Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH STASE GERIATRI

OSTEOARTHRITIS (OA)

OLEH :
ASSYIFA RAMADHANA FAHDAN
202010641011031

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................2
PENDAHULUAN......................................................................................................2
LATAR BELAKANG...............................................................................................2
BAB II........................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................6
A. ANATOMI FISIOLOGIS.....................................................................................6
B. BIOMEKANIKA SENDI LUTUT........................................................................12
C. DEFINISI OSTEOARTHRITIS............................................................................12
D. ETIOLOGI OSTEOARTHRITIS.........................................................................13
E. PATOFISIOLOGI OSTEOARTHRITIS.....................................................15
F. KLASIFIKASI OSTEOARTHRITIS....................................................................16
BAB III.......................................................................................................................17
STATUS KLINIS.......................................................................................................17
BAB IV......................................................................................................................28
KESIMPULAN..........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................29

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang


1
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga
menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi (Center for Disease Control and
Prevention (CDC), 2014). Perhimpunan Reumatologi Indonesia secara
sederhana mendefinisikan osteoartritis sebagai suatu penyakit sendi
degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang
disekitar sendi tersebut (Hamijoyo, 2007).
Penyebab OA belum diketahui secara pasti, tetapi usia, jenis kelamin, ras,
riwayat keluarga yang menderita osteoartritis, obesitas, riwayat cedera dan
aktifitas fisik yang berlebihan merupakan faktor resiko terjadinya osteoartritis
(Sambrook et. al, 2005). Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih
besar dari pada prevalensi di negara lainnya. The National Arthritis Data
Workgroup (NADW) memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika pada
tahun 2005 sebanyak 27 juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas (Murphy
dan Helmick, 2013).
Estimasi insiden osteoartritis di Australia lebih besar pada wanita
dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000
populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi (Woolf dan Pfleger, 2003). Di
Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan
epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa
yang menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011). Data Riset Kesehatan

2
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-
rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu
sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu
sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka prevalensinya cukup tinggi yaitu
sekitar 27% (Riskesdas, 2013). 56, 7% pasien di poliklinik Reumatologi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita osteoartritis
(Soenarto, 2010). Studi kohort di Framingham, 6,8% orang berusia 26 tahun
ke atas memiliki gejala osteoartritis pada tangan dengan rata-rata laki-laki
3,8% dan wanita 9,2%. NADW memperkirakan 13 juta populasi di Amerika
yang berusia 26 tahun keatas memiliki gejala OA pada tangan, OA pada lutut
diperkirakan sebanyak 9,3 juta (4,9%) dan OA pada panggul sebanyak 6,7%.
Johnston Country Osteoarthritis (JoCo OA) Project, sebuah studi tentang OA
pada lutut dan panggul 43,3% pasien mengeluhkan rasa nyeri dan kekakuan
pada sendi. Hal ini disebabkan penebalan pada kapsul sendi dan perubahan
bentuk pada osteofit (Murphy dan Helmick, 2012).
Dampak langsung dari manifestasi OA lutut dapat mempengaruhi
kehidupan pasien sehari-hari seperti interaksi sosial, fungsi mental serta
kualitas tidur (Miller et. al, 2013). Rasa nyeri merupakan rasa yang sering
dikeluhkan oleh pasien osteoartritis kepada dokter pada awal mula datang ke
pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit. Rasa nyeri merupakan kunci penting
yang menunjukkan arah pasien tersebut sedang mengalami ketidakmampuan.
International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Melzack, 2009). Nyeri
yang dirasakan pada penderita osteoartritis termasuk nyeri
neuromuskuloskeletal non-neurogenik, biasanya sering disebut sebagai
altralgia yaitu nyeri akibat proses patologik pada persendian. Proses terjadinya
nyeri pada persendian bisa disebabkan karena inflamasi, imunologik, non-
infeksi, perdarahan dan proses maligna (Mardjono dan Sidharta, 2010).
Pada keadaan ini maka Fisioterapi sangat berperan bagi pasien yang
mengalami gangguan fungsional. Penggunaan modalitas Fisioterapi antara
lain dengan menggunakan Micro Wave Diathermy (MWD), Short Wave
Diathermy (SWD), Ultra Sound (US), Infra Red (IR), Transcutaneus
Elektrical Nerve Stimulation (TENS), Strengthning dan Terapi Latihan. Untuk
itu penulis membatasi dengan penggunaan Transcutaneus Elektrical Nerve
Stimulation (TENS), Strengthning dan Terapi Latihan. Stimulasi saraf
transkutan listrik (TENS) adalah salah satu yang paling banyak digunakan
modalitas fisik untuk pengelolaan osteoarthritic (OA) lutut. Manfaat TENS
untuk menghilangkan sakit kronis didokumentasikan dengan baik Penelitian
TENS untuk OA nyeri lutut telah dilakukan selama lebih dari 20 tahun, dan
berbagai parameter stimulasi telah diadopsi dengan stimulasi frekuensi mulai
2-100 Hz.
Pemberian terapi latihan pada osteoarthritis lutut secara aktif maupun
pasif, baik atau tanpa dengan alat memberikan efek naiknya adaptasi
pemulihan kekuatan tendon dan ligamen serta dapat menambah kekuatan otot
sehingga dapat mempertahankan stabilitas sendi dan menambah luas gerak
sendi (Kisner,1996).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologis

Sendi lutut merupakan sendi yang komplek bila dibandingkan dengan


sendi-sendi lainnya karena berkaitan dengan tulang yang membentuk sendi
lutut, aktivitas otot yang terintegrasi dan adanya ligamentum yang membatasi
gerakan secara tepat (stabilisasi) (Erwinanti, 1999).

Gambar 2.1
Anatomi sendi lutut (Blackburn dan Craig, 1980)
1. Struktur pembentuk
Struktur pembentuk utama sendi lutut adalah femur dan tibia.
Pada bagian distal femur terdapat condylus medialis dan lateralis yang
bentuknya berbeda satu sama lain dan bersesuaian dengan bentuk
tibial plateu. Bentuk condylus ini sangat penting dalam pergerakan
tibia
terhadap femur. Pada bagian proksimal tibia terdapat tibial plateu
yang ditengahnya memiliki tibial spine (Blackburn dan Craig, 1980).
Pada permukaan tibial plateu terdapat meniskus medialis yang
berada di medial dan meniskus lateralis yang berada di lateral.
Meniskus ini membentuk struktur yang dalam pada permukaan tibial
plateu sebagai permukaan kontak yang stabil untuk permukaan femur
(Blackburn dan Craig, 1980).
2. Kartilago sendi lutut
Sendi ditutupi oleh kartilago hyaline yang tersusun atas
kondrosit, air dan makromolekul seperti kolagen, proteoglikan, dan
glikoprotein. Kartilago hyaline tidak memiliki nerve ending dan
vaskularisasi, sehingga kemampuan pemulihan setelah cedera
cenderung terbatas. Kelainan yang dapat terjadi pada kartilago
(chondral disorder), tulang subkondral (subchondral bony disorder),
maupun keduanya atau disebut osteochondral disorder (Maeseneer et
al, 2008).
Adanya kartilago mempermudah fungsi sendi dan melindungi
tulang subchondral dibawahnya dengan mendistribusikan secara
merata tekanan, meminimalisir kontak dalam sendi karena tekanan
dan mengurangi gesekan antar tulang pembentuk sendi (Evelyn,
2002).
Cairan sinovial terbentuk melalui proses ultrafiltrasi serum oleh sel-
sel yang membentuk membrane sinovial (sinoviosit).
Sinoviosit juga memproduksi asam hyaluronik (HA), yang
merupakan glukosamin, yang menjadi komponen nonseluler utama
dari cairan sinovial. Cairan sinovial mensuplai nutrisi pada kartilago
yang bersifat avaskuler. Cairan ini juga memiliki viskositas yang
cukup untuk menyerap hentakan saat sendi bergerak perlahan (shock
absorber) dan elastisitas untuk menyerap hentakan dari gerakan yang
cepat (Evelyn, 2002).
3. Ligamentum
Pada sendi lutut terdapat beberapa ligamentum yang berfungsi
sebagai stabilisator pasif, yaitu (1) ligamentum cruciatum anterior
yang berjalan dari depan culimentio intercondylidea tibia ke
permukaan medial condylus lateralis femur, yang berfungsi menahan
hiperekstensi dan mencegah tibia bergeser ke anterior, (2)
ligamentum cruciatum posterior yang berjalan dari permukaan
condylus medialis femoris menuju fossa intercondyloidea tibia.
Ligamentum ini berfungsi menahan tibia bergeser ke belakang, (3)
ligamentum kolateral lateral yang berjalan dari condylus lateral
menuju capitulum fibula dan berfungsi menahan gerakan varus saat
endorotasi, (4) ligamentum kolateral medial berjalan dari condylus
medialis menuju permukaan medial tibia atau epicondylus medialis
tibia. Ligamentum ini berfungsi menahan gerakan valgus saat
eksorotasi, (5) ligamen popliteum obliqum berasal dari condylus
lateralis femur menuju ke insersio m. semimembranosus melekat
pada fascia m. popliteum, (6) ligamen transversum membentang pada
permukaan anterior meniskus medialis dan lateralis (Evelyn, 2002).
4. Kapsul Sendi
Kapsul sendi terdiri dari 2 lapisan yaitu stratum fibrosum dan
stratum sinovial. Stratum fibrosum merupakan lapisan luar yang
berfungsi sebagai penutup atau selubung, sedangkan stratum sinovial
merupakan lapisan dalam yang memproduksi cairan sinovial untuk
melicinkan permukaan sendi lutut. Stratum sinovial ini juga menyatu
dengan bursa suprapatelaris. Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan
fibrosus yang avaskuler sehingga jika cedera sulit untuk proses
penyembuhan (Evelyn, 2002).
5. Meniskus
Meniskus merupakan jaringan lunak. Pada sendi lutut terdapat 2
meniskus yaitu meniskus lateralis dan meniskus medialis. Meniskus
ini berfungsi sebagai penyebar pembebanan, peredam kejut (shock
absorber), mempermudah gerakan rotasi, membatasi gerakan dan
stabilisator setiap penekanan yang akan diteruskan pada sendi
dibawahnya (Evelyn, 2002).
6. Otot-otot penggerak sendi lutut
Pada bagian anterior terdapat m. rectus femoris, m vastus lateralis,
m. vastus medialis, dan m. vastus intermedius. M. rectus femoris
berorigo di dan insersio di basis patella. Otot ini berfungsi untuk
ekstensi lutut dan persarafan oleh saraf femoralis yang berasal dari
lumbal ke-2 sampai lumbal ke-4 (L2-L4). M. vastus lateralis
berfungsi untuk ekstensi lutut, memiliki origo di intertrochanterica
dan insersio di lateral patella, serta dipersyarafi oleh saraf femoral
yang berasal dari L2-L4. M. vastus medialis berfungsi untuk ekstensi
lutut, memiliki origo di intertrochanterica dan insersio di lateral
patella, serta dipersarafi oleh saraf femoral yang berasal dari L2-L4.
M. vastus intermedialis berfungsi untuk ekstensi lutut, memiliki origo
di intertrochanterica dan insersio di lateral patella serta dipersyarafi
oleh saraf femoral (L2-L4).
Pada bagian posterior terdapat m. biceps femoris, m.
semitendinosus, m. semimembranosus, m. gastrocnemius dan m.
gracilis. M. biceps femoris berfungsi untuk fleksi lutut, ekstensi hip,
dan medial rotasi tibia terhadap femur. Persarafan berasal dari saraf
ischiadicus (L5-S1). Otot ini berorigo di caput longum pada tuber
ischiadicum bersama m. semitendinosus, caput breve pada 1/3 tengah
Labium lateral linea aspera dan berinsersio di caput fibula. M. semi
membranosus berfungsi untuk fleksi lutut, ekstensi hip, dan medial
rotasi tibia terhadap femur. Persarafan berasal dari saraf tibialis dari
saraf sciatica (L5-S1). Otot ini memiliki origo di tuber ischiadicum
dan insersio di tuberositas tibia. M. semitendinosus berfungsi untuk
fleksi lutut, ekstensi hip, dan medial rotasi tibia terhadap femur.
Persyarafan
berasal dari saraf tibialis dari saraf sciatica (L5-S1). Otot ini memiliki
origo di tuber ischiadicum dan insersio di permukaan medial
tuberositas tibia. M. gastrocnemius berfungsi untuk plantarfleksi
ankle dan fleksi lutut. Parsyarafan berasal dari saraf tibialis (S1, S2).
Otot ini berorigo di caput medial pada fasia poplitea femoris
disebelah proksimal condylus medialis, caput lateral pada fasia
poplitea femoris disebelah proksimal condylus lateralis dan insersio
di tuber calcanei.
M. gracilis berfungsi fleksi lutut, adduksi hip, dan medial rotasi tibia
terhadap femur. Otot ini memiliki origo di tepi medial ramus inferior
ossis pubis di sepanjang simfisis pubis dan insersio di ujung
proksimal tibia disebelah medial tuberositas tibia. Otot ini memiliki
inervasi dari saraf obturatorius.
Pada bagian medial terdapat m. sartorius yang berorigo di spina
iliaca anterior superior (SIAS) dan insersion di permukaan medial
tuberositas tibia. Otot ini berfungsi sebagai penggerak fleksi lutut dan
endorotasi lutut dan memiliki inervasi dari saraf femoralis L2-L3.
Pada bagian lateral terdapat m. tensorfacialata yang berorigo di SIAS
dan insersio tractus iliotibialis. Inervasi otot ini berasal dari n. gluteus
superior dan otot ini berfungsi sebagai stabilitas ketika lutut ekstensi
dan eksorotasi.
B. Biomekanik Sendi Lutut
1. Gerakan fleksi dan ekstensi
Gerakan fleksi sendi lutut terjadi karena adanya kontraksi dari
otot biceps femoris, semitendinosus dan semimembranosus serta
dibantu oleh otot gastrocnemius, popliteus dan gracilis. Saat gerakan
fleksi lutut,tibia mengalami gerakan rolling dan sliding ke posterior
sedangkan femur rolling ke posterior dan sliding ke anterior. Lingkup
gerak fleksi sendi lutut antara 120 o – 130 o bila posisi hip joint
fleksi penuh (Rianto, 2008).
Gerakan ekstensi sendi lutut dilakukan oleh otot quadriceps yang
terdiri dari otot rectus femoris, vastus lateralis, vastus medianus dan
intermedius. Saat gerakan ekstensi lutut, tibia mengalami rolling dan
sliding ke anterior sedangkan femur rolling ke anterior dan sliding ke
posterior. Lingkup gerak ekstensi sendi lutut sebesar 0 o atau antara 5
o - 10 o bila ada hiperekstensi (Rianto, 2008).

2. Gerakan endorotasi dan eksorotasi


Permukaan sendi lutut yang incongruen dalam berbagai posisi
kecuali pada saat ekstensi penuh dan karena sifat meniscus yang semi
mobil, maka sendi lutut dapat bergerak rotasi dalam bidang
transversal. Gerakan rotasi sendi lutut dapat dilakukan dengan mudah
baik secara aktif maupun pasif saat sendi lutut dalam posisi fleksi.
Gerakan endorotasi terjadi sewaktu gerakan awal fleksi (15–20˚)
yaitu rotasi internal tibia terhadap femur. Penggeraknya adalah otot
popliteus, otot gracillis dibantu oleh otot hamstring bagian dalam
(Parjoto, 2000). Sedangkan pada gerakan eksorotasi dapat terjadi saat
gerakan ekstensi mendekati akhir gerakan (15–20˚) yaitu tibia
terhadap femur. Penggeraknya adalah otot bicepsfemoris dan tensor
facialata (Parjoto, 2000).

3. Quadriceps Angle
Sendi lutut memiliki quadriceps angle (Q-angle) yaitu sudut
yang dibentuk dari garis spina iliaca anterior superior ke caudal dan
garis vertikal dari os. Femur. Q-angle normalnya berkisar 15o tetapi
dapat lebih besar nilainya pada wanita dikarenakan struktur pelvic
wanita yang lebih lebar. Adanya Q-angle ini menyebabkan struktur
sendi lutut cenderung valgus. Bila dilihat dari bentuk valgus ini maka
akan terjadi peningkatan tekanan dari gerakan lutut pada bagian
medial dibandingkan bagian lateral. Sehingga, bila terjadi OA lutut,
progresivitas dari OA tersebut akan cenderung lebih banyak pada
bagian medial (Horton dan Hall, 1989).

C. Definisi Osteoarthritis
1. Pengertian OA Lutut
Osteoarthritis (OA) adalah suatu penyakit degeneratif sendi yang
ditandai dengan hilangnya kartilago, kerusakan permukaan tulang pembentuk
sendi, penyempitan celah sendi dan pembentukan osteofit (Batra, 2011). Pada
OA, keseimbangan normal antara degradasi dengan sintesa kartilago sendi
dan tulang subkondral terganggu. Gangguan ini cenderung merusak lapisan
kartilago dan menimbulkan perubahan khas pada tulang subkondral. Proses ini
dapat berjalan dengan atau tanpa keluhan (Erwinanti, 1999).
OA lutut sendiri bukan hanya penyakit yang mempengaruhi kartilagonya
saja, tetapi merupakan penyakit kronis pada keseluruhan sendi meliputi
kartilago sendi, meniscus, ligament, dan otot-otot disekitar sendi lutut
diakibatkan oleh berbagai mekanisme patofisiologi (Heidari, 2011).
2. Gambaran Klinis OA lutut
a) Nyeri
Nyeri pada OA lutut terjadi di sekitar sendi lutut dan biasanya
tidak menyebar. Nyeri cenderung bertambah berat saat aktivitas
weight-bearing dan ambulasi (Hasan dan Shuckett, 2010).
b) Kekakuan (inactivity stiffness)
Kekakuan sendi lutut yang terjadi karena OA cenderung
semakin parah dari pagi menuju siang. Kekakuan pada OA lutut ini
lebih pada inactivity stiffness yaitu kekakuan yang terjadi ketika
sendi lutut akan kembali bergerak setelah berhenti bergerak selama
beberapa waktu. Kekakuan biasanya terjadi selama 5-10 menit dan
terjadi ketika pasien bangun dari posisi tidur atau duduk dan
menahan beban setelah immobilisasi dalam waktu lama (Hasan dan
Shuckett, 2010).
c) Krepitasi
Pada pemeriksaan, terkadang muncul krepitasi dari kartilago
atau adanya bunyi yang terpalpasi saat dilakukan gerakan pada sendi
lutut. Kemudian bila terjadi peningkatan derajat keparahan OA,
kemungkinan akan terjadi krepitasi yang disebabkan kontak antar
tulang pembentuk sendi. Hal ini sering diikuti dengan penurunan
lingkup gerak sendi lutut (Hasan dan Shuckett, 2010).
d) Penumpukan cairan

Pada pemeriksaan fisik akan ada efusi ringan dengan tanda


adanya jendolan berupa cairan yang dapat muncul pada kondisi OA
lutut. Efusi cairan yang lebih banyak dapat terjadi tetapi jarang terjadi
daripada antropati yang disertai inflamasi lainnya (Hasan dan
Shuckett, 2010).

e) Deformitas varus dan valgus


Hilangnya kartilago sendi lutut dapat memicu malalignment
pada tungkai. Malalignment yang terjadi dapat berupa genu varus
atau posisi tungkai membentuk seperti busur (bentuk O atau bow-
legged). Genu varus terjadi bila terjadi medial kompartemen OA lutut
Malalignment yang lain adalah genu valgus. Lutut pasien akan
membentuk X (knock-knee deformity) yang menunjukkan bagian
lateral dari lutut (kompartemen lateral lutut) lebih terpengaruh oleh
OA (Hasan dan Shuckett, 2010).
D. Etiologi OA Lutut
OA primer baik lokal maupun general, pada umunya mempunyai etiologi
yang tidak diketahui (idiopatik). Pada beberapa kasus yang jarang ditemukan
bahwa suatu gen menjadi penyebab terjadinya suatu OA tipe familial (Stitik,
2006).
OA dapat terjadi karena berbagai macam faktor risiko yang terjadi baik
factor local maupun sistemik. Penyakit ini juga dihubungkan dengan factor
genetic yang dapat memicu penyakit ini. Penggunaan berlebihan sendi lutut
seperti pada atlet, cedera pada sendi, obesitas dan faktor genetik dapat
memicu berkembangnya prematur OA pada usia yang lebih muda (Heidari,
2011).

1) Trauma
Trauma sendi yang telah terjadi sebelumnya dapat meningkatkan risiko
terkena OA 3.86 kali lebih besar (Heidari,2011). Pembedahan pada meniskus
meningkatkan factor risiko OA sebanyak 2.6 kali. Pasien yang menjalani
partial meniscectomy dan bedah rekonstruksi secara signifikan memiliki
gambaran radiografi OA.

2) Usia
Usia yang lebih tua meningkatkan risiko terkena OA lutut. Hal ini
dikarenakan lansia mengalami penurunan fungsi tubuh seperti joint laxity,
penurunan keseimbangan metabolisme kartilago sendi dan kelemahan otot di
sekitar sendi.

3) Genetik
Pada beberapa kasus yang jarang ditemukan bahwa suatu gen menjadi
penyebab terjadinya suatu OA tipe familial (Stitik, 2006).

4) Obesitas dan mechanical forces


Beban berlebih dari tubuh seperti pada pasien yang mengalami obesitas
dapat meningkatkan tekanan mekanik pada permukaan sendi lutut, yang dapat
menyebabkan OA dan merupakan salah satu factor risiko yang dapat
dimodifikasi. Kriteria obesitas ini ditentukan melalui perhitungan Body Mass
Index (BMI) (Heidari, 2011).

5) Jenis kelamin
Wanita berisiko terkena OA lutut 1.84 kali lebih besar dari laki-laki . Hal
ini dikarenakan wanita memiliki level konsentrasi adiposa yang lebih tinggi
yang berasal dari leptin daripada laki-laki. Kadar adiposa (lemak) yang tinggi
dapat meningkatkan metabolism kartilago sendi karena jaringan lemak ini
memproduksi hormon yang meningkatkan proses degenerasi kartilago sendi
(Heidari, 2011).
6) Aktivitas
Peningkatan frekuensi aktivitas seperti berjongkok dan berlutut (squatting
dan kneeling) dapat memicu berkembangnya OA lutut. Sekitar 40 % laki-laki
dan 68% wanita yang pada usia 25 tahun melakukan aktivitas seperti jongkok
dan berlutut selama lebih dari satu jam per hari. Aktivitas berjongkok adalah
factor risiko yang kuat untuk terjadinya OA pada sendi tibiofemoral pada
lanjut usia (lansia).
E. Patofisiologi OA Lutut
Secara makroskopis, hyaline kartilago sendi yang normal membentang
menutupi permukaan tulang pembentuk sendi. Pada permukaan kartilago
terdapat lapisan cairan sinovial sehingga permukaannya tampak licin dan
memudahkan untuk gerakan gliding dalam sendi. Secara mikroskopik,
kartilago hyaline terdiri dari kolagen dan proteoglikan yang memenuhi matrik
ekstraselular kartilago, serta sedikit sel kartilago (kondrosit). Kondrosit ini
hanya ada kurang dari 5% dari total volume kartilago sendi tetapi tetap
memilik peran penting dalam pemeliharaan jaringan. Kebanyakan permukaan
kondrosit diliputi oleh matrik periseluler yang memproduksi biomekanikal
dan biokimia dan penghubung antara area rigid matrik dan sel. Bagian
mekanik kartilago sendi kebanyakan bergantung pada komposisi biokimia
matrik ekstraseluler kartilago (Aigner dan Schmitz, 2011).
Secara makroskopis, kartilago yang mengalami OA akan melunak dan
sering membengkak. Permukaan kartilago tampak kasar pada tahap awal dan
terdapat fibrilasi serta hilangnya matrik pada tahap selanjutnya sampai terlihat
lempengan subkondral yang mengalami eburnasi. Perubahan ini dapat dilihat
dan diidentifikasi dengan radiografi (Aigner dan Schmitz, 2011).
Kemudian secara mikroskopis, pada tahap awal permukaan akan tampak
kasar, tampak ada fisura, dan retakan diikuti hilangnya kartilago pada tahap
selanjutnya sampai lempengan tulang subkondral terlihat. Selain kerusakan
total matrik, degradasi molekul matrik juga berperan penting dalam proses
hilangnya area matrik. Selain degradasi komponen molekul, penurunan
stabilitas struktur supramolekuler juga ikut berperan dalam hilangnya matrik
kartilago (Aigner dan Schmitz, 2011).
Pada garis batas sendi sering timbul osteocartilaginous (kondro-osteofit).
Kondroosteofit ini muncul dikarenakan proses kondroneogenesis sekunder
pada orang dewasa. Osteofit muncul dari sel prekursor mesenkin dalam
periosteal atau jaringan sinovial yang bergabung dengan kartilago sendi yang
asli atau tumbuh secara berlebihan. Pada proses ini sel prekursor mesenkin
berubah menjadi kondrosit. Pada area tulang eburnasi, sel prekursor
mesesnkim mengalami perubahan kondrogenik, perubahan metaplastik
kartilago dalam bentuk nodul yang ditemukan baik dalam tulang maupun pada
permukaan tulang langsung (Aigner dan Schmitz, 2011).
Osteofit sebenarnya merupakan percobaan perbaikan secara endogenous
pada sendi yang mengalami degenerasi dan mungkin merupakan respon
fisiologis terhadap beban mekanis berlebih dengan memperluas permukaan
tulang pembentuk sendi untuk meningkatkan fungsi penyokong tubuh. Tetapi,
osteofit kebanyakan ditemukan di area non-weight bearing dan kestabilan
mekanis dan manfaat biologisnya masih dipertanyakan (Aigner dan Schmitz,
2011).
Dalam pembentukan osteofit, stimulus mekanik dan biomekanik dapat
berperan utama dalam prosesnya. Tetapi kebanyakan osteofit tidak berperan
dalam proses pergerakan sendi dan sering tidak terpapar oleh beban mekanis
yang berlebihan. Sehingga kemungkinan factor pertumbuhan berperan
dominan dalam induksi pembentukan osteofit. Contohnya, peran dari
transforming growth factor-β (TGF-β) dan bone morphogenetic protein-2
(BMP-2) pada sendi lutut memicu pertumbuhan osteofit secara signifikan
(Aigner dan Schmitz, 2011).

F. Klasifikasi Osteoarhtritis
Tabel 2.1

Laboratorium dan klinis Klinis dan radiografi Klinis

Nyeri lutut ditambah Nyeri lutut ditambah Nyeri lutut ditambah

setidaknya memiliki 5 dari 9 setidaknya memiliki 1 dari 4 setidaknya memiliki 3 dari 6

kriteria: kriteria kriteria:

- umur >50 tahun - umur >50 - umur >50

- kekakuan <30 menit - kekakuan <30 minutes - kekakuan <30 minutes

- krepitasi - krepitasi - krepitasi

- bony tenderness - Terdapat osteofit - bony tenderness

- bony enlargement - bony enlargement

- terpalpasi hangat - tidak terpalpasi hangat

- ESR <40 mm/hour

- rheumatoid factor <1:40

- Konsistensi cairan sinovial

dengan OA (bening,

viscous Atau jumlah sel

darah putih

<2,000/mm3)
BAB III
STATUS KLINIS

NAMA MAHASISWA : ASSYIFA RAMADHANA FAHDAN


NIM : 2020-031
TEMPAT PRAKTIK : RS JEMBER KLINIK
PEMBIMBING :

Tanggal Pembuatan Laporan: Rabu, 14 Oktober 2020


Kondisi/ Kasus: Osteoarthritis Genu

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Ny. A
Umur : 58 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru SD
Alamat : Jember
II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSIS MEDIS
OA GENU BILLATERAL

B. CATATAN KLINIS
(Medika mentosa, hasil lab, foto rontgen, MRI, CT-Scan, dll)

C. RUJUKAN DARI DOKTER


dr. Vanda Sp. KFR

III. SEGI FISIOTERAPI


A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
B. ANAMNESIS (AUTO/HETERO)
1.KELUHAN UTAMA
Px mengeluhkan nyeri lutut ketika berjalan dan nyeri saat menekuk lutut.

2.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


(Sejarah keluarga dan genetic, kehamilan, kelahiran dan perinatal, tahap perkembangan, gambaran
perkembangan, dll)
Px mengeluhkan nyeri pada lutut sejak 1 tahun yang lalu secara tiba-tiba, sakit
semakin parah ketika px sholat pada posisi rukuk.

3.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Post Op Rahim

4.RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA


Tidak ada

5.RIWAYAT PENGOBATAN
Tidak ada

6.ANAMNESIS SISTEM
a. Kepala dan Leher
-

b. Kardiovaskular
-

c. Respirasi
-

d. Gastrointestinal
-

e. Urogenital
Post Op Rahim

f. Musculoskeletal
- Spasme pada M. Tensorfascialatae, M. Gastrocnemius, M.Quadriceps

g. Nervorum
-

C. PEMERIKSAAN
1.PEMERIKSAAN FISIK
a) TANDA-TANDA VITAL
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Denyut nadi : 70x/menit
Pernapasan : 25x/menit
Temperatur : normal (36 drajat)
Tinggi badan : -
Berat badan : 54 kg

b) INSPEKSI (STATIS & DINAMIS)


(Posture, Fungsi motorik, tonus, reflek, gait, dll)
- Statis : Pola jalan valgus
- Dinamis : Pola jalan sedikit menyeret

c) PALPASI
(Nyeri, Spasme, Suhu lokal, tonus, bengkak, dll)
- terdapat spasme pada m. tensorfascialatae, m. gastrocnemius, m.
quadriceps
- suhu local normal
- terdapat sedikit edema pada knee sinistra

d) PERKUSI
Adanya krepitasi

e) AUSKULTASI
Tidak dilakukan

f) GERAK DASAR
Gerak Aktif :
Gerakan Keterangan Nyeri
Fleksi lutut s/d Tidak Full ROM +
Ekstensi lutut s/d Tidak Full ROM +

Gerak Pasif :
Gerakan Keterangan Nyeri End Feel
Fleksi lutut s/d Tidak full ROM + Springy
Ekstensi lutut Tidak full ROM + Springy
s/d

Isometrik :
Gerakan Nyeri Keterangan
Fleksi s/d + Mampu melawan
tahanan minimal
Ekstensi s/d + Mampu melawan
tahanan minimal

g) KOGNITIF, INTRA-PERSONAL, INTER-PERSONAL


- Kognitif : Px mampu menceritakan keluhan dan riwayat sakit dengan jelas
- Intra Personal : Px memiliki semangat dan kemauan yang tinggi untuk lebih
baik
- Interpersonal : Px sangat komunikatif dan kooperatif

h) KEMAMPUAN FUNGSIONAL DASAR, AKTIVITAS FUNGSIONAL, &


LINGKUNGAN AKTIVITAS
- Fungsional dasar : pasien mampu berdiri, jalan, dan duduk secara mandiri
namun masih terasa nyeri.
- Aktivitas Fungsional : px merasa kesulitan ketika berjalan jauh, px kesulitan
duduk lama, px kesulitan menekuk lutut.
- Lingkungan aktivitas : Lingkungan pasien mendukung pasien untuk sembuh
ditinjjau dari dukungan keluarga dalam menjalani terapi dan upaya pasien
untuk mengurangi kegiatan yang high impact.

2.PEMERIKSAAN SPESIFIK
(Nyeri, MMT, LGS, Antropometri, Sensibilitas, Tes Khusus, dll)
a. Pemeriksan nyeri : VRS (VERBAL RATTING SCALE)

- Lutut :
Nyeri tekan : 8
Nyeri gerak : 6
Nyeri diam : 3

b. MMT Sesaat :
Gerakan Keterangan
Fleksi lutut s/d 4
Ekstensi lutut s/d 4

c. ROM :
Sinistra S: 0°-0°-100°
Dextra S: 0°-0°-105°

d. Tes Khusus
- Balotement s/d : (+)
- Krepitasi s/d : (+)

D. UNDERLYING PROCCESS
Degeneratif

overuse

Peradangan
pada knee

Penurunan fungsi knee

Osteoarthritis knee

Nyeri Muscle Keterbatasan LGS

Spasme

Weekness Exercise

SWD
Kontraksi terus-
menerus

Vasodilatasi
vaskular Meningkatkan erat
& mioglobin, serta
pembuluh darah

TENS
Kekuatan otot dan
LGS meningkat

Nyeri berk22 ng
ura
Gate control Peningkatan
theory fungsional knee
E. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
(International Clatification of Functonal and disability)
Pain and Spasme e.c Osteoarthritis Genu

Impairment
- Nyeri gerak lutut
- oedem knee
- Spasme m.tensorfascialatae, m.gastrocnemius, m.quadriceps
- Penurunan LGS knee d/s

Functional Limitation
- Px kesulitan berjalan jauh
- Px kesulitan duduk lama
- Px kesulitan sholat dalam posisi rukuk

Disability
Pasien kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari dalam bekerja, mengurus
keluarga, serta dalam kegiatan beribadah.

F. PROGNOSIS
Qua at Vitam : Bonam
Qua at Sanam : Dubia at bonam
Qua at Fungsionam : Dubia at bonam
Qua at cosmeticam : Bonam

G. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1.Tujuan treatment
a) Jangka Pendek
- menurunkan bengkak dan menurunkan nyeri pada lutut
- mengurangi spasme otot
- menambah ROM

b) Jangka Panjang
Meningkatkan aktivitas fungsional pasien agar tidak terganggu selama
melakukan kegiatan keseharian

2.Rencana tindakan
a) Teknologi Fisioterapi
i. Infrared (IR)

23
Tujuan :
- Untuk menurunkan nyeri
- untuk mengurangi spasme otot
- Untuk meningkatkan rasa rileks dan nyaman karena terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan peningkatan aliran darah ke otot.
ii. Electrical Stimulations (TENS)
Tujuan :
- untuk menurunkan dan membloking nyeri
- untuk merangsang impuls tubuh untuk memproduksi hormone endorphin

iii. SWD
Tujuan :
- Untuk memperoleh pengaruh panas dalam jaringan lokal
- Untuk rileksasi otot
- Untuk mengurangi nyeri
- Untuk meningkatkan metabolisme tubuh
iv. Terapi Latihan
Tujuan :
- Untuk penguluran otot atau stretching
- Untuk penguatan otot atau strengthening
H. PELAKSANAAN FISIOTERAPI

1. Infrared (IR)
F : 2-3x/ minggu
I : Toleransi pasien
T : Continous
T : 10 Menit

2. Electrical Stimulation
F: 2-3X/minggu
I : Toleransi pasien
T : TENS
T : 10 Menit.

3. SWD
F: 2-3X/minggu
I: 40 W
T: Continous
T: 10 menit
4. Terapi Latihan
Self Stretching
F: setiap hari
I: 3 set 8 kali pengulangan
T: Quad set, Pumping exc
T: 2x sehari
I. HASIL EVALUASI TERAKHIR
T0 T1 T2
Nyeri Tekan : 8 Tekan : 8 Tekan 7
Gerak : 6 Gerak : 5 Gerak : 4
Diam : 3 Diam : 3 Diam : 3
LGS Dextra S: 0°-0°-105° S: 0°-0°-105° S: 0°-0°-110°
LGS Sinistra S: 0°-0°-100° S: 0°-0°-100° S: 0°-0°-110°
MMT Fleksi s/d : 4 Fleksi s/d : 4 Fleksi s/d : 4
Ekstensi s/d : 4 Ekstensi s/d : 4 Ekstensi s/d: 4

J. EDUKASI DAN KOMUNIKASI


- Pasien diberikan home program latihan stretching dan penguatan yang telah
diajarkan sebelumnya
- Pasien diberikan edukasi untuk tidak latihan secara berlebihan
- Mengindari gerakan high impact seperti berdiri lama, jalan jauh, naik turun tangga
- Beristirahat yang cukup serta makan makanan mengandung kalsium dan
mengandung serat

K. CATATAN PEMBIMBING PRAKTIK

L. CATATAN TAMBAHAN

..................,.............
...........
Pembimbing
BAB IV
KESIMPULAN

Ostheoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling sering dijumpai dan


seringkali menimbulkan kecacatan yang berakibat menurunkan produktifitas perorangan.
Banyaknya faktor resiko yang berperan mengakibatkan resiko untuk terjadinya penyakit
ini. Dampak langsung dari manifestasi OA lutut dapat mempengaruhi kehidupan pasien
sehari-hari seperti interaksi sosial, fungsi mental serta kualitas tidur (Miller et. al, 2013).
Rasa nyeri merupakan rasa yang sering dikeluhkan oleh pasien osteoartritis kepada
dokter pada awal mula datang ke pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit.
Pada keadaan ini maka Fisioterapi sangat berperan bagi pasien yang mengalami
gangguan fungsional. Penggunaan modalitas Fisioterapi antara lain dengan
menggunakan Micro Wave Diathermy (MWD), Short Wave Diathermy (SWD), Ultra
Sound (US), Infra Red (IR), Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS),
Strengthning dan Terapi Latihan. Untuk itu penulis membatasi dengan penggunaan
Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS), Strengthning dan Terapi Latihan.
Stimulasi saraf transkutan listrik (TENS) adalah salah satu yang paling banyak
digunakan modalitas fisik untuk pengelolaan osteoarthritic (OA) lutut.
DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
A, A. (2009). Uji Korelasi Antara Vas dan Modifikasi VAS dalam
Mengukur tingkat nyeri pada pasien Osteoarthritis di Politeknik
Kesehatan Surakarta. Skrispsi.
Aigner T, Schmitz N. Pathogenesis and pathology of osteoarthritis.
Journal ofRheumatology. 2011;1741-1759.
L, Hamijoyo. (2007). Pengapuran sendi atau osteoartritis. Jurnal
Kesehatan, (Diakses pada tanggal 24 Oktober 2014).
Maharani E. P., 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut. Tesis
Murphy L., Helmick C.G., 2012. The Impact of Osteoarthritis in the
UnitedStates: A Population-Health Perspective. American Journal
ofNursing. Vol. 112: 3
Heidari, (2011). Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis
andfeatures. Caspian J Intern Med, 2(2), 205-212
Ismail A., 2013. Evaluasi Kualitas Hidup Penderita Osteoartritis
di InstalasiRawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Februari –Mei 2013. Tesis
Slamet Parjoto, 2000; Assesment Fisioterapi pada OA Sendi Lutut;
TITAFI XV,Semarang
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic.
Jakarta :Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai