Anda di halaman 1dari 10

LBM 5

STEP 1

1. Drooling: hipersalivasi yang keluar dari mulut


2. Trismus: gangguan pembukaan mulut yang disebabkan adanya kontraksi otot otot pengunyah
dan bersifat sementara
3. Halithosis: bau mulut tidak sedap

STEP 2

1. Bagaimana antomi larynx, faring dan tonsil?


2. Mengapa pasien meneluh sulit membuka mulut, keluar air liur terus menerus serta bau mulut?
3. Mengapa keluhan disertai dengan nyeri saat menelan, dan menjalar sampai telinga?
4. Apa etiologic dari scenario?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya gejala pada scenario?
6. Apa DD dan diagnosis dari scenario?
7. Apa tanda dan gejala dari skenrio?
8. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik ?
9. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang?
10. Apa terapi yang tepat untuk scenario?
11. Apa komplikasi dari scenario?

STEP 3

1. Bagaimana antomi larynx, faring dan tonsil?


Faring: seperti corong setinggi C6 bagian atasnya berhubungan dengan konae, bagian bawah
dengan laryng dg esofagus.
Dibagi 3: nasofaring, orofaring, laryngofaring/hipofaring  sepanjang C6
Nasofaring: berhubungan dengan nares posterior konae. Epitel respiratori.
Laryngofaring: berhubungan dengan epiglottis. Epitel squamous kompleks non keratin.
Ada otot otot: longitudinal dan sirkuler. Sirkuler: m.konstriktor faring superior dan iniferior
untuk mengecilkan faring. Longitudinal: m. palatofaring (mempertemukan isthmus orofaring
dan menaikkan bagian bawah dari faring) dan m.stylofaring (melebarkan dan menaikkan laryng)
Sering disebut m.elevator
Perdarahan dari cabang a.carotis eksterna, a.maksilaris interna
Faring dipersarafi oleh pleksus faring: cabang dr n.10,9, parasimpatis.

Tonsil: tonsila faringeal, tonsila lingual, tonsila palatina


Membentuk cincin. Fungsinya sbg system imun krn terdapat jar. Imfoid. Epitel squamous
kompleks disertai dg kripte, seperti lipatan mukosa dr tonsil. Dalam kripte: detritus, leuokist,
limfosit. Dilapisi kapsula yaitu jar.ikat longgar. Tonsillitis kapsula yang di eksisi.
Perdarahan dr tonsil dr a.palatina minor, a.palatina ascenden dll.

Dalam faring: retrofiring dan parafaring  pelebaran infeksi. Abses retrofiring. Fungsi: artikulasi,
resonansi suara, menelan.
Laryng: bagian terbawah dr sal.nafas atas. Apitel respiratori(epitel pseudokompleks bersilia).
Kartilago epiglottis, kartilago krikoid, arytenoid, kornikulata.
Tonsil: meneptai fossa tonsil. Pilaer anterior dan pilar posterior.
Kriptus: 10-30 kriptus, sumber infeksi dr maknaan atau epitel yg terlepas.
Ruang peritonsilar
Abses di jar. Ikat longgar, kapsul, ditepi lateral ada fsia faring. M.palatoglosus dan
m.palatofaringeus.
2. Mengapa pasien mengeluh sulit membuka mulut, keluar air liur terus menerus serta bau mulut?
Nyeri tenggorok,nyeri menelan, nyeri menjalar ke telinga. Faring : saraf motoric dan sensorik.
Menjalarkan nyeri jika ada peradangan.
Tonsillar ada di tuba eustachii.
Nyeri  telinga  oleh n.9  krn faringitis atau tonsillitis.
Badan lemas Karena ada infeksi.
Trismus, halithosis  ada peradangan didaerah tonsil  abses di peritonsil.
Trismus  radang pd m.pterigoid interna.
Bau mulut : kering/abses di tonsil.
Keluar air liur : n. vagus  gln.dimulut  saraf parasimpatis--> hipersalivasi
Gejala regurgitasi (mual)
3. Mengapa keluhan disertai dengan nyeri saat menelan, dan menjalar sampai telinga?
Sulit menelan: kuman infiltrsi lapisan epitel –> limfoid  pmn  radang  pembengkakan 
sulit mnelan  gangguan nutrisi  badan lemas
T4 sudah nempel ke uvula, T2 masih normal.
Nyeri tenggorok,nyeri menelan, nyeri menjalar ke telinga. Faring : saraf motoric dan sensorik.
Menjalarkan nyeri jika ada peradangan.
Tonsillar ada di tuba eustachii.
Nyeri  telinga  oleh n.9  krn faringitis atau tonsillitis.

4. Apa etiologic dari scenario?

ETIOLOGI

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama
dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang
lebih tua dan dewasa muda2.

Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat
anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah
Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan
Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium.
Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan
abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya gejala pada scenario?
PATOLOGI

Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima adalah
kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi
pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu
infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak
palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.

Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan
yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan.
Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.

Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada
m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi
ke paru.

Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang
(recurrent) sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari infeksi
virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis)
6. Apa DD dan diagnosis dari scenario?

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Informasi dari pasien sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis abses peritonsil.
Adanya riwayat pasien mengalami nyeri pada tenggorokan adalah salah satu yang mendukung
terjadinya abses peritonsil. Riwayat adanya faringitis akut yang disertai tonsilitis dan rasa kurang
nyaman pada pharingeal unilateral.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tonsilitis akut dengan asimetri faring. Inspeksi
terperinci daerah yang membengkak mungkin sulit karena ketidakmampuan pasien
membuka mulut. Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar regional. Pada
pemeriksaan kavum oral didapatkan hiperemis. Tonsil hiperemis, eksudasi, mungkin
banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah. Uvula bengkak dan
terdorong ke sisi kontralateral. Abses peritonsil biasanya unilateral dan terletak di pole
superior dari tonsil yang terkena, di fossa supratonsiler. Mukosa di lipatan supratonsiler
tampak pucat dan bahkan seperti bintil-bintil kecil. Diagnosis jarang diragukan jika
pemeriksa melihat pembengkakan peritonsilaris yang luas, mendorong uvula melewati
garis tengah, dengan edema dari palatum mole dan penonjolan jaringan dari garis tengah.
(1)
Asimetri palatum mole, tampak membengkak dan menonjol ke depan, serta pada
palpasi palatum mole teraba fluktuasi.
DIAGNOSIS BANDING

Infiltrat peritonsil, tumor, abses retrofaring, abses parafaring, aneurisma arteri karotis interna,
infeksi mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi gigi, dan adenitis tonsil

Diagnosis: abses peritonsilar

7. Apa tanda dan gejala dari skenrio?

Gejala klasik dimulai 3-5 hari, waktu dari onset gejala sampai terjadinya abses sekitar 2-8
hari. Abses peritonsil akan menggeser kutub superior tonsil ke arah garis tengah dan dapat
diketahui derajat pembengkakan yang ditimbulkan di palatum mole. Terdapat riwayat faringitis
akut, tonsilitis, dan rasa tidak nyaman pada tenggorokan atau faring unilateral yang semakin
memburuk. Kebanyakan pasien menderita nyeri hebat.

Gejala yang dikeluhkan pasien antara lain demam, disfagia, dan odinofagia yang menyolok dan
spontan. Hot potato voice, mengunyah terasa sakit karena m. Masseter menekan tonsil yang
meradang, sakit kepala, rasa lemah, dehidrasi, nyeri telinga (otalgia) ipsilateral, mulut berbau
(foetor ex orae), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi),
suara sengau (rinolalia) (4) karena oedem palatum molle yang terjadi karena infeksi menjalar ke
radix lingua dan epiglotis atau oedem perifokalis, dan kadang-kadang sukar membuka mulut
(trismus) yang bervariasi, trismus menandakan adanya inflamasi dinding lateral faring dan m.
Pterigoid interna, sehingga menimbulkan spasme muskulus tersebut. Keparahan dan
progresivitasnya ditunjukkan dari trismus. Pernafasan terganggu biasanya akibat pembengkakan
mukosa dan submukosa faring. Sesak akibat perluasan edema ke jaringan laring jarang terjadi.
Bila kedua tonsil terinfeksi maka gejala sesak nafas lebih berat dan lebih menakutkan. Akibat
limfadenopati dan inflamasi otot, pasien sering mengeluhkan nyeri leher dan terbatasnya gerakan
leher (torticolis)
8. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik ?
Sudah~
9. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang?
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tonsilitis akut dengan asimetri faring. Inspeksi
terperinci daerah yang membengkak mungkin sulit karena ketidakmampuan pasien
membuka mulut. Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar regional. Pada
pemeriksaan kavum oral didapatkan hiperemis. Tonsil hiperemis, eksudasi, mungkin
banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah. Uvula bengkak dan
terdorong ke sisi kontralateral. Abses peritonsil biasanya unilateral dan terletak di pole
superior dari tonsil yang terkena, di fossa supratonsiler. Mukosa di lipatan supratonsiler
tampak pucat dan bahkan seperti bintil-bintil kecil. Diagnosis jarang diragukan jika
pemeriksa melihat pembengkakan peritonsilaris yang luas, mendorong uvula melewati
garis tengah, dengan edema dari palatum mole dan penonjolan jaringan dari garis tengah.
(1)
Asimetri palatum mole, tampak membengkak dan menonjol ke depan, serta pada
palpasi palatum mole teraba fluktuasi

3. Pemeriksaan Penunjang (14)

Nasofaringoskopi dan laringoskopi fleksibel direkomendasikan untuk penderita yang


mengalami gangguan pernafasan. Gold standart pemeriksaan yaitu dengan melakukan aspirasi
jarum (needle aspration). Tempat yang akan dilakukan aspirasi di anestesi dengan menggunakan
lidokain atau epinefrin dengan menggunakan jarum berukuran 16-18 yang biasa menempel pada
syringe berukuran 10 cc. Aspirasi material yang purulen merupakan tanda khas, dan material
dapat dikirim untuk dibuat biakannya sehingga dapat diketahui organisme penyebab infeksi demi
kepentingan terapi antibiotika. Pada penderita abses peritonsil perlu dilakukan pemeriksaan:
 Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit (electrolyte
level measurement), dan kultur darah (blood cultures).
 Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis dan
bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif, penderita memerlukan
evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu dilakukan pada
penderita dengan hepatomegaly.
 Throat culture atau throat swab and culture diperlukan untuk identifikasi organisme
yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan
efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik.
 Plain radiographs adalah foto pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue
views) dari nasopharyng dan oropharyng dapat membantu dokter dalam menyingkirkan
diagnosis abses retropharyngeal.

Gambar 8. Foto lateral soft


tissue dengan gambaran abses peritonsil (15)

 Computerized tomography (CT scan) biasanya tampak kumpulan cairan hypodense di


apex tonsil yang terinfeksi menandakan adanya cairan pada tonsil yang terkena
disamping itu juga dapat dilihat pembesaran yang asimetris pada tonsil. Pemeriksaan ini
dapat membantu untuk rencana operasi.

Gambar 9. CT Scan dari Abses peritonsil


dextra (15)

 Peripheral Rim Enhancement Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.


Intraoral ultrasonografi mempunyai sensifitas 95,2 % dan spesifitas 78,5 %.
Transcutaneous ultrasonografi mempunyai sensifitas 80% dan spesifisitas 92,8 %.
merupakan teknik yang simple dan noninvasif dan dapat membantu dalam membedakan
antara selulitis dan awal dari abses. Pemeriksaan ini juga bias menentukan pilihan yang
lebih terarah sebelum melakukan operasi dan drainase secara pasti.
Gambar 10. Ultrasonografi dari abses
peritonsil
10. Apa terapi yang tepat untuk scenario?

TERAPI

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-
kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin
600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg,
metronidazol 3-4 x 250-500 mg2.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision
dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan
supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala pasien.

Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di ganglion
sfenopalatum.

Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-
4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a” tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah
drainase abses disebut tonsilektomi “a” froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi
tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses 2.
Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsilaris
berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai
kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi
dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 6–8 minggu kemudian
mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi menganjurkan
tonsilektomi segera10.

Gambar 3. tonsilektomi

Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yang dilakukan Ozbek


mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous dexamethasone pada antibiotik
parenteral telah terbukti secara signifikan mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours
hospitalized), nyeri tenggorokan (throat pain), demam, dan trismus dibandingkan dengan kelompok
yang hanya diberi antibiotik parenteral.

11. Apa komplikasi dari scenario?

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah: (4)

 Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru, atau piemia.


 Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring.
Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan mediastinitis.
 Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus
kavernosus, meningitis, dan abses otak.
 Sekuele post streptokokus seperti glomerulonefritis dan demam rheumatik apabila bakteri
penyebab infeksi adalah Streptococcus Group A.
 Kematian walaupun jarang dapat terjadi akibat perdarahan atau nekrosis septik ke
selubung karotis atau carotid sheath.
 Peritonsilitis kronis dengan aliran pus yang berjeda.
 Akibat tindakan insisi pada abses, terjadi perdarahan pada arteri supratonsilar.

Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis abses peritonsil diabaikan.
Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progresi penyakit. Untuk itulah
diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini

Anda mungkin juga menyukai