Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk (lanjut usia) lansia pada dasarnya

merupakan dampak positif dari derajat kesehatan masyarakat. Peningkatan

kesejahteraan baik fisik maupun psikis akan meningkatkan usia harapan hidup

lansia. Peningkatan usia harapan hidup mengindikasikan jumlah penduduk lanjut

usia (lansia) dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga membawa pengaruh

besar dalam pengelolaan masalah kesehatannya (Koswara, 2015).

Diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta jiwa

dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

1,2 milyar (Siti Bandiyah,2012). Berdasarkan data polulasi lansia tahun 2017

terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia. Diprediksi jumlah

penduduk lansia tahun 2020 meningkat menjadi 27,08 juta jiwa, pada tahun 2025

meningkat meningkat menjadi 33,69 juta jiwa, pada tahun 2030 meningkat

menjadi 40,95 juta. Jumlah tersebut akan terus meningkat menjadi 48,19 juta jiwa

pada tahun 20,35 (departemen kesehatan 2017). Jumlah penduduk lanjut usia di

Provinsi Bali tahun 2017 sebanyak 462,822 jiwa. Jumlah penduduk lanjut usia

tertinggi pertama berada di kabupaten Gianyar sebesar 86.061 jiwa, dilanjutkan

oleh Badung dengan jumlah lansia sebesar 78.170 jiwa, dan Tabanan sebesar

73.778 jiwa, Buleleng sebesar 64.620 jiwa, Karangasem sebesar 46.807 jiwa,

Jembrana sebesar 35.598 jiwa, Klungkung sebesar 32.197 jiwa dan Bangli sebesar
22.777 jiwa, serta Kotamadya Denpasar sebesar 14.845 jiwa (Dinas Kesehatan

Provinsi Bali, 2017).

Lansia merupakan kelompok berisiko dan kelompok rentan. Permasalahan

yang timbul pada lansia disebabkan oleh perubahan fisiologis secara bertahap.

Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia menurut Siburian (2014) sering

disebut dengan istilah 14 Impairmant, yaitu immobility (kurang bergerak),

instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser

buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan

intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste,

smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera,

komunikasi, penyembuhan dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation

(depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis

(menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan tidur), immune

deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence (impotensi).

Salah satu masalah yang sering terjadi pada lansia adalah insomnia atau

susah tidur yaitu ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk

melakukannya (Kurniawan, 2015). Dampak Insomnia pada lansia yaitu 1)

mengantuk berlebihan di siang hari, 2) gangguan atensi dan memori, 3) mood, 4)

depresi, 5) sering terjatuh, 6) penggunaan hipnotik yang tidak semestinya dan 7)

penurunan kualitas hidup (Prananto, 2016). Insomnia dapat mengancam jiwa baik

secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan fatal serta apnea

tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya kecelakaan akibat gangguan

tidur (Darmojo, 2015). Di Amerika Serikat, lansia yang mengalami kecelakaan

2
akibat gangguan tidur per tahun sekitar 80 juta orang, biaya kecelakaan yang

berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar $100 juta (World Health

Organization, 2015).

Menurut National Sleep Foundation (2015) sekitar 67% dari 1.508 lansia

di Amerika usia 65 tahun ke atas melaporkan mengalami insomnia dan sebanyak

7,3% lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur.

Kebanyakan lansia beresiko mengalami insomnia yang disebabkan karena

pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan dan

penyakit yang dialami, di Indonesia insomnia menyerang sekitar 50% dari 23,66

juta jiwa yang berusia 65 tahun, setiap tahun diperkirakan sekitar 20% sampai

dengan 50% lansia dilaporkan mengalami insomnia dan sekitar 17% mengalami

insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar

67% (Puspitosari, 2015). Di Provinsi Bali tahun 2015 diperkirakan tiap tahun

20% sampai dengan 40% orang dewasa dan lansia mengalami insomnia sebanyak

112.876 jiwa (16,59 %).

Insomnia pada lansia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor status

kesehatan, penggunaan obat-obatan, kondisi lingkungan, stres psikologis,

diet/nutrisi, gaya hidup menyumbangkan insomnia pada usia lanjut (Prananto,

2016). Insomnia pada lansia juga dihubungkan dengan penurunan memori,

konsentrasi terganggu dan perubahan kinerja fungsional. Perubahan yang sangat

menonjol yaitu terjadi penurunan gelombang alfa dan meningkatnya frekuensi

terbangun di malam hari atau meningkatnya fragmentasi tidur karena seringnya

terbangun (Darmojo, 2015). Penelitian Hermayudi (2012), menunjukkan

3
gambaran karakteristik responden didapatkan bahwa lansia mengalami insomnia

sebanyak 54,1%. Penelitian Laraswati (2014), didapatkan hasil penelitian paling

banyak lansia mengalami insomnia kategori tinggi yaitu sebanyak 46,7%.

Penanganan yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia antara lain

terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi dapat

dilakukan dengan pemberian obat tidur, tetapi penggunaan jangka panjang dapat

mengganggu tidur dan menyebabkan masalah yang lebih serius seperti

ketergantungan akan obat, penurunan metabolisme pada lansia, penurunan fungsi

ginjal dan menyebabkan kerusakan fungsi kognitif (Aziz, 2014). Penanganan

Terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia pada

lansia antara lain terapi rekreasi, terapi musik, pijat, yoga, relaksasi progresif,

meditasi dan aromaterapi (Rahmawati, 2015).

Salah satu jenis terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah insomnia pada lansia adalah Aromaterapi. Aromaterapi adalah

terapi atau pengobatan dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan, bunga, pohon yang berbau harum dan enak. Bahan

aromaterapi terdiri dari minyak atsiri digunakan untuk menenangkan sentuhan

penyembuh dengan sifat teraupetik dari minyak astiri. Jenis minyak aromaterapi

yang digunakan yaitu: jasmine, Rosemary, Ylang-ylang, Green tea, Lavender,

kamboja, Peppermint, jeruk lemon, dari semua jenis essensial aromaterapi,

peneliti memilih lavender karena minyak essensial aromaterapi lavender dianggap

baik untuk mengatasi gangguan tidur (Nuraini, 2014). Lavender beraroma ringan

bunga-bungaan dan merupakan essensial aromaterapi yang dikenal memiliki

4
manfaat untuk membantu meringankan nyeri, sakit kepala, insomnia, ketegangan,

dan stress atau depresi. Aromaterapi lavender juga memiliki kandungan utama

yaitu linalool asetat yang mampu mengendorkan dan melemaskan sistem kerja

urat-urat saraf dan otot-otot yang tegang (Dewi, 2013).

Aromaterapi Lavender memiliki khasiat menenangkan, sedatif, dan

membatu meregulasi sistem saraf pusat. Mekanisme aromaterapi ini dimulai dari

aromaterapi bunga lavender yang dihirup memasuki hidung melalui dan

berhubungan dengan silia, bulu-bulu halus didalam lapisan dalam hidung.

Penerima - penerima di dalam silia dihubungkan dengan alat penghirup yang

berada diujung saluran bau. Ujung saluran ini selanjutnya dihubungkan dengan

otak itu sendiri. Bau-bauan diubah oleh silia menjadi impuls listrik yang

dipancarkan ke otak melalui sistem penghirup. Semua impulsi mencapai sistem

limbik di hipotalamus. Selanjutnya akan mengingkatkan gelombang-gelombang

alfa di dalam otak dan justru gelombang inilah yang membantu kita untuk merasa

rileks (Sharma, 2012). Posisi rileks inilah yang menurunkan stimulus ke sistem

aktivasi retikular SAR, dimana SAR yang berlokasi pada batang otak teratas yang

dapat mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. Dengan demikian akan diambil

alih oleh bagian otak yang lain yang disebut BSR (Bulbar Synchronizing region)

yang fungsinya berkebalikan dengan SAR, sehingga bisa menyebabkan tidur yang

diharapkan akan dapat menurunkan Insomnia. (Watter dan Perry 2012). Hal ini

dapat diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh rahmawati (2015) tentang

efektivitas mandi air hangat dan aromaterapi lavender terhadap Insomnia pada

lansia. Pemberian aromaterapi lavender selama 2 minggu dilakukan 2 kali sehari

5
pada sore hari sangat efektif dalam menurunkan insomnia pada lansia dengan

nilai signifikansi (0,000) < α 0, 05).

Berdasarkan data dinas kesehatan kabupaten gianyar (2018) jumlah

penduduk lansia di kabupaten Gianyar sebanyak 86.061 lansia dimana untuk

kabupaten gianyar jumlah lansia terbanyak ada di wilayah Gianyar 1 dengan

jumlah lansia 9.131. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal

18 januari 2019 di Puskesmas 1 Gianyar di dapat data, jumlah lansia di wilayah

kerja Puskesmas 1 Gianyar yang mewilayah 10 desa. Menurut data terdapat tiga

desa dengan jumlah lansia terbanyak yaitu desa serongan dengan 708 lansia, desa

sidan 674 lansia, desa samplangan 587 lansia. Gangguan yang paling besar

dikeluhkan oleh lansia pada tahun 2018 adalah insomnia sebanyak 58 orang,

kecemasan sebanyak 41 orang dan dimensia sebanyak 42 orang. Menurut data,

dari tiga desa dengan jumlah lansia terbanyak yang berada wilayah kerja di

Puskesmas 1 Gianyar, bahwa kunjungan lansia dengan insomnia yang paling

banyak berasal dari Desa Samplangan kelurahan selat sebanyak 29 orang.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 18 januari

2019 di posyandu lansia di Desa Samplangan Lingkungan selat dengan

melakukan wawancara terhadap 5 orang lansia yang sudah mengalami Insomnia.

Lansia yang terindikasi mengalami insomnia sebagian besar mengatakan bahwa

susah memulai tidur dan sering terbangun pada malam hari. Akibatnya 2 dari 5

merasa lemas, sedangkan 3 lansia sering terjatuh ketika beraktivitas. Upaya yang

dilakukan oleh lansia untuk mengatasi gangguan tidur yang selama ini dilakukan

adalah minum obat penenang yang diberikan puskesmas. Upaya lain yang

6
dilakukan lansia adalah dengan, menonton televisi, mejejahitan, mendengar musik

tradisional Bali.

Berdasarkan fenomena diatas dan hasil wawancara terhadap petugas

pemegang program lansia mengatakan belum pernah ada pemberian aromaterapi

Lavender pada lansia. Berdasarkan uraian diatas penulis sangat tertarik untuk

mengetahui tentang “Pengaruh aromaterapi Lavender terhadap penurunan

insomnia pada lansia di Desa Samplangan lingkungan selat Gianyar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh Aromaterapi Lavender terhadap

penurunan insomnia pada lansia di Desa Samplangan Lingkungan Selat Gianyar?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh Aromaterapi inhalasi lavender terhadap

penurunan insomnia pada lansia di Desa Samplangan Lingkungan selat kabupaten

Gianyar.

1.3.2 Tujuan khusus

1.2.2.1. Mengidentifikasi insomnia pada lansia di Desa Samplangan Lingkungan

selat sebelum diberiakan Aromaterapi Lavender.

1.2.2.2. Mengidentifikasi insomnia pada lansia di Desa Samplangan Lingkungan

selat sesudah diberiakan Aromaterapi Lavender.

7
1.2.2.3. Menganalisis pengaruh Aromaterapi Lavender terhadap Penurunan

Insomnia di desa Samblangan Lingkungan Selat Gianyar sebelum dan

sesudah diberikan aromaterapi lavender.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1.4.1.1 Bagi insitusi pendidikan

Dapat mengembangkan dan menambah wawasan di keperawatan gerontik

tentang aromaterapi lavender penurunan insomnia pada lansia sehingga

diharapkan dapat bermanfaat bagi pengetahuan tentang keperawatan gerontik.

1.4.1.2 Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman

penelitian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan mengenai pengaruh

aromaterapi lavender terhadap penurunan insomnia pada lansia

1.4.2 Manfaat praktis

1.4.2.1 Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh perawat puskesmas

sebagai alternative terapi untuk menangani lansia dengan insomnia.

1.4.2.2 Bagi lansia

Diharapkan lansia dapat mempergunakan aromaterapi lavender sebagai

alternatif terapi guna meningkatkan kualitas hidup.

1.5 Keaslian penelitian

1.5.1 Penelitian oleh Wening (2014) tentang pengaruh aromaterapi lavender

terhadap Intensitas nyeri pasca sectio caesaria di ruang bougenfil RSUD

8
Dr. Adhyatma MPH. Institusi: Poliklinik Kebidanan Kemenkes RI,

Semarang. Metodelogi penelitian pra eksperimental dengan one grup

pretest – posttest design. Jumlah sampel 32 orang. Data yang terkumpul

dianalisis dengan uji paired test. Hasil penelitian: menunjukan bahwa

sebelum dilakukan pemberian inhalasi aromaterapi lavender rata-rata

intesitas nyeri pada skala 5,44 (Kisaran 2-9). Sesudah diberikan

aromaterapi intensitas nyeri mengalami penurunan yaitu rata-rata 4,31

(kisaran 1-7) p=0,001. Persamaan dari penelitian ini adalah variable bebas.

Perbedaan dari penelitian ini adalah variable terikat, tempat penelitian,

waktu penelitian dan jumlah sampelnya.

1.5.2 Sudiyanto, Henry., & Wahid, Abdul (2017), yang melakukan penelitian

dengan judul “ Pengaruh terapi musik terhadap insomnia pada pasien

hospitalisasi di RS Islam Sakinah Mojokerto” dengan metode penelitian

quasy eksperimental dengan rancangan pre-post test with Control Group.

Responden penelitian dipilih dengan consecutive sampling dan didapatkan

30 responden, 15 orang dalam kelompok eksperimen dan 15 responden

kelompok kontrol. Test dilakukan selama 15 menit sebelum tidur selama 3

hari berturut-turut. Dengan hasil nilai p= 0,000 yaitu terdapat penurunan

insomnia kelompok perlakuan, dan kelompok kontrol dengan nilai p=

0,061 yang artinya tidak ada Penurunan insomnia. Dengan kesimpulan

penelitian yaitu terdapat pengaruh terapi dzikir terhadap penurunan

insomnia pasien hospitalisasi di RS Islam Sakinah Mojokerto. Persamaan

9
dari penelitian ini adalah variable terikat, sedangkan perbedaan dari

penelitian ini adalah variable bebas.

10

Anda mungkin juga menyukai