Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DI DALAM BASIS KRIM

TERHADAP PENETRASI ZAT AKTIF

Henny Lucida, Vinny Hosiana dan Vivi Muharmi

Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Andalas Padang

E-mail: hennylucida@gmail.com

ABSTRACT
A study on formulation of cream in a base containing Virgin Coconut Oil (VCO)
with Piroxicam (1%) as a model has been undertaken. VCO concentration in the cream-
base were made 0 %, 31%, 36% and 41% respectively to determine the influence of VCO
concentration on the penetration profile of the drug. The profil of penetration was
determi nedbyus i
ngFr anzdi f
fusion cel l(ver t
icaltype)wi tht hemi ce’ss kinandpH 8
phosphate buffer as membrane and medium respectively. Concentration of piroxicam
released was determined spectrophotometically at wavelength 353.2 nm. Results
indicated that the penetration profile of piroxicam from formula 1, 2 and 3 followed zero
order kinetic with the slope (k) of 0.0171 (r = 0.9913); 0.0217 (r = 0.9869) and 0.0217 (r =
0.9939) respectively, while that from formula 4 followed Higuchi equation with the slope
1/ 2
(k) of 0,0570 mg/sec (r = 0.9853). The highest rate was observed from Formula 4
(VCO concentration was 41%). Statistical análysis showed that VCO affected the release
of piroxicam from the formulation significantly (p<0,01).

Keywords: Virgin Coconut Oil (VCO), penetrant enhancers, piroxicam

PENDAHULUAN
Rute pemberian obat secara transdermal merupakan suatu alternatif
untuk menghindari variabilitas ketersediaan hayati obat pada penggunaan per
oral, menghindari kontak langsung obat dengan mukosa lambung sehingga
mengurangi efek samping obat tertentu, juga untuk memperoleh konsentrasi obat
t
erl
okal
i
sirpadat
empatker
jany
a.Namun,kul
i
tmer
upakansuat
u’barrier’al
ami
dengan lapisan terluar (stratum corneum) tersusun atas jalinan kompak

cry
stal
l
ine l
i
pidl
amel
l
ae’sehingga bersifat impermeabel terhadap sebagian
besar senyawa obat (Williams dan Barry, 2004). Beberapa teknik formulasi
dengan tujuan memodifikasi atau melemahkan susunan lipid interselluler stratum
corneum telah dikembangkan sehingga transport obat melalui kulit dapat
ditingkatkan. Diantaranya adalah menggunakan senyawa peningkat penetrasi
(penetration enhancers) seperti dimetil sulfoksida (DMSO), dimetil asetamida
(DMA), dimetil formamida (DMF), propilen glikol, gliserol dan lain-lain (Williams
dan Barry, 2004). Pemakaian pelarut organik seperti DMSO terbukti efektif dalam
meningkatkan penetrasi senyawa obat seperti golongan barbiturat, steroid, dan

104
griseofulvin, namun memiliki kelemahan diantaranya bersifat iritan, menyisakan
perubahan morfologis yang signifikan pada kulit dan toksik.
Asam-asam lemak dilaporkan berpotensi meningkatkan penetrasi
beberapa senyawa obat (Niazy, 1991; Santoyodan Pygartua, 2000). Asam oleat
dan asam laurat telah digunakan sebagai peningkat penetrasi senyawa obat
seperti estradiol, progesteron, asiklovir, 5 fluorourasil dan asam salisilat (Williams
dan Barry, 2004; Santoyodan Pygartua, 2000). Santoyo dan Pygartua (2000)
melaporkan bahwa asam oleat dan asam laurat dapat meningkatkan absorpsi
per-kutan piroksikam secara in-vitro.
Minyak kelapa murni ( Virgin Coconut Oil atau VCO ) merupakan produk
olahan asli Indonesia yang mulai banyak digunakan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat. VCO mengandung 92 % asam lemak jenuh yang terdiri
dari 48 - 53 % asam laurat (C12); 1,5 –2,5 % asam oleat; asam lemak lainnya
seperti 8 % asam kaprilat (C8) dan 7% asam kaprat (C10) (Syah, 2005).
Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO, sifatnya
yang melembutkan kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di Indonesia
membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa sediaan
obat, diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Tulisan ini menampilkan data
eksperimental mengenai pengaruh penambahan VCO dalam basis krim terhadap
profil dan laju penetrasi senyawa obat; sebagai model penetran digunakan
piroksikam.

METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu sel difusi Franz tipe vertikal ,
pisau pencukur, Spektrofotometer UV-Visibel (Shidmadzu 1601), pengaduk
magnetik, mikroskop yang dilengkapi mikrometer, pH meter (E-520), timbangan
analitik dan alat-alat gelas lainnya. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
piroksikam (courtesy PT. Kimia Farma), VCO ( Bio Virco Phytomega®), air
suling, kulit mencit putih betina, NaCl 0,9 %, cetaceum, cera alba, boraks, parafin
cair, asam stearat, gliserin, trietanolamin, semua bahan merupakan
pharmaceutical grade.
Dilakukan pemeriksaan piroksikam, cetaceum, cera alba,boraks, parafin
cair, gliserol, trietanolamin, dan asam stearat menurut persyaratan Farmakope
Indonesia III dan IV. Dibuat 4 macam formula krim dengan kadar bahan aktif 1 %

105
dan variasi konsentrasi VCO, komposisi Formula 1 (F1) sampai F4 dapat dilihat
pada Tabel I.

Tabel I. Formula krim piroksikam menggunakan basis yang mengandung


VCO berbagai konsentrasi

Nama Bahan F1 F2 F3 F4
Piroksikam (%) 1 1 1 1
Parafin liq. (g) 31 - - -
VCO (g) - 31 36 41
Cetaceum (g) 6,5 6,5 6,5 6,5
Asam stearat (g) 6,4 6,4 6,4 6,4
Cera alba (g) 2,5 2,5 2,5 2,5
Trietanolamin (g) 0,8 0,8 0,8 0,8
Boraks (g) 0,8 0,8 0,8 0,8
Gliserol (g) 1 1 1 1
Air suling (ml) 51 51 46 41

Langkah pertama pembuatan krim yaitu membuat basis masing –masing


formula. Untuk F1: asam stearat, cetaceum, cera alba, dan parafin cair dilebur di
penangas air pada suhu 700 C (masa 1). Trietanolamin, boraks dan air suling di
tempat terpisah dipanaskan di penangas air pada suhu 700 C (masa 2). Pada
suhu yang sama masa 1 dan masa 2 dicampurkan dalam lumpang panas sambil
digerus sampai terbentuk masa krim yang homogen. Terakhir, dimasukkan
gliserol yang diencerkan dengan air sama banyak dan diaduk hingga homogen.
Untuk F2, F3, dan F4, VCO dimasukkan ke dalam massa 1. Masing-masing
basis krim yang telah jadi ditambahkan sedikit demi sedikit sampai 100 g kepada
piroksikam (1 g) di dalam lumpang, lalu terus digerus sampai homogen. Krim
yang sudah jadi disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat yang sejuk dan
terlindung cahaya. Sediaan ini dievaluasi meliputi pemeriksaan organoleptis,
homogenitas, pH sediaan, tipe krim, stabilitas fisik sediaan, daya tercuci, uji daya
menyebar, distribusi ukuran partikel, uji iritasi kulit, dan pemeriksaan kadar
piroksikam.

106
Validasi metoda analisis dilakukan dengan membuat larutan piroksikam di
dalam dapar fosfat pH 8 dengan berbagai konsentrasi (0,5; 1; 2; 4; 6; 8; 10; 12;
14 µg/ml) diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang 353,2 nm. Linieritas dari respon alat terhadap kadar dilihat dari kurva
kalibrasi, nilai batas deteksi (BD dan batas kuantitasi (BK) dari metoda analisis
dihitung.

Pada uji daya penetrasi krim piroksikam, kulit mencit yang telah dipotong
dan dibersihkan dibilas dengan larutan NaCl 0,9 % dan disimpan dalam lemari
es sebelum digunakan sebagai membran penetrasi. Kompartemen cairan
penerima pada sel Difusi Franz vertikal diisi dengan larutan dapar fosfat pH 8
sampai penuh (115 ml). Sediaan krim ditimbang sebanyak 1 g, lalu dioleskan
secara merata pada kulit mencit yang diletakkan pada alat Sel Difusi Franz
tersebut. Sel Difusi kemudian diletakkan pada bejana kaca berisi air yang
dilengkapi dengan termostat dan termometer. Suhu air pada bejana kaca diatur
pada 370C ± 1°C. Magnetik stirrer dihidupkan dan diatur skala untuk perputaran
120 rpm pada skala 4, suhu dijaga ± 370C. Pengambilan sampel larutan cairan
penerima (5 ml) dilakukan pada menit ke –5, 10, 20, 30, 45, 60, 75, 90, 105,
120, 135, 150, 165, 180, 195, 210, 225, 240. Volume sampel yang diambil diganti
dengan larutan dapar fosfat pH 8 dengan volume dan suhu yang sama. Kadar
piroksikam di dalam cuplikan ditentukan secara spektrofotometri.

Data jumlah piroksikam yang berpenetrasi persatuan waktu diolah


menggunakan beberapa model matematis yaitu:

- Persamaan Higuchi : M t K H 
t 0 ,5
Keterangan: Mt = jumlah piroksikam berpenetrasi pada waktu t
KH = konstanta laju penetrasi menurut Higuchi

- Persamaan kinetika orde nol: M t M 0 K 0 


t
Keterangan: M0 = jumlah piroksikam berpenetrasi pada waktu 0
K0 = konstanta laju penetrasi menurut orde 0

log K1
- Persamaan kinetika orde satu: log M t log M 0  
t
2.303
Keterangan: K1 = konstanta laju penetrasi menurut orde 1

Berdasarkan model kinetika yang terbaik, dihitung konstanta laju penetrasi


piroksikam dari masing-masing formula. Jumlah piroksikam yang berpenetrasi

107
pada waktu tertentu diuji secara ANOVA untuk melihat pengaruh basis terhadap
konstanta laju penetrasi piroksikam.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan memenuhi
persyaratan Farmakope Indonesia untuk zat aktif; sedangkan VCO telah
memenuhi standar mutu SNI 01-2902-1992. Validasi metoda analisis piroksikam
secara spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 353,2 nm
(Gambar 1) menunjukkan respon linier antara konsentrasi piroksikam terhadap
absorban dengan persamaan regresi: Y = -0,0027 + 0,0489 X (r = 0,9979)
dengan BD = 0,67 µg/ml dan BK = 2,25 µg/ml

Gambar 1. Spektrum serapan piroksikam di dalam larutan dapar fosfat pH 8

Formula basis krim F1, berbeda dengan formula lainnya, mengandung


paraffin liquidum di dalam fasa minyak, sedangkan F2 –F4 mengadung VCO
dengan kadar bervariasi. Komposisi ini ditujukan untuk membandingkan laju
penetrasi piroksikam dengan adanya VCO di dalam basis terhadap basis yang
tidak mengandung VCO. Variasi jumlah VCO pada F2 –F4 bertujuan untuk
melihat pengaruh kadar VCO di dalam basis krim terhadap laju penetrasi
piroksikam.
Hasil evaluasi krim piroksikam (Tabel II) menunjukkan terbentuknya dua
jenis tipe krim dengan sifat-sifat fisika yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan tipe
krim yang terbentuk akan dapat dilihat pengaruh dari dua faktor terhadap profil
penetrasi proksikam dari basis krim, yaitu kandungan VCO dan pengaruh tipe

108
basis krim. Senyawa obat memiliki afinitas berbeda terhadap basis krim tipe a/m
dan m/a karena sangat ditentukan oleh sifat fisikokimia senyawa obat tersebut.
Makin kecil afinitasnya terhadap suatu basis maka senyawa obat akan lebih
mudah berpermeasi atau lepas dari basisnya dan akan lebih cepat berpenetrasi
melalui membran sel kulit (Aulton, M.E, 1988).

Tabel II. Hasil evaluasi krim piroksikam


No. Pemeriksaan F1 F2 F3 F4
1. Homogenitas homogen homogen homogen homogen
2. Nilai pH 7,2 7,2 7,3 7,3
3. Daya tercuci ( ml ) 15 25 35 40
4. Daya menyebar(cm²)* 6,610 6,001 5,659 5,498
5. Tipe krim m/a m/a a/m a/m
6. Kadar piroksikam (%) 97,22 98,76 97,56 98,25
Keterangan :*pertambahan luas 0,5 g sediaan bila diberi beban 45 g, m/a =
minyak dalam air, a/m = air dalam minyak

Piroksikam merupakan obat golongan anti inflamasi non steroid (obat


AINS) yang bersifat sangat sukar larut air dan bekerja secara sistemik pada
pengobatan rheumatoid arthristis. Pada bahan obat dengan kelarutan kecil
dalam air, maka laju permeasi dari basis dan laju penetrasi zat aktif merupakan
salah satu tahap penentu dari laju absorpsi. Dalam hal ini pemilihan basis akan
mempengaruhi ketersediaan hayati dari bahan obat pada sediaan transdermal
(Hadgraft dan Richard, 1989).
Disamping kelarutan, ukuran partikel juga akan menentukan profil liberasi
dan penetrasi obat-obat yang sukar larut dalam air. Distribusi ukuran partikel
untuk masing-masing formula menunjukkan hasil sesuai kurva distribusi normal
dengan partikel terbanyak berukuran 0 –15 µm sebanyak 45,6 % (F1), 50,9%
(F2), 55,2 % (F3), dan 62,1% (F4). Jumlah partikel terkecil terlihat lebih banyak
di dalam sedíaan yang mengandung VCO lebih banyak. Di dalam pembuatan
sedíaan, perlakuan yang sama seperti penggerusan dilakukan pada masing-
masing formula untuk menghindari pengaruh ukuran partikel terhadap profil
penetrasi piroksikam.
Pada pengukuran kadar piroksikam berpenetrasi pada menit-menit awal
proses penetrasi terutama pada F1 dan F2 (Tabel III) terlihat data kadar
piroksikam masih dibawah limit kuantitasi (BK) metoda analisis. Penggunaan
membran berupa kulit hewan menyebabkan hanya sebagian kecil zat aktif dapat

109
menembusnya. Namun secara kinetika yang akan dilihat adalah perubahan atau
peningkatan jumlah piroksikam di dalam médium bukan jumlahnya. Peningkatan
kadar piroksikam di dalam médium penerima seperti tampak pada profil
penetrasi (Gambar 2) digunakan untuk menghitung parameter konstanta laju
penetrasi pada masing-masing formula.

Tabel III. Data konsentrasi piroksikam dalam medium dapar fosfat pH 8


setelah penetrasi menggunakan sel diffusi Franz tipe vertikal

Waktu Konsentrasi yang berpenetrasi(µg/ml)*


No. (menit) F1 ± SD F2 ± SD F3 ± SD F4 ± SD
1. 5 0,2256±0,0657 0,3074±0,0472 0,4983±0,0425 1,0845±0,1198
2. 10 0,2695±0,0965 0,3889±0,0735 0,7517±0,0631 2,0110±0,3155
3. 20 0,3191±0,1069 0,5083±0,1362 1,0354±0,0877 1,2333±0,0875
4. 30 0,3827±0,1279 0,6294±0,1731 1,1977±0,0393 2,5219±0,2874
5. 45 0,5286±0,1617 0,8460±0,0902 1,1502±0,0834 3,6209±0,3311
6. 60 0,6985±0,1833 0,7463±0,0425 1,6731±0,1314 4,1186±0,5662
7. 75 0,8831±0,2030 1,0897±0,1687 2,0775±0,0471 4,6583±0,4603
8. 90 1,3411±0,2623 1,3296±0,1747 2,5518±0,1347 5,0362±0,4071
9. 105 1,2860±0,2299 1,9467±0,2123 3,0087±0,1899 5,6389±0,4630
10. 120 1,7199±0,1884 2,4234±0,1634 3,4512±0,2143 5,8968±0,4387
11. 135 2,0864±0,1464 3,1394±0,1802 3,6817±0,0413 6,1534±0,3899
12. 150 2,3750±0,1403 3,4023±0,2046 4,0258±0,0301 6,4509±0,4581
13. 165 2,6329±0,1535 3,7819±0,2213 4,2043±0,0300 6,7024±0,3813
14. 180 2,8827±0,0567 4,0642±0,1925 4,4439±0,1039 6,7952±0,4652
15. 195 3,1117±0,0728 4,1446±0,0371 4,8360±0,1276 6,8742±0,1329
16. 210 3,5170±0,0531 4,3526±0,0299 4,8599±0,0613 6,9185±0,3085
17. 225 3,8959±0,1866 4,8320±0,1026 5,2767±0,1975 6,9613±0,3851
18. 240 4,1373±0,2024 4,9756±0,1708 5,4925±0,2153 7,0177±0,3768
*Ket : n = 3

110
7

konsentrasi piroksikam yang


6
5
berpenetrasi (mg) 4
3
2
1
0
-1 0 50 100 150 200 250 300

waktu (menit)

Formula 1 Formula 2 Formula 3

Gambar 2. Profil penetrasi piroksikam dari sediaan F1, F2 dan F3 (µg/ml)


diolah menurut kinetika orde nol

Pengolahan data kinetika penetrasi piroksikam pada masing-masing


formula memperlihatkan bahwa penetrasi piroksikam pada F1, F2 dan F3
mengikuti kinetika orde nol dengan konstanta laju berturut-turut 0,0171 (r =
0,9913); 0,0217 (r = 0,9869); 0,0217 (r = 0,9939), sedangkan proses penetrasi
piroksikam pada F4 lebih mengikuti persamaan Higuchi dengan konstanta laju
sebesar 0,0570 mg/det 1 / 2 (r = 0,9853) (Gambar 3; Tabel IV). Pada F1 dan F2
konstanta laju penetrasi sama, namun jumlah piroksikam yang berpenetrasi dari
F3 lebih besar dari F2, hal ini berkorelasi dengan kandungan VCO yang lebih
banyak di dalam F3. Data menunjukkan bahwa perbedaan jumlah VCO sebesar
5% memberikan laju penetrasi piroksikam sama, namun jumlah yang
berpenetrasi lebih banyak. Hal ini dapat disebabkan karena hidratasi kulit mencit
oleh VCO menyebabkan dalam waktu yang sama jumlah yang berpenetrasi
lebih banyak, disamping itu bisa juga disebabkan konsistensi krim F3 yang lebih
encer dari F2, sehingga piroksikam lebih banyak lepas dari basis F3. Proses
penetrasi piroksikam pada F1, F2 dan F3 mengikuti kinetika orde nol sesuai
dengan hukum Ficks untuk difusi dimana laju penetrasi konstan dan tidak
dipengaruhi oleh kadar piroksikam dan faktor lain dalam formula. Sedangkan
pada Formula 4 yang mengikuti persamaan Higuchi, proses penetrasi

111
merupakan proses difusi pasif dengan laju berubah-ubah per-satuan waktu
tergantung jumlah piroksikam yang tersisa untuk berpenetrasi. Perbedaan profil
penetrasi secara kinetika bisa terjadi yang menunjukkan mekanisme pelepasan
dan diffusi obat yang berbeda antara F1 –F3 dengan F4, meskipun demikian
semua data menunjukkan bahwa profil penetrasi sesuai dengan Hukum Ficks
untuk diffusi atau Hukum Ficks yang dimodifikasi.
Tabel IV. Data konstanta laju penetrasi piroksikam dari masing-masing
formula diolah menurut kinetika orde nol, orde satu dan persamaan
Higuchi dan koefisien korelasi dari profil penetrasinya

Sediaan Orde nol Orde satu Higuchi


Ko r K1 (menit-1) r KH mg/det 1 / 2 r
F1 0,0171 0,9913 0,0047 0,9817 0,0449 0,9488
F2 0,0217 0,9869 0,0048 0,9741 0,0576 0,9526
F3 0,0217 0,9939 0,0037 0,9544 0,0590 0,9782
F4 0,0252 0,9347 0,0280 0,8550 0,0570 0,9853

1
0,9 y = 0,057x + 0,0058
Jumlah piroksikam yang

0,8 r = 0,9853
terpenetrasi (mg)

0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5 10 15 20
Akar waktu (menit)

Gambar 3. Profil penetrasi piroksikam dari sediaan F4 diolah menurut


persamaan Higuchi

Data profil dan laju penetrasi piroksikam dari F2 (krim tipe m/a) dan F3
(krim tipe a/m) menunjukkan bahwa tipe basis krim tidak mempengaruhi laju
penetrasi piroksikam dengan jumlah VCO pada F3 lebih besar dari F2. Dalam
hal permeasi dan penetrasi zat aktif, perbedaan tipe krim berkaitan dengan
afinitas zat aktif terhadap basis. Zat yang bersifat lipofilik akan memiliki afinitas

112
yang lebih besar terhadap basis tipe a/m sehingga sukar untuk lepas dari basis
dan selanjutnya lambat berpenetrasi, dan sebaliknya untuk zat yang hidrofil.
Piroksikam (Gambar 4) bersifat hidrofilik, secara teoritis akan memiliki afinitas
yang lebih kecil terhadap basis krim tipe a/m sehingga akan lebih mudah lepas
dari basis dan berpenetrasi. Data jumlah zat yang berpenetrasi mendukung teori
ini, piroksikam pada F3 (krim tipe a/m) lebih banyak berpenetrasi dari pada F2
(krim tipe m/a) disebabkan piroksikam lebih mudah lepas dari basis F3.

Gambar 4. Struktur kimia piroksikam


Hasil uji pengaruh VCO terhadap profil liberasi piroksikam dari krim
menunjukan bahwa basis dengan kadar VCO 41% (F4) memberikan jumlah
piroksikam terlepas dan laju penetrasi paling besar. Hal ini dapat disebabkan
konsentrasi VCO yang lebih tinggi didalam krim melemahkan jalinan kompak

cry
stal
l
ine l
i
pidl
amel
l
ae’kulit mencit sehingga lebih permeabel terhadap
piroksikam, selanjutnya tingginya kadar VCO membuat konsitensi krim lebih
encer sehingga piroksikam lebih mudah lepas dari matriks pembawa. Disamping
itu, diduga sifat VCO yang bersifat mudah diserap kulit juga dapat mempermudah
piroksikam melewati membran kulit. Williams & Barry (2004) melaporkan bahwa
asam-asam lemak meningkatkan penetrasi zat aktif melalui interaksinya dengan
lapisan lemak stratum corneum menghas
il
kan s
emacam “
pools” y
ang
mengurangi impermeabilitas lapisan lemak sehingga memfasilitasi permeasi atau
penetrasi senyawa-senyawa hidrofilik melalui membran sel kulit.
Hasil analisa variansi satu arah (ANOVA) konsentrasi piroksikam yang
berpenetrasi setelah 240 menit dari masing-masing formula, diperoleh F hitung
74,7669 (F tabel 7,59; pada p >0,01) yang menunjukkan bahwa penetrasi
piroksikam dari masing-masing formula krim sangat berbeda nyata. Selanjutnya
dilakukan uji beda nyata terkecil terhadap data konsentrasi piroksikam yang
berpenetrasi setelah 240 menit dengan uji Student Newman Keuls (SNK) ,
hasilnya dapat dilihat pada Tabel V.

113
Tabel V. Hasil uji beda nyata terkecil terhadap konsentrasi rata-rata
piroksikam berpenetrasi setelah 240 menit.

Q.sx 0,828 0,760 0,740 0,602


Formula
Formula I II III IV
Rata-rata 5,7957 6,4766 7,2616 9,1115
IV 9,1115 3,3158* 2,6349* 1,8499* -
III 7,2616 1,4659* 0,7850* - -
II 6,4766 0,6809 - - -
I 5,7957 - - - -
Keterangan : * = berbeda nyata, Q.sx = nilai nyata terkecil

KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan Virgin Coconut Oil (VCO) di dalam basis krim
dapat meningkatkan laju penetrasi piroksikam melalui mebran kulit mencit secara
in-vitro. Selanjutnya VCO juga meningkatkan konsentrasi piroksikam yang
berpenetrasi secara bermakna ( p<0,01 ).

DAFTAR PUSTAKA
Aulton, M.E., 1988, Pharmaceutics: The Sciences of Dosage Form Design,
Churhill Livingstone, Edinburgh, London, Melbourne & New York
Hadgraft, J. and Richard HG., 1989, Transdermal Drug Delivery, Marcel Dekker
Inc, New York
Niazy, EM., 1991, Influence of oleic acid and other permeation promoters on
transdermal delivery of dihydroergotamine through rabbit skin,
International Journal of Pharmaceutics, 67, pp 97 –100
Santoyo, S. dan Pygartua, 2000, Effect of skin pretreatment with fatty acids on
percutaneous absorption and skin retention of piroxicam after its topical
application, European Journal of Pharmacy and Biopharmaceutics, 50, pp
245 –250
Syah, A.N.A., 2005, Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit, Agro
Media Pustaka, Jakarta, pp 1-104
Williams, AC., dan Barry, BW., 2004, Penetration Enhancers, Advanced Drug
Delivery Reviews, 56, pp 603 –618

114

Anda mungkin juga menyukai