STEP 1
STEP 2
STEP 3
Dalam faring: retrofiring dan parafaring pelebaran infeksi. Abses retrofiring. Fungsi: artikulasi,
resonansi suara, menelan.
Laryng: bagian terbawah dr sal.nafas atas. Apitel respiratori(epitel pseudokompleks bersilia).
Kartilago epiglottis, kartilago krikoid, arytenoid, kornikulata.
Tonsil: meneptai fossa tonsil. Pilaer anterior dan pilar posterior.
Kriptus: 10-30 kriptus, sumber infeksi dr maknaan atau epitel yg terlepas.
Ruang peritonsilar
Abses di jar. Ikat longgar, kapsul, ditepi lateral ada fsia faring. M.palatoglosus dan
m.palatofaringeus.
2. Mengapa pasien mengeluh sulit membuka mulut, keluar air liur terus menerus serta bau mulut?
Nyeri tenggorok,nyeri menelan, nyeri menjalar ke telinga. Faring : saraf motoric dan sensorik.
Menjalarkan nyeri jika ada peradangan.
Tonsillar ada di tuba eustachii.
Nyeri telinga oleh n.9 krn faringitis atau tonsillitis.
Badan lemas Karena ada infeksi.
Trismus, halithosis ada peradangan didaerah tonsil abses di peritonsil.
Trismus radang pd m.pterigoid interna.
Bau mulut : kering/abses di tonsil.
Keluar air liur : n. vagus gln.dimulut saraf parasimpatis--> hipersalivasi
Gejala regurgitasi (mual)
3. Mengapa keluhan disertai dengan nyeri saat menelan, dan menjalar sampai telinga?
Sulit menelan: kuman infiltrsi lapisan epitel –> limfoid pmn radang pembengkakan
sulit mnelan gangguan nutrisi badan lemas
T4 sudah nempel ke uvula, T2 masih normal.
Nyeri tenggorok,nyeri menelan, nyeri menjalar ke telinga. Faring : saraf motoric dan sensorik.
Menjalarkan nyeri jika ada peradangan.
Tonsillar ada di tuba eustachii.
Nyeri telinga oleh n.9 krn faringitis atau tonsillitis.
ETIOLOGI
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama
dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang
lebih tua dan dewasa muda2.
Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat
anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah
Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan
Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium.
Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan
abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya gejala pada scenario?
PATOLOGI
Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima adalah
kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi
pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu
infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak
palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.
Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan
yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan.
Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada
m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi
ke paru.
Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang
(recurrent) sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari infeksi
virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis)
6. Apa DD dan diagnosis dari scenario?
1. Anamnesis
Informasi dari pasien sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis abses peritonsil.
Adanya riwayat pasien mengalami nyeri pada tenggorokan adalah salah satu yang mendukung
terjadinya abses peritonsil. Riwayat adanya faringitis akut yang disertai tonsilitis dan rasa kurang
nyaman pada pharingeal unilateral.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tonsilitis akut dengan asimetri faring. Inspeksi
terperinci daerah yang membengkak mungkin sulit karena ketidakmampuan pasien
membuka mulut. Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar regional. Pada
pemeriksaan kavum oral didapatkan hiperemis. Tonsil hiperemis, eksudasi, mungkin
banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah. Uvula bengkak dan
terdorong ke sisi kontralateral. Abses peritonsil biasanya unilateral dan terletak di pole
superior dari tonsil yang terkena, di fossa supratonsiler. Mukosa di lipatan supratonsiler
tampak pucat dan bahkan seperti bintil-bintil kecil. Diagnosis jarang diragukan jika
pemeriksa melihat pembengkakan peritonsilaris yang luas, mendorong uvula melewati
garis tengah, dengan edema dari palatum mole dan penonjolan jaringan dari garis tengah.
(1)
Asimetri palatum mole, tampak membengkak dan menonjol ke depan, serta pada
palpasi palatum mole teraba fluktuasi.
DIAGNOSIS BANDING
Infiltrat peritonsil, tumor, abses retrofaring, abses parafaring, aneurisma arteri karotis interna,
infeksi mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi gigi, dan adenitis tonsil
Gejala klasik dimulai 3-5 hari, waktu dari onset gejala sampai terjadinya abses sekitar 2-8
hari. Abses peritonsil akan menggeser kutub superior tonsil ke arah garis tengah dan dapat
diketahui derajat pembengkakan yang ditimbulkan di palatum mole. Terdapat riwayat faringitis
akut, tonsilitis, dan rasa tidak nyaman pada tenggorokan atau faring unilateral yang semakin
memburuk. Kebanyakan pasien menderita nyeri hebat.
Gejala yang dikeluhkan pasien antara lain demam, disfagia, dan odinofagia yang menyolok dan
spontan. Hot potato voice, mengunyah terasa sakit karena m. Masseter menekan tonsil yang
meradang, sakit kepala, rasa lemah, dehidrasi, nyeri telinga (otalgia) ipsilateral, mulut berbau
(foetor ex orae), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi),
suara sengau (rinolalia) (4) karena oedem palatum molle yang terjadi karena infeksi menjalar ke
radix lingua dan epiglotis atau oedem perifokalis, dan kadang-kadang sukar membuka mulut
(trismus) yang bervariasi, trismus menandakan adanya inflamasi dinding lateral faring dan m.
Pterigoid interna, sehingga menimbulkan spasme muskulus tersebut. Keparahan dan
progresivitasnya ditunjukkan dari trismus. Pernafasan terganggu biasanya akibat pembengkakan
mukosa dan submukosa faring. Sesak akibat perluasan edema ke jaringan laring jarang terjadi.
Bila kedua tonsil terinfeksi maka gejala sesak nafas lebih berat dan lebih menakutkan. Akibat
limfadenopati dan inflamasi otot, pasien sering mengeluhkan nyeri leher dan terbatasnya gerakan
leher (torticolis)
8. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik ?
Sudah~
9. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang?
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tonsilitis akut dengan asimetri faring. Inspeksi
terperinci daerah yang membengkak mungkin sulit karena ketidakmampuan pasien
membuka mulut. Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar regional. Pada
pemeriksaan kavum oral didapatkan hiperemis. Tonsil hiperemis, eksudasi, mungkin
banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah. Uvula bengkak dan
terdorong ke sisi kontralateral. Abses peritonsil biasanya unilateral dan terletak di pole
superior dari tonsil yang terkena, di fossa supratonsiler. Mukosa di lipatan supratonsiler
tampak pucat dan bahkan seperti bintil-bintil kecil. Diagnosis jarang diragukan jika
pemeriksa melihat pembengkakan peritonsilaris yang luas, mendorong uvula melewati
garis tengah, dengan edema dari palatum mole dan penonjolan jaringan dari garis tengah.
(1)
Asimetri palatum mole, tampak membengkak dan menonjol ke depan, serta pada
palpasi palatum mole teraba fluktuasi
TERAPI
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-
kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin
600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg,
metronidazol 3-4 x 250-500 mg2.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision
dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan
supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala pasien.
Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di ganglion
sfenopalatum.
Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-
4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a” tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah
drainase abses disebut tonsilektomi “a” froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi
tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses 2.
Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsilaris
berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai
kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi
dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 6–8 minggu kemudian
mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi menganjurkan
tonsilektomi segera10.
Gambar 3. tonsilektomi
Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis abses peritonsil diabaikan.
Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progresi penyakit. Untuk itulah
diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini