Anda di halaman 1dari 8

ACTA VETERINARIA INDONESIANA Vol. 6, No.

1: 16-23, Januari 2018


P-ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373

Penelitian

Hubungan Temperatur, Kelembaban, dan Manajemen Pemeliharaan


terhadap Efisiensi Reproduksi Sapi Perah di Kabupaten Bogor
(Correlation of Temperature, Humidity, and Livestock Management
on Dairy Cattle Reproductive Efficiency in District Bogor)

Dadang Jaenudin1,2, Akhmad Arif Amin3, Mohamad Agus Setiadi4*, Hadi Sumarno5,
Sri Rahayu6
1
Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam, Program Pascasarjana Universitas Pakuan
2
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
3
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor
4
Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
5
Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
6
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kebun Raya Bogor
*
Penulis untuk korespondensi: dadangjaenudin05@gmail.com
Diterima 12 Juni 2017, Disetujui 10 Februari 2018

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan mengkaji hubungan suhu, kelembaban dan manajemen ternak ter-
hadap efisiensi reproduksi sapi perah di Kabupaten Bogor. Suhu dan kelembaban udara diamati pagi, siang dan sore
hari. Data suhu dan kelembaban udara dikonversi ke nilai indeks suhu kelembaban udara (THI). Pengamatan parameter
efisiensi reproduksi dilakukan dengan menghitung nilai Days Open (DO), Conception Rate (CR), Service per Conception
(S/C) dan First Service. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai THI Acep Farm Kunak (77,21±0,71) lebih tinggi (P<0,05)
dari Cifa Farm (71,27±0,50) dan Erif Farm (71,22±0,41). Days Open Acep Farm Kunak (110,76±37,34 hari) lebih panjang
(P<0,05) dibandingkan dengan Cifa Farm (88.39±23,80 hari) dan Erif Farm (88,20±22,39 hari). Nilai CR Acep Farm
(75,76±0,11%) dan Cifa Farm (66,13±0,10%) tidak berbeda (p>0,05) dibandingkan dengan Erif Farm (42,00±0,08%). Nilai S/C
di tiga peternakan tidak menunjukkan perbedaan (p>0,05) masing-masing nilai S/C Cifa Farm (1,42±0,64), Erif Farm
(1,52±0,64) dan Acep Farm Kunak (1,64±0,82). First Service Cifa Farm (76,11±13,84) dan Erif Farm (75,17±13,17) berbeda
(P<0,05) dengan Acep Farm Kunak (96,42±35,49). Dapat disimpulkan bahwa suhu, kelembaban udara dan manajemen
pemeliharaan dapat memengaruhi DO sapi perah di ke tiga peternakan sapi perah di ke tiga lokasi penelitian. Lebih
lanjut, diindikasikan THI memengaruhi zona nyaman peternakan sapi perah, namun tidak ditemukan korelasi positif an-
tara nilai THI dengan tingkat efisiensi reproduksi.
Kata kunci: THI, manajemen, reproduksi, efisiensi, sapi perah

ABSTRACT
The aim of this study was to observe and assess the correlation of temperature, humidity and the livestock management
on reproductive efficiency of dairy cattle in Bogor. The temperature and humidity were observed repeteadly in the morning,
afternoon and evening periode of February to December 2015. The temperature and humidity data were converted to the
value of the temperature humidity index (THI). Reproductive efficiency were measured on value the Days Open (DO), Con-
ception Rate (CR), Service per Conception (S/C) and First Service. The results revealed that the value of THI. Acep Farm Kunak
(77.21±0.71) was higher (P<0.05) than Cifa Farm (71.27±0.50) and Erif Farm (71.22±0.41). Meanwhile, DO Acep Farm Kunak
(110.76±37.34) was longer (P<0,05) than Cifa Farm (88.39±23.80) and Erif Farm (88.20±22.39). Value CR in Acep Farm
(75.76±12.11%) and Cifa Farm (66.13±12.10%) were not differ (p>0.05) both were higher from Erif Farm (42.00±12.08%). The val-
ues of S/C at three farms were not differ (p>0.05), with the range of 1.42 to 1.64. No significantly different on First Service
among Cifa Farm (76.11±13.84) and Erif Farm (75.17±13.17) both were shorter than (P<0.05) Acep Farm Kunak (96.42±35.49). In
conclusion, temperature, humidity and livestock management could influence of Days Open (DO) of dairy cattle in the
reasearch area. Furthermore, its indicated that THI can influence dairy cattle comfort zone. However, we did not found positif
correlation between THI and reproductive efficiency.
Keywords: THI, management, reproductive, efficiency, dairy cattle

© 2018 Fakultas Kedokteran Hewan IPB http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones


17 | Jaenudin et al.

PENDAHULUAN digunakan sebagai indeks untuk menilai tingkat stres


panas pada sapi perah (Bernabucci et al., 2014). In-
Efisiensi reproduksi sapi perah memiliki peranan
deks suhu dan kelembaban udara yang efektif atau
penting untuk meningkatkan profitabilitas peter-
nyaman merupakan faktor lingkungan yang memen-
nakan sapi perah (Arbel et al., 2011). Parameter
garuhi kesejahteraan dan kinerja sapi perah (Kargar
efisiensi reproduksi diukur dari jarak waktu saat
et al., 2015). Penelitian dilakukan untuk mengamati
beranak sampai terjadinya kebuntingan (Days Open),
dan mengkaji hubungan suhu, kelembaban dan ma-
Service per Conception (S/C), dan Conception Rate
najemen pemeliharaan terhadap efisiensi reproduksi
(CR) (Biffani et al., 2016; Schüller et al., 2016). Keber-
sapi perah di Kabupaten Bogor.
hasilan efisiensi reproduksi dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu nutrisi, manajemen pemeli-
haraan dan kesehatan (Setiadi, 2005), keadaan ling-
BAHAN DAN METODE
kungan dan genetika (Dobson et al., 2007). Faktor
lingkungan yang memengaruhi efisiensi reproduksi Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari
meliputi suhu, intensitas cahaya matahari, kelemba- hingga Desember 2015 di peternakan Sapi Perah Cifa
ban udara, kecepatan angin dan curah hujan ber- Farm, Erif Farm Cisarua dan Acep Farm Kunak-
kontribusi besar terhadap tingkat stres panas pada Cibungbulang Kabupaten Bogor. Teknik pengambi-
sapi perah (De Rensis & Scaramuzzi, 2003). Stres lan data dan penentuan sampel menggunakan
panas yang berlanjut akan menyebabkan penurunan teknik purposive sampling. Jenis dan sumber data
produktifitas dan kinerja reproduksi sapi (Kadzere et penelitian berupa data primer tentang suhu, kelem-
al., 2002; Hansen, 2009). baban udara, data kelahiran, data pelaksanaan IB (IB
Sapi perah sangat sensitif terhadap lingkungan ke 1, 2 dan 3), dan data pemeriksaan kebuntingan.
yang panas (stres panas) dapat menyebabkan ter- Pengamatan suhu, kelembaban udara dilakukan
jadinya perubahan dalam sistem endokrin yaitu dengan cara memasang termometer dan hygrome-
penurunan konsentrasi estradiol (Wilson et al., 1998; ter di setiap di lokasi peternakan tersebut. Pengama-
Hansen, 2009), penurunan konsentrasi LH, dan tan suhu dan kelembaban udara diamati setiap hari
penurunan sekresi progesteron (Roth et al., 2000). yaitu pagi (pukul 07.00), siang (pukul 12.00) dan sore
Pengaruh lain akibat stres panas menyebabkan hari (pukul 17.00). Data suhu dalam derajat celcius
kualitas susu terganggu, penurunan produktivitas (oC) dikonversi ke skala Fahrenheit (oF) dan kelem-
susu sebesar 35%-40%, lemak, dan persentase pro- baban udara dalam persen (%) selanjutnya dianalisis
tein. Akibat stres panas juga dapat meningkatkan untuk mendapatkan nilai indeks suhu kelembaban
skor sel somatik sebagai ambang batas yang me- udara/Temperature Humidity Index (THI) dengan
nandai penurunan tajam secara signifikan dalam pa- menggunakan rumus THI=T(inoF)-0,55*(100-
rameter tersebut. Akibat lebih lanjut terjadinya RH)/100*(T-58) (Armstrong, 1994) untuk mengamati
adaptasi metabolik stres panas yang ditimbulkan pengaruh tingkat stres akibat panas pada ternak.
menyebabkan penurunan nafsu makan (Baumgard & Untuk pengukuran efisiensi reproduksi dilakukan
Rhoads, 2012) dan menimbulkan masalah kesehatan dengan menghitung nilai Days Open (DO) yaitu wak-
yang akan meningkatkan biaya perawatan tu/lamanya hari kosong setelah sapi perah beranak
kesehatan (Tao & Dahl, 2013). Stres panas dapat juga sampai terjadi bunting kembali; Conception Rate (CR)
dapat menyebabkan gangguan metabolisme (Whee- yaitu angka persentase sapi perah betina yang bunt-
lock et al., 2010) dan menimbulkan kematian (Vitali ing pada perkawinan pertama setelah didiagnosa
et al., 2009). Pengaruh stres panas akan beresiko secara palpasi rektal; Service per Conception (S/C)
turunnya angka konsepsi (CR), efek pada kesuburan yaitu rata-rata jumlah inseminasi untuk
(Schuller et al., 2014; Menegassi et al., 2014), menghasilkan satu kebuntingan dan First Service yai-
penurunan perkembangan embrio (El-Wishy, 2013) tu jarak setelah melahirkan hingga service pertama
dan kelangsungan hidup embrio (De Rensis & Scar- atau jarak waktu sejak sapi beranak hingga
amuzzi, 2003; De Rensis et al., 2008) dikawinkan kembali untuk pertama kalinya setelah
Studi stres panas lingkungan pada ternak sapi beranak (Setiadi, 2005). Jumlah ternak yang dil-
perah pada umumnya lebih dititikberatkan pada su- akukan pengamatan untuk menilai efisiensi repro-
hu dan kelembaban udara (Bouraoui et al., 2002). duksi masing-masing 62 ekor di Cifa Farm, 54 ekor
Interaksi suhu dan kelembaban udara disebut Erif Farm dan 45 ekor di Acep Farm.
dengan indeks suhu-kelembaban (THI) yang

© 2018 Fakultas Kedokteran Hewan IPB


Efisiensi Reproduksi Sapi Perah di Kabupaten Bogor | 18

Analisis Data Kabupaten Bogor menunjukkan tidak ada perbedaan


nilai THI antara Cifa Farm (71,27±0.50) dan Erif Farm
Data penelitian THI, DO, CR, S/C dan First Service
(71,22±0,41), tetapi keduanya nyata lebih kecil atau
dihitung sebagai nilai rerata dari ketiga lokasi
berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan Acep
penelitian tersebut dan untuk melihat perbedaan
Farm Kunak yang mempunyai nilai THI lebih besar
dari parameter tersebut di tiga lokasi peternakan
(77,21±0,71).
dianalisis menggunakan uji t-Student.
Efisiensi reproduksi
HASIL Hasil pengamatan nilai efisiensi reproduksi DO,
CR, S/C dan First Service disajikan pada Tabel 2. Data
Nilai Suhu, Kelembaban, dan Temperature Humid- pada Tabel 2 memperlihatkan hasil penelitian tidak
ity Index (THI) ada perbedaan (P>0,05) DO antara Cifa Farm
Hasil pengamatan rerata nilai suhu, kelembaban (88,39±23,80) hari dengan Erif Farm (88,20±22,39)
udara dan THI selama periode Januari sampai hari, tetapi keduanya berbeda nyata (P<0,05)
Desember 2015 di ke tiga peternakan di Kabupaten dibandingkan dengan Acep Farm Kunak yang
Bogor disajikan pada Tabel 1. mempunyai DO lebih panjang (110,76±37,34) hari.
Data pada Tabel 1 memperlihatkan rerata suhu Sementara itu, nilai CR Cifa Farm dan Acep Farm
lingkungan terendah terdapat di peternakan Erif Kunak tidak menunjukkan perbedaan (p>0,05)
Farm (22,22±1,78oC), diikuti oleh peternakan Cifa dengan nilai CR masing-masing 66,13% dan 75,76%,
Farm (22,26±1.69oC) dan suhu tertinggi terdapat di tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan Erif Farm
peternakan Acep Farm dengan nilai suhu lingkungan dengan nilai CR hanya 42,00%.
26,46±2,3oC. Suhu lingkungan di Erif Farm dan Cifa Hasil pengamatan nilai S/C menunjukkan berbeda-
Farm tidak menunjukkan adanya perbedaan beda yaitu Cifa Farm (1,42±0,64), Erif Farm
(P>0,05), namun demikian suhu di ke dua peter- (1,52±0,64) dan Acep Farm Kunak (1,64±0,82), tetapi
nakan tersebut berbeda nyata (P<0,05) dibanding- secara statistik S/C ke tiga peternakan tersebut tidak
kan dengan peternakan Acep Farm Kunak. menunjukkan perbedaan (p>0,05) nilai S/C.
Nilai kelembaban udara tidak menunjukkan Sementara itu, nilai First Service antara Erif Farm
perbedaan (P>0,05) antara peternakan sapi perah dan Cifa Farm tidak menujukkan perbedaan (p>0,05)
Cifa Farm (90,66±6,61%) dengan Erif Farm yaitu 75,17±13,17 hari dan 76,11±13,84 hari, tetapi ke
(90,84±6,52%), namun berbeda nyata dengan Acep dua peternakan tersebut berbeda nyata (P<0,05)
Farm yang memiliki nilai kelembaban lebih rendah dengan Acep Farm memiliki nilai First Service lebih
(80,41±5,09%). panjang yaitu 96,42±35,49 hari.
Hasil pengamatan THI ke tiga peternakan di

Tabel 1 Rerata suhu, kelembaban udara dan Temperature Humidity Index (THI) di wilayah peternakan Kabu-
paten Bogor
Peternakan Ketinggian tempat Suhu Kelembaban THI
(mdpl) (oC) (%)
Cifa Farm 1200 22,26±1,69a 90,66±6,61b 71,27±0,50a
Erif Farm 1200 22,22±1,78a 90,84±6,52b 71,22±0,41a
Acep Farm 600 26,46±2,38b 80,41±5,09a 77,21±0,71b
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

Tabel 2 Rerata DO, CR, S/C, dan First Service di tiga peternakan Kabupaten Bogor
Peternakan Days Open Conception Rate (%) Service First Service
(Hari) per Conception (Hari)
Cifa Farm 88,39±23,80a 66,13±0,10b 1,42±0,64a 76,11±13,84a
Erif Farm 88,20±22,39a 42,00±0,08a 1,52±0,64a 75,17±13,17a
Acep Farm 110,76±37,34b 75,76±0,11b 1,64±0,82a 96,42±35,49b
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
19 | Jaenudin et al.

PEMBAHASAN Farm (71,22±0,41 vs 71,27±0,50 vs 77,21±0,71). Perbe-


daan nilai THI tersebut dikarenakan Erif Farm dan
Keberhasilan efisiensi reproduksi dipengaruhi
Cifa Farm memiliki rata-rata temperatur lebih rendah
oleh berbagai faktor yaitu nutrisi, manajemen
dengan nilai kelembaban lebih tinggi sehingga
pemeliharaan dan kesehatan (Setiadi, 2005),
menghasilkan nilai THI yang lebih rendah dengan
keadaan lingkungan dan genetika (Dobson et al.,
nilai rata-rata THI 71 dibandingkan dengan Acep Farm
2007). Faktor lingkungan yaitu suhu, kelembaban
yang memiliki nilai rata-rata THI 77. Berdasarkan data
udara dan manajemen pemeliharaan sapi perah ber-
tersebut diindikasikan bahwa sapi perah di peter-
pengaruh nyata terhadap efisiensi reproduksi, kare-
nakan Cifa Farm dan Erif Farm memiliki nilai kenya-
na suhu dan kelembaban udara ikut berkontribusi
manan lebih baik dibandingkan dengan Acep Farm.
besar terhadap tingkat stres panas pada sapi perah
Hal ini seperti dilaporkan Armstrong (1994) yang
(Bouraoui et al., 2002; De Rensis & Scaramuzzi, 2003;
menyatakan bahwa sapi perah akan nyaman pada
West, 2003).
nilai THI di bawah 72, akan mengalami stres ringan
Hasil pengamatan nilai suhu dan kelembaban
jika nilai THI 72≤THI≤75, stres sedang nilai THI
udara (Tabel 1) menunjukkan Cifa Farm dan Eri Farm
75≤THI≤80. dan ternak sapi perah mengalami stres
memiliki suhu lingkungan lebih rendah dibandingkan
berat dengan nilai THI 88≤THI≤97. Dengan demikian
dengan Acep Farm (P<0,05), hal ini dikarenakan Cifa
sapi perah di Acep Farm diduga memiliki tingkat
Farm dan Eri Farm memiliki ketinggian lokasi lebih
stres sedang.
tinggi (1200 mdpl vs 600 mdpl) sehingga
Stres panas akan memengaruhi kinerja, fisiologis
berpengaruh terhadap temperatur lingkungan
tubuh dan reproduksi sapi perah (Menegassi et al.,
peternakan tersebut. Data tersebut menunjukkan
2014; Kargar et al., 2015). Efek negatif stres panas
Cifa Farm dan Eri Farm memiliki zona kenyamanan
pada sapi perah akan mengurangi konsumsi pakan
temperatur lebih baik bagi sapi perah dibandingkan
(West et al., 2003), menurunkan kesuburan post-
dengan Acep Farm. Hal ini sesuai dengan hasil
partum pada sapi yang sedang menyusui (Sakatani
penelitian De Rensis et al., (2015) yang menyatakan
et al., 2012; Wilson et al., 1998) dan akan menyeim-
bahwa zona kenyamanan temperatur untuk sapi pe-
bangkan energi negatif melalui perpanjangan DO
rah berkisar pada suhu antara 5 oC sampai 25 oC.
(Lucy et al., 1992). Lebih lanjut efek negatif stres
Lebih lanjut dilaporkan, daerah yang memiliki iklim
panas secara metabolisme akan terjadi perubahan
tropis, musim panas sering terjadi suhu di atas 25oC
pH darah karena pergeseran dari konduktif ke kon-
(De Rensis et al., 2015) sehingga dapat mengganggu
vektif dan terjadi proses pendinginan dari cahaya
sistem fisiologis tubuh dan kinerja reproduksi sapi
untuk menguapkan pendinginan (De Rensis et al.,
perah (DeRensis & Scaramuzzi, 2003; Hansen, 2009).
2015). Efek metabolisme untuk menguapkan pend-
Suhu lingkungan 29.7oC (suhu rektal 39.0oC) me-
inginan yang meningkat, akan menyebabkan sapi
nyebabkan hipertermia ringan dan suhu lingkungan
terengah-engah sehingga akan mengubah secara
di atas 31.4oC dapat terjadi hipertermia (Dikmen &
kritis keseimbangan karbonat menjadi bikarbonat
Hansen, 2009). Suhu rektal lebih besar dari 39.0oC
yang diperlukan untuk pemeliharaan pH darah. Efek
menyebabkan tingkat pernapasan lebih besar dari
terengah-engah tersebut disebabkan oleh hilangnya
60/menit (Gaughan et al., 2000). Jadi tingkat stres
bikarbonat dalam air liur dengan pengurangan pH
akibat panas (heat stres) akan berpengaruh ter-
saliva yang akan mengubah efek fermentasi pada
hadap produksi susu dan kesuburan (West, 2003).
rumen sehingga terjadi perubahan kesimbangan ka-
Lebih lanjut bahwa kejadian stres panas pada sapi
dar asam yang akan berefek negatif terhadap fertili-
tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur yang tinggi
tas yang memengaruhi kinerja reproduksi (Samal,
tetapi merupakan kombinasi antara temperatur
2013).
yang tinggi dan kelembaban yang tinggi (De Rensis
Akibat lebih lanjut dari stres panas, menyebabkan
et al., 2015). Dengan demikian karena daerah Bogor
konsumsi pakan berkurang yang akan memengaruhi
berada di daerah zona tropis yang biasanya di
konsentrasi hormon dalam darah sebagai metabo-
samping memiliki suhu yang tinggi biasanya diikuti
lisme utama dan faktor pertumbuhan yang diper-
dengan tingkat kelembaban yang tinggi pula. Oleh
lukan untuk pertumbuhan folikel yang normal (Igono
karenanya sapi di peternakan Acep Farm diduga
et al., 1990). Konsentrasi hormon insulin-like growth
memiliki tingkat stres yang lebih dibandingkan
factor-I (IGF-I) dan glukosa rendah selama periode
dengan Cifa Farm dan Erif Farm.
post-partum (De Rensis et al., 2002). Seperti
Nilai THI di peternakan Erif Farm dan Cifa Farm
diketahui, hormon insulin diperlukan untuk perkem-
lebih rendah dibandingkan dengan nilai THI di Acep
bangan normal folikel dan kualitas oosit
© 2018 Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Efisiensi Reproduksi Sapi Perah di Kabupaten Bogor | 20

(O’Callaghan & Boland, 1999). Mekanisme kerja IGF-I ternyata hasilnya berbeda-beda. Nilai CR antara Cifa
bekerjasama dengan glukosa diperlukan untuk men- Farm dan Acep Farm Kunak tidak menujukkan
stimulasi pertumbuhan folikel dan implantasi, di perbedaan (p>0,05) secara signifikan yaitu nilai CR
samping glukosa sebagai bahan bakar metabolik Cifa Farm (66,13%) dan Acep Farm (75,76%) dan tergo-
utama untuk ovarium (Rabiee et al., 1997). Glukosa long ideal jika dibandingkan dengan Erif Farm
juga terlibat langsung dalam modulasi sekresi LH dengan nilai CR hanya 42,00%. CR yang ideal untuk
pada tingkat hipotalamus (Bucholtz et al., 1996; Jolly sapi perah adalah sebesar 60–75%, semakin tinggi
et al., 1995). Selanjutnya Celi & Gabai (2015) menya- nilai CR maka semakin subur sapi perah betina dan
takan efek lebih lanjut stres panas dapat mengubah begitu juga sebaliknya (Hardjopranjoto, 1995).
metabolisme dan berkembangnya Reactive Oxygene Penelitian nilai CR ini menunjukkan bahwa kemung-
Species (ROS) akan berefek terhadap kesuburan. kinan hubungan antara nilai THI dengan nilai CR tid-
Parameter efisiensi reproduksi penelitian ini yaitu ak memiliki korelasi yang erat dalam penelitian ini
DO, CR, S/C dan First Service. Izquierdo et al., (2008) dikarenakan Erif Farm dan Cifa Farm memiliki nilai
menyatakan bahwa DO sapi perah betina normalnya THI yang sama namun memiliki nilai CR yang ber-
berkisar antara 85-115 hari. Mengacu kepada data beda. Nilai CR sapi perah selain dipengaruhi oleh
tersebut, DO di ketiga peternakan Cifa Farm, Erif faktor lingkungan stres panas juga dipengaruhi oleh
Farm dan Acep Farm masih memiliki kisaran DO yang nutrisi, kesehatan, pengetahuan peternak dalam de-
normal. Meskipun demikian DO di Cifa Farm dan Erif teksi estrus, perlakuan peternak dalam menentukan
Farm memiliki rata-rata DO yang optimum karena waktu yang tepat untuk mengawinkan sapinya atau
dapat dicapai dalam waktu 88 hari lebih pendek manajemen perkawinan yang tepat, genetik (Setiadi,
dibandingkan dengan Acep Farm. Mengacu pada 2005; Chapman & Zobell, 2007), pengalaman dan
pendapat Stevenson (2001) ke tiga peternakan yang keahlian inseminator, dan kualitas semen beku yang
diteliti tidak mampu mencapai DO 40-60 hari. Pan- diinseminasikan (Marques et al., 2014).
jangnya DO di Acep Farm kemungkinan dikarenakan Manajemen reproduksi di Cifa Farm berdasarkan
pengaruh faktor manajemen yang menyebabkan hasil pengamatan lebih terarah dan terjadwal dalam
estrus terlambat, kurang tepatnya deteksi estrus pendeteksian estrus dan perkawinannya seperti hal-
dan faktor kesengajaan dari peternak untuk tidak nya di peternakan Acep Farm. Nilai CR akan berko-
mengawinkan sapinya agar produksi susu tetap ter- relasi dengan S/C. Akibat nilai CR yang bervariasi ten-
jaga dan juga diduga berkaitan erat dengan nilai THI tu saja akan diikuti dengan nilai S/C yang berbeda.
yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Pirlo et Hasil pengamatan S/C menunjukkan nilai S/C ber-
al., (2000) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan beda-beda untuk setiap peternakan di tempat
masa kosong adalah estrus yang terlambat, ketid- penelitian, tetapi secara statistik S/C dari ke tiga pe-
aktepatan dalam deteksi estrus, kurangnya bobot ternakan hasil penelitian ini tidak menunjukkan
badan dan faktor THI tinggi. Lebih lanjut faktor de- perbedaan (p>0,05). Hasil penelitian S/C ke tiga pe-
teksi estrus post partum, pemeliharaan kesehatan ternakan tersebut dipengaruhi oleh sistem mana-
(Setiadi, 2005) dan terjadinya silent heat sering me- jemen pemeliharaan yang cukup baik. Hal ini di-
nyebabkan peternak sulit untuk mendeteksi estrus tunjukkan dengan nilai S/C ke tiga peternakan ini
pada sapi tersebut. Fanani et al., (2013) mengemuka- termasuk normal dan baik dengan nilai S/C di bawah
kan bahwa sapi betina sebaiknya dikawinkan 60 hari 2. Jainudeen dan Hafez (2000) menyatakan bahwa
setelah beranak karena diperlukan waktu minimal nilai S/C yang normal adalah 1,6–2,0. Banyak faktor
50-60 hari untuk mencapai involusi uteri yang sem- yang harus diperhatikan untuk menilai keberhasilan
purna pada sapi betina post partum. Di samping itu, nilai S/C di antaranya adalah inseminator, waktu ovu-
sapi betina yang mempunyai produksi susu tinggi lasi dan kualitas semen beku yang digunakan,
akan memengaruhi kinerja reproduksi yakni men- musim, ketepatan dalam deteksi estrus dan faktor
galami keterlambatan estrus. Keterlambatan estrus lingkungan (Fekadu et al., 2014).
karena energi yang dibutuhkan untuk memproduksi Waktu yang terbaik untuk dikawinkan kembali
hormon estrogen post partum masih kurang akibat sapi perah post partum berkisar antara 60–80 hari.
adanya perombakan cadangan energi untuk Sapi perah betina setelah beranak akan mengalami
menghasilkan susu (Wahyudi et al., 2013). involusi uterus yang memerlukan waktu sekitar 45
Hasil pengamatan nilai CR tanpa melihat jenis hari dengan tujuan untuk mengembalikan uterus
semen beku yang digunakan CR sapi-sapi perah kembali bentuk sebelum beranak (Setiadi, 2005:
betina yang ada di tiga peternakan Kabupaten Bogor Fanani et al., 2013). Berdasarkan pengamatan nilai
yaitu Cifa Farm, Erif Farm dan Acep Farm Kunak First Service di Cifa Farm dan Erif Farm termasuk da-
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
21 | Jaenudin et al.

lam kategori normal karena memiliki waktu First Ser- Biffani S, Bernabucci U, Vitali A, Lacetera N, Nardone
vice berkisar antara 75–76 hari. Sementara itu waktu A. 2016. Short communication: Effect of heat
First Service di Acep Farm lebih panjang dari kisaran stress on non return rate of Italian Holstein cows.
normal yaitu 96 hari, sehingga perlu ditingkatkan Journal of Dairy Science 99:1–7.
sistem manajemen pemeliharaan dan kesehatan un- Bouraoui RM, Lahmar A, Majdoub M, Djemali, Belyea
tuk memperoleh waktu First Service yang lebih pen- R. 2002. The realtionship of temperature-
dek. Hal ini karena menurut Ball & Peters (2004) humadity index with milk production of dairy
bahwa untuk menghindari kemungkinan gangguan cows in a Mediterranean climate. Journal of Ani-
reproduksi dan mendapatkan angka konsepsi yang mal Research 51:479-491.
tinggi, maka sebaiknya sapi perah betina mulai Bucholtz DC, Vidwans NM, Herbosa CG, Schillo KK,
dikawinkan paling sedikit 60 hari setelah melahirkan Foster DL. 1996. Metabolic interfaces between
atau beranak. growth and reproduction. V. Pulsatile luteinizing
Berdasarkan kajian yang dilakukan, dapat disim- hormone secretion is dependent on glucose
pulkan bahwa suhu, kelembaban udara dan mana- availability. Endocrinology 37:601-607.
jemen peternak memengaruhi terhadap Days Open Celi P, Gabai G. 2015. Oxidant/Antioxidant Balance in
(DO) sapi perah di ke tiga peternakan sapi perah di Animal Nutrition and Health: The Role of Protein
Kabupaten Bogor yang ditunjukkan adanya perbe- Oxidation. Frontiers in Vet Sci 2:48-55.
daan nilai DO yang dicapai. Meskipun diindikasikan Chapman CK, Zobel D. 2007. Breeding system for
THI memengaruhi zona nyaman peternakan sapi pe- beef production and some problems on creating
rah, namun dalam penelitian ini belum ditemukan beef cattle breeds in Australia. Proc. Of the sixt
korelasi positif antara nilai THI dengan tingkat AAAP Anim. Sci. Congress. Vol. IV. AHAT Bangkok.
efisiensi reproduksi, sehingga diperlukan penelitian De Rensis FP, Marconi T, Capelli F, Gatti F, Facciolon-
lebih lanjut dengan jumlah sampel yang bervariasi. go S, Franzini. Scaramuzzi RJ. 2002. Fertility in
postpartum dairy cows in winter or summer fol-
lowing estrus synchronization and fixed time AI
UCAPAN TERIMA KASIH after the induction of an LH surge with GnRH or
hCG. Theriogenology 58:1675–1687.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kemen-
De Rensis F, Scaramuzzi RJ. 2003. Heat stress and
terian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui
seasonal effects on reproduction in the dairy cow
beasiswa BPPS dan ke tiga lokasi peternakan yang
a review. Theriogenology 60:1139–1151.
membantu dalam menyelesaikan penelitian.
De Rensis F, Lòpez-Gatius F, Capelli T, Molina E,
Techakumphu M, Scaramuzzi RJ. 2008. Effect of
“Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan
season on luteal activity during the postpartum
dengan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini”.
period of dairy cows in temperate areas. Journal
of Animal Science 2:554-559.
De Rensis F, Garcia-Ispierto I, Lopez-Gatius F. 2015.
DAFTAR PUSTAKA Seasonal heat stress: clinical implications and
Arbel R, Bigun Y, Ezra E, Sturman H, Hojman D. 2011. hormone treatments for the fertility of dairy
The effect of extended calving intervals in high cows. Theriogenology 84:659-666.
lactating cows on milk production and profitabil- Dikmen S, Hansen PJ. 2009. Is the temperature-
ity. Journal of Dairy Science 84:600-608. humidity index the best indicator of heat stress in
Armstrong DV. 1994. Heat stress interaction with lactating dairy cows in a subtropical environ-
shade and cooling. Journal of Dairy Science ment?. Journal of Dairy Science 92:109–116.
77:2044-2050. Dobson H, Smith RF, Royal MD, Knight CH, Sheldon
Ball PJ, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle. 3rd IM. 2007. The high producing dairy cow and its
ed. Blackwell Science, Inc. reproductive performance. Journal Reproduction
Baumgard LH, Rhoads RP. 2012. Ruminant produc- in Domestic Animals 42:17-23.
tion and metabolic responses to heat stress. El-Wishy AB. 2013. Fertility of Holstein cattle in a sub-
Journal of Animal Science 90:1855–1865. tropical climate of Egypt. Iranian Journal of Ap-
Bernabucci U, Biffani S, Buggiotti L, Vitali A, La- plied Animal Science 3(1):45-51.
cetera N, Nardone A. 2014. The effects of heat Fanani S, Subayo YBP, Lutojo. 2013. Kinerja repro-
stress in Italian Holstein dairy cattle. Journal of duksi sapi perah Peternakan Friesian Holstein
Dairy Science 97:471–486.
© 2018 Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Efisiensi Reproduksi Sapi Perah di Kabupaten Bogor | 22

(PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo. Lopes FG. 2014. Scrotal infrared digital thermog-
Tropical Animal Husbandry 2(1):21-27. raphy as a predictor of seasonal effects on sperm
Fekadu A, Tesfu K, Kelay B. 2014. Study on reproduc- traits in braford bulls. International Journal of Bi-
tive performance of Holstein-Friesian dairy cows ometeorology 59:357–364.
at Alage Dairy Farm, Rift Valley of Ethiopia. Jour- O’Callaghan DO, Boland MP. 1999. Nutritional effects
nal Tropical Anim Health Production 43:581-586. on ovulation, embryo development and the es-
Gaughan LB, Holt SM, Hahn GL, Mader TL, Eigenberg tablishment of pregnancy in ruminants. Journal
R. 2000. Respiration rate – is it a good measure of of Animal Science 68:299–314.
heat stress in cattle?Asian-Australian Journal of Pirlo G, Milflior F, Speroni M. 2000. Effect of Age at
Animal Science 13:329-32. First Calving on Production Traits and Difference
Hansen PJ. 2009. Effects of heat stress on mammali- Between Milk Yield and Returns and Rearing Cos-
an reproduction. Philosophical Transactions of tin Italian Holsteins. Journal of Dairy Science
The Royal Society B (364): 3341-3350. 83(3):603-608.
Hardjopranjoto HS. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ter- Rabiee AR, Lean IJ, Gooden JM, Miller BG, Scar-
nak. Airlangga University Press. Surabaya. amuzzi RJ. 1997. An evaluation of transovarian
Igono MO, Johnson HD. 1990. Physiological stress uptake of metabolites using arterio-venous dif-
index of lactating dairy cows based on diurnal ference methods in dairy cattle. Journal of Animal
pattern of rectal temperature. Journal of Inter- Reproduction Science 48:9-25
disciplinary Cycle Research 21(4):303-320. Roth Z, Meidan R, Braw-Tal R, Wolfenson D. 2000.
Jolly PD, McDougall S, Fitzpatrick LA, Macmillan KL, Immediate and delayed effects of heat stress on
Entwistle KW. 1995. Physiological effects of un- follicular development and its association with
dernutrition on postpartum anestrus in cows. plasma FSH and inhibin concentration in cows.
Journal of Reproduction and Fertility. Supple- Journal Reproduction and Fertility 120:83-90.
ment 49:477-92. Sakatani M, Balboula AZ, Yamanaka K, Takahashi M.
Izquierdo CA, Campos VMX, Lang CGR, Oaxaca JAS, 2012. Effect of summer heat environment on
Suares SC, Jimenez CAC, Jimenez MSC, Betancurt body temperature, estrous cycles and blood anti-
SDP, Liera JEG. 2008. Effect of the Offsprings Sex oxidant levels in Japanese Black cow. Journal of
on Open Days in Dairy Cattle. Journal Animal Animal Science 83:394–402.
Veteriner 7 (10):1329-1331. Samal L. 2013. Heat Stress in Dairy Cows: Reproduc-
Jaenudeen MR, Hafez ESE. 2000. Cattle and Buffalo tive Problems and Control Measures. Internation-
in Reproduction In Farm Animal. 7th Edition. Edit- al Journal of Livestock Research 3:14–23.
ed by Hafez ESE. Lippincott Williams & Wilkins. Schüller LK, Burfeind O, Heuwieser W. 2016. Effect of
Maryland. USA. short- and long-term heat stress on the concep-
Kadzere CT, Murphy MR, Silanikove N, Maltz E. 2002. tion risk of dairy cows under natural service and
Heat stress in lactating dairy cows: a review. Live- artificial insemination breeding programs. Journal
stock Production Science 77:59-91. of Dairy Science 99:1–7.
Kargar S, Ghorbani GR, Fievez V, Schingoethe DJ. Setiadi MA. 2005. The role of reproductive health
2015. Performance, bioenergetic status, and indi- management on dairy and beef cattle farming
cators of oxidative stress of environmentally system. Journal of Agriculture and Rural Devel-
heat-loaded Holstein cows in response to diets opment in the Tropics and Subtropics 88:7-12.
inducing milk fat depression. Journal of Dairy Sci- Stevenson JS. 2001. Reproductive Management of
ence 98:1–13. Dairy Cows inhigh Milk-Producing Herds. Journal
Lucy MC, Savio JD, Badinga L, De La Sota RL, of Dairy Science 84:128-143.
Thatcher WW. 1992. Factors that affect ovarian Tao S, Dahl GE. 2013. Invited review: Heat stress ef-
follicular dynamics in cattle. Journal of Animal fects during late gestation on dry cows and their
Science 70:3615–3626. calves. Journal of Dairy Science 96:4079-4093.
Marques TC, Karen ML, Marco A, deOV, Roberto S. Vitali A, Segnalini M, Bertocchi L, Bernabucci U, Nar-
2014. The effects of progesterone treatment fol- done A, Lacetera N. 2009. Seasonal pattern of
lowing artificial insemination on the reproductive mortality and relationships between mortality
performance of dairy cows. Journal of Tropical and temperature-humidity index in dairy cows.
Animal Health Production 46:405-410. Journal of Dairy Science 92:3781–3790.
Menegassi SRO, Barcellos J, Dias E, Koetz CJr, Perei- Wahyudi L, Susilawati T, Wahjuningsih S. 2013.
ra GR, Peripolli V, McManus C, Canozzi MEA, Tampilan reproduksi sapi perah pada berbagai
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
23 | Jaenudin et al.

paritas di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabu- ergetic metabolism in lactating Holstein cows.
paten Malang. Journal Ternak Tropika 14(2):13-22. Journal of Dairy Science 93:644–655.
West JW. 2003. Effects of heat-stress on production Wilson SJ, Marion RS, Spain JN, Spiers DE, Keisler DH,
in dairy cattle. Journal of Dairy Science 86:2131– Lucy MC. 1998. Effects of controlled heat stress on
2144. ovarian function of dairy cattle. 1 Lactating cows.
Wheelock JB, Rhoads RP, VanBaale MJ, Sanders SR, Journal of Dairy Science 81:2124–2131.
Baumgard LH. 2010. Effects of heat stress on en

© 2018 Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Anda mungkin juga menyukai