Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai


118,010,413 jiwa (Tabel Sensus Penduduk 2010). Jumlahnya yang
banyak merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan,
namun jika tidak didukung dengan kualitas maka penduduk perempuan
hanya akan menjadi beban suatu negara.
Dalam kehidupan nyata seringkali perempuan kurang mampu
berperan aktif dalam ekonomi keluarga, sehingga perempuan hanya
bekerja sebagai ibu rumah tangga dan bergantung dengan hasil
pendapatan suami. Pekerjaan perempuan dalam rumah tangga
menyebabkan perempuan dianggap sebagai penerima pasif
pembangunan. Berdasarkan sumber data World Bank tahun 2007 yang
telah diolah kembali, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di
Indonesia 51,7% dan tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki
mencapai 88,5% (Sari Lestari Zainal Ridho dan Muhammad Nizar Al
Rasyid, 2010: 14).
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi kerja perempuan
di Indonesia masih rendah dibanding tingkat partisipasi kerja laki-laki.
Rendahnya tingkat partisipasi tersebut disebabkan keterbatasan yang
dihadapi oleh perempuan seperti peluang dan kesempatan yang
terbatas dalammengakses dan mengontrol sumberdaya, keterampilan
dan pendidikan yang rendah, hambatan ideologis perempuan yang
terkait rumah tangga serta kendala tertentu yang dikenal dengan istilah
“tripple burden of women”, yaitu perempuan harus melakukan fungsi
reproduksi, produksi dan fungsi sosial secara bersamaan di masyarakat.
Adanya kendala-kendala tersebut meyebabkan perempuan
tidak dapat menjadi mitra kerja aktif laki-laki dalam menangani masalah
sosial ekonomi. Menurut Riant Nugroho,berbagai upaya dan usaha telah
dilakukan pemerintah sejak 1978 untuk membantu meningkatkan kondisi
ekonomi dan sosial laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, kemajuan dan
keberhasilan tersebut belum dapat mengenai secara merata pada
sebagian besar perempuan, terlebih pada perempuan perdesaan yang
mengalami berbagai ketertinggalan. Bila keadaan tersebut terus
berlanjut maka perempuan yang jumlahnya lebih dari setengah jumlah
penduduk Indonesia dapat menjadi beban pembangunan dan bukan
sebagai sumber daya pembangunan yang berpotensi (Riant Nugroho,
2008: 160).
Untuk dapat melibatkan perempuan yang secara kualitas masih
rendah diperlukan sebuah upaya yang nyata dan berkesinambungan
salah satunya yaitu dengan melakukan pemberdayaan perempuan.
Menurut Sulistiyani,pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti
kekuatan atau kemampuan, maka pemberdayaan dimaknai sebagai
proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau
pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki
daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Sulistiyani A.T,
2004: 7).
Dalam konteks pembangunan nasional, pemberdayaan
perempuan berarti upaya menumbuh kembangkan potensi dan peran
perempuan dalam semua dimensi kehidupan. Menurut Riant Nugroho
menyatakan tujuan dari program permberdayaan perempuan antara lain:
1. meningkatkan kemampuan kaum perempuan untuk melibatkan diri
dalam program pembangunan, sebagai partisipasi aktif (subjek) agar
tidak sekedar menjadi objek pembagunan seperti yang terjadi selama ini,
2. meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam kepemimpinan,
untuk meningkatkan posisi tawar-menawar dan keterlibatan dalam setiap
pembangunan baik sebagai perencana, pelaksana, maupun melakukan
monitoring dan evaluasi kegiatan,
3. meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam mengelola usaha
skala rumah tangga, industri kecil maupun industri besar untuk
menunjang peningkatan kebutuhan rumah tangga, maupun untuk
membuka peluang kerja produktif dan mandiri,
4. meningkatkan peran dan fungsi organisasi perempuan di tingkat lokal
sebagai wadah pemberdayaan kaum perempuan agar dapat terlibat
secara aktif dalam program pembangunan pada wilayah tempat
tinggalnya (Riant Nugroho,2008: 163-164). “Program pemberdayaan
perempuan dalam kehidupan keluarga akan mampu menjadi „pintu
masuk‟ menuju perbaikan kesejahteraan keluarga” (Sunyoto Usman,
2004). Berkaitan dengan perbaikan kesejahteraan keluarga maka telah
menuntut perempuan untuk dapat menopang ketahanan ekonomi
keluarga. Kondisi demikian merupakan dorongan yang kuat bagi
perempuan untuk berkerja dalam menambah penghasilan Seperti halnya
program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan di Dusun
Pelemadu, Sriharjo, Bantul oleh Pusat Kajian dan Pengembangan
Ekonomi Kerakyatan (PKPEK) dan PT. Permodalan Nasional Madani
(Persero) atau lebih dikenal dengan nama PNM. Program
pemberdayaan ini lebih ditekankan untuk mengembangkan home
industry rempeyek yang dikelola oleh masyarakat. Namun dalam
penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada subjek perempuan, karena
dalam kenyataannya perempuan di desa sering mengalami
ketertinggalan baik di bidang ekonomi maupun pendidikan dari pada
perempuan di kota, Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, mayoritas
pengelola home industry di Dusun Pelemadu adalah perempuan. Home
industry tersebut bergerak di bidang makanan rempeyek. Dengan
adanya pemberdayaan tersebut maka diharapkan perempuan dapat
meningkatkan keterampilannya dan dapat terlibat secara aktif dalam
peningkatan ekonomi keluarga khususnya melalui usaha rumah tangga
(home industry).
Di tengah banyaknya makanan-makanan import saat ini dan adanya
persaingan antar home industry sejenis serta kondisi perempuan di
Pelemadu yang pada tahun 2006 pernah menjadi korban gempa Yogya,
maka diperlukan bentuk-bentuk pemberdayaan yang mampu membantu
perempuan agar dapat membangun kembali usahanya dan
meningkatkan kualitas produk rempeyeknya agar tetap mampu bersaing
dengan produk-produk makanan lainnya. Selain itu, bentuk
pemberdayaan yang diberikan harus mampu membantu perempuan
dalam memperoleh akses modal dan akses pemasaran agar nantinya
usaha yang mereka kelola dapat mandiri dan berkembang.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di Dusun Pelemadu,
Desa Sriharjo terdapat 345 Kepala Keluarga (KK) dan diantaranya
terdapat 39 home industry dan telah mampu menyerap sekitar 450
tenaga kerja untuk produksinya. Dengan pendapatan rata-rata Rp
3.264.989,00 per hari dan biaya produksi rata-rata Rp 2.620.205,00 per
hari (Data Industri Peyek Pelemadu 2009). Jumlah ini berkurang jika
dibandingkan dengan tahun 2009 yang pelakunya mencapai 44 home
industry. Terkait dengan home industry tersebut, dalam pengelolaannya
masih mengalami hambatan. Hambatan tersebut yaitu terkait dengan
fluktuatif harga bahan baku yang cenderung menaik sedangkan harga
produk tidak dapat dinaikkan, persaingan dari luar industri Dusun
Pelemadu, persaingan yang tidak sehat antar home industry di Dusun
Pelemadu dan pengelolaannya yang masih sangat sederhana sehingga
mempunyai bargaining position yang lemah. Bargaining position yang
lemah di lihat dari berbagai segi antara lain dalam hal sistem produksi,
manajemen usaha, permodalan dan sistem pemasaran masih belum
menunjukkan visi dan aspek keberlangsungan usaha yang jelas untuk
mampu bersaing di era globalisasi.
Karena peran perempuan cukup penting dalam menopang
pembangunan khususnya melalui usaha kecil (home industry), maka
dalam rangka membantu peningkatan pendapatan keluarga,
pemberdayaan perempuan untuk usaha kecil menjadi cukup penting
untuk dilakukan agar terhindar dari perlakuan persaingan industri skala
sedang dan besar yang mematikan. Melihat permasalahan yang telah
diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul ”Pemberdayaan Kaum Perempuan dalam Menunjang
Peningkatan Pendapatan Keluarga melalui Home Industry di Desa
Seponjen Kabupaten Muaro Jambi”
B. Identifikasi Masalah
Atas dasar uraian yang dipaparkan pada latar belakang di atas,
maka dapat diidentifikasi sebagai berikut. 6
1. Peran perempuan dalam hal pembangunan ekonomi cukup penting,
namun dalam kenyataannya perempuan kurang dapat berperan aktif.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan
yang masih relatif rendah.

2. Berbagai upaya program pemberdayaaan telah dilakukan pemerintah


untuk meningkatkan peran aktif perempuan dalam pembangunan,
namun keberhasilan dan kemajuannya masih belum merata.

3. Kondisi perempuan secara kualitas masih rendah dibandingkan


dengan laki-laki.

4. Dari tahun ke tahun jumlah perempuan yang aktif dalam pengelolaan


home industry semakin berkurang.

5. Bergaining position yang lemah menjadi ancaman keberlangsungan


usaha home industry yang dikelola perempuan pada saat ini.

6. Pengelola usaha perempuan mengalami kesulitan dalam


mengembangkan usahanya.

7. Home industry yang dikelola perempuan banyak yang bergerak di


bidang yang sama sehingga menyebabkan persaingan yang ketat.

C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan masalah yang menyimpang
dari permasalahan, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian
ini hanya pada bentuk pemberdayaan yang dilakukan PKPEK dan PNM
kepada perempuan pemilik sekaligus pengelola home industry di Desa
seponjen serta pengaruhnya terhadap pendapatan home industry dan
keluarga.
D. Rumusan Masalah

Untuk lebih mengarahkan pelaksanaan penelitian, maka masalah yang


dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk program pemberdayaan yang telah dilakukan


oleh PKPEK dan PNM dalam hal pengembangan home industry di
Desa Seponjen ?

2. Seberapa besar peningkatan pendapatan home industry yang dimiliki


sekaligus dikelola perempuan setelah adanya pemberdayaan di Desa
Seponjen?

3. Berapa perubahan proporsi pendapatan perempuan dari hasil home


industry dalam menunjang peningkatan pendapatan keluarga
sebelum dan setelah adanya pemberdayaan di Desa Seponjen?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dasar pada penelitian ini adalah :

1. mengetahui bentuk program pemberdayaan yang telah dilakukan


oleh PKPEK dan PNM dalam hal pengembangan home industry di
Desa Seponjen,

2. mengetahui seberapa besar peningkatan pendapatan home industry


yang dimiliki sekaligus dikelola perempuan setelah adanya
pemberdayaan di Desa Seponjen,

3. mengetahui berapa perubahan proporsi pendapatan perempuan dari


hasil home industry dalam menunjang peningkatan pendapatan
keluarga sebelum dan setelah adanya pemberdayaan di Desa
Seponjen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pemberdayaan Perempuan
a. Konsep Pemberdayaan

Sulistiyani (2004:7) menjelaskan bahwa “Secara etimologis


pemberdayaan berasal dari kata dasar „daya‟ yang berarti kekuatan
atau kemampuan”. Bertolak dari pengertian tersebut, maka
pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya,
kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan
atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang
kurang atau belum berdaya.
Sementara menurut Prijono, S. Onny dan Pranarka, A.M.W
(1996:55),
pemberdayaan adalah proses kepada masyarakat agar menjadi
berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya
dan pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan
masyarakat yang tertinggal.
Dalam konteks pemberdayaan bagi perempuan, menurut
Nursahbani Katjasungkana dalam diskusi Tim Perumus Strategi
Pembangunan Nasional (Riant Nugroho, 2008) mengemukakan, ada
empat indikator pemberdayaan.
1) Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber daya-
sumber daya produktif di dalam lingkungan.
2) Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset
atau sumber daya yang terbatas tersebut.
3) Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai
kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol atas
pemanfaatan sumber daya-sumber daya tersebut.
4) Manfaat, yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama
menikmati hasil-hasil pemanfaatan sumber daya atau
pembangunan secara bersama dan setara.
Profesor Gunawan Sumodiningrat yang dikutip Riant
Nugroho (2008) menjelaskan untuk melakukan pemberdayaan
perlu tiga langkah yang berkesinambungan.
1) Pemihakan, artinya perempuan sebagai pihak yang diberdayakan
harus dipihaki daripada laki-laki.
2) Penyiapan, artinya pemberdayaan menuntut kemampuan
perempuan untuk bisa ikut mengakses, berpartisipasi,
mengontrol, dan mengambil manfaat.
3) Perlindungan, artinya memberikan proteksi sampai dapat dilepas.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan adalah proses untuk memperoleh daya,
kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan
atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak
yang kurang atau belum berdaya. Dalam penelitian ini yang
dimaksud pemberdayaan adalah pemberdayaan yang dilakukan
terhadap perempuan pemilik sekaligus pengelola home industry
pembuatan tas dari anyaman pandan.

b. Program Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ekonomi melalui


Home Industry
Dalam hal peningkatan ekonomi perempuan di Indonesia
khususnya di daerah perdesaan, perempuan memiliki keterbatasan
dalam menjalankan aktivitasnya, keterbatasan tersebut seperti
rendahnya pendidikan, keterampilan, sedikitnya kesempatan kerja, dan
juga hambatan ideologis perempuan yang terkait rumah tangga. Selain
itu perempuan juga dihadapkan pada kendala tertentu yang dikenal
dengan istilah “tripple burden of women”, yaitu perempuan harus
melakukan fungsi reproduksi, produksi dan fungsi sosial secara
bersamaan di masyarakat. Hal tersebut menyebabkan kesempatan
perempuan untuk memanfaatkan peluang ekonomi yang ada menjadi
sangat terbatas.
Oleh karena itu program pemberdayaan bagi perempuan di
bidang ekonomi sangat diperlukan karena pada dasarnya perempuan
memiliki potensi yang luar biasa dalam perekonomian terutama dalam
pengaturan ekonomi rumah tangga.
Menurut Riant Nugroho (2008: 164), tujuan dari program permberdayaan
perempuan adalah :
1) meningkatkan kemampuan kaum perempuan untuk melibatkan diri
dalam program pembangunan, sebagai partisipasi aktif (subjek) agar
tidak sekedar menjadi objek pembagunan seperti yang terjadi selama
ini,
2) meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam kepemimpinan,
untuk meningkatkan posisi tawar-menawar dan keterlibatan dalam
setiap pembangunan baik sebagai perencana, pelaksana, maupun
melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan,
3) meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam mengelola usaha
skala rumah tangga, industri kecil maupun industri besar untuk
menunjang peningkatan kebutuhan rumah tangga, maupun untuk
membuka peluang kerja produktif dan mandiri,
4) meningkatkan peran dan fungsi organisasi perempuan di tingkat lokal
sebagai wadah pemberdayaan kaum perempuan agar dapat terlibat
secara aktif dalam program pembangunan pada wilayah tempat
tinggalnya.
Di bidang ekonomi, permberdayaan perempuan lebih banyak ditekankan
untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola usaha, khususnya
dalam hal ini adalah usaha home industry. Ada lima langkah penting
yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan kemampuan
berwirausaha bagi perempuan. Menurut IMF yang dikutip oleh Herri, dkk
(2009: 5) lima langkah tersebut yaitu :
1) membantu dan mendorong kaum perempuan untuk membangun dan
mengembangkan pengetahuan serta kompetensi diri mereka, melalui
berbagai program pelatihan,
2) membantu kaum perempuan dalam strategi usaha dan pemasaran
produk,
3) memberikan pemahaman terhadap regulasi dan peraturan pemerintah
terkait dengan legalitas dunia usaha,
4) mendorong dan membantu kaum perempuan untuk mampu
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal,
5) membuat Usaha Mikro/Jaringan Usaha Mikro Perempuan/ Forum
Pelatihan Usaha.

Adapun program-program pemberdayaan perempuan yang ditawarkan


menurut Riant Nugroho (2008:165-166) adalah :
1) penguatan organisasi kelompok perempuan di segala tingkat mulai dari
kampung hingga nasional. Seperti misalnya PKK (Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga), perkumpulan koperasi maupun yayasan
sosial. Penguatan kelembagaan ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan lembaga agar dapat berperan aktif sebagai perencana,
pelaksana, maupun pengontrol,
2) peningkatan fungsi dan peran organisasi perempuan dalam pemasaran
sosial program-program pemberdayaan. Hal ini penting mengingat
selama ini program pemberdayaan yang ada, kurang disosialisasikan
dan kurang melibatkan peran masyarakat,
3) pelibatan kelompok perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring semua program pembangunan yang ada. Keterlibatan
perempuan meliputi program pembangunan fisik, penguatan ekonomi,
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
4) peningkatan kemampuan kepemimpinan perempuan, agar mempunyai
posisi tawar yang setara serta memiliki akses dan peluang untuk terlibat
dalam pembangunan,
5) peningkatan kemampuan anggota kelompok perempuan dalam bidang
usaha (skala industri kecil/rumah tangga hingga skala industri besar)
dengan berbagai keterampilan yang menunjang seperti kemampuan
produksi, kemampuan manajemen usaha serta kemampuan untuk
mengakses kredit dan pemasaran yang lebih luas.
Terkait dengan pemberdayaan perempuan dalam home industry, hal
yang perlu dilakukan adalah penciptaan iklim yang kondusif. Penciptaan
iklim yang kondusif tersebut dapat dilakukan dengan :

1) mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi


yang dimiliki,
2) menciptakan aksesbilitas terhadap berbagai peluang yang
menjadikannya semakin berdaya,
3) tindakan perlindungan terhadap potensi sebagai bukti keberpihakan
untuk mencegah dan membatasi persaingan yang tidak seimbang dan
cenderung eksploitasi terhadap yang lemah oleh yang kuat
(Roosganda Elizabeth, 2007: 131).

c. Strategi Pemberdayaan Perempuan

Pada dasawarsa‟70-an kesadaran mengenai peran perempuan


mulai berkembang yang diwujudkan dalam arah pendekatan program
yang memusatkan pada masalah „Perempuan dalam Pembangunan‟.
Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran mengenai perlunya kemandirian
bagi perempuan miskin agar pembangunan dapat dinikmati semua
pihak. Timbulnya pemikiran perempuan dalam pembagunan (Women in
Development/WID) karena perempuan merupakan sumber daya
manusia yang sangat berharga sehingga yang posisinya yang
termarjinalisasi perlu diikutsertakan ke dalam pembangunan.
Pendekatan WID memberikan perhatian pada peran produktif
perempuan dalam pembangunan.
Tujuan dari pendekatan ini adalah menekankan pada sisi
produktivitas tenaga kerja perempuan, khususnya berkaitan dengan
pendapatan perempuan, tanpa terlalu peduli dengan sisi reproduktifnya.
Sedangkan sasarannya adalah kalangan perempuan dewasa yang
secara ekonomi miskin. Bagi kalangan liberal dari Barat sangat terasa
pengaruhnya dengan pendekatan WID ini. Pada saat itu proyek-proyek
yang ada berusaha keras untuk meningkatkan akses perempuan
khususnya perempuan dewasa miskin untuk dapat meningkatkan
pendapatannya. “Proyek yang dijalankan untuk meningkatkan
pendapatan perempuan ini contohnya melalui kegiatan-kegiatan
keterampilan, seperti menjahit, menyulam dan lain sebagainya” (Riant
Nugroho, 2008: 137-138).
Dalam realisasinya konsep WID gagal dalam menyertakan
perempuan dalam proses pengambilan keputusan suatu proyek
pembangunan, maka dari itu konsep Gender and Development (GAD)
sebagai follow-up nya (2008: 140). Dalam konsep ini lebih didasarkan
pada suatu pendekatan mengenai pentingnya keterlibatan perempuan
dan laki-laki dalam proses pembangunan. Pendekatan ini lebih
memusatkan kepada isu gender dan tidak terlihat pada masalah
perempuan semata.
Pendekatan GAD merupakan satu-satunya pendekatan terhadap
perempuan dalam pembangunan dengan melihat semua aspek
kehidupan perempuan dan semua kerja yang dilakukan perempuan baik
kerja produktif, reproduktif, privat maupun publik dan menolak upaya
apapun untuk menilai rendah pekerjaan mempertahankan keluarga dan
rumah tangga. Pendekatan ini dikenal sebagai “pemberdayaan”.
Menurut Julia Cleves “Pemberdayaan ini lebih menekankan pada
strategi pemberdayaan dari bawah ke atas (bottom-up) dari pada
pemberdayaan dari atas ke bawah (top-down)” (Julia Cleves Moss,
1996: 209-210).
Pemberdayaan menjadi strategi penting dalam peningkatan
peran dan peluang perempuan dalam meningkatkan ekonominya
serta merupakan upaya peningkatan dan pengaktualisasian potensi
diri mereka agar lebih mampu mandiri dan berkarya. Pemberdayaan
dapat dilakukan melalui pembinaan dan peningkatan keterampilan
perempuan khususnya dalam penelitian ini adalah di bidang
pengembangan home industry.

WID GAD
pendekatan
 Berusaha  Berusaha
mengintegrasikan memberdayak
perempuan ke an dan
dalam proses mentransforma
pembangunan. si hubungan
tak setara
anatara pria
dan wanita.

fokus
 Perempuan  Hubungan
antara pria
dan wanita

Permasalahan
 Pengesampingan  Hubungan
perempuan dari kekuatan tak
proses setara yang
pembangunan. menghalangi
pembangunan
yang layak
dan partisipasi
penuh
perempuan.

sasaran
 Pembangunan yang  Pembanguan
lebih efesien dan yang layak
efektif. dan
berkelanjutan.
 Pria dan
wanita berbagi
dalam
pengambilan
keputusan dan
penguasaan.

d. Pendekatan Efesiensi terhadap Women in Development (WID)

Pendekatan efesiensi terhadap perempuan dalam pembangunan


dinyatakan berdasarkan kebijakan Overseas Development
Administration (ODA) yang tercatat tahun 2009 dan berbunyi :
“…Perempuan memegang kunci bagi masyarakat yang lebih produktif
dan dinamis. Jika mereka sendiri sehat dan berpengetahuan, serta
memiliki akses yang lebih besar terhadap pengetahuan, keterampilan
dan kredit, mereka akan lebih produktif secara ekonomis…” (Julia
Cleves Moss, diterjemahkan oleh Hatian Silawati, 1996: 206).
Pendekatan efesiensi berkerja pada dua tingkat yang berbeda.
Untuk memastikan efesiensi dalam projek pembangunan menuntut
keterlibatan perempuan karena mereka sering lebih efesien dan setia
dibanding laki-laki. Aspek kedua adalah kebijakan pembangunan pada
tingkat makro menuntut efesiensi dan produkrivitas dalam program
penyesuaian struktural (1996: 207).

e. Pendekatan Pemberdayaan atau Gender and Development (GAD)


Pendekatan pemberdayaan memahami tujuan pembangunan
bagi perempuan adalah dalam hal kemandirian dan kekuatan internal,
dan sedikit banyak lebih menekankan pada pembuatan undang-undang
yang berkenaan dengan kesamaan antara laki-laki dan perempuan
dibandingkan pemberdayaan perempuan itu sendiri. Dalam pendekatan
pemberdayaan berpendapat bahwa perkembangan organisasi
perempuan, yang mengarah pada mobilitas politik, peningkatan
kesadaran dan pendidikan rakyat, merupakan syarat penting bagi
perubahan sosial yang berkelanjutan (1996: 210).
Untuk melaksanakan pemberdayaan perempuan maka ada 4
(empat) langkah strategis yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut.
1) Pemberdayaan Perempuan (Women Empowerment);
2) Kesetaraan Gender (Gender Equality);
3) Pemberian Peluang dan Penguatan Aksi (Affirmative Action);
4) Harmonisasi atau Sinkronisasi Peraturan/Perundang-undangan dan
Kebijakan (Synchronization of Regulations and Policies). (Program
Pemberdayaan Perempuan Biak Tahun 2006-2007).

Adapun menurut Delly Maulana (2009: 46) menyebutkan strategi yang


perlu dilakukan dalam peningkatan produktivitas perempuan yaitu :
1) pelaksanaan permberdayaan melalui sistem kelembagaan atau
kelompok,
2) program pemberdayaan spesifik sesuai kebutuhan kelompok,
3) pengembangan kelembagaan keuangan mikro di tingkat lokal,
4) penyediaan modal awal untuk menjalankan usaha ekonomi produktif,
5) pengembangan usaha yang berkesinambungan,
6) pelibatan keluarga atau suami kelompok sasaran,
7) keterpaduan peran serta seluruh stakeholders,
8) penyediaan dan peningkatan kemudahan akses terhadap modal
usaha,
9) fasilitas bantuan, permodalan bersifat bergulir untuk pemupukan
permodalan,
10) pemantapan serta pendampingan untuk kemandirian kelompok.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam


melakukan pemberdayaan diperlukan keberpihakan dari pihak laki-laki.
Hal ini sesuai dengan teori Gender and Development, dimana teori ini
tidak hanya menfokuskan pada perempuan tetapi juga fokus terhadap
keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam pembangunan.

f. Implementasi Pemberdayaan Perempuan

Pendekatan pemberdayaan dikenal dengan model Gender and


Development. Dalam pendekatan ini bertujuan memahami
pembangunan bagi perempuan dalam hal kemandirian dan kekuatan
internal dari diri perempuan itu sendiri. Model ini lebih mementingkan
pada perkembangan organisasi perempuan yang mengarah pada tingkat
kesadaran dan pendidikan rakyat. Sebagai contoh adalah kegiatan
pemberdayaan perempuan di Ahmedabad, Gujarat, India.
Pemberdayaan ini dilakukan oleh Self-Employed Women’s Association
(SEWA). Sebelum adanya pemberdayaan, perempuan di Ahmedabad
berkerja sebagai pemulung kertas. Hasil yang diperoleh dari memulung
hanya 10 persen dari nilai kertas yang dikumpulkan. Melalui asosiasi
SEWA, perempuan di Ahmedabad diberikan bantuan untuk
mendapatkan upah yang lebih tinggi dan pelatihan serta mendirikan
bank sendiri untuk komunitas mereka. Namun dalam upaya
pemberdayaan yang dilakukan, perempuan masih dihadapkan pada
banyaknya korupsi dan kendala, ketika orang dengan kepentingan
pribadi menghentikan jalan mereka.
Menghadapi bermacam-macam tekanan ini, pemulung kertas
mengorganisasikan diri dalam serangkaian kerja sama. Dengan
memanfaatkan kekuatan dan posisi kolektif, mereka menggunakan
solusi imajinatif untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari pada
bersandar pada niat baik agar mereka mendapat akses terhadap kertas.
Mereka justru meneliti sistem tender dan belajar bagaimana bersaing
dengan para kontraktor dengan kondisinya sendiri dan mereka berjuang
agar terbebas sepenuh dari perantara serta berharap agar mempunyai
pabrik sendiri untuk memproses kembali kertas mereka. Adanya
kekuatan mereka yang terpadu dan tak kenal nyerah, para pemulung
tersebut menjadi diri mereka sebagai kekuatan yang patut
diperhitungkan dimata pemerintah, kontarktor dan diri mereka sendiri.
Pada saat yang sama, SEWA bekerja dengan pemulung kertas
guna menemukan cara-cara alternatif peningkatan pendapatan. Dari
adanya usaha pemberdayaan tersebut, perempuan di Ahmedabad saat
ini telah mampu hidup lebih baik. Mereka telah mampu memperoleh
harga yang lebih baik untuk kertasnya serta mampu mendirikan
koperasi. “Empat koperasi baru para mantan pemulung kertas
terbentuk : penenunan, kebersihan, kabel elektronik dan produksi file”
(Julia Cleves Mosse. 2007: 211-213).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran
pemberdayaan cukup penting untuk meningkatkan kemandirian
perempuan khususnya di bidang ekonomi. Peran adanya lembaga atau
organisasi serta keberpihakan dari laki-laki mampu membuat perempuan
meningkatkan kualitas hidupnya yang pada akhirnya dapat berpengaruh
positif pada peningkatan ekonomi keluarga.
2. Pendapatan
a. Definisi Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh para


anggota masyarakat untuk jangka waktu tertentu sebagai balas jasa atas
faktor-faktor produksi yang mereka sumbangkan dalam turut serta
membentuk produk nasional. Menurut Wahyu Adji “Pendapatan atau
income adalah uang yang diterima oleh seseorang dan perusahaan dalam
bentuk gaji, upah, sewa bunga, dan laba termasuk juga beragam
tunjangan, seperti kesehatan dan pensiun” (Wahyu Adji, 2004: 3).
Bambang Swasta Sunuharjo dalam Buku Kemiskinan dan Kebutuhan
pokok yang dikutip Riana Mustika Agustin (2010: 23) merinci pendapatan
dalam 3 kategori yaitu :
1) pendapatan berupa uang yaitu segala penghasilan berupa uang yang
sifatnya regular dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau
kontra prestasi,
2) pendapatan berupa barang adalah segala pendapatan yang sifatnya
reguler dan biasa, akan tetapi selalu berbentuk balas jasa dan diterima
dalam bentuk barang dan jasa,
3) pendapatan yang bukan merupakan pendapatan adalah segala
penerimaan yang bersifat transfer redistributive dan biasanya membuat
perubahan dalam keuangan rumah tangga.

b. Pendapatan Keluarga
Menurut T.Gilarso (2002: 63) “Pendapatan keluarga
merupakan balas karya atau jasa atau imbalan yang diperoleh karena
sumbangan yang diberikan dalam kegiatan produksi”. Secara konkritnya
pendapatan keluarga berasal dari :
1) usaha itu sendiri : misalnya berdagang, bertani, membuka usaha
sebagai wiraswastawan,
2) bekerja pada orang lain: misalnya sebagai pegawai negeri atau
karyawan,
3) hasil dari pemilihan: misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain.
Pendapatan bisa berupa uang maupun barang misal berupa santunan
baik berupa beras, fasilitas perumahan dan lain-lain. Pada umumnya
pendapatan manusia terdiri dari pendapatan nominal berupa uang
dan pendapatan riil berupa barang.

Apabila pendapatan lebih ditekankan pengertiannya pada


pendapatan rumah tangga, maka pendapatan merupakan jumlah
keseluruhan dari pendapatan formal, informal dan pendapatan
subsistem. Pendapatan formal adalah segala penghasilan baik
berupa uang atau barang yang diterima biasanya sebagai balas jasa.
Pendapatan informal berupa penghasilan yang diperoleh melalui
pekerjaan tambahan diluar pekerjaan pokoknya. ”Sedangkan
pendapatan subsistem adalah pendapatan yang diperoleh dari sektor
produksi yang dinilai dengan uang dan terjadi bila produksi dengan
konsumsi terletak disatu tangan atau masyarakat kecil” (Nugraheny
Mustika, 2009: 15).
Berkaitan dengan pengertian ini maka dapat disimpulkan
bahwa pendapatan keluarga adalah jumlah keseluruhan pendapatan
yang diterima dari pendapatan formal, informal dan pendapatan
subsistem. Dalam penelitian ini yang dimaksud pendapatan kelurga
adalah pendapatan keseluruhan yang diterima keluarga perempuan
pemilik sekaligus pengelola home industry baik dari hasil home
industry maupun non- home industry.

c. Metode Perhitungan Pendapatan


Menurut Soediyono yang dikutip oleh Riana Mustika Agustin (2010: 26-
27)perhitungan pendekatan pendapatan sebagai berikut.
1) Pendekatan hasil produksi
Besarnya pendapatan dapat dihitung dengan mengumpulkan data
tentang hasil akhir barang dan jasa untuk suatu unit produksi
yang menghasilkan barang dan jasa.
2) Pendekatan Pendapatan
Pendapatan dapat dihitung dengan mengumpulkan data tentang
pendapatan yang diperoleh oleh suatu rumah tangga keluarga.
3) Pendekatan Pengeluaran
Menghitung besarnya pendapatan dengan menjumlahkan seluruh
pengeluran yang dilakukan oleh suatu unit ekonomi.
Pendekatan perhitungan pendapatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pendekatan pendapatan yang mengumpulkan semua
pendapatan yang diperoleh keluarga baik itu dari hasil bekerjanya di
usaha home industry, pekerjaan pokoknya maupun pekerjaan
sampingannya.

3. Usaha Kecil

a. Undang-undang
Upaya untuk pemberdayaan usaha kecil diatur oleh :
1) UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang memberikan landasan
hukum yang kuat untuk tumbuh kembangnya usaha kecil.

2) UU No. 20 tahun 2008 merupakan pengganti UU No. 9 tahun 1995.


Dalam UU ini dijelaskan tentang Usaha Kecil dan Menengah yang
terkait dengan pengertian, kriteria, asas dan tujuan, prinsip dan tujuan
pemberdayaan, penumbuhan iklim usaha, pengembangan usaha,
pembiayaan dan penjaminan, kemitraan serta koordinasi dan
pengendalian usaha mikro, kecil, dan menengah (www.depkop.go.id,
diakses tanggal 27 Maret 2011).

b. Definisi Usaha Kecil


Usaha Kecil menurut UU No 20 tahun 2008 pasal 1 menjelaskan:
usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Kriteria tersebut di jelaskan dalam pasal 6 yaitu :
1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah). (www.depkop.go.id, diakses 27
Maret 2011)

Usaha kecil disini meliputi usaha kecil informal dan usaha kecil
tradisional. Usaha kecil informal adalah usaha yang belum terdaftar,
belum tercatat, dan belum berbadan hukum. Usaha kecil informal
meliputi petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan,
pedagang keliling, pedagang kaki lima dan pemulung. Sementara itu,
usaha kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi
sederhana yang telah digunakan secara turun temurun, atau berkaitan
dengan seni dan budaya (Sutrisno Iwanto, 2002: 47-48).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha kecil
adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil yang kekayaan
bersihnya lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00. Dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha home
industry yang dimiliki sekaligus dikelola oleh perempuan di Dusun
Pelemadu.

c. Karakteristik Usaha Kecil


Karakteristik usaha kecil menurut Soeharto Prawirokusumo (2010:
48-49).
1) Usaha kecil biasanya dikelola oleh pemiliknya sehingga disebut
owner-manager yang biasanya bertindak sebagai pimpinan yang
memberikan arah kepada beberapa staf yang tidak terlalu banyak
dan tidak berspesialisasi untuk menjalankan usaha. Mereka disebut
management team yang biasanya berasal dari anggota keluarga,
sanak saudara atau teman dekat.
2) Usaha kecil biasanya hanya mempunyai single product line tidak
diversifikasi usaha. Volume usaha relatif kecil.
3) Penanggung jawab pengambilan keputusan biasanya dipegang oleh
satu orang dan kurang memberikan wewenang kepada orang lain.
4) Hubungan antara management dengan pekerjaannya bersifat sangat
dekat.
5) Biasanya organisasi usaha tanpa adanya spesialisasi fungsional.
6) Dalam sistem pelaporan juga tidak bertingkat.
7) Kurang mempunyai long term planning.
8) Biasanya tidak go public.
9) Lebih berorientasi kepada survival untuk menjaga owner’s equity dari
pada profit maximumisasi.
10) Tidak dominan dalam pasar.

d. Pendekatan Pemberdayaan Usaha Kecil


Dalam Bab V tentang Penumbuhan Iklim Usaha dan Bab VI tentang
pengembangan usaha serta Bab VII tentang Pembiayaan dan
Penjaminan dari UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha kecil, ada tiga
hal yang dapat digunakan sebagai pendekatan utama dalam
pemberdayaan usaha kecil.

1) Penumbuhan iklim usaha melalui pembinaan dan pengembangan


Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan pemerintah melalui
penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar usaha kecil
memperoleh kepastian, kesempatan yang sama, dan dukungan
usaha seluas-luasnya. Iklim usaha ditumbuhkan pemerintah melalui
penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang
meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha,
kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang
dan dukungan kelembagaan.
2) Pengembangan
Pengembangan dilakukan pemerintah untuk menguatkan usaha kecil
dan menengah dengan memberikan fasilitas agar usaha tersebut
dapat berkembang dan dapat menjadi usaha tangguh dan mandiri.
Fasilitas yang diberikan seperti dalam bidang: produksi dan
pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan desain dan
teknologi.
3) Pembiayaan dan Penjaminan
Pembiayaan berupa pemberian pinjaman,hibah dan pembiayaan
lainnya. Dan dapat juga berupa pemberian intensif dari pemerintah
dan pemerintah daerah dalam bentuk kemudahan persyaratan
perijinan, keringanan tarif sarana dan prasarana atau bentuk lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada
dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro kecil.
Sedangkan kaidah pemberdayaan dalam hal pemberdayaan usaha
bagi UKM dan Koperasi antara lain :
1) pemberian pemberdayaan harus dapat mendukung terciptanya
persaingan,
2) pemberdayaan harus memperhatikan keseimbangan untuk jangka
panjang tidak akan mengganggu jalannya perekonomian,
3) pemberdayaan harus dikembangkan mengikuti perubahan praktik
bisnis (Soeharto Prawirokusumo, 2003: 18).

e. Model Pengembangan Usaha Kecil

Dalam pengembangan usaha kecil perlu adanya sinergisitas


dengan usaha besar agar usaha kecil tetap dapat bertahan. Menurut
Soeharto Prawirokusumo (2001: 115), salah satu upaya untuk
mempercepat pertumbuhan kualitatif UKM adalah melakukan sinergi
dengan Usaha Besar (UB) dalam bentuk :
1) subkontrak (UB) kepada UKM baik dalam hal internal service maupun
kegiatan produksi dan distribusinya. Selanjutnya UKM akan tumbuh
lebih cepat dan terjadi pemerataan usaha dan kekayaan,
2) kemitraan inti-plasma franchising, vendor, dan kegiatan lain,
3) restrukturisasi UB lewat outsorcing, spin-off, management buy outs
and tradeoff,
4) transferring pengalaman dan knowhow dari UB,
5) pelatihan dan pendidikan pada UKM,
6) pengembangan usaha dan pembangunan daerah lewat program-
program inkubator dan technologi park oleh UB.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini yaitu:
1. Penelitian oleh Putri Astini pada tahun 2009 dengan judul penelitian :
“Peran PKK dalam Pemberdayaan Ekonomi Perempuan melalui
Kegiatan Home Industry di Dusun Kaliwaru, Kabupaten Gunung Kidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini sama-sama membahas
tentang pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi melalui home
industry. Dalam penelitian ini pemberdayaan yang dilakukan untuk
perempuan sudah cukup maksimal. Pemberdayaan dilakukan melalui
kegiatan membuat produk, latihan dan penyuluhan. Dalam upaya
meningkatkan perekonomian perempuan diadakan juga arisan,
simpan-pinjam, tabungan, dan jimpitan beras. Partisipasi ibu-ibu yang
mengikuti kegiatan PKK cukup besar namun masih bersifat pasif dan
dalam pelaksanaannya tidak semua program PKK dapat
dilaksanakan.
2. Penelitian oleh Ida Royani pada tahun 2008 dengan judul penelitian.
“Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin Oleh Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Sosial di Kelurahan
Segara Makmur Taruma Jaya, Kabupaten Bekasi”. Dalam penelitian
upaya yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Penanggulangan Sosial (BPMP) untuk pemberdayaan ekonomi
masyarakat miskin dilakukan melalui pembentukan kelompok dan
pendampingan. Keberhasilan dalam program pemberdayaan
masyarakat ini mencapai 73% dari 6000KK. Keberhasilan secara fisik
program ini adalah tercukupinya kebutuhan pangan masyarakat.
Penelitian ini sama-sama meneliti tentang pemberdayaan dalam
bidang ekonomi.

3. Penelitian oleh Sugeng Haryanto tahun 2008 dengan judul : “Peran


Aktif Wanita dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin:
Studi Kasus Pada Wanita Pemecah Batu di Pucanganak Kecamatan
Tugu, Trenggalek”. Penelitian ini sama-sama meneliti tentang peran
wanita dalam peningkatan pendapatan rumah tangga. Berdasarkan
penelitian ini pendapatan yang diterima oleh wanita pekerja pemecah
batu menurut mereka dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan
sebesar 73,33%, dengan hal tersebut kontribusi pekerja wanita
terhadap pendapatan yang diterima suami cukup signifikan. Dalam
hal penggunaannya, pendapatan yang diterima digunakan untuk
mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, untuk kebutuhan sekolah
dan juga untuk kebutuhan yang sifatnya sosial seperti arisan, bowo
(menyumbang orang yang sedang hajatan).

C. Kerangka Berpikir
Pemberdayaan adalah proses kepada masyarakat agar menjadi
berdaya, mendorong, atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.
Dalam melakukan pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau
lapisan masyarakat yang tertinggal.
Pemberdayaan pada kaum perempuan adalah usaha untuk
meningkatkan atau mendorong kaum perempuan agar mampu
meningkatkan kemampuannya. Pemberdayaan ini sangat diperlukan
karena dalam kehidupan sehari-hari perempuan sering mengalami
keterbatasan dalam mengaktualisasikan dirinya. Keterbatasan tersebut
menyebabkan perempuan kurang dapat secara aktif terlibat dalam
kegiatan ekonomi keluarga. Adapun keterbatasan tersebut seperti
rendahnya pendidikan, keterampilan, sedikitnya kesempatan kerja,
hambatan ideologis perempuan yang terkait rumah tangga serta kendala
tertentu yang dikenal dengan istilah “tripple burden of women”, yaitu
perempuan harus melakukan fungsi reproduksi, produksi dan fungsi
sosial secara bersamaan di masyarakat. Dengan alasan tersebut
pemberdayaan perempuan perlu dilakukan sebagai usaha untuk
meningkatkan kemampuan dan peran aktif perempuan dalam rangka
meningkatkan pendapatannya.
Seperti halnya pemberdayaan di bidang home industry yang
dilakukan PKPEK dan PNM di Desa Seponjen,Muaro Jambi.
Pemberdayaan dilakukan untuk membantu pengelola home industry
dalam mengembangkan usaha home industry yang dikelolanya. Dalam
penelitian ini lebih dikhususkan pada home industry leripik ubi yang
dimiliki sekaligus dikelola perempuan.
Dalam melakukan proses pemberdayaan, di gunakan analisis
dengan pendekatan Women in Development (WID) dan Gender and
Development (GAD). Tujuan dari penggunaan pendekatan ini adalah
untuk mengetahui fokus dalam pemberdayaan tersebut. Apakah dalam
melakukan pemberdayaan hanya berpusat kepada perempuan atau
melibatkan pihak laki-laki.
Sesuai dengan pengertian pemberdayaan yaitu usaha untuk
membuat yang tidak atau belum berdaya menjadi berdaya, maka
harapannya dengan dilakukan pemberdayaan dapat membantu
perempuan pemilik sekaligus pengelola di Seponjen untuk
mengembangkan usahanya dan meningkatkan pendapatan keluargany

PKPEK dan PNM


Pemberdayaan perempuan
melalui home industry

Pendekatan WID: Pendekatan GAD :


- fokus hanya pada - fokus hubungan antara
perempuan, laki-laki dan wanita,
- peningkatan - pembuatan undang-
produktivitas perempuan undang / peraturan
- akses terhadap berkenaan dengan
pengetahun, kesamaan antara laki-laki
keterampilan dan kredit, dan perempuan,
- peningkatan - mengarah pada perlunya
penghasilan perempuan. sebuah organisasi.

Pengembangan usaha
home industry yang
dikelola perempuan

Peningkatan pendapatan
keluarga

Gambar 1. Bagan Uraian Kerangka Berpikir

BAB III
MOTODE PENELITIAN
A. Jenis dan pendekatan peneliti
Pendekatan teoritis dan emperis dalam penelitian sangatlah
diperlukan. Oleh karena itu sesuai dengan judul di atas, peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
diskriptif. Sebagaimana pendapat Kirk dan Miller seperti yang dikutip
oleh Moeloeng, yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif
“berusaha mengungkapkan gejala atau tradisi tertentu yang secara
fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam kawasan
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan peristilahannya”. Sedangkan deskriptif menurut
Moeloeng adalah “laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan
data untuk memberi gambaran penyajian laporan”.
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode kualitatif karena
ada beberapa pertimbangan lain, menjelaskan metode kualitatif lebih
mudah apabila berhadapan dengan kenyataan-kenyataan ganda.
Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti denganresponden, metode ini lebih reka dan dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama
dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapai. Dalam pendekatan
deskriptif terdapat beberapa jenis metode yang telah lazim
dilaksanakan. Dan hubungan dengan hal tersebut peneliti
menggunakan pendekatan diskriptif dengan jenis studi komperatif,
yang berarti “suatu penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari
pemecahan melalui analisa tentang perhubungan-perhubungan
sebab akibat, yakni yang meneliti faktor-faktor tertentu yang
berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan
membandingkan satu faktor dengan yang lain”.
Oleh karena itu melalui observasi, wawncara, catatan
lapangan adalah teknik pengumpulan data yang akan digunakan
oleh peneliti yang juga akan ditambah dengan dokumentasi.
Pemaparan diatas menunjukkan bahwa penelitian jenis kualitatif ini
merupakan pendeskripsian data-data objektif yang diperoleh pada
penelitian secara menyeluruh dan proposional, sehingga diperoleh
hasil yangbetul-betul objektif dan apa adanya dalam konteks
penelitian ini, makapenelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan
tetang pemberdayaan perempuan desa seponjen dalam
meningkatkan per ekonomiam keluarga.

Ada beberapa alasan memilih metode penelitian kualitatif dalam


penulisan skripsi dengan judul “PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DESA SEPONJEN dengan home industri keripik ubi DALAM
MENINGKATKAN PEREKONOMIAM KELUARGA’

Melihat judul diatas, maka layak apabila penelitian ini menggunakan
jenis penelitian kualitatif, sebab dengan menggunakan metode
tersebut akan diperoleh hasil berupa temuan-temuan terbaru yang
secara natural dipaparkan dilapangan. Pemaparan dimaksud adalah
berangkat dari satu realita baku Yang mana kesemuanya ini
merupakan suatu kompleksitas makna yang akan baru bisa difahami
cuma dengan melakukan penelitian kualitatif.Karena untuk
memahami fenomena sosial, budaya dan tingkah laku, rasanya tidak
cukup dengan cuma melihat dari apa yang tampak. Ia harus
difahami secara menyeluruh, dan diamati lebih jauh lagi guna
melihat makna dibalik itu semua.
Lebih khusus, mengapa penulis menggunakan metode kualitatif ini
adalah didasarkan pada berbagai pertimbangan-pertimbangan
tertentu yangdiantaranya adalah:
1. Mengingat judul dari tulisan ini adalah masalah pemberdayaan
masyarakat, maka hal ini berarti secara otomatis membahas
masalah yang berangkat dari paradigma fenomenologi, yang
objektifitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi tertentu
yaitu memberdayakan masyarakat desa seponjen dalam terma
pemberdayaan perempuen masyarakat desa seponjen oleh
kelompok home industri keripik ubi. Untuk menjawab hal ini
kiranya bisa dilakukan melalui penelitian kualitatif, tidak bisa
dilakukan melalui penelitiankuantitatif yang hanya mengolah
angka-angka.
2. Merujuk pada fokus penelitian ini, bahwasanya sasaran penelitian
dapatdianggap sebagai subjek yang ditempatkan sebagai sumber
informasi.Dan disamping itu juga penelitian ini penulis tidak bisa
berbicara berdasarkan pada pengetahuan subjek yang diteliti.
3. Selain itu, penelitian ini adalah mengungkap suatu fenomena yang
terjadisecara menyeluruh dari adanya sebuah kegiatan
pemberdayaan masyarakat , sehingga akan banyak mengangkat
persoalan –persoalan mendasar kaitannya dengan proses
pemberdayaan dalam masyarakat.

B. Subjek Penelitian, Obyek Penelitian dan Lokasi Penelitian


a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Ketua Kelompok home industri keripik
ubi Desa Seponjen beserta para anggotanya dan kelompok
perempuan di dusun pulau tigo rt 04.

b. Obyek Penelitian
Obyek yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah home industri
keripik ubi Desa Seponjen yang dikenal sabagai organisasi
masyarakat Desa Seponjen Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro
jambi yang mampu memberdayaan masyarakat desa Seponjen guna
menjadikan masyarakat yang mandiri.

c. Lokasi Penelitian
Penelitian ini memilih lokasi di Desa Seponjen rt 04 dusun
pulo tigo Kecamatan Kumpeh.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data
Berdasarkan jenis dan sumber data , data di bagi menjadi dua
yaitudata primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
lapangan. Dalam hal ini berkait dengan Masyarakat desa
seponjen dengan peneliti melakukan pertanyaan-pertanyaan yang
membutuhkan jawaban. Data primer ini dapat berupa catatan
proses atau catatan lapangan yang biasa disebut fiel note,
laporan kegiatan harian atau mingguan atau bulanan bahkan
tahunan kelompok Masyarakat desa seponjen dan foto atau
dokumentasi kegiatan yang ada di lokasi penelitian yang
berkaitan dengan proses pemberdayaan masyarakat nelayan
yang dilakukan oleh kelompok perempuan desa seponjen.
b. Data sekunder
Yakni berupa sumber data yang diperoleh dari bahan bacaan
ataureferensi yang menunjang dalam penelitian ini. Data
sekunder ini berupa buku-buku, jurnal/artikel, internet ataupun
karya ilmiah yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat
dengan pemberdayaan perempuan home industri.

2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah
subyek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti
menggunakan koesioner atau wawancara dalam pengumpulan
datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik
pertanyaan tertulis maupun lisan.
Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber
datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Untuk
melengkapi jenis data diatas maka diperlukan sumber data, sumber
data adalah subyek dari mana data di ambil atau dari mana data di
peroleh. Sumber data berupa benda, prilaku manusia, tempat, dan
lain sebagainya
Untuk mempermudah mengidentifikasi sumber data penulis
mengklasifikasikannya menjadi tiga tingkatan huruf P dari bahasa
Inggris
yaitu:
P = Person, sumber data berupa orang.
P = Place, sumber data berupa tempat.
P = Paper, sumber data berupa simbol.
Keterangan singkat untuk ketiganya adalah:
Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data
berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis
melalui angket.
Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa
keadaan diam dan bergerak. Diam misalnya ruangan, kelengkapan
alat, wujud benda. Bergerak misalnya aktivitas, kinerja, laju
kendaraan, ritme nyanyian. Keduanya merupakan obyek untuk
penggunaan metode observasi.
Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda
berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain.
Penentuan sumber data meliputi: populasi dan sampel. Populasi
dalam bidang metodologi penelitian berarti sekelompok orang,
benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel
penelitian.
Sejumlah informasi yang diperlukan untuk kepentingan
penelitian sekurang-kurangnya berasal dari dua sumber yaitu
sumber dokumenter dan bahan kepustakaan diperlukan untuk
mengungkap fakta-fakta terdahulu, sedangkan bahan lapangan
merupakan sumber informasi saat penelitian dilakukukan. Yang
mana dari sumber data ini peneliti dapat memperoleh keterangan
yang berguna untuk mendukung proses diskripsi dan analisa
masalah penulisan, adapun jenis data yang dipakai oleh peneliti
untuk melengkapi jenis data tersebut adalah:
a. Informan yakni orang yang mampu memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi serta lokasi latar penelitian fungsi informan bagi
penelilti adalah agar informasi dapat terjaring dala waktu yang cukup
singkat karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar
pikiran ata membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari
subye lainnya. Dalam hal ini peneliti menggunakan informan yan
benar-benar mengetahui program pemberdayaan masyaraka
nelayan yang dilakukan oleh Kelompok Nelayan di Des Palang
Kecamatan Palang Kabupaten Tuban.
b. Dokumen yaitu berupa tulisan atau catatan, buku, surat kabar,]
brosur, laporan dan lain sebagainya. Dokumen-dokumem
tersebut peneliti dapatkan dari arsip-arsip yang ada di rumah
(bescame) Kelompok Nelayan. Dapat disimpulkan bahwa
dokumentasi bukan berarti hanya studi, histori, melainkan studi
dokumen berupa data tertulis yang mengandung keterangan dan
penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual.
Dokumentasi berproses dan berawal dari menghimpun dokumen,
memilih-milih dokumen sesuai dengan tujuan penelitian,
menerangkan dan mencatat serta menafsirkannya Adapun metode
yang dipakai oleh peneliti dalam melakukan pengidentifikasian di
lapangan adalah dengan menggunakan metodologi penelitian
kualitatif

D. Tehnik Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan/mengumpulkan data yang akurat dan
valid dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa
pendekatan atau teknik pengumpulan data. Di antaranya adalah:
1. Observasi
Observasi dalam arti luas yaitu, peneliti secara terus menerus
melakukan pengamatan atas perilaku seseorang. Sedangkan,
pengertian observasi yang lebih sempit yaitu, mengamati (watching)
dan mendengar (listening) perilaku seseorang selama beberapa
waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian, serta
mencatat penemuan yang memungkinkan atau memenuhi syarat
untuk digunakan ke dalam tingkat penafsiran analisis. Tehnik ini
digunakan untuk memperoleh suatu tahab terhadap bukti
pemberdayaan masyarakat Desa Seponjen Dan Untuk
Mendapatkan Suatu Kepastian Akan Data Tentang Pemberdayaan
Masyarakat Desa Seponjen Kecamatan Kympeh Kabupaten ,Uaro
Jambi
2. Wawancara
Wawancara adalah tekhnik penelitian yang paling sosiologis
dari semua taknik-teknik penelitian sosial. Wawancara disebut juga
dengan interview, yaitu suatu tekhnik yang digunakan untuk
mendapatkan keterangan/pendirian secara lisan dari responden
dengan bercakapcakap berhadapan muka dengan orang itu.
Tehnik ini digunakan untuk memperoleh data dengan jalan
berkomunkasi langsung terhadap orang yang dimintai keterangan,
sehingga nantinya data yang didapat menunjukkan kevalidannya.
Wawancara ini dilakukan dengan pihak kelompok nelayan serta
masyarakat nelayan yang terlibat di dalamnya dan beberapa
informan lain demi melengkapi data-data yang diharapkan.
3. Catatan lapangan
Adalah sebuah catatan goresan dalam buku yang dicatat oleh
peneliti ketika melakukan observasi atau wawancara pada waktu
terjundi lapangan. Catatan lapangan atau yang kerap kali disebut
field note,ini berfungsi sebagai catatan untuk mengumpulkan
informasi atau datayang satu dan data yang lain sehingga data
menjadi valid dapatdipertanggungjawabkan kebenarannya.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bahan/data tertulis ataupun film yang
diperoleh dari hasil lapangan. Dokumentasi diperlukan dalam
penelitian karena, banyak hal yang dapat dimanfaatkan untuk
menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan dan dijadikan
sebuah bukti untuk suatu pengujian Tehnik ini digunakan untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel baik yang
berupa catatan, majalah, transkip, fotofoto, buku-buku, prasasti,
notulen, rala, lenger, agenda dan lain sebagainya. Sedangkan yang
khusus digunakan dalam peneliian ini adalah monografi desa, foto-
foto, serta dokumen-dokumen lain yang dianggap penting dalam
peneliian ini.

E. Tehnik analisa Data


Analisa data merupakan upaya mencari dan menata data
secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan data-data
pendukung lainnya. Untuk meningkatkan pemahaman tersebut
analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna. Setelah
data dikumpulkan, maka selanjutnya adalah tahap analisa data.
Dalam melakukan analisa data, peneliti menggunakan cara induksi
yaitu: dengan cara ini kita berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa
yang khusus atau konkrit itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat
umum.
Dalam tahap ini peneliti berusaha menyimpulkan penelitian ini
berdasarkan faktafakta konkrit yang peneliti peroleh ketika melakukan
wawancara serta observasi lapangan alam penelitian ini, maka data-
data yang sudah terkumpul melalui observasi, wawancara, catatan
lapangan maupun dokumentasi diurutkan dan diorganisasikan dalam
kategori atau pokok-pokok bahasan kemudian selanjutnya diusulkan
dan diuraikan sedemikian rupa setelah itu dikaitkan dengan teori yang
ada. Data-data yang telah peneliti dapat seperti sejarahkelompok
home industri desa seponjen, tahap-tahap yang dilalui oleh
masyarakat desa seponjen menuju pemberdayaannya, termasuk di
dalamnya terdapat peran Bapak kepala desa serta ibu ketua PKK.
DAFTAR PUSTAKA
Ambar Teguh Sulistiyani, Kemitraan Dan Model-Model Pemberdayaan,
Yogyakarta: Gava Media, 2004. Anwar, Managemen Pemberdayaan
Perempuan Perubahan Sosial Melalui Pembelajaran Vocational Skills
pada keluarga dengan home industri, Bandung: Alfabeta, 2007.
Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) Konsep
dan Aplikasi, Bandung : Alfabeta , Cet Ke-IV, 2015. Aprillia Theresia,
et. al. Pembangunan Berbasis Masyarakat Bandung: Alfabeta, 2015.
Ari Irawan dan Hari Mulyadi, Pengaruh Keterampilan Wirausaha
terhadap Keberhasilan Usaha (Studi Kasus pada Distro Kreative
Independent Clouthing Komunity di Kota Bandung) Jurnal Manajemen
Bisnis dan Pendidikan Kewirausahaan, Vol. 1. Ayup M. Padangaran
Managemen Proyek Pengembangan Masyarakat, Konsep Teori dan
Aplikasi.Kendari : Unhu Press 2011. Basrowi, Kewirausahaan Untuk
Perguruan Tinggi, Bogor: Ghalia Indonesia, cet ke-I, 2011. De Lexi J,
Meoloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: RR Karya, 1991.
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,
Bandung : PT Refika Aditama, Cet. Ke-IV, 2010. Ernie Tisnawati Sule,
Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, Jakarta: Prenada
Media, cet ke-III, 2008. Hadar Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang
Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1997. Hani
Handoko, Managemen, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, Cet ke-XVIII,
2003. Hendro, Dasar-Dasar Kewirausahaan, Jakarta: Erlangga, 2011.
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Bumi Aksara,
1995. Irwan Soeharto, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik
Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial Dan Ilmu Sosial Lainnya,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008. Irawan Soeharto “metode
penelitian sosial” Bandung: remaja rosdakarya, 1995. Kartini Kartono,
Pengantar Metodologi Riset, Bandung: Mundur Maju, 1996.
Kastasamita Ginanjar, Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan
Pertumbuhan Dan Pemerataan,Jakarta: PT Pustaka Cidesindo,1996.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007. Moh. Kusnadi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Surabaya: Cv. Cahaya Agency. Nana sudjana, Tuntunan Penyusunan
Karya Ilmiah Makalah, Skripsi, Tesis Dan Desentrasi, Bandung: Sinar
Baru, 1998. Nana Herdiana Abdurrahman, Managemen Bisnis
Syariah dan Kewirausahaan, Bandung: Pustaka Setia, cet ke-I, 2013.
Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, Jakarta: Cet-Ke III, 1984. Rosady
Ruslan, metode Penelitian Publik Relations Dan Komunikasi, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2010. Suharsimi arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Alfabeta,
2008. Sugiyono, Metode Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2016. Suyadi
Prawirosentono, Penghantar Bisnis Modern, jakarta: Bumi Aksara, cet
keI, 2002. Tommy Suprapto, Pengantar Teori dan Manajemen
Komunikasi, Yogyakarta: MedPress, cet ke-VIII, 2009. Totok
Mardikanto & Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Perspektif Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2015.

Anda mungkin juga menyukai