Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSIS MEDIS STROKE BLEEDING / STROKE HEMORAGIK


DI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

NAMA : USWATUN MUJAYANA


NIM : 131711133078
ANGKATAN : PROFESI REGULER 2017

PRAKTIK PROFESI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
I. Tinjauan Teori Kasus
a. Stroke Hemoragik
1) Definisi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah jenis stroke yang penyebabnya adalah
pecahnya pembuluh darah di otak atau bocornya pembuluh darah otak
(Hutagalung, 2020). Terjadi karena tekanan darah otak yang mendadak,
meningkat dan menekan pembuluh darah, sehingga pembuluh darah
tersumbat, tidak dapat menahan tekanan tersebut (Hutagalung, 2020).
Perdarahan intrakranial yang sering terjadi adalah perdarahan intraserebral
(PIS) dan perdarahan subarakhnoid (PSA) (Nastiti, 2012). Adapun
klasifikasi berdasarkan tipe – tipe pendarahan dari stroke hemoragik antara
lain :
a. Pendarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat cedera
vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari
banyak arteri yang menembus ke dalam jaringan otak (Kristiyawati,
2016). Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak sehingga
menyebabkan spasme atau menyempitnya arteri di sekitar tempat
perdarahan (Hutagalung, 2020). Perdarahan menyebabkan elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar menekan neuron- neuron di
daerah yang terkena dan sekitarnya (Kristiyawati, 2016). Pada
kondisi ini akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial atau
intraserebral, sehingga terjadi penekanan pada struktur otak atau
pembuluh darah otak secara menyeluruh yang mengakibatkan
penurunan aliran darah otak dan berujung pada kematian sel saraf
sehingga timbul gejala klinis defisit neurologis (Nastiti, 2012). 60%
– 75% PIS disebabkan oleh hipertensi dan 70% kasus PIS berakibat
fatal, terutama apabila perdarahan luas (masif) (Nastiti, 2012).
b. Pendarahan subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid
sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid
itu sendiri/perdarahan subarachnoid primer (Hutagalung, 2020).
Umumnya PSA timbul spontan, 10% disebabkan karena tekanan
darah yang naik dan biasanya terjadi saat sedang melakukan
aktivitas (Nastiti, 2012). Gejala perdarahan yang timbul sangat khas
disertai dengan keluhan nyeri kepala hebat pada saat onset penyakit.
Stroke jenis ini dapat menyebabkan kematian pada 12,5% kasus
(Kristiyawati, 2016).
2) Epidemologi
Data World Stroke Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya
ada 13,7% juta kasus stroke, dan sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat
penyakit stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 87% kematian dan
disabilitas akibat stroke terjadi pada negara berpendapatan rendah dan
menengah. Lebih dari empat dekade terakhir, kejadian stroke pada negara
berpendapatan rendah dan menengah meningkat lebih dari dua kali lipat.
Sementara itu, kejadian stroke menurun sebanyak 42% pada negara
berpendapatan tinggi.
Prevalensi penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit ginjal
kronis, diabetes melitus, hipertensi dan stroke berdasarkan hasil Riskesdas
tahun 2018 meningkat dibandingkan tahun 2013. Prevalensi stroke
meningkat dari 7% menjadi 10,9%. Secara nasional prevalensi stroke di
Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥
15 tahun sebesar 10,9%, atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang.
Provinsi Klimantan Timur (14,7%) dan DI Yogyakarta (14,6%) merupakan
provinsi dengan prevalensi tertinggi stroke di Indonesia. Sementara itu,
Papua dan Maluku Utara memiliki prevalensi stroke terendah dibandingkan
provinsi lainnya, yaitu 4,1% dan 4,6%.
Berdasarkan kelompok umur kejadian penyakit stroke terjadi lebih
banyak pada kelompok umur 55-64 tahun (33,3%) dan proporsi penderita
stroke paling sedikit adalah kelompok umur 15-24 tahun. Laki-laki dan
perempuan memiliki proporsi kejadian stroke yang hampir sama. Sebagian
besar penduduk yang terkena stroke memiliki pendidikan tamat SD (29,5%).
Sebagian besar penderita stroke juga tinggal di daerah perkotaan (63,9%),
sedangkan yang tinggal di pedesaan sebesar 36,1%.
3) Etiologi Stroke Hemoragik
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah
(Novianti, 2018). Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak
tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang
mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau
peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat
beban, dan sebagainya (Novianti, 2018). Selain hal–hal yang disebutkan
diatas, ada faktor–faktor resiko yang menyebabkan stroke hemoragik,
diantaranya :
a) Faktor yang tidak dapat diubah
1. Umur
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring
dengan bertambahnya usia hingga makin bertambah usia
makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Dalam statistik,
faktor ini menjadi 2 kali lipat setelah usia ≥ 55 tahun
(Kristiyawati, 2016).
2. Jenis Kelamin
Stroke diketahui lebih banyak diderita laki‐laki dibanding
perempuan. Kecuali umur 35 – 44 tahun dan diatas 85
tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan
karena pemakaian obat kontrasepsi oral dan usia harapan
hidup perempuan yang lebih tinggi dibanding laki‐laki.
Perempuan Indonesia mempunyai usia harapan hidup tiga
sampai empat tahun lebih tinggi dari usia harapan hidup
laki-laki.
3. Ras
Penduduk Afrika, Amerika dan Hispanic Amerika
berpotensi stroke lebih tinggi dibanding Eropa Amerika.
Pada penelitian penyakit arterosklerosis terlihat bahwa
penduduk kulit hitam mendapat serangan stroke 38% lebih
tinggi dibanding kulit putih (AHA/ASA, 2006 dalam
(Kristiyawati, 2016))
4. Faktor Keturunan
Adanya riwayat stroke pada orang tua, meningkatkan faktor
risiko terjadinya stroke. Hal ini diperkirakan melalui
beberapa mekanisme antara lain (1) faktor genetik; (2) faktor
kultur/lingkungan dan life style; (3) interaksi antara faktor
genetik dan lingkungan (AHA/ASA, 2006 dalam
(Kristiyawati, 2016).
b) Faktor yang dapat diubah
1. Hipertensi
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya
stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran
darah yang mana diameter pembuluh darah akan mengecil
sehingga darah yang mengalir ke otak pun berkurang.
Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak
kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lama- kelamaan
jaringan otak akan mati (Novianti, 2018).
2. Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard
(kematian otot jantung) menjadi factor terbesar terjadinya
stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika
pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah
tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju
otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan
otak secara mendadak ataupun bertahap (Novianti, 2018).
3. Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus umumnya
lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan atau oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-
tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak (Novianti,
2018).
4. Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol
dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah.
Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran
darah, termasuk aliran darah ke otak (Novianti, 2018).
5. Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu
faktor terjadinya stroke, yaitu berhubungan dengan tingginya
kadar kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas,
biasanya kadar LDL (Low- Density Lipoprotein) lebih tinggi
disbanding kadar HDL (High- Density Lipoprotein)
(Novianti, 2018).
6. Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang- orang
yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih
tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku. Karena pembuluh darah menjadi sempit dan
kaku, maka dapat menyebabkan gangguan aliran darah
(Novianti, 2018).
4) Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik
Menurut (Tarwoto, 3013; Nugraha, 2018) dalam Hutagalung (2020),
manifestasi klinik stroke hemoragik tergantung dari sisi atau bagian mana
yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolaretal.
Pada stroke akut gejala klinis meliputi :
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian
frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan
pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien
juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga
pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. Gangguan
sensibilitas terjadi karena kerusakan sistem saraf otonom dan gangguan
saraf sensorik
c. Penurunan kesadaran (Konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
Terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang
otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia
d. Afasia (kesulitan dalam berbicara), yaitu defisit kemampuan
komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis memahami
bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara
primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke
dengan gangguan pada arteri middle serebral kiri. Afasia dibagi menjadi
tiga bagian yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia
motorik atau ekpresif terjadi jika area pada Area Broca, yang terletak
pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami
lawan bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan lewat bicara.
Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada Area Wernicke, yang
terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensorik pasien tidak mampu
menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan
pembicaraan, sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau
koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan dengan
baik menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
e. Disatria (bicara cadel atau pelo), merupakan kesulitan bicara terutama
dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun
demikian pasien dapat memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan
maupun membaca. Disatria terjadi karena kerusakan nervus kranial
sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga
terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan (diplopia) dimana pasien dapat kehilangan
penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang
pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus
temporal atau pariental yang dapat menghambat serat saraf optik ada
korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan
karena kerusakan pada saraf kranial 2, 4 dan 6.
g. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus kranial
9. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan gluteus menutup
kemudian makanan masuk ke esophagus.
h. Inkontenesia baik bowel maupun bladder serng terjadi hal ini karena
tergangguanya saraf yang mensyarafi bladder dan bowel.
i. Vertigo seperti mual, muntah, dan nyeri kepala, terjadi karena
peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri.
5) Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
Menurut Wati (2019) dalam Hutagalung (2020), pemeriksaan penunjang
pada pasien yang mengalami stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral.
Pemeriksaan ini membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
misalnya pertahanan atau sumbatan arteri, meperlihatkan secara tepat
letak oklusi atau ruptur.
b. Scan tomografi komputer (Computer Tomography scan-CT scan).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya tekanan normal
dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial (TIK).
Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar
protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses
inflamasi. CT secara sensitif mendeteksi perdarahan subarachnoid akut,
tetapi semakin lama interval antara kejadian akut dengan CT-scan,
semakin mungkin temuan CT-scan negative. Jika SAH masih masih
dicurigai pada CT-scan normal, pungsi lumbal harus dilakukan.
c. Fungsi lumbal.
Pemeriksaan ini menunjukkan terlihatnya darah atau siderofag secara
langsung pada cairan serebrospinal.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan daerah infark, perdarahan,
malformasi arteriovena (MAV).
e. Ultrasonografi doppler (USG doppler).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis/aliran darah atau timbulnya plak) dan
arterioklerosis (Munir, 2015). Pemeriksaan sinar x kepala dapat
menunjukkan perubahan pada glandula pineal pada sisi yang berlawanan
dari massa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang dapat dilihat
pada trombosis serebral, klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada
perdarahan subaraknoid.
f. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG).
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar tengkorak
Pemeriksaan sinar-x tengkorak dapat menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dan massa yang
meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
h. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan gula darah: gula darah bisa meningkat karena keadaan
hiperglikemia.
- Faktor risiko stroke hemoragik yang dapat dimodifikasi, sebagian
besar pasien memiliki hipertensi (82,30%), kadar gula darah meningkat
(63,54%), LDL meningkat (65,63%), triglserida meningkat (64,58%),
dan kholesterol total meningkat (69,79%), pasien dengan kadar HDL
normal lebih banyak (48,96).
b. Patofisiologi
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke
jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau
kombinasi keduanya (Raisa, 2014). Pecahnya pembuluh darah karena
aneurisma atau AVM (Arteriovenous Malformati). Aneurisma paling sering di
dapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willis sedangkan
AVM (Arteriovenous Malformatio) dapat dijumpai pada jaringan otak di
permukaan piamater dan ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel otak dan
ruang subarachnoid (Hutagalung, 2020). Aneurisma merupakan lesi yang
didapatkan karena berkaitan dengan tekanan hemodinamik pada dinding arteri
percabangan dan perlekukan. Prekusor awal aneurisma adalah adanya kantong
kecil melalui arteri media yang rusak. Kerusakan ini meluas akibat tekanan
hidrostatik dari aliran darah pulsatif dan turbulensi darah, yang paling besar
berada di bifurcatio atrei. Suatu anuerisma matur memiliki sedikit lapisan
media, diganti dengan jaringan ikat, dan mempunyai lamina elastika yang
terbatas atau tidak ada sehingga mudah terjadi ruptur. Saat aneurisma ruptur,
terjadi ekstravasasi darah dengan tekanan arteri masuk ke ruang subarachnoid
dan dengan cepat menyebar melalui cairan serebrospinal mengelilingi otak
dan medulla spinalis (Hutagalung, 2020). Ekstravasasi darah menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) global dan mengiritasi meningeal.
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid
pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan vasopasme pembuluh
darah serebral. Vasopasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasopasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis
dengan pembuluh darah arteri di ruang subarachnoid. Ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi (Hutagalung, 2020).
Perdarahan subarachnoid (PSA) yang mengacu pada perdarahan otak
di bawah arachnoid, sering menyebabkan onset cepat defisit neurologis dan
hilangnya kesadaran. Perdarahan subarachnoid ini akan direspon tubuh dengan
cara mengkonstraksi pembuluh darah (vasokonstriksi atau vasospasme) yang
diransang oleh zat-zat yang bersifat vasokonstriksi seperti serotonin,
prostaglandin, dan produk pecahan darah lainnya. Keadaan ini akan memicu ion
kalsium untuk masuk kedalam sel otot polos pembuluh darah. Akibatnya
konstraksi atau spasme akan semakin hebat dan lambat laun, yaitu sekitar hari
kelima setelah perdarahan, kontraksi akan mencapai puncaknya sehingga terjadi
penutupan lumen atau saluran pembuluh darah secara total dan darah tidak
dapat mengalir lagi ke sel saraf yang bersangkutan. Akhirnya terjadi kematian
pada sel saraf dan menyebabkan kehilangan kontrol mengakibatkan terjadinya
hemiplegi dan hemiparesis. Hemiplegi dan hemiparesis dapat mengakibatkan
kelemahan pada alat gerak dan menyebabkan keterbatasan dalam pergerakan
fisik pada ekstremitas sehingga muncul masalah keperawatan hambatan
mobilitas fisik (Hutagalung, 2020).
c. Penatalaksanaan Kasus
 Penatalaksaan Umum
1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral decubitus bila
disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap apabila
hemodinamik stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi bila perlu berikan oksigen
1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah
3) Kandungan kemih yang penuh dikosongkan kateter
4) Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal
5) Suhu tubuh harus dipertahankan
6) Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan, bila
terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun,
dianjurkan pipi NGT
7) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi
 Penatalaksaan Medis
1) Trombolitik(streptokinase)
2) Anti platelet/ anti thrombolitik (asetosol, cilostazol, dipiridamol)
3) Antikoagulan (heparin)
4) Hemarrhagea (pentoxyfilin)
5) Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
6) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)
 Penatalaksanaan Khusus/ Komplikasi
1) Atasi kejang (antikonvulsan)
2) Atasi tekanan intrakranial yang meninggi monitol, gliserol,
furosemide, intubasi, steroid dll
3) Atasi dekompresi (kraniotomi)
4) Untuk penatalaksanaan faktor resiko:
- Atasi hipertensi (anti hipertensi)
- Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)
- Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia) (Tembaru, 2018).
WOC Stroke Hemoragik
Faktor Resiko Stroke Hemoragik :
- Faktor yang tidak dapat dirubah : umur, jenis kelamin, ras,
faktor keturunan
- Faktor yang dapat dirubah : hipertensi, penyakit jantung,
diabetes mellitus, hiperkolesterlemia, obesitas, merokok
-

Memicu robeknya pembuluh darah arteri pada otak

Volume darah yang keluar mendesak dan menekan jaringan otak

Peningkatan TIK, gangguan fungsi otak

Stroke Hemoragik

Hematoma Cerebral / Pendarahan Otak

B1 Penurunan suplai
B2 darah pada otak B3 N8 Hemisfer kanan
Pendarahan B6
pada batang
otak
N7 Penuruna n pendeng aran
N1 N2 N3,4,6 N9,10, N5 Hemisfer kiri
11
Gangguan MK : Risiko Perfusi cerebral tidak efektif
saraf
Daya penciuman Penurun
menurun
an dayaPenurun
penglihaantan
lapangFungsi
pandang
lidah menurun Disfagia Afasia Kelaina n visual kiri
yang mengatur
Penurunan kemampuan menelan
pernafasan
MK :
Gangguan Komunikasi Verbal
MK : Pola Napas tidak efektif
Hemipl agi kiri
Kelaina Hemipl agi kanan
MK : Gangguan Menelan
n visual
kanan
MK : Gangguan
Persepsi sensori
Gangguan pada
reflek mengunyah
MK : Gangguan mobilitas fisik

Mudah tersedak

MK : Defisit Nutrisi
Obstruksi Jalan Napas

MK :
bersihan
jalan napas
tidak efektif
II. Tinjauan Askep (teori)
A. Pengkajian (Tembaru, 2018)
1. Identitas klien, meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama, yaitu pada pengkajian pasien dengan stroke hemoragik
biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang. Serangan stroke seringkali berlangsung sangat
mendadak. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu, yaitu adanya riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, obat-obat adiktif dan kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga, yaitu mengkaji apakah ada riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit jantung pada keluarga.
6. Aktivitas/ Istirahat
1) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia),
2) Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
3) Gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum
4) Gangguan penglihatan
5) Gangguan tingkat kesadaran.
7. Sirkulasi
1) Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
2) Hipotensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler,
3) Frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
8. Integritas Ego
1) Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
2) Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira,
3) Kesulitan untuk mengekspresikan diri.
9. Eliminasi
1) Perubahan pola berkemih
2) Distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
10. Makanan/ Cairan
1) Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,
2) Kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan,
3) Disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
4) Kesulitan menelan, obesitas.
11. Neurosensori
1) Sinkope/pusing, sakit kepala,
2) Kelemahan/ kesemutan,
3) Hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas,
penglihatan menurun,
4) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
5) Status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragis,
6) Gangguan tingkah laku (letargi, apatis, menyerang),
7) Gangguan fungsi kognitif (seperti penurunana memori, pemecahan
masalah).
8) Ekstremitas: kelemahan/paralisis kontrralateral, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral.
9) Pada wajah terjadi paralisis, afasia, kehilangan kemampuan untuk
mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia),
seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan,
kelainan pada bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi.
10) Kehilangan kemampuan menggunakan kemampuan motorik
(apraksia). Ukuran/ reaksi pupil tidak sama.
11) Kekakuan.
12) Kejang.
12. Kenyamanan / Nyeri
1) Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
2) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
13. Pernapasan
1) Merokok
2) Ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,
3) Timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
14. Keamanan
1) Masalah dengan penglihatan,
2) Perubahan sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh,
3) Tidak mampu mengenal objek,
4) Gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam
menelan, 5) Gangguan dalam memutuskan.
15. Interaksi Sosial
1) Masalah bicara,
2) Ketidakmampuan untuk berkomunikasi
16. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
(Novianti, 2018).

2) Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80.
b. Nadi
Biasanya nadi normal.
c. Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas.
d. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik.
3) Pemeriksaan Head To Toe
a. Pemeriksaan Kepala
b. Kepala : Pada umumnya bentuk kepala pada pasien stroke
normocephalik
c. Rambut : Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien
d. Wajah : Biasanya pada wajah klien stroke terlihat miring kesalah
satu sisi.
4) Pemeriksaan Integumen
a. Kulit : Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek.
b. Kuku : Biasanya pada pasien stroke hemoragik ini capilarry refill
timenya < 3 detik bila ditangani secara cepat dan baik
5) Pemeriksaan Dada
Pada inspeksi biasanya didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan
frekuensi pernafasan. Pada auskultasi biasanya terdengar bunyi nafas
tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk menurun yang sering didapatkan pada
klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien
dengan tingkat kesdaran compos mentis, pada pengkajian inspeksi
biasanya pernafasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan
fremitus kiri dan kanan, dan pada ausklutasi tidak didapatkan bunyi
nafas tambahan
6) Pemeriksaan Abdomen
Biasanya pada klien stroke didapatkan distensi pada abdomen,
dapatkan penurunan peristaltik usus, dan kadang-kadang perut klien
terasa kembung.
7) Pemeriksaan Genitalia
Biasanya klien stroke dapat mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi dan ketidakmampuan mengungkapkan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang- kadang kontrol
sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril, inkontenesia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
8) Pemeriksaan Ekstremitas
a. Ekstremitas Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan
pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak
fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan
tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)).
Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari
tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer
(+)).
b. Ekstremitas Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat
pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky
(+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak
mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores
biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada
saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat
betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa
(reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya
femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
9) Pemeriksaan Neurologis
a. Pemeriksaan Nervus Cranialis
- Nervus I (Olfaktorius).
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
- Nervus II (Optikus).
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial biasanya sering terlihat pada klien hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
- Nervus III (Okulomotoris), IV(Troklearis), dan VI (Abdusen).
Pemeriksaan ini diperiksa secara bersamaan, karena saraf ini
bekerjasama dalam mengatur otot-otot ekstraokular. Jika akibat
stroke menyebabkan paralisis, pada satu sisi okularis biasanaya
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
disisi yang sakit.
- Nervus V (Trigeminus).
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi pterigoideus internus dan eksternus.
- Nervus VII (Fasialis). Pada keadaan stroke biasanya persepsi
pengecapan dalam batas normal, namun wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
- Nervus VIII (Vestibulokoklearis/Akustikus).
Biasanya tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Nervus IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus).
Secara anatomi dan fisisologi berhubungan erat karena
glosofaringeus mempunyai bagian sensori yang mengantarkan
rangsangan pengecapan, mempersyarafi sinus karotikus dan
korpus karotikus, dan mengatur sensasi faring. Bagian dari faring
dipersarafi oleh saraf vagus. Biasanya pada klien stroke
mengalami penurunan kemampuan menelan dan kesulitan
membuka mulut.
- Nervus XI (Aksesoris). Biasanya tidak ada atrofi otot
sternokleisomastoideus dan trapezius
- Nervus XII (hipoglosus). Biasanya lidah simetris, terdapat deviasi
pada satu sisi dan fasikulasi serta indra pengecapan normal.
b. Pemeriksaan Motorik Biasanya didapatkan hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparise atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain. Juga biasanya mengalami gangguan keseimbangan dan
koordinasi karena hemiplegia dan hemiparese. Pada penilaian
dengan menggunakan kekuatan otot, tingkat kekuatan otot pada sisi
yang sakit adalah 0.
c. Pemeriksaan Refleks
Pada pemerikasaan refleks patologis. Biasanya pada fase akut
reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan reflek patologis.
d. Pemeriksaan Pada Penderita Koma
- Gerakan penduler tungkai
Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung,
kemudian kaki diangkat ke depan dan dilepas. Pada waktu dilepas
akan ada gerakan penduler yang maikn lama makin kecil dan
biasanya berhenti 6 atau 7 gerakan. Beda pada rigiditas
ekstrapiramidal akan ada pengurangan waktu, tetapi tidak teratur
atau tersendat-sendat.
- Menjatuhkan tangan
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan tonus
(hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya lengan ke bawah.
Sementara pada hipotomisitas jatuhnya cepat
- Tes menjatuhkan kepala
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan relaksasi,
mata terpejam. Tangan pemeriksa yang satu dilektakkan di bawah
kepala pasien, tangan yang lain mengangkat kepala dan
menjatuhkan kepala lambat. Pada kaku kuduk (nuchal rigidity)
karena iritasi meningeal terdapat hambatan dan nyeri pada fleksi
leher.
B. Diagnosis Keperawatan
Menurut SDKI (2016) diagnosis keperawatan yang timbul pada pasien Stroke
Hemoragik antara lain :
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d benda asing dalam jalan napas d.d
adanya bunyi napas tambahan (mengi, wheezing dan/atau ronkhi)
2. Pola Napas tidak Efektif b.d gangguan neurologis d.d pola napas abnormal
3. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial b.d edema serebral d.d refleks
neurologis terganggu dan TIK meningkat
4. Gangguan persepsi sensori b.d hipoksia serebral d.d menyatakan
kemampuan penciuman, penglihatan, pengecapan atau pendengaran
menurun
5. Gangguan Komunikasi Verbal b.d penurunan sirkulasi serebral d.d afasia
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis SLKI SIKI
1 Pola Napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Efektif b.d tindakan keperawatan - Monitor pola napas (frekuensi,
gangguan selama 3x24 jam, kedalaman, usaha napas)
neurologis d.d diharapkan Pola napas - Monitor bunyi napas
pola napas pasien membaik dengan - Posisikan pasien semi fowler atau
abnormal kriteria hasil : fowler
- Frekuensi napas - Berikan oksigen jika perlu
membaik (5)
- Dispnea berkurang (5)
- Kedalaman napas
membaik (5)
2 Penurunan Setelah dilakukan Pemantauan Tekanan Intrakranial
Kapasitas tindakan keperawatan (I.06198)
Adaptif selama 3x24 jam, - Identifikasi penyebab peningkatan
Intrakranial b.d diharapkan Kapasitas TIK
edema serebral Adaptif Intrakranial - Monitor Tekanan Darah
d.d refleks pasien membaik dengan - Monitor tekanan perfusi serebral
neurologis kriteria hasil : - Monitor stimulus lingkungan
terganggu dan - Tingkat terhadap TIK
TIK meningkat kesadaran - Pertahankan posisi kepala dan leher
membaik (5) netral
- Refleks neurologis - Atur interval pemantauan sesuai
membaik (5) kondisi pasien
- Tekanan Intrakranial - Dokumentasikan hasil pemantauan
membaik (5)
3 Gangguan Setelah dilakukan Promosi Komunikasi : Defisit Bicara
Komunikasi tindakan keperawatan (I.13492)
Verbal b.d selama 3x24 jam, - Monitor proses kognitif, anatomis
penurunan diharapkan komunikasi dan fisiologis yang terkait dengan
sirkulasi verbal pasien membaik bicara
serebral d.d dengan kriteria hasil : - Gunakan metode komunikasi
afasia - Afasia menurun (5) alternatif
- Kemampuan berbicara - Sesuaikan gaya komunikasi dengan
meningkat (5) kebutuhan
- Ulangi apa yang disampaikan pasien
- Anjurkan bicara perlahan
- Ajarkan proses kognitif, anatomis
dan fisiologis yang terkait dengan
kemampuan bicara pasien

III. Daftar Pustaka


Hutagalung, J. I. (2020). LITERATURE REVIEW : ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN YANG MENGALAMI STROKE HEMORAGIK DENGAN
HAMBATAN MOBILITAS FISIK DALAM PENERAPAN TERAPI RANGE
OFMOTION DI RUMAH SAKIT UMUM DR. FERDINAND LUMBAN
TOBING KOTA SIBOLGA TAHUN 2020. Journal of Chemical Information
and Modeling, 2(1), 5–7.
Kristiyawati, S. P. (2016). Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stroke Di Rumah Sakit Panti Citarum Semarang. Tesis Keperawatan
UI, 113.
Nastiti, D. (2012). Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Pasien Stroke
Rawat Inap Di Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun 2011 Pasien Stroke Rawat
Inap Di Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun 2011. Universitas Indonesia, 117.
Novianti, N. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN STROKE
HEMORAGIK DI RUANG RAWAT INAP NEUROLOGI RUMAH SAKIT
ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2018 OLEH. SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG, 2(January), 6.
Raisa, M. (2014). Left Hemiparesis e . c Hemorhagic Stroke. Medula, 2 No 4(Juni), 70–
79.
Tembaru, M. E. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.L.M DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI RUANGAN KOMODO RSUD. PROF. DR. W. Z.
JOHANNES KUPANG. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG,
2(January), 6.

Anda mungkin juga menyukai