Anda di halaman 1dari 44

KRIMINALISASI

DALAM PELAYANAN KESEHATAN :


PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Program Studi Magister Hukum Kesehatan


Fakultas Hukum UGM
PELAYANAN KESEHATAN (1)

KESEHATAN :
 keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
UPAYA (PELAYANAN) KESEHATAN :
 setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat”.
PELAYANAN KESEHATAN (2)
LINGKUP PELAYANAN KESEHATAN :
 Pelayanan Kesehatan Promotif.
 Pelayanan Kesehatan Preventif.
 Pelayanan Kesehatan Kuratif.
 Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif.
PELAKU PELAYANAN (UPAYA) KESEHATAN :
 Tenaga Kesehatan.
TENAGA KESEHATAN :
 setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
PELAYANAN KESEHATAN (3)
LINGKUP TENAGA KESEHATAN :
 Tenaga Kesehatan dan Asisten Tenaga Kesehatan
 Tenaga Kesehatan meliputi TENAGA MEDIS, tenaga
psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga
kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga
gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian
medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan
tradisional, dan tenaga kesehatan lain.
INGAT :
 Putusan MK No. 82/PUU-XIII/2015 tanggal 14
Desember 2016 membatalkan Pasal 11 ayat (1) huruf
a, Pasal 11 ayat (2), Pasal 90, Pasal 94 UU Tenaga
Kesehatan terkait “TENAGA MEDIS” .
HUKUM PIDANA (1)

HUKUM PIDANA :
 bagian dari aturan hukum yang berlaku di suatu
negara.
RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA :
 Hukum Pidana Materiil = Hukum Pidana
Substantif = HUKUM PIDANA.
 Hukum Pidana Formil = HUKUM ACARA PIDANA.
 Hukum Pelaksanaan Pidana = HUKUM
PENITENSIER.
HUKUM PIDANA (2)
HUKUM PIDANA (MATERIIL) :
 mengatur tiga persoalan (trias hukum pidana) :
tindak pidana, sanksi pidana dan
pertanggungjawaban pidana.
HUKUM ACARA PIDANA :
 mengatur proses penyelesaian perkara tindak
pidana (sistem peradilan pidana) yang meliputi
tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan sidang pengadilan.
HUKUM PENITENSIER :
 mengatur tata cara pelaksanaan (eksekusi)
sanksi pidana.
ISTILAH DAN PENGERTIAN
MALPRAKTIK (1)
 Malpraktik = Malpraktek = Malapraktik =
Malapraktek.
 Malpraktik bukan merupakan istilah yuridis,
tetapi istilah sosiologis.
 Malpraktik = Mal dan Praktik.
 Mal (bahasa Yunani) : buruk.
 Praktik (KBBI) : menjalankan pekerjaan (misal
dokter, pengacara).
 Malpraktik : menjalankan pekerjaan secara
buruk.
 Malapraktik (KBBI) : praktik kedokteran yang
salah, tidak tepat, menyalahi undang-undang
atau kode etik.
ISTILAH DAN PENGERTIAN
MALPRAKTIK (2)
J. Guwandi :
 Malpraktik merupakan istilah yang memiliki
konotasi buruk, bersifat stigmatis,
menyalahkan.
 Malpraktik adalah praktik buruk dari seseorang
yang memegang suatu profesi dalam arti umum
(seperti profesi medis, ahli hukum, akuntan).
CATATAN : malpraktik dalam pelayanan
kesehatan sering disebut dengan “malpraktik
medik”.
PENGERTIAN
MALPRAKTIK MEDIK (1)
Ari Yunanto & Helmi :
 Malpraktik medik adalah kesalahan baik disengaja
maupun tidak disengaja (kelalaian) dalam
menjalankan profesi medik yang tidak sesuai dengan
Standar Profesi Medik dan Standar Prosedur
Operasional dan berakibat buruk/fatal dan atau
mengakibatkan kerugian lainnya pada pasien, yang
mengharuskan dokter bertanggung jawab secara
administrasi, perdata, dan atau pidana.
Catatan :
 Pengertian Standar Profesi dan Standar Prosedur
Operasional bisa dibaca pada Penjelasan Pasal 50 UU
No. 29 Tahun 2004.
PENGERTIAN
MALPRAKTIK MEDIK (2)

Adami Chazawi :
 Malpraktikmedik terjadi jika dokter atau orang
yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja
atau karena kelalaian melakukan perbuatan (aktif
atau pasif) dalam praktik medik terhadap
pasiennya dalam segala tingkatan yang
melanggar standar profesi, standar prosedur,
atau prinsip-prinsip kedokteran, atau dengan
melanggar hukum tanpa wewenang, dengan
menimbulkan akibat kerugian bagi tubuh,
kesehatan fisik maupun mental, nyawa pasien,
sehingga membentuk pertanggungjawaban
hukum.
PENGERTIAN
MALPRAKTIK MEDIK (3)
MALPRAKTIK MEDIK DAN KELALAIAN MEDIK :
 Malpraktik Medik (Medical Malpractice):
perbuatannya bisa dilakukan dengan sengaja
(kesengajaan) maupun tidak dengan sengaja
(kelalaian).
 Kelalaian Medik (Medical Negligence) :
perbuatannya dilakukan tidak dengan sengaja
(kelalaian).
KESIMPULAN :
 Malpraktik dalam pelayanan kesehatan bisa
diberikan pengertian luas sebagai “medical
malpractice” dan pengertian sempit sebagai
“medical negligence”.
MALPRAKTIK MEDIK :
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (1)

 Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM


ADMINISTRASI, HUKUM PERDATA, HUKUM
PIDANA.
 Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM
ADMINISTRASI :“pelanggaran disiplin”.
 Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM
PERDATA : “timbulnya kerugian”.
 Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
: “tindak pidana”.
CATATAN :
 Bandingkan dengan Pasal 66 UU No. 29 Tahun
2004.
MALPRAKTIK MEDIK :
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (2)
 Malpraktik medik dalam perspektif hukum pidana
: “tindak pidana”.
 Tindak pidana : “perbuatan” yang dilarang dan
diancam dengan “sanksi pidana” di dalam
peraturan perundang-undangan .
 Sanksi pidana : pidana pokok dan pidana
tambahan.
 Pidana pokok : pidana mati, penjara, kurungan,
denda, tutupan.
 Pidana tambahan : pencabutan hak-hak tertentu,
perampasan barang-barang tertentu,
pengumuman putusan pengadilan.
MALPRAKTIK MEDIK :
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (3)

 Malpraktik medik dalam perspektif hukum pidana


berkaitan dengan “tindak pidana” dalam
“peraturan perundang-undangan”.
 Peraturan perundang-undangan yang mengatur
dan merumuskan “tindak pidana” serta bisa
dikaitkan dengan malpraktik medik :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. UU No. 29 Tahun 2004 (6-10-2004/2005).
3. UU No. 36 Tahun 2009 (13-10-2009).
4. UU No. 36 Tahun 2014 (17-10-2014).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP (1)
 Pasal 267 KUHP : Pemalsuan Surat Keterangan
Dokter
 Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan
surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya
penyakit, kelemahan, atau cacat (pidana penjara
maksimal 4 tahun).
 Keterangan diberikan dengan maksud untuk
memasukkan seseorang ke dalam RS atau untuk
menahannya di RS (pidana penjara maksimal 8
tahun 6 bulan).
 Orang yang dengan sengaja menggunakan surat
keterangan palsu di atas (pidana penjara maksimal
4 tahun).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP (2)

Pasal 322 KUHP : Rahasia Kedokteran


 Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia
yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang
dahulu (pidana penjara maksimal 9 bulan atau
denda maksimal Rp. 600,00).
 Perbuatan di atas hanya dapat dituntut atas
pengaduan orang yang bersangkutan (korban
pembukaan rahasia jabatan).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP (3)

Pasal 344 KUHP : Euthanasia


 Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati (pidana
penjara maksimal 12 tahun).
Catatan :
 Euthanasia : eu (baik) dan thanatos (mati) :
kematian yang baik.
 Euthanasia : aktif, pasif, auto-euthanasia
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP (4)

Pasal 346-349 KUHP : Aborsi


 Pasal 346 KUHP : seorang perempuan yang
sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk
itu (pidana penjara maksimal 6 tahun).
 Pasal 347 KUHP : barangsiapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan tanpa persetujuannya
(pidana penjara maksimal 12 tahun); jika
mengakibatkan meninggalnya perempuan
tersebut (pidana penjara maksimal 15 tahun).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP (5)
Pasal 346-349 KUHP : Aborsi
 Pasal 348 KUHP : barangsiapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan dengan persetujuannya
(pidana penjara maksimal 5 tahun 6 bulan); jika
mengakibatkan meninggalnya perempuan
tersebut (pidana penjara maksimal 7 tahun).
 Pasal 349 KUHP : dokter, bidan atau juru obat
yang membantu melakukan dalam Pasal 346,
atau melakukan atau membantu melakukan
dalam Pasal 347, 348 (pidana ditambah 1/3 dan
dapat dicabut hak menjalankan pekerjaan).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP (6)
Pasal 359 KUHP : Kelalaian Menyebabkan
Kematian
 Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan orang lain mati (pidana penjara
maksimal 5 tahun atau kurungan maksimal 1
tahun).
 CATATAN : pasal a quo yang sering digunakan
untuk menjerat kasus “MEDICAL
NEGLIGENCE”.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP (7)
Pasal 360 KUHP : Kelalaian Menyebabkan
Luka
 CATATAN : pasal di atas Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat
luka-luka berat (pidana penjara maksimal 5 tahun
atau kurungan maksimal 1 tahun).
 Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
orang lain luka-luka sehingga timbul penyakit atau
halangan menjalankan pekerjaan (pidana penjara
maksimal 9 bulan atau kurungan maksimal 6 bulan
atau denda maksimal Rp. 4.500,00).
 CATATAN : pasal a quo yang sering digunakan
untuk menjerat kasus “MEDICAL NEGLIGENCE”.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP (8)

Pasal 361 KUHP : Pemberatan Sanksi


Pidana
 Perbuatan dalam Pasal 359, 360 yang
dilakukan ketika menjalankan pekerjaan
(pidana ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak
menjalankan pekerjaan, merampas barang
yang digunakan untuk melakukan perbuatan,
hakim dapat memerintahkan pengumuman
putusannya).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 29/2004 (1)

Pasal 75 :
 Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki STR (pidana penjara maksimal 3 tahun
atau denda maksimal Rp. 100 juta).
 Setiap dokter atau dokter gigi WNA yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki STR sementara/bersyarat (pidana
penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal
Rp. 100 juta).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 29/2004 (2)
 Pasal 76 : setiap dokter atau dokter gigi yang
dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki SIP (pidana penjara maksimal 3
tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).
 Pasal 77 : setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk
lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter
atau dokter gigi yang telah memiliki STR
dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5
tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 29/2004 (3)
 Pasal 78 : setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang
telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana
penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal
Rp. 150 juta).
 Pasal 79 : setiap dokter atau dokter gigi yang
dengan sengaja tidak memasang papan nama,
atau tidak membuat rekam medis, atau tidak
memenuhi kewajiban dalam Pasal 51 huruf
a,b,c,d atau e (pidana kurungan paling lama 1
tahun atau denda maksimal Rp. 50 juta).
MAPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 29/2004 (4)

Pasal 80 :
 Setiap orang yang dengan sengaja
mempekerjakan dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 (pidana
penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal
Rp. 300 juta).
 Pelaku perbuatan korporasi dipidana denda
maksimal Rp. 300 juta ditambah dengan 1/3 atau
pencabutan izin.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2009 (1)
Pasal 190 :
 Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau
pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan
yang dengan sengaja tidak memberikan
pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat (pidana penjara maksimal
2 tahun “dan” denda maksimal Rp. 200 juta).
 Perbuatan mengakibatkan kecacatan/kematian
(pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda
maksimal Rp. 1 miliar).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2009 (2)
 Pasal 191 : setiap orang yang tanpa izin
melakukan praktik pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan alat dan teknologi
sehingga mengakibatkan kerugian harta benda,
luka berat atau kematian (pidana penjara
maksimal 1 tahun “dan” denda maksimal Rp. 100
juta).
 Pasal 192 : setiap orang yang dengan sengaja
memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh
dengan dalih apapun (pidana penjara maksimal
10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2009 (3)
 Pasal 193 : setiap orang yang dengan sengaja
melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk
tujuan mengubah identitas seseorang (pidana
penjara maksimal 10 tahun “dan” denda
maksimal Rp. 1 miliar).
 Pasal 194 : setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan Pasal 75
ayat 2 (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan”
denda maksimal Rp. 1 miliar).
 Pasal 195 : setiap orang yang dengan sengaja
memperjualbelikan darah dengan dalih apapun
(pidana penjara maksimal 5 tahun “dan” denda
maksimal Rp. 500 juta).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2009 (4)
 Pasal 196 : setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi
standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan dan mutu (pidana penjara
maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1
miliar).
 Pasal 197 : setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin
edar (pidana penjara maksimal 15 tahun “dan”
denda maksimal Rp. 1,5 miliar).
 Pasal 198 : setiap orang yang tidak memiliki
keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian (pidana denda maksimal Rp. 100 juta).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2014 (1)
 Pasal-pasal dalam UU No. 36/2014 yang memuat
tindak pidana yaitu : Pasal 83-86.
 Pasal 83 : Setiap orang yang bukan Tenaga
Kesehatan melakukan praktik seolah-olah
sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki
izin dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun.
CATATAN :
 Bandingkan Pasal 88 UU No. 36/2014 dengan
Pasal 77 UU No. 29/2004.
 Apakah Pasal 83 UU No. 36/2014 bisa menjadi
ketentuan “lex specialis” dari Pasal 77 dan Pasal
78 UU No. 29/2004 ?
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2014 (2)
 Pasal 84 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan
yang melakukan kelalaian berat yang
mengakibatkan Penerima Pelayanan
Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
 Pasal 84 ayat (2) : Jika kelalaian berat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kematian, setiap Tenaga
Kesehatan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun.
 CATATAN : pasal di atas bisa menjadi ketentuan
khusus (lex specialis) dari Pasal 359-360 KUHP.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2014 (3)

 Pasal 85 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan


yang dengan sengaja menjalankan praktik
tanpa memiliki STR dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp 100 juta.
 Pasal 84 ayat (2) : Setiap Tenaga Kesehatan
warga negara asing yang dengan sengaja
memberikan pelayanan kesehatan tanpa
memiliki STR Sementara dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
 CATATAN : pasal di atas bisa menjadi ketentuan
khusus (lex specialis) dari Pasal 75 UU No.
29/2004.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2014 (4)
 Pasal 86 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan
yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin
(SIP) dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp 100 juta.
 Pasal 86 ayat (2) : Setiap Tenaga Kesehatan
warga negara asing yang dengan sengaja
memberikan pelayanan kesehatan tanpa
memiliki SIP dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp 100 juta.
 CATATAN : pasal di atas bisa menjadi ketentuan
khusus (lex specialis) dari Pasal 76 UU No.
29/2004.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK (1)
 Proses penegakan hukum pidana malpraktik
dalam pelayanan kesehatan menggunakan
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
 Mekanisme :
1. Penyelidikan
2. Penyidikan.
3. Penuntutan.
4. Pemeriksaan Sidang Pengadilan.
5. Pelaksanaan Putusan.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK (2)
 Penyelidikan : tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan.
 Penyidikan : tindakan penyidik untuk mencari
dan mengumpulkan bukti guna membuat terang
tindak pidana yang terjadi dan menemukan
tersangka pelakunya.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK (3)

Ketentuan Khusus UU No. 36 Tahun 2009 :


 Penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan
tidak hanya menjadi kewenangan
“Kepolisian”, melainkan merupakan
kewenangan “Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS)” di lingkungan Kementerian
Kesehatan.
 Penyidikan yang dilakukan oleh PPNS tetap
berada di bawah koordinasi dan pengawasan
dari Kepolisian.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK (4)

 Penuntutan : tindakan penuntut umum untuk


melimpahkan perkara pidana ke pengadilan
agar diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan.
 Pemeriksaan Sidang Pengadilan : tindakan
hakim untuk menerima, memeriksa, dan
memutus perkara pidana di sidang
pengadilan.
 Pelaksanaan Putusan : tindakan jaksa untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK (5)
 Pasal tindak pidana yang biasanya digunakan
oleh aparat penegak hukum untuk menjerat
malpraktik dalam pelayanan kesehatan
(kelalaian medik), yaitu Pasal 359 KUHP dan
Pasal 360 KUHP.
 Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP adalah
“delik culpa”, dengan adanya elemen “karena
kealpaannya” dan “delik materiil” yang
menghendaki akibat berupa matinya orang lain
atau menyebabkan orang lain luka-luka berat.
 CATATAN : seharusnya Pasal 359 dan 360
KUHP tidak diterapkan lagi dengan adanya
Pasal 84 UU No. 36/2014.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK (6)

 Persoalan fundamental dalam delik culpa


adalah masalah pembuktian atau penentuan
“kealpaan” dan “hubungan kausal kealpaan
dengan akibat” yang dilarang undang-undang.
 Penentuan ada tidaknya kealpaan dilakukan
secara “normatif”.
 Penentuan hubungan kausalitas kealpaan dan
akibat dilakukan dengan menggunakan
“doktrin kausalitas”.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK (7)
 Pembuktian malpraktik dalam pelayanan
kesehatan (kelalaian medik) sesungguhnya
tidak mudah bagi hakim yang tidak menguasai
profesi di bidang pelayanan kesehatan.
 Namun demikian, pelaku malpraktik dalam
pelayanan kesehatan (kelalaian medik) tetap
bisa dibuktikan kesalahan/kealpaannya.
 Pembuktian malpraktik dalam pelayanan
kesehatan (kelalaian medik) bisa
menggunakan : Doktrin 4D (Duty, Deriliction of
Duty, Damage, Direct Causation) dan Doktrin
Res Ipsa Loquitur.
REFERENSI (1)

 Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (M.


Jusuf Hanafiah dan Amri Amir).
 Hukum Medik (J. Guwandi).
 Malpraktik Kedokteran : Tinjauan Norma dan
Doktrin Hukum (Adami Chazawi).
 Sumpah Hippocrates : Aspek Hukum
Malpraktik Dokter (Munir Fuady).
 Hukum Pidana Malpraktik Medik (Ari Yunanto
dan Helmi).
 Tuntutan Pidana dan Perdata Malpraktik
(Mudakir Iskandarsyah).
REFERENSI (2)
 Batas Pertanggungjawaban Hukum
Malpraktik Dokter (Hendroyono Soewono).
 Hukum Malpraktik Kedokteran (Rinanto
Suryadhimirtha).
 Asas-asas Hukum Pidana (Moeljatno).
 Asas-Asas Hukum Pidana (Bambang
Poernomo).
 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
 UU No. 29 Tahun 2004.
 UU No. 36 Tahun 2009.
 UU No. 36 Tahun 2014.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai