuan dilakukan segera setelah ibu sadar penuh, misalnya 4-6 jam setelah operasi.
Pada keadaan ini efek pembiusan pada ibu dan bayi telah berkurang, sehingga refleks
mengisap bayi telah timbul kembali. Penyusuan pasca operasi memerlukan pertolongan
petugas untuk membantu ibu memegang bayi, membetulkan posisi ibu, dan sebagainya.
Bayi yang lahir dengan tindakan vakum atau forcep, sering disertai dengan trauma
kepala, sehingga tidak jarang juga mengalami asfiksia. Meskipun demikian penyusuan
dapat segera dimulai dengan bantuan petugas.
3. Kamar pulih
Selama dua jam ibu dalam observasi kala 4, ibu ditempatkan dalam suatu kamar pulih.
Bayi diletakkan di samping ibu atau dalam sebuah boks yang dapat dilihat ibu. Sebaiknya
diusahakan agar di kamar pulih ibu tidak terganggu oleh kegaduhan yang biasanya terjadi
di kamar persalinan. Rasa tenteram ibu merupakan modal keberhasilan menyusui
selanjutnya.
RAWAT GABUNG
Banyak rumahsakit, puskesmas, klinik dan rumah bersalin yang belum merawat bayi baru
lahir berdekatan dengan ibunya. Berbagai alasan diajukan antara lain karena rasa kasihan
karena ibu masih capai setelah melahirkan, ibu memerlukan istirahat, atau ibu belum
mampu merawat bayinya sendiri. Ada pula kekuatiran bahwa pada jam kunjungan, bayi
mudah tertular penyakit yang mungkin dibawa oleh para pengunjung. Alasan lain adalah
rumahsakit / klinik ingin memberikan pelayanan sebaik-baiknya sehingga ibu bisa
beristirahat selama berada di rumah sakit. Namun setelah menyadari akan
keuntungannya, sistem rawat gabung sekarang menjadi kebijakan pemerintah.
Rawat gabung adalah satu cara perawatan di mana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan,
kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.
Istilah rawat gabung parsial yang dulu banyak dianut, yaitu rawat gabung hanya dalam
beberapa jam seharinya, misalnya hanya siang hari saja sementara pada malam hari bayi
dirawat di kamar bayi, sekarang tidak dibenarkan dan tidak dipakai lagi.
Pada prinsipnya kegiatan Peningkatan Penggunaan ASI (PP-ASI) dimulai sejak ibu hamil
pertama kali memeriksakan diri di poliklinik asuhan antenatal. Idealnya di poliklinik ini
tersedia sebuah klinik laktasi, yang terdiri atas dua ruangan yaitu klinik laktasi asuhan
antenatal dan postnatal.
Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di bangsal
perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan
pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan
kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal.
Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat dirawat
gabung harus memenuhi syarat / kriteria sebagai berikut :
1. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong.
2. Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat,
refleks mengisap baik, tidak ada tanda infeksi dsb.
3. Bayi yang lahir dengan sectio cesarea dengan anestesia umum, rawat gabung dilakukan
segera setelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak ngantuk), misalnya 4-6 jam setelah
operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun mungkin ibu masih mendapat infus.
4. Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai Apgar minimal 7).
5. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
6. Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih.
7. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum.
8. Bayi dan ibu sehat.
Jika tidak memenuhi kriteria di atas, maka rawat gabung ibu dan bayi TIDAK perlu, atau
bahkan tidak boleh dikerjakan, misalnya pada :
1. Bayi yang sangat prematur.
2. Bayi berat lahir kurang dari 2000-2500 gram.
3. Bayi dengan sepsis.
4. Bayi dengan gangguan napas.
5. Bayi dengan cacat bawaan berat, misalnya : hidrosefalus, meningokel, anensefali,
atresia ani, labio/palato/gnatoschizis, omfalokel, dsb.);
6. Ibu dengan infeksi berat, misalnya KP terbuka, sepsis, dsb.
Kriteria-kriteria masih ditentukan juga oleh beberapa aspek pertimbangan klinis,
misalnya bayi dengan berat badan 2000-2500 gram meskipun keadaan lain-lainnya dalam
batas normal, perawatan gabungnya harus dengan pengawasan yang sangat ketat.
Sebaiknya keputusan apakah bayi akan dirawat gabung atau dirawat pisah ditentukan
oleh dokter anak bersama dengan dokter kebidanan.
Manfaat dan keuntungan rawat gabung ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan
tujuannya, adalah sebagai berikut :
1. Aspek fisik.
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah menjangkau bayinya untuk
melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayinya
menginginkan (nir-jadwal). Dengan perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin,
akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas
kesehatan. Dengan menyusui dini maka ASI jolong atau kolostrum dapat memberikan
kekebalan / antibodi yang sangat berharga bagi bayi. Karena ibu setiap saat dapat melihat
bayinya, maka ibu dengan mudah dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi
pada bayinya yang mungkin berhubungan dengan kesehatannya.
2. Aspek fisiologis.
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya lebih
sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana bayi mendapat nutrisi
alami yang paling sesuai dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui maka akan timbul refleks
oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim. Di samping itu akan
timbul refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI. Efek menyusui dalam
usaha menjarangkan kelahiran telah banyak dipelajari di banyak negara berkembang.
Secara umum seorang ibu akan terlindung dari kesuburan sepanjang ia masih menyusui
dan belum haid, khususnya bila frekuensi menyusui lebih sering dan sama sekali tidak
menggunakan pengganti ASI (menyusui secara eksklusif). Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa daya proteksi menyusui eksklusif terhadap usaha KB tidak kalah
dengan alat KB yang lain.
3. Aspek psikologis
Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early
infant-mother bonding) akibat sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi selanjutnya,
karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh
bayi. Dengan pemberian ASI kapan saja bayi membutuhkan, akan memberikan kepuasan
pada ibu bahwa ia dapat berfungsi sebagaimana seorang ibu memenuhi kebutuhan nutrisi
bagi bayinya, di samping merasa dirinya sangat dibutuhkan oleh bayinya dan tidak dapat
digantikan oleh orang lain. Keadaan ini akan memperlancar produksi ASI karena seperti
telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis. Sebaliknya bayi akan
mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya
pada diri anak. Ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan merawat bayinya
sendiri dan bila suaminya berkunjung, akan terasa adanya suatu ikatan kesatuan keluarga.
4. Aspek edukatif.
Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang baru mempunyai anak pertama) akan
mempunyai pengalam yang berguna, sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya
bila pulang dari rumah sakit. Selama di rumah sakit ibu akan melihat, belajar dan
mendapat bimbingan bagaimana cara menyusui secara benar, bagaimana cara merawat
payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi dsb. Keterampilan ini diharapkan dapat
menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang dari
rumah sakit. Di samping pendidikan bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana
pendidikan bagi keluarga, terutama suami, dengan cara mengajarkan suami dalam
membantu istri untuk proses di atas. Suami akan termotivasi untuk memberi dorongan
moral bagi istrinya agar mau menyusui bayinya. Jangan sampai terjadi seorang suami
melarang istrinya menyusui bayinya karena suami takut payudara istrinya akan menjadi
jelek. Bentuk payudara akan berubah karena usia adalah hal alami, meskipun dengan
menggunakan kutang penyangga yang baik, ditambah dengan nutrisi yang baik, dan
latihan otot-otot dada serta menerapkan posisi yang benar, ketakutan mengendornya
payudara dapat dikurangi.
5. Aspek ekonomi
Dengan rawat gabung maka pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi rumah
bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal tersebut merupakan suatu penghematan
anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol susu, dot serta peralatan lain
yang dibutuhkan. Beban perawat menjadi lebih ringan karena ibu berperan besar dalam
merawat bayinya sendiri, sehingga waktu terluang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
lain. Lama perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi rahim terjadi lebih cepat
dan memungkinkan tempat tidur digunakan untuk penderita lain. Demikian pula infeksi
nosokomial dapat dicegah atau dikurangi, berarti penghematan biaya bagi rumahsakit
maupun keluarga ibu. Bagi ibu juga penghematan oleh karena lama perawatan menjadi
singkat.
6. Aspek medis
Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan terjadinya infeksi nosokomial
pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi.
2. Faktor ekonomi.
Seperti disebutkan di atas, beberapa wanita memilih bekerja di luar rumah. Bagi wanita
karir, hal ini dilakukan bukan karena tuntutan ekonomi, melainkan karena status, prestise,
atau memang dirinya dibutuhkan. Pada sebagian kasus lain, ibu bekerja di luar rumah
semata karena tekanan ekonomi, di mana penghasilan suami dirasa belum dapat
mencukupi kebutuhan keluarga. Gaji pegawai negeri yang relatif rendah dapat dipakai
sebagai alasan utama istri ikut membantu mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah.
Memang tidak ada yang perlu disalahkan dalam masalah ini.
Dengan bekerja di luar rumah, ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan bayinya.
Akhirnya ibu cenderung memberikan susu formula dengan botol. Bila bayi telah
mengenal dot/botol maka ia akan cenderung memilih botol. Dengan demikian frekuensi
penyusuan akan berkurang dan menyebabkan produksi menurun. Keadaan ini selanjutnya
mendorong ibu untuk menghentikan pemberian ASI, tidak jarang terjadi sewaktu masa
cutinya belum habis. Ibu perlu didukung untuk memberi ASI penuh pada bayinya dan
tetap berusaha untuk menyusui ketika ibu telah kembali bekerja.
Motivasi untuk tetap memberikan ASI meskipun ibu harus berpisah dengan bayinya
adalah faktor utama dalam keberhasilan ibu untuk mempertahankan penyusuannya.
Pendirian tempat penitipan bayi dekat / di tempat ibu bekerja merupakan hal yang sangat
penting.
Dalam rawat gabung bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu ruangan sedemikian
rupa sehingga ibu dapat melihat dan menjangkaunya kapan saja bayi atau ibu
membutuhkannya. Bayi dapat diletakkan di tempat tidur bersama ibunya, atau dalam
boks di samping tempat tidur ibu. Modifikasi lain dengan membuat sebuah boks yang
ditempatkan di atas tempat tidur di sebelah ujung kaki ibu. Yang penting ibu harus bisa
melihat dan mengawasi bayinya, apakah ia menangis karena lapar, kencing, digigit
nyamuk dsb. Tangis bayi merupakan rangsangan sendiri bagi ibu untuk membantu
produksi ASI.
Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali keadaan-
keadaan abnormal, kemudian melaporkannya kepada dokter. Bayi kuning sering
merupakan masalah bagi ibu meskipun sebenarnya keadaan ini seringkali masih dalam
batas fisiologis.
Dokter (terutama dokter anak dan kebidanan) mengadakan kunjungan sekurang-
kurangnya sekali dalam sehari. Dokter harus memperhatikan keadaan ibu maupun bayi,
terutama yang berhubungan dengan masalah menyusui. Perlu diperhatikan apakah ASI
sudah keluar, adakah pembengkakan payudara, bagaimana putingnya, adakah rasa sakit
yang mengganggu saat menyusui, dsb. Demikian pula dengan bayinya, apakah sudah
dapat mengisap, kuat atau tidak, rewel atau tidak, apakah muntah, mencret dsb.
Ibu menyusui sewaktu-waktu sesuai dengan keinginan bayi. Tidak dikenal lagi
penjadwalan dalam memberikan ASI kepada bayi.
Perawat harus membantu ibu untuk merawat payudara, menyusui, menyendawakan dan
merawat bayi secara benar. Bila bayi sakit / perlu diobservasi lebih lanjut, bayi dipindah
ke ruang rawat bayi baru lahir (neonatologi). Bayi akan memperoleh perawatan lebih
intensif, meskipun bukan berarti ASI tidak diberikan. ASI tetap diberikan dengan cara ibu
berkunjung, atau ASI diperas dan diberikan dengan sendok.
Bila ibu dan bayi sudah diperbolehkan pulang, diberikan penyuluhan lagi tentang cara
merawat bayi, payudara dan cara meneteki yang benar sehingga ibu di rumah terampil
melakukan rawat gabung serta cara mempertahankan meneteki sekalipun ibu harus
berpisah dengan bayinya. Harus ditekankan bahwa bayi tidak boleh diberi dot /
kempengan. Selanjutnya perawat mengumpulkan data ibu dan bayi dalam sebuah lembar
catatan medik yang sudah disiapkan.
- siapkan alat-alat
- cuci tangan sebelum dan sesudah memandikan bayi.
- bayi diletakkan telentang di atas tempat tidur / meja dengan alas perlak dan handuk.
- muka dan telinga dibersihkan dengan kain (waslap) basah kemudian dikeringkan
dengan handuk.
- seluruh tubuh bayi disabun dengan menggunakan waslap yang telah diolesi sabun
(leher, dada, perut, lipatan ketiak, kedua tangan / lengan, kedua kaki / tungkai, bagian
belakang bayi).
- bayi dibersihkan dengan menggunakan kain lap (waslap) basah dalam ember mandi
bayi.
- bayi diangkat dan dikeringkan dengan handuk.
- tali pusat ditutup dengan kain kasa yang telah direndam dalam alkohol 70%.
- dada, perut dan punggung diolesi minyak telon, tempat lipatan seperti pangkal paha,
ketiak dan leher diberi bedak supaya tidak mudah lecet, dan diberi pakaian.
B. Cara menyusui
- siapkan alat-alat.
- cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat.
- tali pusat dibersihkan dengan kain kasa yang dibasahi alkohol 70%.
- setelah bersih, tali pusat dikompres alkohol / povidon iodine 10% (betadine) lalu
dibungkus dengan kain kasa steril kering.
- setelah tali pusat terlepas / puput, pusar tetap dikompres dengan alkohol / povidon
iodine 10% sampai kering.